Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke praktek dokter umum dengan keluhan timbul bercak merah pada lipat paha
kanan dan kiri sejak 1 bulan yang lalu. Bercak merah semula kecil semakin lama semakin bertambah luas dan bersisik putih.
Terasa gatal dan sangat mengganggu aktivitas terutama bila siang hari dan berkeringat. Kelainan ini dirasakan setelah berat
badannya bertambah. Riwayat mempunyai penyakit kencing manis sejak 3 tahun yang lalu, kadang-kadang kontrol kadang-
kadang tidak, terakhir kontrol 4 bulan yang lalu. Kebiasaan pasien mandi hanya 1 kali sehari, mengganti pakaian setiap 2 hari
sekali dan menggunakan celana berlapis-lapis. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter didapatkan adanya tepi aktif,
papul dan vesikel multipel eritema disertai skuama halus dan central healing sewarna kulit sehat pada kedua sisi medial paha
atas hingga perut bagian bawah.
Berat badan bertambah, kencing manis 3 thn (kontrol 4bln yl), mandi 1x sehari, ganti baju 2 hari sekali, dan celana berlapis
Bercak merah kecil 1 bulan di paha kanan-kiri tambah luas dan bersisik putih gatal, ganggu aktivitas pemeriksaan:
tepi aktif, papul, vesikel multipel, skuama halus, central healing dg warna kulit sehat di media paha atas sampai bawah perut
Pengelolaan kasus
Diagnosis
Farmakodinamik-farmakokinetik obat
Patogenesis
Patofisiologis
menentukan penanganan penyakit baik secara klinikal epidemiologis, farmakologis, fisiologis, diet, olah raga, atau
perubahan perilaku
prosedur klinis
strategi penanganan untuk menghentikan sumber penyakit, poin-poin patogenesis dan patofisiologis, akibat yang
ditimbulkan, serta resiko spesifik.
penyebab sering oleh Species Tricophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum, dimana E. floccosum merupakan
spesies yang paling sering menyebabkan terjadinya epidemi
ditemukan pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal, terbanyak yang ditemukan di daerah
inguinal, yaitu sekitar 65-80% dari semua penyakit kulit di inguinal
faktor kebersihan buruk, pedesaan yg padat, pakaiaan ketat/lembab, obese dan DM imun turun
penyebabaran langsung, kontaminasi peralatan, eksaserbasi krn oklusi dan lingkungan hangat, iklim lembab,
autoinfeksi bisa dr sumber penularan yg jauh spt tinea pedis krn T. rubrum atau T. mentagrophytes
manifestasi klinis: gatal meningkat saat keringat, terbakar di lipat paha, genital, sekitar anus, perineum, Lesi polisiklik/
bulat dg batas tegas, efloresensi polimorfik, tepi lebih aktif
Diagnosa banding
kandidosis intertrigo lesi sangat merah, tdk ada central healing, lesi melibatkan skrotum berbentuk satelit
eritrasma di lipat paha, lesi: eritema (dg lampu wood tampak fluoresensi merah/ coralred) dan skuama
psoriasis lesi lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Lesi di siku, lutut, kulit kepala
dermatitis seboroik lesi bersisik, berminyak, melibatkan kulit kepala dan sternum
penegakan
manifestasi klinis
1. Tampak sebagai papulovesikel eritematosa yang multipel dengan batas tegas dan tepi meninggi
2. central healing yang ditutupi skuama halus pada bagian tengah lesi, dengan tepi yang meninggi dan
memerah
3. Pruritus sering ditemukan, seperti halnya nyeri yang disebabkan oleh maserasi ataupun infeksi sekunder
4. E. floccosum paling sering menunjukkan gambaran central healing, dan paling sering terbatas pada lipatan
genitokrural dan bagian pertengahan paha atas
5. infeksi oleh T. rubrum sering memberikan gambaran lesi yang bergabung dan meluas sampai ke pubis,
perianal, pantat, dan bagian abdomen bawah
Pem. Laborat
5. tidak membutuhkan peralatan yang spesifik, lebih murah dan jauh lebih cepat bila dibandingkan dingan
kultur
Kultur jamur
1. lebih spesifik namun membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki sensitivitas yang rendah
2. harga yang lebih mahal dan biasanya digunakan hanya pada kasus yang berat dan tidak berespon pada
pengobatan sistemik
3. untuk menentukan spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik pada sediaan langsung
4. Media kultur diinkubasi pada suhu kamar 26°C (78,8°F) maksimal selama 4 minggu, dan dibuang bila tidak
ada pertumbuhan
Punch Biopsi
2. Pada pengecatan dengan Peridoc Acid– Schiff, jamur akan tampak merah muda
Lampu Wood
1. menghasilkan sinar ultraviolet 360 nm, (atau sinar “hitam”) yang dapat digunakan untuk membantu
evaluasi penyakit kulit dan rambut
2. Untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata
Tata Laksana
1. Medikamentosa
Pemeriksaan mikroskopik tidak dapat membedakan spesies namun umumnya semua spesies dermatofit
diyakini memberikan respon yang sama terhadap terapi anti jamur sistemik dan topikal yang ada
Agen topikal memiliki efek menenangkan, yang akan meringankan gejala lokal
1) Terbinafine Terbinafine 250 mg / hari telah digunakan dalam konteks ini klinis dengan rejimen
umumnya 2-4 minggu.
2) Butenafine Butenafine adalah salah satu antijamur topikal terbaru diperkenalkan dalam pengobatan
tinea kruris dalam dua minggu pengobatan dimana angka kesembuhan sekitar 70%.
3) Ekonazol
4) miconazole
5) ketoconazole Ketokonazol bersifat fungistatik. Pada kasus resisten terhadap griseovulfin dapat diberikan
obat tersebut sebanyak 200 mg perhari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Selama
terapi 10 hari, gambaran klinis memperlihatkan makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. Pemeriksaan
ulang KOH 10% dapat tidak ditemukan kembali.
6) klotrimazole
7) ciclopirox
8) Itrakonazol diberikan 200 mg / hari selama 1 minggu dianjurkan, meskipun rejimen 100 mg / hari selama 2
minggu juga telah dilaporkan efektif.
9) Griseovulfin: pada masa sekarang, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian
griseovulvin. Obat ini bersifat fungistatik. Secara umum griseovulfin dalam bentuk fine particle dapat
diberikan dengan dosis 0,5 – 1 untuk orang dewasa dan 0,25 – 0,5 g untuk anak- anak sehari atau 10 – 25
mg per kg berat badan. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit dan
keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis di lanjutkan 2 minggu agar tidak residif
10) Flukonazol (150 mg sekali seminggu) selama 4-6 minggu terbukti efektif dalam pengelolaan tinea kruris dan
tinea corporis karena 74% dari pasien mendapatkan kesembuhan.
11) Itrakonazol dapat diberikan sebagai dosis 400 mg / hari diberikan sebagai dua dosis harian 200 mg untuk
satu minggu.
12) Itrakonazol diberikan 200 mg / hari selama 1 minggu dianjurkan, meskipun rejimen 100 mg / hari selama 2
minggu juga telah dilaporkan efektif.
Infeksi dermatofita dengan krim topikal antifungal hingga kulit bersih (biasanya membutuhkan 3 sampai 4
minggu pengobatan dengan azoles dan 1 sampai 2 minggu dengan krim terbinafine) dan tambahan 1 minggu
hingga secara klinis kulit bersih.
Infeksi dermatofitosis dapat pula diobati dengan terapi sistemik. Beberapa indikasi terapi sistemik dari infeksi
dermatofita antara lain:
d. Granuloma majocchi.
1. Mikotoksikosis
2. Hipersensitivitas
Pada individu yang sensitif dapat terjadi Hipersensitivitas I yang dimediasi IgE sehingga proses peradangan menjadi kronis.
Gejala Klinis
(timbul akibat substansi-substansi yang dihasilkan oleh jamur)
Pruritus
Trichophyton rubrum: dapat menyebar, mengenai daerah pubis, perianal, gluteal, dan perut bagian bawah, dapat
menjadi Majocchi’s granuloma (infeksi jamur mencapai dermis dan jaringan subkutan, ditandai dengan nodul subkutan
dan abses)
Trichophyton mentagrophytes: penyebaran infeksi rendah, inflamasi akut, dan lesi dapat hilang spontan
Latar Belakang
Tinea cruris, infeksi jamur superfisial pruritus pada selangkangan dan kulit di sekitarnya, adalah gejala klinis paling umum kedua
untuk dermatofitosis. Tinea cruris adalah masalah klinis yang umum dan penting yang terkadang menjadi tantangan diagnostik
dan terapeutik. Artikel Medscape lainnya tentang infeksi tinea termasuk Tinea Barbae, Tinea Capitis, Tinea Corporis, Tinea
Faciei, Tinea Nigra, Tinea Pedis, dan Tinea Versicolor.
Patofisiologi
Agen etiologi yang paling umum untuk tinea kruris termasuk Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum; lebih
jarang Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum terlibat. Tinea cruris adalah infeksi menular yang
ditularkan melalui fomites, seperti handuk atau seprai kamar hotel yang terkontaminasi, atau dengan autoinokulasi dari
reservoir di tangan atau kaki (tinea manuum, tinea pedis, tinea unguium). Agen etiologi dalam tinea kruris menghasilkan
keratinase, yang memungkinkan invasi ke lapisan sel kornifikasi epidermis. Respon imun tuan rumah dapat mencegah invasi
yang lebih dalam. Faktor risiko infeksi awal atau infeksi ulang tinea kruris termasuk mengenakan pakaian atau pakaian dalam
yang ketat atau basah.
Usia
Orang dewasa lebih sering terkena tinea kruris daripada anak-anak. Namun, prevalensi beberapa faktor risiko tinea kruris,
seperti obesitas dan diabetes melitus, meningkat pesat di kalangan remaja. [6]
Prognosa
Prognosis tinea kruris sangat baik dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat; Namun, kekambuhan mungkin terjadi jika
daerah selangkangan tidak tetap kering. Tidak ada kematian yang terkait dengan tinea cruris. Pruritus terkait menyebabkan
morbiditas akibat likenifikasi, infeksi bakteri sekunder, dan dermatitis kontak iritan dan alergi yang disebabkan oleh obat
topikal.
Pendidikan Pasien
Didik pasien tentang risiko berbagi seprai dan pakaian dalam dengan orang lain dan tentang perlunya menjaga daerah
selangkangan tetap kering (lihat Pencegahan / Pencegahan). Untuk sumber daya pendidikan pasien, kunjungi Pusat Kondisi
Kulit dan Kecantikan. Juga, lihat artikel pendidikan pasien Kurap pada Tubuh.
Perawatan medis
Penyembuhan klinis dari infeksi tinea kruris tanpa komplikasi biasanya dapat dicapai dengan menggunakan agen antijamur
topikal dari keluarga imidazol atau allylamine. [10] Pertimbangkan pasien yang tidak dapat menggunakan perawatan topikal
secara konsisten atau dengan infeksi yang luas atau bandel sebagai kandidat untuk pemberian terapi antijamur sistemik, yang
telah terbukti aman pada orang yang imunokompeten. [11] Pencegahan reinfeksi tinea kruris merupakan komponen penting
dari manajemen penyakit. Pasien dengan tinea kruris sering kali mengalami infeksi dermatofita pada kaki dan tangan. Obati
semua area aktif infeksi tinea cruris secara bersamaan untuk mencegah infeksi ulang selangkangan dari tempat tubuh lain.
Sarankan pasien dengan tinea pedis untuk mengenakan kaus kaki sebelum pakaian dalam untuk mengurangi kemungkinan
kontaminasi langsung. Anjurkan pasien dengan tinea kruris untuk mengeringkan lipatan krural sepenuhnya setelah mandi dan
gunakan handuk terpisah untuk mengeringkan selangkangan dan bagian tubuh lainnya. Pola resistensi yang muncul akan
menentukan penggunaan agen alternatif. [12]
Diet
Merekomendasikan penurunan berat badan untuk pasien yang mengalami obesitas dan menderita tinea kruris.
Pencegahan
Tinea cruris sering kambuh; oleh karena itu, sangat penting untuk mengobati infeksi jamur yang terjadi bersamaan dan
menjaga daerah selangkangan tetap kering untuk mencegah terulangnya tinea kruris. Sarankan pasien untuk mengeringkan
area tersebut setelah mandi, menggunakan handuk atau pengering rambut. Sarankan pasien dengan tinea cruris untuk
menghindari mengenakan pakaian ketat untuk mencegah penumpukan kelembapan. Sarankan pasien dengan tinea cruris yang
mengalami obesitas untuk menurunkan berat badan. Sarankan pasien untuk mengenakan kaus kaki sebelum pakaian dalam
untuk meminimalkan kemungkinan perpindahan jamur dari kaki ke selangkangan. Serbuk antijamur, yang memiliki manfaat
tambahan untuk mengeringkan daerah tersebut, dapat membantu mencegah kambuhnya tinea kruris.
Pengikisan berulang atau kultur dapat diindikasikan jika pengobatan awal tinea kruris tidak berhasil.