Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

EKTIMA DAN FURUNKULOSIS

Pembimbing :

dr.Sri Adila Nurainiwati, Sp. KK

Disusun oleh :

Juliatika

201820401011120

SMF KULIT DAN KELAMIN

RS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. EKTIMA

I.DEFINISI

Ektima merupakan ulkus superfisial dengan krusta diatasnya yang disebabkan karena

infeksi oleh Streptococcus. Ektima tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning dan

biasanya berlokasi di tungkai bawah, yaitu tempat yang relatif banyak mendapat trauma

1I. EPIDEMIOLOGI

Semua kalangan umur, jenis kelamin, dan ras bisa terkena, terutama anak-anak,

manula, dan pasien dengan immunokompromise (misal, diabetes, neutropenia,

pengobatan immunosupressive, keganasan, HIV).(3) Kasus ektima terjadi diseluruh dunia,

terutama di daerah tropis dan subtropis. (2)

Di Indonesia sendiri belum terdapat laporan akurat tentang infeksi kulit dan

bakteri penyebab. Ektima dapat diamati di segala usia atau jenis kelamin dan biasa

didapatkan pada orang-orang dengan malnutrisi. Dari data yang dikumpulkan di Divisi

Kulit anak, Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin RSCM, memperlihatkan ektima

termasuk dalam 5 besar jenis infeksi pioderma yang sering dijumpai pada anak.(4)

II. ETIOLOGI

Ektima disebabkan oleh Streptococcus group A beta haemoliticus,

Staphylococcus aureus dan atau kedua-duanya dapat terisolasi pada kultur. Infeksi

Bakteri dikulit terutama disebabkan oleh kedua bakteri tersebut. (2,4,5)


Sekitar 60 persen

orang sehat memiliki kolonisasi Staphylococcus aureus dibeberapa bagian tubuh seperti

aksila, perineum, faring, dan tangan. Faktor predisposisi dari kolonisasi Staphylococcus

aureus meliputi dermatitis atopik, diabetes melitus (dependen-insulin), dialisis,


penggunaan obat intravena, disfungsi liver, dan infeksi HIV. Staphylococcus aureus

adalah kuman patogen agresif merupakan penyebab tersering pioderma. Staphylococcus

aureus pada pioderma dapat menginvasi aliran darah, replikasi bakteri, dan menyebabkan

penyebaran infeksi seperti osteomyelitis, dan endokarditis akut.(2)

II.DIAGNOSIS

Penegakan Diagnosis pada Ektima dapat dilakukan dengan temuan klinis dan

dikonfirmasi melalui kultur.(6)

1. Manifestasi Klinis

Tampak sebagai krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi

ditungkai bawah, yaitu tempat yang relatif mendapat banyak trauma. Jika

krusta diangkat ternyata lekat dan dampak ulkus yang dangkal.(1) Lesi ektima

dapat berkembang dari pioderma primer, penyakit kulit, atau trauma yang

sudah ada sebelumnya Sedangkan ektima gangrenosum merupakan luka

kutaneus yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa dan mirip dengan ektima

Staphylococcus atau Streptococcus.(2)


Gambar 1 : Staphylococcus aureus, Ektima. Luka dengan krusta tebal yang banyak pada kaki pasien dengan

diabetes dan gagal ginjal. Lesi ektima juga muncul pada kaki yang lain, lengan, dan tangan. (2)

Gambar 2 : Ektima(8)

2. Temuan Laboratorium

- Pemeriksaan Gram dapat ditemukan kokkus gram-possitive

- Kultur dapat terisolasi Staphylococcus aureus dan atau kedua-duanya

Streptococcus group A

- Streptococcal Antibody Assay, tidak memberi nilai pada diagnosis dan

penatalaksannaan namun dapat sangat menolong temuan recents

streptococcal infection pada pasien dengan dugaan poststreptococcal

glomerulonefritis.(7)

IV.DIAGNOSIS BANDING

 Folikulitis

Folikulitis adalah peradangan bagian distal folikel rambut yang biasanya

hanya mengenai ostium, tapi dapat meluas sedikit kebawahnya yang disebabkan oleh

Staphylococcus koagulase positif. Dapat juga terjadi sebagai akibat kontak dengan

zat-zat kimia tertentu. Pada folikulitis terlihat pustul folikuler kecil dan berbentuk
kubah, sering ditembus oleh rambut halus. Krusta tipis tipis dapat menutupi muara

folikel yang menyembul.(1)

 Ektima gangrenosum(8)

Merupakan penyakit yang perjalanannya cepat, idiopatik, kronik dan merupakan

penyakit yang sangat melemahkan kulit. Penyakit ini ditandai dengan infiltrasi

neutrofil dan kerusakan pada jaringan yang biasanya terjadi berhubungan dengan

penyakit sistemik seperti misalanya colitis ulcerative chronic. Biasanya ditandai

dengan bentuk yang iregular, ulkus dengan warna biru merah yang biasanya

menimbulkan jaringan nekrotik disekitarnya.(6)

Gambar 3 : Ektima gangrenosum(3)

 Impetigo krustosa

Impetigo merupakan suatu infeksi superfisial yang menular yang mempunyai

dua bentuk klinis, yaitu bulosa dan non bulosa. Persamaan impetigo dengan ektima

sama-sama berkrusta warna kuning. Perbedaannya impetigo krustosa terdapat pada

anak, berlokasi di muka dan dasarnya ialah erosi. Sebaliknya ektima terdapat baik

pada anak maupun dewasa, tempat predileksinya di tungkai bawah, dan dasarnya

ialah ulkus.(1,8)
Gambar 4 : Impetigo krustosa (8)

V. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada ektima sama dengan penatalaksanaan pada impetigo.(2) Jika

terdapat sedikit, krusta diangkat lalu diolesi dengan salap antibiotik. Kalau banyak, juga

diobati dengan antibiotik sistemik. (1)

Gambar 5. Penatalaksanaan Impetigo2


1. Pencegahan

Mandi Tiap hari. Sabun batang Benzoyl Peroxyde. Mengecek tanda dan gejala

Impetigo di seluruh anggota keluarga.Ethanol atao Isoprophil gel untuk tangan dan

atau bagian yang termasuk didalamnya.(6)

2. Terapi Topikal

Terapi topikal yang dapat diberikan berupa desinfektan topikal atau ointment seperti

asam fusidat.(3) Mupirocin dan retapaminolen dapat sangat efektif dalam mengeliminasi

kedua S. Aureus, termasuk MRSA, dari daerah sekitar dan pada lesi kutaneus. Gunakan

dua kali sehari pada kulit lesi dan daerah sekitarnya 5-10hari.6

Sedangkan Salep Mupirocin digunakan untuk terapi infeksi kulit yang sering

sisebabkan oleh bakteri stafilokok atau streptokok baik pada dewasa maupun pada anak-

anak. Penelitian-penelitian mutakhir menganjurkan aplikasi 2 kali sehari selama 5hari.9

3. Antibiotik oral

Antibiotik oral yang direkomendasikan jika infeksinya meluas atau memberikan

respon lambat pada antibiotik topikal. Antibiotik yang dipilih ialah golongan

penisilin, atau apapun antibiotik yang dipilih haruslah dapat menanggulangi kedua

bakteri penyebab yaitu Streptococcus dan Staphylococcus aureus (biasanya

dicloxalicin atau fluoxacillin). Durasi pengobatan pun bervariasi, beberapa minggu

dari terapi sangat memungkinkan menanggulangi ektima.3


Gambar 7. Agen Antimikroba Oral untuk Infeksi Bakteri 6
Gambar 5. Organisme, Pilihan Agen Antimikroba, dan Alternatif 6
G

ambar 5. Organisme, Pilihan Agen Antimikroba, dan Alternatif 6


VI.KOMPLIKASI(10)

 Infeksi luas pada tubuh

 Kerusakan kulit permanen dengan bekas luka

 Komplikasi Nonsupuratif dari Infeksi Kulit Streptokokus termasuk demam scarlet

dan glomerulonefritis akut.(5)

VII.PROGNOSIS

Ektima dapat menimbulkan scar atau bekas luka.(10) Prognosis baik.(5).

B.FURUNKEL

1. DEFINISI

Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya.
Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut
furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain akibat iritasi,
kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dimulai dengan adanya
peradangan pada folikel rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan
sekitarnya. Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh
Staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan
dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.
II. Epidemiologi

Penyakit ini memiliki insidensi yang rendah. Belum terdapat data spesifik yang
menunjukkan prevalensi furunkel. Furunkel umumnya terjadi pada anak- anak, remaja
sampai dewasa muda frekuensi terjadinya antara pria dan wanita.

III. Etiologi

Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi, tekanan, gesekan,
hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor yang lain, sehingga kerusakan
dari kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya Staphylococcus aureus maupun bakteri
penyebab lainnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita.
Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol,
malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan
diabetes mellitus.

IV. Patogenesis

Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan flora residen
pada permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dan saluran hidung. Predileksi
terbesar penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantat atau paha. Bakteri tersebut masuk
melalui luka, goresan, robekan dan iritasi pada kulit. Selanjutnya, bakteri tersebut
berkolonisasi di jaringan kulit. Respon primer host terhadap infeksi S.aureus adalah
pengerahan sel PMN ke tempat masuk kuman tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi.
Sel PMN ini ditarik ke tempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides atau
peptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin (IL) 1 dan 6 yang
dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal tersebut menimbulkan
inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari sel darah putih, bakteri dan sel
kulit yang mati.

Didapatkan keluhan utama dan keluhan tambahan pada perjalanan dari penyakit
furunkel. Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil, dalam waktu singkat membesar kemudian
membentuk nodula eritematosa berbentuk kerucut. Kemudian pada tempat rambut keluar
tampak bintik-bintik putih sebagai mata bisul. Nodus tadi akan melunak (supurasi) menjadi
abses yang akan memecah melalui lokus minoris resistensi yaitu di muara folikel, sehingga
rambut menjadi rontok atau terlepas. Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan terbentuk
fistel. Karena adanya mikrolesi baik karena garukan atau gesekan baju, maka kuman masuk
ke dalam kulit. Beberapa faktor eksogen yang mempengaruhi timbulnya furunkel yaitu,
musim panas (karena produksi keringat berlebih), kebersihan dan hygiene yang kurang,
lingkungan yang kurang bersih. Sedangkan faktor endogen yang mempengaruhi timbulnya
furunkel yaitu, diabetes, obesitas, hiperhidrosis, anemia, dan stres emosional.
V.

Gejala Klinis

Mula-mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut, kemudian
menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar dengan
meninggalkan sikatriks. Awal juga dapat berupa macula eritematosa lentikular setempat,
kemudian menjadi nodula lentikular setempat, kemudian menjadi nodula lentikuler-numular
berbentuk kerucut.

Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya di hidung dan
lubang telinga luar. Bisa timbul gejala kostitusional yang sedang, seperti panas badan,
malaise, mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan dapat sering kambuh. Predileksi
dari furunkel yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari tangan, pantat, dan
daerah anogenital.
VI. Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan bakteriologi


dari sekret.

Anamnesa

Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut
meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.

Pemeriksaan Fisik

Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-
kira 5-7 hari dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single follicular orifices).
Furunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler
pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi.

Pemeriksaan Penunjang

Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologis dari furunkel


menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak di dermis dan lemak subkutan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang dikonfirmasi dengan
pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram S.aureus akan menunjukkan
sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif) bergerombol seperti anggur, dan tidak
bergerak. Kultur pada medium agar MSA (Manitot Salt Agar) selektif untuk S.aureus. Bakteri
ini dapat memfermentasikan manitol sehingga terjadi perubahan medium agar dari warna
merah menjadi kuning. Kultur S. aureus pada agar darah menghasilkan koloni bakteri yang
lebar (6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji
sensitivitas antibiotik diperlukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.

VII. Diagnosa Banding

a. Kista Epidermal

Diagnosa banding yang paling utama dari furunkel adalah kista epidermal yang
mengalami inflamasi. Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat dengan tiba-tiba
menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu atau beberapa hari sehingga
dapat menjadi diagnosa banding furunkel. Diagnosa banding ini dapat disingkirkan
berdasarkan terdapatnya riwayat kista sebelumnya pada tempat yang sama, terdapatnya
orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan lesi tersebut akan mengeluarkan masa
seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan pada furunkel mengeluarkan material
purulen.

b. Hidradenitis Suppurativa

Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) sering membuat salah diagnosis furunkel.


Berbeda dengan furunkel, penyakit ini ditandai oleh abses steril dan sering berulang. Selain
itu, daerah predileksinya berbeda dengan furunkel yaitu pada aksila, lipat paha, pantat atau
dibawah payudara. Adanya jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus serta kultur
bakteri yang negatif memastikan diagnosis penyakit ini dan juga membedakannya dengan
furunkel.

C. Sporotrikosis

Merupakan kelainan jamur sistemik, timbul benjolan-benjolan yang berjejer sesuai dengan aliran
limfe, pada perabaan terasa kenyal dan terdapat nyeri tekan.

d. Blastomikosis

Didapatkan benjolan multipel dengan beberapa pustula, daerah sekitarnya melunak.

e. Skrofuloderma

Biasanya berbentuk lonjong, livid, dan ditemukan jembatan-jembatan kulit (skin bridges).

VIII. Penatalaksanaan

Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang tua sebaiknya dirawat
inapkan. Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor dikompres dengan solusio
sodium chloride 0,9%. Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium fusidat atau framycetine
sulfat kassa steril. Antibiotik sistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib
diberikan pada seseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik diberikan selama
tujuh sampai sepuluh hari. Lebih baiknya, antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur
bakteri terhadap sensitivitas antibiotik.
Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus (MRSA) dapat
diberikan vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lain adalah tetrasiklin, namun obat
ini berbahaya untuk anak-anak. Terapi pilihan untuk golongan penicilinase-resistant penicillin
adalah dicloxacilin Pada penderita yang alergi terhadap penisilin dapat dipilih golongan
eritromisin. Pada orang yang alergi terhadap β-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin.

Tindakan insisi dapat dilakukan apabila telah terjadi supurasi. Higiene kulit harus
ditingkatkan. Jika masih berupa infiltrat, pengobatan topikal dapat diberikan kompres salep
iktiol 5% atau salep antibotik. Adanya penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,
harus dilakukan pengobatan yang tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya rekurensi.
Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasi berkurang. Lesi
yang didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi. Pasien dengan furunkel yang
berulang memerlukan evaluasi dan penanganan lebih komplek

IX. Prognosis

Prognosis baik sepanjang faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis menjadi
kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya pasien mengalami resolusi, setelah
mendapatkan terapi yang tepat dan adekuat. Beberapa pasien mengalami komplikasi
bakteremia dan bermetastasis ke organ lain. Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama
pada penderita dengan penderita dengan penurunan kekebalan tubuh.
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : An.A

Umur : 2 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Berat badan : 10 kg

Suku/ Bangsa :-

Status :-

Alamat : malang

Tanggal Pemeriksaan : 3 Juli 2020

2.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama

Luka dilutut

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Orang tua pasien mengatakan ada Luka dilutu kanan anaknya sejak

seminggu yang lalu, Awalnya kecil seperti bintil dan hanya satu, lalu

semakin melebar dan banyak, Nyeri kadang-kadang saat disentuh, tidak

gatal, tidak demam, dan hanya dilutut saja, sudah diobati dengan salep

gentamisin namun tidak ada perubahan. Dan riwayat pengobatan puyer dari

bidan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah sakit seperti ini

Pasien tidak pernah jatuh


Riwayat alergi makanan/obat (-), riwayat trauma (-), riwayat penyakit

lainnya (-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang menderita keluhan seperti pasien. Riwayat alergi

makanan/obat (-), riwayat trauma (-), riwayat penyakit lainnya (-)

e. Riwayat Sosial

Pasien sehari-hari banyak beraktivitas di luar rumah dan bermain ditanah

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik

Kesadaran/GCS : CM/456

Vital sign : dalam batas normal

 Status Generalis

Kepala/ leher : dalam batas normal

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Extremitas :tampak luka dilutut. Lihat status dermatologi

 Status Dermatologi

Regio : et region genu dextra

Efloresensi : terdapat punched out lession dasar eritematosa batas tegas, tepi

ulkus meninggi daerah sekitar ulkus tertutup krusta berwarna kuning kecoklatan.

Dan disekitar ditemukan pustula dengan dasar eritematosa, batas tegas,

bentuk tidak beraturan, multipel.


Gambar 2.1 Gambaran Klinis Pasien

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan

2.5 Resume

Pasien An,A laki-laki, usia 2 tahun diantar oleh Orang tuanya bahwa mengeluh

ada Luka dilutu kanan anaknya sejak seminggu yang lalu, Awalnya kecil seperti

bintil dan hanya satu, lalu semakin melebar dan banyak, Nyeri kadang-kadang

saat disentuh, tidak gatal, tidak demam, dan hanya dilutut saja, sudah diobati

dengan salep gentamisin namun tidak ada perubahan. Dan riwayat pengobatan

puyer dari bidan.

Pada pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan

status dermatologi, pada region genu terdapat punched out lession dasar eritematosa
batas tegas, tepi ulkus meninggi daerah sekitar ulkus tertutup krusta berwarna kuning

kecoklatan.

Dan disekitar ditemukan pustula dengan dasar eritematosa, batas tegas, bentuk

tidak beraturan, multipel.

2.5 Diagnosis

1. ektima

2. furunkulosis

2.6 Diagnosis Banding

1. Impetigo krustosa

2. karbunkel

2.7 Planning

 Diagnosis

Gram

kultur

 Terapi

Non medikamentosa:

 Kompres Nacl 0.9% pada luka

Medikamentosa

 Cefixime 2x20mg diminum 5-7 hari

 Monitoring

 Keluhan pasien dan efloresensi setelah pemberian terapi

 Edukasi

 Menjelaskan kepada keluarga pasien penyebab yang dialami dikarenakan

bakteri
 Memberitahu pasien untuk tidak menggaruk lesi

 Menjelaskan kepada keluarga agar menjaga daya tahan tubuh dengan

istirahat cukup dan konsumsi makanan bergizi.

 Menjelaskan kepada kelurga pasien menjaga hygine dengan mandi teratur

dan mencuci pakaian yang bersih, dan selalu memakai alas kaki saat

berpergian maupun bermain.

 Menjelaskan kepada keluarga pasien agar teratur mengkonsumsi obat

sesuai anjuran dokter.

2.8 Prognosis

Quo ad vitam : bonam


Quo ad kosmeticum : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB 3

PEMBAHASAN

Pasien Tn. S, laki-laki, usia 66 tahun datang gatal di kaki kanan dan kiri sejak sekitar

3 atau 4 tahun yang lalu. Awalnya pasien merasakan muncul bercak merah di daerah

punggung kaki dengan ukuran awalnya kecil hingga sebesar sekarang diikuti dengan rasa

gatal. Keluhan dirasakan hilang timbul, dirasakan semakin berat saat sedang stress dan saat

malam hari, saat terkena keringat rasa gatal tidak bertambah. Saat pasien sibuk karena banyak

pekerjaan keluhan berkurang karena lupa dengan rasa gatalnya. Keluhan tidak dirasakan pada

anggota tubuh lainnya. Pasien sudah menggunakan beberapa obat antara lain : miconazole,

salep 88, salep racikan dari dokter kulit, serta voltadex.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis yaitu

ektima ( impetigo ulseratif) karena pada kasus ini berdasarkan terjadi pada anak-anak, predileksi

pada daerah extremitas bawah ,dari gejala yg timbul tidak gejala konstitusional, dan diagnosis

kedua dari pasien tersebut adanya infeksi dari bakteri lain dan ditegakkan dengan anamesis

dan dari pemeriksaan fisik di diagnosis dengan furunkolosis.

. Gejala yang muncul sesuai dengan teori yaitu keluhan luka dilutunya timbul awalnya

berupa bintil semakin lama makin banyak dan merah kadang nyeri dirasakan. Pada luka

tampak adanya nanah yang sudah pecah, dan dasarnya merah. Serta dapat dipicu oleh

beberapa factor salah satunya pasien sering main diluar rumah bermain ditanah. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan lesi yang khas punhed out dan ulkus yang meninggi

tertutup krustosa kuning kecoklatan, dan disekitarnya terdapat pustule yang multiple di

extremitas bawah (lutut kanan) yang merupakan salah satu lokasi predileksi terjadinya

ektima.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah gram untuk mengetahui penyebab

bakterinya..
Tatalaksana pada untuk mengatasi infeksi bakteri dan dilakukan pengompresan Nacl

0.9% dan diberikan obat oral cimfixim 2x20mg

Prognosis penyakit ini bergantung pada hygine pasien dan kepatuhan dalam minum

obat secara teratur.


DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A. Pioderma. In: Juanda A, Hamzah M, Aisah S, Kosasih A, Wiryadi BE,

Natahusada EC, et al., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI; 2007. p. 57-60.

2. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Superficial and

Cutaneous Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Paller A, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 7th ed. USA:

McGraw-Hill; 2008. p. 1694-9.

5. Davis Loretta. Ecthyma. [online] 2009 [cited 2011 Juli 28]:[1 screen]. Available from:

URL: http://emedicine.medscape.com

6. Wolfff K, Johnson R. In: Wolfff K, Johnson R, editors. Fitzpatrick's Color Atlas &

Synopsis of Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2009. p. 598-604.

7. Dennis L, Alan L, Henry F, Chambers E. Practice Guidelines for the Diagnosis and

Management of Skin and Soft-Tissue Infections. International Founder for Dermatology.

[serial online] 2008. December [cited 2014 November 21] : Volume 80 / 432. Available

from: http://www.ifd.org.

8. Graham-Brown R, Burns T. Infeksi Bakteri. dalam: Dermatologi Catatan Kuliah.

edisi 8. Jakarta; 2005. p. 19-25.

9. Waskito, Fajar. Systemic Antibiotics and Antifungal Agents. dalam: Kumpulan

Makalah, National Symposium & Workshop Therapy in Dermatovenerology:

Dermatotherapy Update. Banten, Kerjasama PERDOSKI dan Balai Penerbit FKUI: 2013.hal

91-3.

10. Berman, Kevin. Ecthyma. [updated 15 Mey 28] [accessed: 24 November 2011].

Available from: URL: http://medlineplus.com

Anda mungkin juga menyukai