Anda di halaman 1dari 18

Case Based Discussion

SELULITIS
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Di RS Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :

Septi Dwi Sulistyowati


30101507559

Pembimbing :
dr. Yuzza Alfarra, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan subkutis.
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka terbuka di
kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh getah bening. Lebih dari 40%
penderita selulitis memiliki penyakit sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena
itu tempat predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan
malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor),
kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut.1
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah studi tahun
2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus per 1000 penduduk per
tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64 tahun. Secara garis
besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit
infeksi kulit dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi
dari 1997-2005 dan pada tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus.2 Data rumah sakit di Inggris
melaporkan kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005, selulitis di
tungkai menduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824 kasus.3 Data rumah sakit di
Australia melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000 populasi pada tahun 2001-
2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam periode 5 tahun menderita erysepelas
dan selulitis.3 Banyak penelitian yang melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia
dekade keempat hingga dekade kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan
subkutan. Penyakit ini merupakan infeksi bakterial akut yang terjadi pada kulit.
Infeksi yang terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.
Infeksi ini biasanya didahului oleh luka atau trauma pada kulit. Terdapat tanda-tanda
peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema, teraba hangat, dan nyeri serta
terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik seperti demam dan peningkatan
hitungan sel darah putih.
Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis
superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta
hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut
antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus. Sebagian besar
kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik. Infeksi dapat menjadi
berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat dalam memberikan
pengobatan.

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue
Infection5
2. 2. KLASIFIKASI
Selulitis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
 Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,
yang tidak jelas batasnya.Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat
lunak dan spongius.Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang
terlibat.
 Selulitis Sikrumskripta Supuratif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya.Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme
resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.
 Selulitis Difsus Akut
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina
Ludwig’s . Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia
sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai
spasiapharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila
hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

2.3. EPIDEMIOLOGI
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan
usia dekade keempat dan kelima. Sedangkan angka insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis
seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.

2. 4. ETIOLOGI
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada
anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup
A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah
penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten
banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus
sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh
organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun
anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada
imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais
lebih sering melalui aliran darah.
Gambar 2: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the
Condition5

2. 5. FAKTOR PREDISPOSISI
Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi
kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama
pada pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik.
Adapun faktor-faktor yang dapat memperberat kejadian selulitis, antara lain :
a. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang
pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti
selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.
b. Melemahnya sistem imun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya
infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV.
Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
c. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem
immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah
pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan
masuk bagi bakteri penginfeksi.
d. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk
bakteri penginfeksi.
e. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
f. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah resiko
bakteri penginfeksi masuk
g. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
h. Penyalahgunaan obat dan alcohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
i. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah
timbulnya penyakit ini.

2. 6. PATOGENESIS
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang
menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-
jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida,
fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.
Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A,
stapilokokus aureus)

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema lokal pada kulit Edema kemerahan

Lesi Nyeri tekan

Gangguan rasa nyaman dan


Kerusakan integritas kulit nyeri

Gambar .Skema patogenesis

2.7. GEJALA KLINIS


Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus
disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula.
Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat
terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema),
color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap,
tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi
yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.
Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada
pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum
menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami
infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri
yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar
lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi
elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan
oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).
Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.

Gambar 3: contoh selulitis


2.8. DIAGNOSIS
   Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi,
batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan
limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia.
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan
septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah
keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan
oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat
leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
Gejala dan tanda Selulitis
Gejala prodormal Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula Eritema cerah
eritematous
Tepi Batas tidak tegas
Penonjolan Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema Edema
Hangat Tidak terlalu hangat
Fluktuasi Fluktuasi
Tabel 1. Gejala dan tanda selulitis

2.9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian
besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan
leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan
pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering
meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu
lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting
dan efektif.

2.10. DIAGNOSIS BANDING


Erisipelas, Flegmon, Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis
kontak, giant urticaria, insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema
nodosum, eritema migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout,
Wells syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated
cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet syndrome
(acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma erysipeloides.

2.11. PENGOBATAN
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU
IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg
setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan
Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg), >12
tahun seperti dosis dewasa.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus
penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap
penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500 gram peroral;
anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat juga digunakan
klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang
penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan
dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari.

2.12. KOMPLIKASI
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada
selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada
wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus
grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernosum yang
septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa
meningitis.

2.13. PROGNOSIS
Selulitis bukan suatu penyakit yang mengancam nyawa namun dapat
berkembang menjadi sepsis bila tidak diberikan pengobatan segera, sehingga
prognosisnya tergantung pada waktu dan ketepatan pengobatan
BAB III

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Tn. D
b. Umur : 50 tahun 11 bulan
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Tegal

B. ANAMNESIS
a. KELUHAN UTAMA
- Subjektif : Nyeri
- Objektif : Kulit bengkak dan kemerahan

b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien laki-laki usia 50 tahun 11 bulan pada hari Senin, 13 Juli 2020 pada
pukul 17.00 WIB dengan keluhan nyeri, bengkak dan kemerahan di tungkai
bawah kiri. Keluhan muncul sejak 10 hari yang lalu, keluhan dirasakan terus
menerus dan bertambah nyeri saat berjalan. Awalnya pasien mengalami gula
darah tinggi pada pemeriksaan Gula Darah Sewaktu didapatkan 508 mg/dL
dan terdapat luka bekas operasi mata ikan pada telapak kaki kiri kemudian
kulit tungkai bawah kiri tampak kemerahan kemudian menjadi bengkak, terasa
panas dan nyeri. Tidak ada keluhan demam dan gatal. Sebelumnya sudah
memberikan obat anti nyeri tetapi keluhan tidak membaik.

c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Keluhan serupa : (-)
- Riwayat Diabetes Melitus : (+)
- Riwayat Trauma : (+) kepleset 4 bulan yang lalu
- Riwayat Operasi : Clavus pada telapak kaki kiri
- Riwayat Hipertensi : (-)
- Riwayat Alergi : (-)

d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


- Keluhan serupa : (-)
- Riwayat Diabetes Melitus : (+) ibu pasien
- Riwayat Hipertensi : (-)
- Riwayat Alergi : (-)

e. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


- Pekerjaan : Wiraswasta
- Kesan : Baik

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

a. KEADAAN UMUM : Sakit ringan


b. KESADARAN : Composmentis
c. TANDA VITAL
- Tekanan Darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Suhu : 36,7 ºC
- Frekuensi nafas : 24 x/menit
d. STATUS GIZI
- BB : 98 Kg
- TB : 170 cm
- IMT : 33,91 kg/m2 (Gemuk)

e. PEMERIKSAN FISIK
1. KEPALA : TIDAK DILAKUKAN
2. WAJAH : TIDAK DILAKUKAN
3. MATA : TIDAK DILAKUKAN
4. TELINGA : TIDAK DILAKUKAN
5. HIDUNG : TIDAK DILAKUKAN
6. MULUT : TIDAK DILAKUKAN
7. LEHER : TIDAK DILAKUKAN
8. THORAX : TIDAK DILAKUKAN
- PULMO
a. Inspeksi : TIDAK DILAKUKAN
b. Palpasi : TIDAK DILAKUKAN
c. Perkusi : TIDAK DILAKUKAN
d. Auskultasi : TIDAK DILAKUKAN
- COR
a. Inspeksi : TIDAK DILAKUKAN
b. Palpasi : TIDAK DILAKUKAN
c. Perkusi : TIDAK DILAKUKAN
d. Auskultasi : TIDAK DILAKUKAN
9. ABDOMEN
a. Inspeksi : TIDAK DILAKUKAN
b. Auskultasi : TIDAK DILAKUKAN
c. Palpasi : TIDAK DILAKUKAN
d. Perkusi : TIDAK DILAKUKAN
10. GENITALIA : TIDAK DILAKUKAN
11. EXTREMITAS :
a. Bawah :
Regio cruris sinistra : Makula eritema, batas tidak tegas
dan tepi tidak meninggi disertai skuama halus
Regio plantar pedis sinistra : luka post operasi clavus

Status Dermatologik

a. Inspeksi :

- Lokasi : Regio Cruris Sinistra

- UKK : Tampak lesi berupa makula eritema , batas tidak tegas dan
tepi tidak meninggi.

- Distribusi : Lokalisata
b. Palpasi : Panas (+), Edema (+), Nyeri tekan (+)

c. Auskultasi : Tidak dilakukan

D. DIAGNOSIS BANDING
a. Selulitis
b. Erisipelas
E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan gram
F. DIAGNOSIS KERJA
- Selulitis

G. RENCANA TERAPI
a. Farmakologi
R/ amoxicillin tab 500 mg NO XXI
S 3 d d tab 1
R/ asam mefenamat tab 500 mg NO XXI
S 3 dd tab 1 p.r.n
H. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Ad Bonam
- Quo ad sanationam : Ad Bonam
- Quo ad kosmetikan : Ad Bonam

I. EDUKASI
a. Aspek Klinis
Kompres hangat pada lesi
Kaki ditinggikan saat tidur
b. Aspek Islami
1. Menjaga kebersihan karena kebersihan adalah sebagian dari
iman.
2. Selalu bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT karena
segala penyakit ada obatnya
DAFTAR PUSTAKA

1.) Gorwitz RJ. A review of community-associated methicillin-resistant Staphylococcus


aureus skin and soft tissue infections. Pediatr Infect Dis. 2008;27(1):1-7.
2.) Tschachler E, Brockmeyer N, Effendy I, Geiss HK, Harder S, Hartmann M, et al.
Streptococcal infections of the skin and mucous membranes. JDDG 2007;6:527-532.
3.) Roberts S, Chambers S. Diagnosis and management of Staphylococcus aureus
infections of the skin and soft tissue. Int Med J 2005;35:S97-105
4.) Ki V, Rotstein C. Bacterial skin and soft tissue infections in adults: A review of their
epidemiology, pathogenesis, diagnosis, treatment and site of care. Can J Infect Dis
Med Microbiol 2008;19:173-84.
5.) Maibach HI &Grouhi F. Evidence Based Dermatology 2nd ed. People’s Meical
Publishing House. USA. 2011;349-352.
6.) Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New
York :McGraw-Hill, 2012;2128-47.
7.) Steven DL, Bisno AL, Chambers HF, Dellinger PE, Goldstein EJC, GorbachSL,et al.
Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of Skin and Soft Tissue
Infections: 2014 Update by the Infectious Diseases Society of America. Clinical
Infectious Diseases 2014;59(2):e10–52.
8.) Ostrovsky DA, Fedorowicz Z, Ehrlich A. Impetigo. Dynamed. 2016. [disitasi 20 Juni
2017]. Tersedia di https://www.dynamed.com/topics/dmp~AN~T115810/Impetigo
9.) Simmons R, Lang E, Ehrlich A. Skin abscesses, furuncles, and carbuncles. Dynamed.
2017. [disitasi 20 Juni 2017]. Tersedia
https://www.dynamed.com/topics/dmp~AN~T116747/Skinabscesses-furuncles-and-
carbuncles
10.) Simmons R, Lang E, Ehrlich A. Cellulitis. Dynamed. 2017. [disitasi 20 Juni 2017].
Tersedia di https://www.dynamed.com/topics/dmp~AN~T116794/Cellulitis
11.) Jolanda E, Ehrlich, Erysipelas. Dynamed. 2016. [disitasi 20 Juni 2017].
Tersedia di https://www.dynamed.com/topics/dmp~AN~T115431/Erysipelas

Anda mungkin juga menyukai