Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

SELULITIS

Disusun Oleh :

DADI ARDIANSYAH

16.04.04.14

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PURWODADI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHUN AJARAN

2016/2017
SELULITIS
A. PENGERTIAN
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan
subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada
kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya
terjadi  pada ekstrimitas bawah (Tucker, 2008 : 633).
Selulitis  adalah  inflamasi  supuratif  yang  juga  melibatkan  sebagian Jaringan
subkutan (mansjoer,  2000; 82).
Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner
dan Suddarth, 2000 : 496).
Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stapilokokus
aureus, streptokokus grup Adan streptokokus piogenes.

B. ETIOLOGI
Menurut Alpers Ann, (2006), penyebab selulitis antara lain Streptococcus grup B,
Haemophylus influenza, Pneumokokus, Staphylococcus aereus dan Streptococcus A.
Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkab selulitis, penyebab yang
paling sering dijumpai adalah Staphylococcus dan Streptococcus, (Medicastore, 2010).
Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah
terutama celah antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka, bekas
sayatan pembedahan (lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy). Walaupun
selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di kaki,
khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Pada anak-anak usia di
bawah 6 tahun, bakteri Hemophilus influenzae dapat menyebabkan selulitis, khususnya
di daerah wajah dan lengan.
Rosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memperparah resiko
dari perkembangan selulitis, antara lain :
1. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang
pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti
selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinka.
2. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi.
Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat
pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
3. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun
tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada
ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
4. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri
penginfeksi.
5. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
6. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri
penginfeksi masuk
7. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
8. Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
9. Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
10. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya
penyakit ini.
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut  Mansjoer (2000:82) manifestasi klinis  selulitis adalah Kerusakan kronik
pada kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit berupa infiltrat
difus subkutan,  eritema local, nyeri yang cepat menyebar dan infitratif ke jaringan
dibawahnya, Bengkak, merah dan hangat nyeri tekan, Supurasi dan lekositosis.

D. EPIDEMIOLOGI

Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia
dekade keempat dan kelima (2). Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan
dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki
peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi
tidak ada hubungan dengan jenis kelamin (C).

E. PATOFISIOLOGI
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan
kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang
gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang
pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik pada ke dua
ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristi
hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup
A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait
berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses
lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang
disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk
dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi dan dapat
mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan
peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-
rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Kreatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada
tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan
tidak ada faktor resiko.
2. Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata
klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.

G. KOMPLIKASI
 Bakteremia
 Nanah atau local Abscess
 Superinfeksi oleh bakteri gram negative
 Lymphangitis
 Trombophlebitis
 Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar
8%.
 Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus
melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
Penatalaksanaan
 Pengobatan yang tepat dapat mencegah penyebaran infeksi ke darah dan organ
lainnya.
 Diberikan penicillin atau obat sejenis penicillin (misalnya cloxacillin).
Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan).
Biasanya sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan suntikan
antibiotik jika:
 a.         penderita berusia lanjut
 b.         selulitis menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya
 c.         demam tinggi.
 Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam posisi terangkat
dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan.

H. PENATALAKSANAAN
1) Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan
harus diperhatikan.
2) Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
- Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin
merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota
besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak
dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin
sering terjadi syok anafilaktik.
b) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam
3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga
cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam
plasma lebih tinggi.
d) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis
flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.

- Linkomisin dan Klindamisin


Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak
yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16
mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4
dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-
penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi
dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek
sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh
adanya makanan dalam lambung.
- Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi
rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3-4 dosis.
- Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk
kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m
sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
3) Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis. Obat
topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak
terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan
mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram. Neomisin, yang di
negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin
dan kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah.
Obat-obat tersebut digunakan sebagai salap atau krim.

Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus
1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang
terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena
yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi
kulit.
4) Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta
memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi
pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse,
pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam
beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Gangguaan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :pasien menampakkan ketenangan, ekspresi muka rileks
ketidaknyamanan dalam batas yang dapat ditoleransi.
Intervensi:
a. Kaji intensitas nyeri menggunakan skala / peringkat nyeri
b. Pertahankan ekstrimitas yang dipengaruhidalam posisi yang ditemukan
c. Jelaskan kebutuhan akan imobilisasi 49 – 72 jam
d. Berikan anal gesik jika diperlukan, kaji keefektifan
e. Ubah posisi sesering mungkin, pertahankan garis tubuh untuk menccegah
penekanan dan kelelahan.
f. Bantuan dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, penggunaan imajinasi,
relaksasi dan lainnya.
g. Tingkatkan aktivitas distraksi.
2. Kerusakan ingritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor.
Tujuan : menunjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil : Lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut, kulit bersih,
kering dan area sekitar bebas dari edema, suhu normal.
Intervensi:
a. Kaji kerusakan, ukuran, kedalaman warna cairan
b. Pertahankan istirahat di tempat tidur dengan peningkatan ekstremitas dan
mobilitasasi.
c. Pertahankan teknik aseptic
d. Gunakan kompres dan balutan
e. Pantau suhu laporan, laoran dokter jika ada peningkatan.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan : pasien mengerti tentang perawatan dirumah
Kriteria hasil : melaksanakan perawatan luka dengan benar menggunakan tindakan
kewaspadaan aseptic yang tepat. Mengekspresikan pemahaman perkembangan
yang diharapkan tanpa infeksi dan jadwal obat.
Intervensi:
a. Demonstasikan perawatan luka dan balutan, ubah prosedur, tekankan pentingnya
teknik aseptic.
b. Diskusikan tentang mempertahankan peninggian dan imobilisasi ekstrimitas
yang ditentukan
c. Dorong melakukan aktivitas untuk mentoleransi penggunaan alat penyokong.
d. Jelaskan tanda-tanda dan gejala untuk dilaporkan ke dokter
e. Diskusikan jadwal pengobatan
f. Tekankan pentingnya diet nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, mansjoer (1999). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC

Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC

Fitzpatrick. (2005). Clinical Dermatology hal 603-612.5th ed.

Fitzpatrick. (2007). Dermatology in general medicine hal 1893.6th ed.

Anda mungkin juga menyukai