Anda di halaman 1dari 3

Epidemiologi

Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal dan terutama ditemukan didaerah tropis. Di Amerika
Serikat, Pitiriasis versikolor paling sering terjadi pada orang usia 15-24 tahun, ketika kelenjar sebaceous
lebih aktif. Terjadinya Pitiriasis versikolor sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun ini jarang terjadi.
Dinegara-negara tropis, frekuensi usia lebih bervariasi; banyak kasus melibatkan orang-orang berusia 10-
19 tahun yang tinggal didaerah lebih hangat. lembab, seperti Liberia dan India. Pada wilayah yang
beriklim sedang, penyakit ini lebih sering muncul pada bulan Mei sampai September. Penyakit ini
menyerang semua ras, tidak terdapat perbedaan frekuensi pada laki-laki dan perempuan, namun
beberapa pendapat mengatakan bahwa rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 3:2, menyerang
semua umur terutama dewasa muda, sedangkan umur < 1 tahun sangat jarang di temukan M. furfur, hal
ini disebabkan pada anak-anak terdapat produksi sebum yang rendah (Burkhart, 2010; Amelia, 2011)
Insiden yang akurat di Indonesia belum ada namun diperkirakan 40-50% dari populasi di negara tropis
terkena penyakit ini, sedang di negara subtropis 11 yaitu Eropa tengah dan utara hanya 0,5-1% dari
semua penyakit jamur (Partogi, 2008)

C . Etiologi

Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya Pitiriasis versikolor ialah
Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya
merupakan organisme yang sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misalnya suhu, media
dan kelembaban. Malassezia dapat ditemukan pada 18% bayi dan 90-100% orang dewasa (Djuanda,
2006; Burkhart, 2010).

D. Faktor Risiko dan Car a Penularan

Pitiriasis versikolor banyak ditemukan pada penderita dengan sosial ekonomi rendah dan berhubungan
dengan buruknya higiene perorangan. Pitiriasis versikolor timbul bila M. furfur berubah bentuk menjadi
bentuk miselia karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen. (Janik dan
Heffeman,2008)

Faktor eksogen diantaranya: 1. Suhu tinggi, pada daerah tropikal endemik pitiriasis versikolor, suhu akan
mengakibatkan peningkatan sekresi keringat yang mempengaruhi komposisi lapisan lemak kulit dan
berhubungan dengan inisiasi pitiriasis versikolor. 2. Kelembaban udara, dalam kondisi yang lembab
jamur akan mudah berkembang biak, Jamur dapat tumbuh dengan baik pada suhu kamar 25 - 30°C,
dengan kelembaban 60%. 3. Kepadatan hunian dan kebersihan (hygiene) yang kurang, Kepadatan
hunian dan kebersihan yang kurang akan memudahkan penyebaran panu, baik secara kontak langsung
dengan penderita maupun tidak langsung (Hidayati, 2009).

Faktor Endogen di antaranya: 1. Genetika / riwayat keluarga yang positif lebih sering ditemukan diduga
akibat faktor kerentanan genetis. 2. Hiperhidrosis, keadaan basah atau berkeringat banyak, Stratum
korneum melunak pada keadaan basah, dapat menjadi tempat yang baik untuk pertumbuhan jamur. 3.
Imunodefisiensi, Insidensi infeksi jamur meningkat pada sejumlah penderita dengan penekanan sintem
imun tinggi misalnya penderita kanker, Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan penyakit cushing. 4.
Malnutrisi 5. Sindrom Gushing 6. Diabetes mellitus 7. Pemakaian steroid jangka panjang 8. Kehamilan
dan penyakit-penyakit berat (Bums, 2004; Partogi, 2008) Penularan infeksi jamur kulit disebarkan oleh
spora ataupun bagian jamur yang didapatkan melalui kontak langsung. Jamur kulit juga dapat berpindah
dari kulit yang terkena jamur ke kulit sehat lewat persinggungan kulit, maupun tidak langsung dengan
kulit penderita misalnya dibawa oleh peralatan pribadi (handuk, baju, kaus kaki, dll) (Nurwani, 2010;
Kumiawati, 2006). Trauma minor contoh gesekan pada paha orang gemuk

2. Pitiriasis rosea. Lesinya oval, aksis panjang, gambaran effloresensi sejajar dengan garis-garis kulit /
tubuh, ada medallion' atau herald pa/e/i. Kerokan kulit: hifa.spora negatif;sinar Wood negatif.

K. Pengohatan

1. Non medikamcntosa

Selain dengan terapi topikal dan sistemik, perlu diberikan edukasi pada pasien untuk menjaga
kebersihan kulit dan lingkungan, memakai pakaian dari katun, tidak ketat dan dianjurkan tidak bertukar
pakaian dengan orang lain. Kebersihan pribadi dengan mandi teratur menggunakan sabun ringan dan
menjaga agar kulit yang sakit tetap kering. Menghindari faktor predisposisi seperti berkeringat
meningkal. berbagi handuk dan pakaian, kekurangan gizi, pakaian sintetis akan membantu untuk
mengontrol penyakit ini. Pasien harus diberitahu bahwa tinea versicolor disebabkan oleh jamur yang
biasanya terdapat di permukaan kulit dan karena itu tidak dianggap menular. Kondisi ini tidak 20
meninggalkan bekas luka permanen apapun atau perubahan pigmen, dan perubahan wama kulit ke
scmula dalam waktu 1-2 bulan setelah pengohatan telah dimulai. Biasanya terjadi sehingga perlu terapi
profilaksis dapat membantu mengurangi tingkat kekambuhan.

2. Medikamcntosa

Pitiriasis versikolor dapat diterapi secara topikal maupun sistemik. Tingginya angka kekambuhan
merupakan masalah, dimana mcncapai 60% pada tahun pertama dan 80% setelah tahun kedua, oleh
sebab itu diperlukan terapi profilaksis untuk mencegah rekurensi.

a. Pengohatan topikal
Pengohatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat digunakan ialah;
• Selenium sulfida 2,5% dalam bentuk shampoo 2-3 kali scminggu. Obat digosokkan pada lesi dan
didiamkan selama 10-20 menit sebelum mandi. • Topikal golongan azol anti fungi spectrum luas yang
kerjanya menghambat sintesis ergoslerol pembentuk dinding sel jamur. Pemakaian selama 2-6 minggu 2
kali sehari pada area yang terinfeksi, misalnya mikonazol, klotrimazol, isokonazol dan ekonazol dalam
bentuk topikal • Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20% • Sodium thiosulfate solution 30 %
dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama 2 minggu (Amelia,20l 1; Partogi,2008).

b. Pengohatan sistemik l*engobatan sistemik diberikan pada kasus pitiriasis versikolor yang luas atau
jika pemakaian obat topikal tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah; • ketokonazol 200 mg/hari
selama 10 hari • itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan unluk kasus kambuhan atau tidak
responsif dengan terapi lainnya (Partogi,2008).

Ada juga pengobatan penyakit kulit panu menggunakan beberapa pengobatan tradisional dengan
mengunakan bahan-bahan dari alam misalnya:

• Tea tree oil Pohon teh atau melaleuca merupakan sebuah tanaman yang menandung antiseptic yang
tinggi sehingga mampu membunuh bakteri, virus hingga jamur.
• Cuka apel Kandungan zat yang terdapat pada cuka apel dapat berguna sebagai antimikroba. Anti-
mikroba memiliki peran yang berguna untuk mengontrol pertumbuhan jamur pada kulit.

• Bawang putih Bawang putih sudah dikenal sebagai obat alami menghilangkan panu terdapat
kandungan allicin yang merupakan sebuah komponen biologis akitf anti bakteri, ada juga kandungan
antioksidan pada bawang putih sehingga bawang butih dikenal sebagai anti virus, anti bakteri hingga
anti jamur
Pengobatan panu bisa dilakukan secara topikal / oles dan sistemik. Terapi oles menggunakan sampo
ketokonazol 2% dioleskan pada daerah yang terinfeksi, 5 menit sebelum mandi, sekali/hari selama 3 hari
berturut-turut, atau sampo selenium sulfida 2,5% dioleskan pada daerah yang terinfeksi, 15-20 menit sebelum
mandi, sekali/hari selama 3 hari dan diulangi seminggu kemudian, atau sampo zinc pyrithione 1% dioleskan di
seluruh daerah yang terinfeksi, 7-10 menit sebelum mandi, sekali/hari atau 3-4 kali seminggu, atau krim
terbinafin 1% dioleskan pada daerah yang terinfeksi, 2 kali/hari selama 7 hari. Khusus untuk daerah wajah dan
genital digunakan vehikulum solutio atau golongan azol topikal (krim mikonazol 2 kali/hari). Terapi sistemik
untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan dapat digunakan ketokonazol tablet 200 mg/hari selama 10 hari,
atau itrakonazol tablet 200 mg/hari selama 7 hari atau itrakonazol tablet 100 mg/hari selama 2 minggu,
atau flukonazol tablet 400 mg dosis tunggal atau flukonazol tablet 300 mg/minggu selama 2- 3 minggu.
Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu Wood, dan pemeriksaan mikologis langsung berturut-turut
selang seminggu telah negatif. Pada kasus kronik berulang terapi pemeliharaan dengan topikal tiap 1-2 minggu
atau sistemik ketokonazol 2×200 mg/hari sekali sebulan.
Prognosis Prognosis PVC dalam hal kesembuhan baik tetapi persoalan utama adalah kekambuhan yang
sangat tinggi. Menghadapi persoalan ini, lebih baik dilakukan pengobatan ulang setiap kali kambuh atau
pencegahan dari pada memperpanjang satu periode pengobatan (Radiono & Partosuwiryo, 2001).
Masalah lain adalah menetapnya hipopigmentasi dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk
repigmentasi. Namun hal ini bukan akibat kegagalan terapi, sehingga penting untuk memberikan
informasi kepada pasien bahwa bercak putih tersebut akan mentap beberapa bulan setelah terapi dan
akan menghilang secara perlahan (Hay & Ashbee, 2010 & Partogi, 2008).

Uji Provokasi Skuama

Pada uji provokasi skuama dapat ditemukan dua tanda, yaitu evoked scale sign dan Sukma’s sign.
Dikatakan bahwa pada evoked scale sign hanya didapatkan pada infeksi PV, dimana terjadi perubahan
struktural lapisan kulit akibat peningkatan kerapuhan stratum korneum akibat keratinase yang
diproduksi jamur Malassezia yang menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur
sehingga ketika diregang stratum korneum akan mengendur dan skuama terlihat. Sedangkan Sukma’s
sign dapat digunakan untuk membedakan PV dengan pitiriasis alba. Uji provokasi skuama sangat
sederhana dan mudah dilakukan. Pemeriksa menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk meregangkan
kulit searah 180°. Lesi kering dapat digores menggunakan ujung kuku untuk memunculkan skuama yang
melapisi daerah lesi. Sel-sel abnormal akan terangsang untuk membentuk lapisan deskuamasi yang
patogmonik untuk infeksi PV, dalam hal ini evoked scale sign dinilai positif

Anda mungkin juga menyukai