Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan merupakan

organ

yang

dapat

berinteraksi

secara

langsung

dengan

lingkungan hidup manusia. Kulit juga merupakan organ yang


esensial dan vital serta dapat dijadikan sebagai suatu cerminan
dari kesehatan manusia. Oleh karena kulit merupakan organ
yang dapat secara langsung berinteraksi atau terpapar dengan
lingkungan hidup, maka kulit sangat rentan terhadap berbagai
penyakit (Sjarif, 2009).
folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau massa yang lebih
lunak bagai nasi yang ujungnya kadang-kadang berwarna hitam (Sjarif, 2009).
2.1.7 Terapi
Terapi akne dapat dilakukan dengan berbagai modalitas seperti dengan
pemberian obat-obat topikal, obat sistemik, bedah kulit, atau kombinasi dari caracara tersebut (Sjarif, 2009; Turner, 2009; Dawson, 2013):
a. Pengobatan Topikal
Pengobatan topical dapat dilakukan untuk mencegah pembentukan
komedo, mencegah peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi. Obat
topical terdiri dari:
1. Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit, misalnya sulfur (4-8%),
resorsinor (1-5%) asam salisilat (2-5%), peroksida benzoil (2,5-10%),

dan asam azeleat (15-20%). Obat lain ialah retinoid, retinoid ialah
sudatu molekul yang secara langsung atau melalui konversi metabolic
mengikat dan mengaktifkan reseptor asam retinoid. Sediannya ada
tiga, krim 0,025%, 0,05%, dan 0,1%; gel 0,01%; dan solusio 0,05%.
Obat yang terbaru ialah gel atau losio adapolin dan gel atau krim
tazarotin 0,1%.
2. Antibiotik topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam
folikel yang berperan dalam eiopatogenesis akne vulgaris, misalnya
oksi tetrasiklin (1%), eritromisin (1%), klindamisin fosfat (1%).
3. Anti-inflamasi topical, salap atau krim dengan kekuatan ringan atau
sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid
kuat (triamsinolon asetonid 20 mg/cc) pada lesi nodolo kistik.
b. Pengobatan Sistemik
1. Antibakteri sistemik; tetrasiklin (250 mg-1,0 g/hari), doksisiklin (50
mg/hari), eritromisin (4 x 250 mg/hari), azitromisin 250-500 mg
seminggu 3 kali, dan trimetroprim-sulfanetoksazol untuk akne yang
parah dan tidak responsif dengan obat lain, karena efek sampingnya.
2. Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara
kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea,
misalnya estrogen (50 mg/hari selama 21 hari dalam sebulan) atau
antiandrogen siproteron asetat (2 mg/hari). Pengobatan ini ditujukan
untuk penderita wanita dewasa akne vulgaris dengan radang yang
gagal dengan terapi yang lain. Kortikosteroid sistemik ini diberkan
untuk menekan peradangan dan menekan produksi kelenjar adrenal
misalnya prednisolon (7,5 mg/hari) atau deksametason (0,25-0,5
mg/hari).

3. Vitamin A dan retinoid oral. Vitamin A digunakan sebagai


antikeratinisasi, sudah jarang digunkana sebagai obat akne karena efek
sampingnya. Isotretinoin (0,5-1 mg/kgBB/ hari) merupakan derivate
retinoid yang menghambat produksi sebum sebagai pilihan pada akne
nodulokistik atau konglobalata yang tidak sembuh dengan pengobatan
lain.
Pasca pemberian retinoid oral pada wanita usia produktif hanya
dapat dilakukan setelah melalui prosedur ketat preterapi, dalam masa
terapi dan pasca terapi untuk menjaga terjadinya efek samping, terutaa
teratogenik. Prosedur tersebut sangat diperlukan untuk menghindari
dilakukannya aborsi prenatal pada pasien.
c. Bedah Kulit
Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk
memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris dengan inflamasi berat. Jenis
bedah kulit yang dipilih disesuaikan dengan macam dan kondisi jaringan parut
yang terjadi. Tindakan dilakukan setelah akne vulgarisnya sembuh. Beberapa
bedah kulit yang sering dilakukan adalah:
1. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang
menonjol atatu melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik
yang dalam.
2. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah
pengeluaran sebum atau pada nodolo-kistik untuk drainase cairan isi
yang dapat mempercepat proses penyembuhan.

3. Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan
jaringan parut yang berbenjol.
4. Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca
akne yang luas.
d. Terapi Terbaru
Spironolakton adalah steroid sintetik dan diuretic lemah, dapat menambah
efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen dan antiandrogen terhadap akne,
apabila akne disertai gejala sebore dan atau hipertrikosis. Dosis yang diberikan
adalah 50-100 mg/hari selama 6-9 bulan dan dapat diulangi seteah tenggang 3
bulan. Efek samping yang harus dicermati adalah hipotensi, sehingga dosis harus
harus diturunkan menjadi 25 mg/hari.
Metformin dapat digunakan pada akne dan obesitas yang disebabkan oleh
resistensi insulin arau sindrom polistik ovarium. Dosis yang diberikan 2 x 500
mg/hari selama 3 bulan, lalu 2 x 1000 mg/hari. Metformin dapat diberikan
bersama terapi topikal atau bersama terapi sistemik antibiotic. Sama seperti obat
sistemik lain dan beberapa obat topikal, obat sistemik ini tidak aman diberikan
pada pasien akne yang sedang hamil.
e. Terapi Sinar
Terapi Sinar Biru adalah suatu terapi akne dengan menggunakan sinar biru
dengan panjang gelombang 420 nm yang dapat digunakan untuk membasmi P.
acne dengan cara merusak porfirin dalam sel bakteri.
Photodynamic Therapy (PDT) merupakan hal terbaru yang diujicobakan
pada pasien akne yang terdiri atas 2 tahap atau langkah terapi, yaitu pemberian
photosensitizer (asam aminolevulinik, metilaminolevulinat) secara topikal, oral,

atau intravena yang akan ditangkap oleh sel target dalam jaringan hiperproliferatif
(kelenjar sebasea), kemudian diaktifvasi menghasilkan oksigen oleh sumber sinar.
Hingga saat ini terapi ini masih dalam proses penelitian.
2.1.8 Prognosis
Umumnya prognosis dari akne vulgaris terbilang baik. Akne vulgaris pada
umumnya akan sembuh sebelum mencapai usia 30-40 tahun. Jarang terjadi akne
vulgaris yang menetap hingga tua atau mencapai gradaso sangat berat sehingga
harus dirawat di rumah sakit (Sjarif, 2009).
2.2 Mencuci Wajah
Terdapat beberapa langkah dalam melakukan prosedur mencuci wajah,
langkah-langkah yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
1. Langkah yang pertama dilakukan yaitu membasahi wajah meggunakan air
bersih secara merata.
2. Menuangkan sedikit sabun pembersih wajah pada telapak tangan,
kemudian meratakan pada seluruh telapak tangan.
3. Mengusap bagian permukaan wajah menggunakan jari dan meratakan
pada wajah dengan gerakan melingkar.
4. Membilas wajah menggunakan air bersih hingga seluruh sisa sabun
5.

terangkat.
Mengambil handuk yang lembut atau tisu untuk mengeringkan wajah.

2.2.1 Frekuensi Mencuci Wajah


Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa dengan
melakukan cuci wajah dengan frekuensi yang berlebihan akan
lebih meningkatkan kebersihan kulit sehingga akan terhindar dari
akne vulgaris. Hal tersebut telah terjawab melalui penelitian

mengenai frekuensi mencuci wajah telah dilakukan oleh Choi dkk


pada

tahun

2006.

Penelitian

tersebut

menyatakan

bahwa

mencuci wajah sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali sehari.


Adapun pencucian wajah yang dilakukan secara berlebihan dapat
menyebabkan iritasi dan menyebabkan kekeringan pada kulit
(Choi dkk, 2006).
Sebuah studi lain menunjukkan bahwa mencuci wajah 2
hingga 4 kali sehari tidak menunjukkan adanya perbaikan akne
secara bermakna. Namun apabila cuci wajah dilakukan 1 kali
sehari akan menunjukkan perburukan pada akne (Choi, 2006)
2.3 Sabun Antiseptik
2.3.1 Definisi
Sabun merupakan suatu bahan yang digunakan untuk keperluan mencuci
dan mengemulsi yang terdiri atas dua komponen utama yaitu asam lemak dengan
rantai karbon C16 dan sodium atau potassium. Sabun merupakan pembersih yang
dibuat dengan menggunakan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan
asam lemak dari minyak nabati atau hewani (Loho, 2007)
Antiseptik merupakan suatu bahan pembasmi kuman yang merupakan
agen yang dapat membunuh mikroorganisme, khususnya organism patogen.
Antiseptik adalah germisida yang diterapkan pada jaringan dan kulit hidup
(Darus, 2010)
2.4 Triklosan
2.4.1 Definisi

Triklosan adalah agen antimikroba berspektrum luas dan bekerja sebagai


antibakteri, antijamur dan antivirus, dan sering digunakan sebagai sabun
antibakteri (Menaldi dkk, 2013). Selain itu, triklosan merupakan antiseptic non
ionic dari golongan bisphenol sintetis yang tersusun dari 2 cincin benzene, tiap
atm terdiri dari 6 atom karbon (APUA, 2011).
2.4.2 Penggunaan
Triklosan memiliki sifat tidak hanya memiliki sifat antibakteri namun juga
memiliki sifat antijamur dan antivirus. Penggunaan triklosan sebagai antimikroba
dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1970 dalam sabun dan penggunaannya
telah meningkat secara drastis dalam beberapa tahun terakhir (APUA, 2011).
Tidak hanya pada sabun, triklosan juga telah digunakan pada berbagai produk
kesehatan, seperti pasta gigi, obat kumur, hingga kosmetik. Sabun antiseptik yang
mengandung triklosan dalam konsentrasi kurang dari 2% biasanya dapat
ditoleransi dengan baik sehingga jarang menimbulkan reaksi alergi. Aktfitas
antimikroba triklosan terdapat pada konsentrasi 0,2-2% dan kebanyakan sabun
antiseptic menggunakan triklosan dengan konsentrasi 1% (Loho, 2007).
2.4.3 Cara Kerja
Triklosan aktif melawan berbagai bakteri, baik bakteri gram negarif
ataupun bakteri gram positif, namun pengaruh triklosan terhadap bakteri gram
positif jauh lebih besar. Mekanisme kerja triklosan sebagai antimikroba dulu
diyakini dengan cara mempengaruhi struktur dan fungsi membrane sitoplasma
yang dapat menyebabkan lisisnya sel. Namun, telah dikemukakan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Heath dkk dimana efek triklosan terhadap bakteri

adalah dengan menghambat biosintesis asam lemak pada bakteri dengan cara
menghambat kerja enzim enoyl-acyl carrier protein reductase yang dikode oleh
FabI atau homolognya, InhA pada Mycobacterium smegmatis dan Mycobacterium
tuberculosis, dengan cara menyerupai substratnya (Loho, 2007).
Selain dari beberapa mekanisme tersebut, dijelaskan juga bahwa triklosan
juga memiliki efek membranotropik, yaitu mengganggu stabilitas struktur dari
membran yang akan mengakibatkan penurunan dari integritas fungsional
membrane sel tanpa menginduksi terjadinya lisis sel tersebut. Pada saat mencapai
konsentrasi bakterisidal, triklosan akan menyebabkan kebocoran kalium yang
menandakan bahwa terjadi kerusakan membran (Loho, 2007).
Kelebihan yang dimiliki oleh triklosan dibandingkan dengan sabun biasa
adalah efek kumulatif dan efek persisten pada kulit. Efek kumulatif sendiri berarti
peningkatan efek antimikroba suatu bajan antiseptic pada penggunaan berulang.
Sedangkan efek resisten merupakan perpanjangan efek antimikroba yang dapat
menghambat proliferasi mikroorganisme setelah pemakaian suatu bahan
antiseptik. Sabun yang mengandung bahan antiseptic akan meninggalkan lapisan
tipis bahan antibakteri pada permukaan kulit yang akan menghambat pertumbuhan
bakteri secara berkelanjutan. Sedangkan kelebihan yang dimiliki oleh triklosan
dibandingkan dengan antibiotik lain adalah kemampuannya menghilangkan
MRSA secara efektif dari tangan petugas kesehatan setelah kontak selama 30
detik (Loho, 2007).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa triklosan


dapat menghasilkan reduksi yang lebih kecil dibandingkan dengan antiseptic
dengan bahan dasar alcohol (Loho, 2007).
2.5 Efek triclosan pada akne vulgaris
Telah diketahui sebelumnya bahwa terdapat dua faktor penting yang dapat
menyebabkan masalah kulit berupa akne vulgaris, yaitu produksi sebum yang
berlebihan dan koloni dari P. acnes. Oleh karena itu, salah satu terapi yang
digunakan adalah dengan penggunaan antimikroba, baik secara oral, dengan krim
topikal, atau bahkan dengan menggunakan sabun antiseptik (Loho, 2007).
Mencuci wajah diketahui merupakan hal yang esensial dalam perawatan
kulit, mencuci wajah dapat berfungsi mengangkat kotoran, sebum, polutan
lingkungan, serta bakteri dari kulit. Proses mencuci wajah juga diketahui dapat
mengurangi kadar sebum pada permukaan kulit dan juga menghambat
pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu salah satu penatalaksanaan pada acne
vulgaris yaitu dengan menggunakan sabun wajah yang berbahan triklosan atau
yang disebut sebagai sabun antiseptik (Aiello, 2013).
Triklosan yang terkandung didalam sabun antiseptik merupakan agen
antimikroba dengan spectrum luas dan dapat bekerja sebagai antibakteri,
antijamur, dan antivirus. Pemberian sabun antiseptik dalam terapi akne vulgaris
bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, khususnya P. acne (Aiello,
2013).
P. acnes merupakan bakteri gram positif dan seperti yang telah diketahui
bahwa salah satu kelebihan dari triklosan adalah triklosan efektif bekerja pada

10

bakteri gram positif, sehingga triklosan akan dapat mengurangi jumlah dari P.
acne (Loho, 2007).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Menaldi dkk pada tahun 2013
mengenai efektifitas pencuci wajah yang mengandung triklosan sebagai terapi
akne vulgaris ringan dengan inflamasi, dimana terdapat kelompok kontrol yang
menggunakan plasebo dan kelompok yang menggunakan sabun berbahan
triklosan yang kemudian akan dilakukan penilaian klinis terhadap jumlah lesi
pada setiap subyek. Pada penelitian yang melibatkan 37 subyek ini diketahui
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok baik dari
proporsi jenis kelamin, hasil kultus, dan rerata nilai TEWL. Hasil kultur positif P.
acne lebih banyak pada kelompok sabun berbahan triklosan, perbaikan klinis yang
dinilai dari penghitungan jumlah lesi inflamasi berupa papul, pustule, nodul, dan
kista terjadi pada kelompok kontrol yang menggunakan plasebo dan sebaliknya
kelompok sabun dengan bahan triklosan menunjukkan perburukan gambaran
klinis (Menaldi, 2013)
2.6 Phisohex
Phisohex merupakan sabun wajah dengan kandungan sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan bahan dasar dan bahan uji sabun Phisohex (Menaldi dkk,
2013):
Nama Bahan
Bahan dasar :

Fungsi

Sodium Entsufon 50% Triton

Deterjen sintetik

Methylcellulose 400 cps

Emulsifying agent, menambah


viskositas
10

11

Sodium Benzoate

Preservative

Macrogol 400

Plasticizer

Macrogol 400 Monostearate

Emulsifying agent; solubilizing


agent; wetting agent

Diethanol Lauramide

Viscosity builder &foam


enhancement

Citric Acid Anhydrous Crys.

Acidifying agent

Zinc Omadine /zinc pyrithion

Fungisidal

0,21%
Bahan Uji
Triclosan DP 300

Antiseptik

PEG Monostearate

Pelembab

Adapun

kelebihan

dari

Phisohex

adalah

dimana

Phisohex

mengandung 1,5% triklosan (Menaldi dkk, 2013). Kandungan


triklosan di dalam Phisohex diketahui dapat bekerja efektif
sebagai antibakteri seperti yang telah dinyatakan Loho bahwa
aktfitas antimikroba triklosan terdapat pada konsentrasi 0,2-2% (Loho, 2007).
2.6 Kerangka Konsep
Sabun Antiseptik

Triklosan

Efek
antibakteri

11

12

Penghambatan

Penurunan integritas

biosintesis asam lemak

fungsional membran sel

Kematian

P. acnes

Gambaran Klinis Acne Vulgaris

Gambar 2.4 Kerangka Konsep


2.7 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah atas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbaikan pada jumlah hitung lesi pada saat sesudah penggunaan
sabun Phisohex.
2. Terdapat perbedaan pada jumlah lesi akne vulgaris antara sebelum dan
sesudah penggunaan sabun Phisohex.
3. Terdapat perbedaan pada jumlah lesi akne vulgaris pada subyek yang
menggunaan sabun Phisohex dan kontrol.
BAB III

12

13

METODOLOGI
3.1

Rancangan Penelitian
Jenis

penelitian

yang

dilakukan

adalah

penelitian

eksperimental atau uji klinis dengan desain pre dan post test
control group design. Metode ini dipilih karena melibatkan dua
kelompok subjek, yaitu: yaitu kelompok yang tidak diberi
perlakuan

(kelompok

kontrol)

dan

kelompok

yang

diberi

perlakuan eksperimental (kelompok perlakuan). Pada desain ini


akan dibandingkan efek yang didapatkan pada kelompok kontrol
dengan kelompok perlakuan.
3.2

Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 5 Mataram.
3.2.2 Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-April 2015.
3.3 Populasi dan Subjek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah siswa SMAN 5 Mataram yang
memenuhi karakteristik yang diinginkan (Sastroasmoro, 2011).
3.3.2 Subjek
Siswa yang akan menjadi subyek pada penelitian ini adalah
yang memenuhi kriteria inklusi.

13

14

3.4 Pemilihan dan Perhitungan Sampel


3.4.1 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah siswa SMAN 5 Mataram kelas X
dan XI tahun ajaran 2014-2015 yang memenuhi kriteria inklusi.
3.4.2 Pengambilan Sampel
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah probability sampling, yaitu setiap individu dalam pupulasi
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih (Notoatmodjo,
2005). Teknik probability sampling yang digunakan adalah
Simple Random Sampling.
3.4.3 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain:
1.
2.
3.
4.

Siswa laki-laki kelas X dan XI SMAN 5 Mataram


Rentang usia 15-19 tahun
Mengalami akne vulgaris derajat ringan hingga sedang
Bersedia diikutsertakan dalam penelitian dengan

menandatangani lembar persetujuan/informed concent.


3.4.4 Kriteria Eksklusi
1. Memiliki alergi terhadap sabun antiseptik
2. Mendapatkan perawatan akne vulgaris baik dengan
antibiotik topikal dan atau benzoil peroksida topikal,
obat antibiotik oral satu bulan sebelum penelitian, krim
asam retinoat, dan berbagai produk pencuci wajah
selama dilakukannya penelitian.

14

15

3.4.5 Besar Sampel


Besar sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan
rumus untuk penelitian analitis komparatif numerik berpasangan
(Dahlan, 2010), sehingga rumus yang digunakan adalah :

n1 = n2 = 2

(Z +Z ) S 2
}
( x 1x 2)

Keterangan :
Z

: derivat baku alfa = 5% = 1,98

: derivat baku beta = 10 % = 1,64

( x 1x 2)
S

: selisih minimal yang dianggap bermakna = 1


: simpangan baku = 0,7

Dengan demikian,

(Z + Z ) S 2
}
(x 1x 2)

n1 = n2 = 2

n1 = n2 = 2

(Z +Z ) S 2
{
}
(x 1x 2)

n1 = n2 = 2

( 1,96+1,64 ) 0,7 2
{
}
(1)

= 12,7 (dibulatkan menjadi 13)


Berdasarkan sampel dari perhitungan didapatkan n = 12,7 orang.
Dibulatkan menjadi 13 orang. Ditambah antisipasi 20% drop out, sampel yang
dibutuhkan menjadi 16 orang.

15

16

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah gambaran
klinis dari akne vulgaris.
3.5.2 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian adalah penggunaan sabun
antiseptik berbahan dasar triklosan.
3.6 Definisi Operasional
3.6.1 Acne Vulgaris
Acne Vulgaris merupakan suatu penyakit peradangan kronis pada unit
folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,kista dan
nodul. Tempat predileksi utama yaitu di daerah wajah, dada bagian atas dan
punggung (Rao, 2015).
3.6.2 Grading Acne Vulgaris
Derajat Acne Vulgaris dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan jumlah dan
tipe lesi, yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat (Movita, 2013).Rekomendasi
Acne Grading berdasar Indonesian Acne Expert Meeting (IAEM) tahun 2012,
yaitu:
Tabel 3.1 Grading Acne menurut Lehmann (2003) (IAEM, 2012)
Derajat
Komedo
Pustul
Kista
Total
Ringan
<20
<15
0
<30
Sedang
20-100
<5
<5
30-125
Berat
>100
>5
>5
>125
3.6.3 Mencuci wajah
1. Langkah yang pertama dilakukan yaitu membasahi wajah meggunakan air
bersih secara merata.

16

17

2. Menuangkan sedikit sabun pembersih wajah pada telapak tangan,


kemudian meratakan pada seluruh telapak tangan.
3. Mengusap bagian permukaan wajah menggunakan jari dan meratakan
4.

pada wajah dengan gerakan melingkar.


Membilas wajah menggunakan air bersih hingga seluruh sisa sabun

terangkat.
5. Mengambil handuk yang lembut atau tisu untuk mengeringkan wajah.
3.6.4 Sabun antiseptik
Antiseptik merupakan suatu bahan pembasmi kuman yang
merupakan

agen

yang

dapat

membunuh

mikroorganisme,

khususnya organism patogen. Antiseptik adalah germisida yang


diterapkan pada jaringan dan kulit hidup (Darus, 2010).
Antiseptik biasanya mengandung suatu bahan antimikroba
yaitu

triklosan.

Triklosan

sendiri

adalah

agen

antimikroba

berspektrum luas dan bekerja sebagai antibakteri, antijamur dan


antivirus, dan sering digunakan sebagai sabun antibakteri
(Menaldi dkk, 2013). Selain itu, triklosan merupakan antiseptic
non ionic dari golongan bisphenol sintetis yang tersusun dari 2
cincin benzene, tiap atm terdiri dari 6 atom karbon (APUA, 2011).
3.6.5 Phisohex
Phisohex merupakan sabun wajah dengan kandungan sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan bahan dasar dan bahan uji sabun Phisohex (Menaldi dkk,
2013):
Nama Bahan
Bahan dasar :
Sodium Entsufon 50% Triton

Fungsi
Deterjen sintetik
17

18

Methylcellulose 400 cps

Emulsifying agent, menambah


viskositas

Sodium Benzoate

Preservative

Macrogol 400

Plasticizer

Macrogol 400 Monostearate

Emulsifying agent; solubilizing


agent; wetting agent

Diethanol Lauramide

Viscosity builder &foam


enhancement

Citric Acid Anhydrous Crys.

Acidifying agent

Zinc Omadine /zinc pyrithion

Fungisidal

0,21%
Bahan Uji
Triclosan DP 300

Antiseptik

PEG Monostearate

Pelembab

Adapun

kelebihan

dari

Phisohex

adalah

dimana

Phisohex

mengandung 1,5% triklosan (Menaldi dkk, 2013).


3.7 Alat dan Bahan
3.7.1 Alat
- Handuk bersih
- Tissue bersih
3.7.2 Bahan
- Aquades
- Sabun antiseptik yang mengandung triklosan
3.7 Cara Kerja
3.8 Prosedur Penelitian
3.8.1 Pra Penelitian

18

19

1. Menentukan

subjek

penelitian,

besar

sampel,

dan

pemilihan sampel dengan teknik probably sampling.


2. Meminta persetujuan penelitian kepada komisi

etik

penelitian.
3. Penyusunan surat perizinan yang mendukung jalannya
penelitian.
4. Mempersiapkan bahan yang diperlukan selama penelitian.
3.8.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian
Para siswa yang telah memenuhi kriteria inklusi akan
ditetapkan

sebagai

sampel penelitian. Sebelumnya

sampel

diminta untuk mengisi dan menandatangani informed concent.


Kemudian akan dilakukan penegakan diagnosis akne vulgaris
ringan

hingga

sedang

yang

akan

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa perhitungan lesi akne


pada daerah wajah. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap
lesi, siswa yang memiliki akne vulgaris derajat ringan hingga
sedang

akan

akan

melanjutkan

proses

penelitian

setelah

sebelumnya dicatat jumlah lesi akne vulgaris berdasarkan


identitas subyek. Kemudian, siswa dikelompokkan secara acak
menjadi 2 kelompok, dimana 1 kelompok akan menjadi kelompok
kontrol dan yang lainnya akan menjadi kelompok perlakuan.
Kemudian siswa diminta untuk mencuci wajah sesuai
dengan kelompoknya, dimana:

19

20

a. Kelompok kontrol diminta untuk mencuci wajah hanya


dengan menggunakan air sebanyak 2 kali sehari selama 2
minggu.
b. Kelompok

perlakuan

diminta

untuk

mencuci

wajah

dengan sabun Phisohex sebanyak 2 kali sehari selama 2


minggu.
Setelah 2 minggu, akan dilakukan perhitungan jumlah lesi
pada kedua kelompok untuk menilai jumlah lesi akne vulgaris
setelah dilakukan perlakuan.
3.8.2.1 Prosedur penggunaan sabun antiseptik
Sampel yang terpilih diminta untuk mencuci wajah dengan
menggunakan sabun Phisohex yang telah disiapkan selama 2
kali sehari, yaitu pada pagi dan siang hari. Hal ini dilakukan
selama 2 minggu.
Adapun cara mencuci wajah untuk kelompok perlakuan
akan diseragamkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langkah yang pertama dilakukan yaitu membasahi wajah meggunakan air
yang mengalir bersih secara merata. Air yang digunakan dipastikan berasal
dari sumber yang sama. Pembasuhan wajah dilakukan hingga seluruh kulit
wajah secara merata.
2. Setelah melakukan pembasuhan wajah dengan menggunakan air.
Kelompok perlakuan diarahkan untuk menuangkan sabun pembersih
wajah yang bersifat antiseptik yang mengandung bahan triklosan pada

20

21

telapak tangan, kemudian diratakan pada seluruh telapak tangan hingga


berbusa.
3. Setelah sabun yang digunakan berbusa, kemudian kelompok perlakukan
diminta untuk mengusapkan sabun pada seluruh bagian permukaan wajah
4.

menggunakan jari dan meratakan pada wajah dengan gerakan melingkar.


Membilas wajah menggunakan air bersih hingga seluruh sisa sabun

terangkat.
5. Mengambil handuk yang lembut atau tisu untuk mengeringkan wajah.
3.8.2.2 Prosedur pembasuhan wajah kelompok kontrol
Kelompok kontrol akan diminta untuk melakukan pembasuhan wajah
menggunakan air mengalir dimana pembasuhan dilakukan sebanyak 3 kali dalam
satu waktu. Air harus terusapkan secara merata pada permukaan kulit wajah.
Setelah selesai kemudian dikeringkan menggunakan handuk bersih atau tissue
yang bersih dan kering.
3.8.2.3

Prosedur perhitungan lesi akne vulgaris

Penghitungan dilakukan oleh dermatologis dengan cara


melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang
dilakukan berupa penghitungan lesi non-inflamasi, lesi inflamasi
(papul, pustule, nodus, dan kista), ataupun lesi total.
Setelah dilakukan perhitungan kemudian jumlah lesi akan
dicatat berdasarkan identitas dan berdasarkan kelompok subjek,
kemudian dinilai dengan cara dibandingkan antara sebelum
perlakuan dan setelah perlakuan, serta antara kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan.
3.8.3 Tahap Analisis Data
21

22

Tahap analisis data meliputi pemeriksaan kelengkapan data, kemudian


dilakukan pengolahan data atau analisis menggunakan komputer. Analisis data
yang digunakan pada penelitian ini menggunakan program SPSS
20.
3.9 Pengolahan Data
Setelah data diperoleh, pengolahan data dilakukan dengan beberapa
tahapan, mulai dari editing, tabulating, processing, dengan SPSS 20 for
windows, cleaning, dan selanjutnya analisis dan interpretasi data.
3.10 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat,
karena berasal dari data yang diperoleh sebelum dan setelah perlakuan, baik dari
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Analisis bivariat bertujuan untuk
mengetahui efektivitas penggunaan sabun antiseptik berbahan dasar triklosan
terhadap jumlah lesi, analisis data pada kelompok kontrol dan perlakuan
menggunakan uji t-test independent jika data terdistribusi normal. Apabila
distribusinya tidak normal, data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney.
3.11 Alur Penelitian

Populasi
Kriteria

Sampel
Seleksi

Kriteria

Inklusi

Sampel lesi
Perhitungan

Eksklusi

akne pre-test
Kelompok Kontrol

Kelompok Perlakuan

Melakukan cuci wajah

Melakukan cuci wajah

dengan akuades

dengan sabun

sebanyak 2 kali sehari

antiseptik Phisohex

22

23

Perhitungan lesi
akne post-test
ANALISA DATA
Bagan 3.1 Alur Penelitian

3.12

Jadwal Kegiatan

Tabel 3.2 Rencana Pelaksanaan Penelitian


Rencana

Janua

Februa

Mar

Apri

Mei

Juni

Juli

Kegiatan

ri

ry

et

(201

(201

(201

(2015

(2015)

(201

(201

5)

5)

5)

5)

5)

)
Penyusu
nan
Proposal
Perizinan
Pelaksan
aan
Peneltiti
an
Pelaksan
aan

23

24

Penelitia
n
Pengolah
an Data
Analisis
Data
Penyusu
nan
Laporan
\\

24

Anda mungkin juga menyukai