Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH IMPETIGO

Disusun Oleh :
Ani Priyogo 272010039

Jl. Raya Jatiwaringin No.12, RT.006/RW.005, Jaticempaka, Kec. Pondokgede, Kota Bks, Jawa
Barat 17411 Jl. Raya Jatiwaringin No.12, RT.006/RW.005, Jaticempaka, Kec. Pondokgede, Kota
Bks, Jawa Barat 17411
A. Definisi
Infeksi bakterial kulit primer lebih dikenal dengan pioderma. Salah satu bentuk dari
pioderma ini adalah impetigo. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat
menyerang semua umur. Penyebabnya adalah kuman pyococcus, terutama
staphylococcus, streptococcus atau kombinasi keduanya (Craft et al., 2008).
Secara klinis impetigo didefinisikan sebagai penyakit infeksi kulit yang menular pada
daerah superfisial yaitu hanya pada bagian epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api. Di
bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, penyakit ini merupakan salah satu contoh
pioderma yang sering dijumpai. Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa atau
impetigo vesikobulosa yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan non-bulosa atau
impetigo krustosa yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Dasar infeksinya adalah
kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit (Craft et al., 2008). Penyakit ini dapat
berasal dari proses primer karena memang terjadi kerusakan pada kulit yang intak (utuh)
atau
terjadi karena proses infeksi sekunder yang disebabkan karena infeksi sebelumnya
atau karena penyakit sistemik (Ratz, 2010).
Impetigo sering menyerang anak-anak terutama di tempat beriklim panas dan lembap.
Ditandai dengan lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang
tampak hypopyon (Djuanda, 2011). Karena impetigo terbatas hanya pada epidermis dan
tidak mencapai bagian yang lebih dalam, umumnya pasien hanya mengeluh gatal tanpa
disertai nyeri. Pada awal munculnya lesi pasien merasakan gatal yang merupakan tanda
bahwa telah terjadi infeksi oleh bakteri yang menimbulkan reaksi radang (Djuanda,
2007).
Beberapa cara bisa dilakukan untuk mencegah penularan adalah dengan menghindari
kontak terhadap cairan yang berasal dari lepuhan di kulit, menghindari pemakaian
bersama handuk, pakaian, dan barang-barang lainnya dengan penderita, dan selalu
mencuci tangan setelah mengobati lesi di kulit (Maharani, 2015).
B. Etiologi
Penyebab peyakit impetigo ini adalah Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
aureus, atau kombinasi keduanya (Craft et al.,2008). Kedua bakteri tersebut diketahui
dapat menyebabkan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan melalui produksi
beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang
lainnya berupa toksin. Toksin tersebut menyerang protein yang membantu mengikat sel-
sel kulit. Ketika protein rusak, bakteri dengan cepat menyebar. Sementara enzim yang
dikeluarkan oleh bakteri tersebut akan merusak struktur kulit dan menimbulkan rasa gatal
yang menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit (Hamzah & Mahmudah, 2014)

C. Patofisiologi
Impetigo krustosa atau non bulosa merupakan jenis impetigo yang paling sering
dijumpai dan hampir 70% terjadi pada anak-anak dibawah usia 15 tahun dengan infeksi
Staphylococcus aureus dan Streptococcus β Hemolyticus Grup A (GABHS) atau yang
biasa dikenal dengan nama Streptococcus pyogenes. Telah dilaporkan bahwa sebanyak
50-60% kasus disebabkan Staphylococcus aureus yang merupakan patogen utama
penyebab impetigo krustosa. Namun pada kenyataanya, hampir 20-45% kasus
disebabkan oleh kombinasi antara keduanya. Bakteri Staphylococcus aureus
memproduksi racun bakteriotoksin pada streptococcus. Racun inilah yang menjadi alasan
mengapa hanya Staphylococcus aureus yang terisolasi pada lesi walaupun penyebabnya
adalah Streptococcus pyogenes. Jika seorang individu mengadakan kontak dengan
penderita impetigo, maka individu dengan kulit normal dapat terkontaminasi oleh bakteri
ini. Pada kulit yang terkolonisasi oleh bakteri ini, maka pada luka kecil seperti lecet atau
tergigit serangga akan timbul lesi antara 1-2 minggu (Andryani dkk, 2013).
Streptococcus pyogenes dapat ditemukan pada tenggorokan dan hidung pada
beberapa individu sekitar 2-3 minggu setelah timbulnya lesi, meskipun tidak ada gejala
faringitis streptococcal. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan rantai pada bakterinya.
Biasanya impetigo disebabkan oleh rantai D, sedangkan faringitis disebabkan rantai A, B,
dan C (Andryani dkk, 2013).
D. Manifestasi
1. Impetigo Krustos
Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, terutama sekitar
lubang hidung dan mulut, karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.
Tempat lain yang mungkin terkena, yaitu anggota gerak (kecuali telapak tangan dan
kaki), dan badan, tetapi umumnya terbatas, walaupun penyebaran luas dapat terjadi
(Boediardja, 2005; Djuanda, 2005).Biasanya mengenai anak yang belum sekolah.
Gatal dan rasa tidak nyaman dapat terjadi, tetapi tidak disertai gejala konstitusi.
Pembesaran kelenjar limfe regional lebih sering disebabkan oleh
Streptococcus. Kelainan kulit didahului oleh makula eritematus kecil, sekitar 1-2
mm. Kemudian segera terbentuk vesikel atau pustule yang mudah pecah dan
meninggalkan erosi. Cairan serosa dan purulen akan membentuk krusta tebal
berwarna kekuningan yang memberi gambaran karakteristik seperti madu (honey
colour). Lesi akan melebar sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit disekitarnya. Lesi
tersebut akan bergabung membentuk daerah krustasi yang lebar. Eksudat dengan
mudah menyebar secara autoinokulasi (Boediardja, 2005)

2. Impetigo Bulosa
Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung..
Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi
cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit
sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang
berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran
“collarette” pada pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang
jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh
jarang ditemukan karena sangat rapuh (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Bila
impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat menyertai
dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain. Lesi dapat lokal atau
tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti tempat yang lembab, lipatan
kulit, ketiak atau lipatan leher. Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di
dekat lesi. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008). Pada bayi, lesi yang luas dapat
disertai dengan gejala demam, lemah, diare. Jarang sekali disetai dengan radang
paru, infeksi sendi atau tulang. (Yayasan Orang Tua Peduli, 1:2008)

E. Penatalaksanaa
1. Medis
 Terapi topika
Pengobatan topikal sebelum memberikan salep antibiotik sebaiknya krusta
sedikit dilepaskan baru kemudian diberi salep antibiotik. Pada pengobatan
topikal impetigo bulosa bisa dilakukan dengan pemberian antiseptik atau salap
antibiotik (Djuanda, 57:2005).
1) Antiseptik
Antiseptik yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengobatan impetigo
terutama yang telah dilakukan penelitian di Indonesia khususnya Jember
dengan menggunakan Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) adalah triklosan 2%. Pada hasil penelitian didapatkan jumlah
koloni yang dapat tumbuh setelah kontak dengan triklosan 2% selama 30”,
60”, 90”, dan 120” adalah sebanyak 0 koloni (Suswati, 6:2003). Sehingga
dapat dikatakan bahwa triklosan 2%mampu untuk mengendalikan
penyebaran penyakit akibat infeksi Staphylococcus aureus (Suswati,
6:2003).
2) Antibiotik Topikal
 Mupirocin
Mupirocin topikal merupakan salah satu antibiotik yang sudah mulai
digunakan sejak tahun 1980an. Mupirocin ini bekerja dengan
menghambat sintesis RNA dan protein dari bakteri. Pada salah satu
 Fusidic Acid
Tahun 2002 telah dilakukan penelitian terhadap fusidic acid yang
dibandingkan dengan plasebo pada praktek dokter umum yang
diberikan pada pasien impetigo. dapat dilihat bahwa penggunaan
plasebo jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan fassidic
acid.
 Ratapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 ratapamulin telah disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk digunakan sebagai pengobatan
impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan oleh metisilin resisten
ataupun vankomisin resisten. Ratapamulin berikatan dengan subunit
50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase yang
pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri (Buck,
1:2007) Pada salah satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien
impetigo yang berusia diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak
lebih dari 100 cm2 atau >2% luas dari total luas badan. Kultur yang
telah dilakukan pada pasien tersebut didapatkan 82% dengan infeksi
Staphylococcus aureus. Pada pasien-pasien tersebut diberi ratapamulin
sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari terapi.
 Dicloxacillin
Penggunaan dicloxacillin merupaka First line untuk pengobatan
impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai
tergeser oleh penggunaan ratapamulin topikal karena diketahui
ratapamulin memiliki lebih sedikit efek samping
b) Terapi sistemik
1) Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satu
 Penicillin G procaine injeksi
Dosis: 0,6-1,2 juta IU im 1-2 x sehari
Anak: 25.000-50.000 IU im 1-2 x sehari
 Ampicillin
Dosis: 250-500 mg per dosis 4 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis4x sehari ac
 Amoksicillin
Dosis: 250-500 mg / dosis 3 x sehari
Anak: 7,5-25 mg/Kg/dosis 3 x sehari ac
 Cloxacillin (untuk Staphylococcus yang kebal penicillin)
Dosis: 250-500 mg/ dosis, 4 x sehari a
Anak: 10-25 mg/Kg/dosis 4 x sehari ac
 Phenoxymethyl penicillin (penicillin V)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari ac
Anak: 7,5-12,5 mg/Kg/dosis, 4 x sehari ac
 Eritromisin (bila alergi penisilin)
Dosis: 250-500 mg/dosis, 4 x sehari pc
Anak: 12,5-50 mg/Kg/dosis, 4 x sehari pc
 Clindamisin (alergi penisilin dan menderita saluran cerna)
Dosis: 150-300 mg/dosis, 3-4 x sehar
Anak > 1 bulan 8-20 mg/Kg/hari, 3-4 x sehari
2. Keperawatan
Tindakan yang bisa dilakukan ppemmberiaan pendidikann kesehhatan untuk
keluarrga dann pasieen guna pencegahan impetigo diantaranya
1) Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak
dengan pasien, terutama apabila terkena luka
2) Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita
3) Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa
menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien
4) Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun
dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif)
5) Higiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap
pendek dan bersih
6) Jauhkan diri dari orang dengan impetigo
7) Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari yang
lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar matahari atau
pengering yang panas. Mainan yang dipakai dapat dicuci dengan disinfektan.
8) Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan, namun
dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitiv

F. Komplikasi
Sebenarnya impetigo tidaklah berbahaya, tapi kadang infeksi ini menyebabkan
komplikasi serius meski jarang terjadi, Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit
dalam 2 minggu walaupun tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal/
Poststreptococcal glomerulonephritis (PSGN) pasca infeksi Streptococcus terjadi
pada 1-5% pasien terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh
pengobatan antibiotic. Gejala berupa bengkak dan kenaikan tekanan darah, pada
sepertiga terdapat urine seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara
spontan walaupun gejala-gejala tadi muncul (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008).
Komplikasi lainnya yang jarang terjadi adalah infeksi tulang (osteomielitis),
radang paru-paru (pneumonia), selulitis (merupakan infeksi serius yang menyerang
jaringan di bawah kulit dan dapat menyebar ke kelenjar getah bening serta memasuki
aliran darah, Jika tak ditangani, cellulitis dapat mengancam jiwa), psoriasis,
Staphylococcal scalded skin syndrome, radang pembuluh limfe atau kelenjar getah
bening (Yayasan Orang Tua Peduli, 4:2008) serta Infeksi methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), kulit parut berubah warna terang atau gelap.
DAFTAR PUSTAKA

Mualimre.diakses 26 oktober 2012, asuhan keperawatan pada klien dengan impetigo,


http://erepository.uwks.ac.id/4376/3/BAB%20II%20PDF.pdfv

Anda mungkin juga menyukai