Anda di halaman 1dari 27

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau


oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus
aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis
merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor
predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh,
dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis
yang akan dibahas pada referat ini.1,2

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan


subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh
getah bening.2 Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.3
Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai
bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti
1

tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor),


dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut.1,3

Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah


studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus
per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan
usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat
kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit
yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada
tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus. Banyak penelitian yang melaporkan kasus

1
terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga dekade kelima, dan
lokasi tersering di ekstremitas bawah.4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini
biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus
beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun
dapat disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak
sakit berat, sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti
bakterimia dan septikemia.1
Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema,
teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik
seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang
4

mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial


yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta
hemolitikus grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat
absolut antara selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus.
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.
Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika
terlambat dalam memberikan pengobatan.2,3

2
Gambar 2.1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-Tissue

Infection 3

2.2 Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko
selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis
kelamin.5
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah
studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6
kasus per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien
laki-laki dan usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan
kunjungan ke pusat kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit
dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi
dari 1997-2005 dan pada tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus. Banyak
penelitian yang melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade
keempat hingga dekade kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.4
Penelitian dilakukan secara retrospektif dengan melihat catatan medik
pasien selulitis dan erisepelas di RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun
2012-2014. Hasil: Insidensi pasien baru selulitis periode 2012-2014 sebanyak
29 kasus (67,4%), diketahui jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan
dengan pasien erisipelas sebanyak 14 kasus (32,6%). Sebagian besar datang

3
berobat dengan keluhan utama bengkak, bercak kemerahan, dan sensasi nyeri.
Gejala prodromal tersering adalah febris. Faktor pencetus sebagian besar
karena garukan dan luka tusuk. Penyakit yang mendasari terbanyak adalah
anemia. Predileksi selulitis (93,1%) tersering pada ekstremitas bagian
bawah.4,5

2.3 Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab
selulitis pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus
beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta
hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis
6

pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus


pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan
ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus
gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai
dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu
ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering
melalui aliran darah. Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.6,7
Organisme penyebab bisa masuk ke dalam kulit melalui lecet-lecet ringan
atau retakan kulit pada jari kaki yang terkena tinea pedis, dan pada banyak
kasus, ulkus pada tungkai merupakan pintu masuk bakteri. Faktor predisposisi
yang sering adalah edema tungkai, dan selulitis banyak didapatkan pada orang
tua yang sering mengalami edema tungkai yang berasal dari jantung, vena dan
limfe.7

4
Gambar 2.2: Etiologi Selulitis7

2.4 Faktor Predisposisi

Adapun beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan selulitis,


sebagia berikut: 8,9

5
Gambar 2.3: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the
Condition7

1. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
kurang.
2. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem imun yang lemah maka semakin mempermudah terjadinya
infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi
HIV.
3. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
sistem immun tubuh dan menambah resiko infeksi. Diabetes mengurangi
sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada
kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri.
4. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan
masuk bakteri.
5. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphaedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri.

2.5 Patofisiologi

Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada


permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang
yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.9

Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-


jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida,

6
fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.
9,10

Gambar 2.4: Patofisiologi Selulitis8

2.6 Manifestasi Klinis

Lokasi infeksi ditandai dengan pembengkakan dengan batas tidak tegas


disertai nyeri tekan dan hangat. Infeksi dapat meluas ke jaringan yang lebih dalam
atau menyebar secara sistemik.10

1. Reaksi lokal
a. Lesi dengan batas tidak jelas
b. Area selulit biasanya nyeri, merah, dan hangat
c. Jaringan mengeras
2. Reaksi sistemik
a. Demam
b. Malaise menggigil
c. Garis merah sepanjang jalur drainase limfatik
d. Kelenjar getah bening membesar dan nyeri

7
Daerah yang terkena menjadi eritema, terasa panas dan bengkak serta terdapat
lepuhan-lepuhan dan daerah nekrosis. Pasien menjadi demam dan merasa tidak
enak badan. Bisa terjadi kekakuan, dan pada orang tua dapat terjadi penurunan
kesadaran.10,11
Gambaran klinis dari selulitis antara lain: daerah kemerahan yang bengkak
di kulit serta terasa hangat dan nyeri bila dipegang. Pus serosa atau purulen
dapat ditemukan. Serta demam (Corwin, Elizabeth J., 2009).
Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinis selulitis adalah kerusakan
kronik pada sistem vena dan limfatik pada kedua ekstremitas, kelainan kulit
berupa infiltrat difus subkutan, eritema lokal, nyeri yang cepat menyebar dan
infiltratif ke jaringan dibawahnya, bengkak, merah, hangat, dan nyeri tekan,
supurasi, dan lekositosis.

Gambar 2.5: Gambaran Selulitis pada Ekstremitas Atas 10

Gambar 2.6: Gambaran Selulitis pada Ekstremitas Bawah10,11

8
Gambar 2.7: Gambaran Selulitis pada Wajah 11

2.7 Diagnosis
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi
tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat
disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat
menjadi septikemia.7
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan
septikemia.6 Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan
atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis
yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi
selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser
ke kiri.7

Gejala dan tanda Selulitis


Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol

9
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel 2.1: Gejala dan Tanda Selulitis7

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis


selulitits, yaitu 9,11:

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit
dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bakteri.
b. BUN
c. Kreatinin
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada
daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau
terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak
terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi,
takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
g. Pada selulitis dengan penyakit penyerta berat, leukopenia juga bisa
ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein
(CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan
perawatan rumah sakit dalam waktu lama.
2. Pemeriksaan Imaging
a. X-Ray, tidak diperlukan pada kasus (seperti kriteria yang telah
disebutkan).
b. CT Scan
Dapat digunakan saat gejala klinis mengarah pada osteomyelitis.

10
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis
infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis,
necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa
pembentukan abses pada subkutaneus.
2.8 Penatalaksanaan

1) Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan


lingkungan harus diperhatikan.
2) Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis 8,9
 Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari.
Penisilin merupakan obat pilihan (drug of choice), dipertimbangkan
kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena
tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering
terjadi syok anafilaktik.
b) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak
50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari
setelah makan, dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis
karena dapat lebih cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin
sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
d) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin,
dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari
sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-
11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
 Linkomisin dan Klindamisin

11
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih
baik karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis
linkomisin untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4
dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai 20
mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini
efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-
penisilinase. Efek samping dapat berupa colitis pseudomembranosa,
belum pernah ditemukan. Linkomisin tidak dipakai lagi dan diganti
dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek
sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu
dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.

 Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang
dibandingkan dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan
resisten-penisilinase. Sering memberi rasa tidak nyaman dilambung.
Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-
4 dosis.
 Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak berespon dengan obat-
obatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang
berkhasiat untuk kuman gram positif ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2
x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis
untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
3) Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan
selulitis. Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya
ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk
kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat dikatakan sering

12
menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol
tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat
tersebut digunakan sebagai salap atau krim.8,9
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan rivanol
1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang terakhir ini
lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena
yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan
mengiritasi kulit. 5,9
4) Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing
fasciitis) serta memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan
adalah operasi pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi
antibiotik secara infuse, pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam
jumlah yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang
terkena harus diamputasi.9
2.9 Komplikasi
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada
selulitis dapat menimbulkan komplikasi berupa gangren, abses dan sepsis
yang berat. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya
bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal
karena mengakibatkan trombosis sinus yang septik. Selulitis pada wajah dapat
menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.5,9
2.10 Diagnosa Banding
1. Erisipelas
Erisipelas adalah suatu jenis selulitis kutaneus superfisial yang ditandai
dengan keterlibatan pembuluh limpatik pada kulit dengan gejala utama
kemerahan kulit. Ia disebabkan oleh bakteri streptococus b-hemolytic grup A
dan jarang disebabkan oleh S.aureus. pada bayi yang baru lahir, bakteri
streptococcus b-hemolytic grup B bisa meneyebabkan erisipelas. Bakteri ini
menghasilkan toksin sehingga menimbulkan reaksi inflamasi pada kulit yang
ditandai dengan bercak berwarna merah cerah “red cerry”, berbatas tegas, plak
edematosa, bulla, dan teraba hangat.10

13
Gambar 2.8: Perbedaan Selulitis dan Erisipelas, terdapat nyeri, eritema pada tungkai bawah yang
berbatas tegas10

2. Dermatitis kontak Aler


Dermatitis kontak alergi merupakan presentase dari respon hiper-
sensitivitas type IV terhadap lebih 3700 jenis zat kimia eksogen. Gejala-gejala
klinis akan muncul segera setelah terekspos oleh alergen. Fase akut ditandai
dengan eritema, permukaan menonjol dan plak bersisik. Penderita dermatitis
kontak alergi biasanya dalam keadaan normal dan tidak ditemukan tanda-tanda
patologis pada pemeriksaan lab.10

Gambar 2.9: DKA pada wajah disebabkan oleh rekasi positif terhadap balsam dan DKA pada jari
disebabkan oleh pajanan terhadap pekerjaan10

2.11 Prognosis

Prognosis pasien selulitis adalah dubia ad bonam. Komplikasi dari infeksi


tidak menyebabkan kematian dan kebanyakan kasus infeksi dapat diatasi dengan

14
terapi antibiotik. Bagaimanapun, infeksi ini masih sering kambuh pada pasien
yang memiliki faktor predisposisi.11

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
 Nama : Ny. Ni Wayan Muliasih
 Tanggal Lahir : 01 Juli 1966
 Usia : 52 tahun
 Pekerjaan : IRT
 Status Perkawinan : Menikah
 Alamat : Nyanglan Kaja
 Tanggal Periksa : 06 Juli 2018

3.2 Anamnesis
Auto anamnesis pada tanggal 2 Juli 2018

Keluhan Utama
Bengkak pada paha kiri

15
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Bangli diantar keluarga dengan
keluhan bengkak pad paha kiri sejak 5 hari SMRS. Keluhan utama pada pasien ini
adalah bengkak pada paha kiri yang disertai timbulnya kemerahan dan disertai
nyeri. Mula-mula kemerahan tersebut berukuran kecil tapi lama kelamaan
bertambah besar sekitar 5cm x 5 cm, berbatas tidak jelas, terdapat edema dan
muncul infiltrat ditengah-tengah kemerahan dan terasa nyeri jika ditekan. Pasien
mengatakan keluhan sampai mengganggu aktifitas pasien sehari-hari. Pasien
mengaku keluhan juga disertai nyeri (+) saat dipegang, terasa seperti nyut-nyutan
tanpa dipegang, demam (+), mual (+), muntah (+), lemas (+), sesak (-),
BAB/BAK (+/+) normal. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi,
diabetes meiluts, asma, jantung dan alergi.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami gangguan dengan gejala yang serupa.
Riwayat tidakan mastektomi pada tahun 2017. Riwayat HT (-), DM (-), asma (-),
jantung (-), dan alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat HT (-), DM (-), asma (-), jantung (-), alergi (-) dan tidak ada di
keluarga pasien yang mengalami hal serupa seperti yang dialami pasien.

Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi makanan dan obat-obatan

Riwayat Sosial
Pasien dulu bekerja swasta dan memiliki 3 orang anak, konsumsi
rokok (-), alkohol (-), dan zat terlarang (-).

3.3 Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)

16
Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 86 kali/menit
Respiratory Rate : 20 kali/ menit
Suhu : 3,5oC
Status Generalis
Kepala : Normochepali
Mata : Refleks pupil +/+ isokhor-/-, konjungtiva anemis +/+
Hidung : Septum deviasi (-), secret (-), rhinore (-)
Telinga : Secret (-), nyeri tekan tragus (-)
Leher : KGB di leher tidak ada pembesaran, kelenjar thyroid tidak
membesar

Thorax
 Inspeksi :Simetris -/-, tidak ada ketertingaalan nafas.
Tampak luka pada massa di mammae sinistra dan axilla
anterior sinistra
 Palpasi : Vokal fremitus normal +/+, tidak ada krepitasi
 Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi :Vesikuler +/+. rhonci -/-, wherzing -/-
Cor

 Inspeksi :Iktus Kordis tidak terlihat


 Palpasi : Iktus kordis teraba
 Perkusi : Batas atas: ICS II PSL sinistra
Batas kanan: ICS V PSL dextra
Batas Kiri: ICS VI MCL sinistra
 Auskultasi :S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Distensi abdomen (-), luka bekas operasi (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), spleenomegali (-)

17
 Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
 Auskultasi : Bising usus 10x/ menit (+) normal.
Ekstremitas
 Atas : Akral hangat, edema (-/-)
 Bawah : Akral hangat, edema (-/+)
Status Lokalis Femur Sinistra
 Inspeksi : Tampak warna kulit sekitar kemerahan, makula eritematous,
edema, batas tidak jelas, infiltrat
 Palpasi : Teraba edema ukuran kurang lebih 5 cm x 5 cm, tepi tidak
meninggi
3.4 Pemeriksaan Penunjang
DL, Ro Femur Sinistra

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap


WBC : 18,2 (high)
GRA : 16,3
GRA % : 89,3
RBC : 3,94
HGB : 10,6 (low)
HCT : 28,8
PLT : 188
Glucose puasa : 88
Glucose PP : 140
Albumin : 2,15 (low)
Creatinine : 2,35 (high)
Urea UV : 106 (high)

Hasil Foto Thorax

18
Gambar 3.1: Foto Rontgen Femur Sinistra AP/Lateral
-Tulang femur sinistra kesan intak
-Tidak tampak destruksi, tidak tampak periosteal reaction
-Celah sendi tidak dievaluasi
-Mineralisasi tulang kesan normal
-Jaringan lunak kesan baik

3.5 Diagnosia Kerja


Selulitis Femur Sinistra
3.6 Terapi
- MRS
- IVFD RL 20 tpm
- Cefotaxime 3 x 1 gr (iv)
- Ketorolac 2 x 30 mg (iv)
- Ranitidine 3 x 50 mg (iv)
- Sanmol 3 x 500 mg (iv)
- Metronidazole 3 x 500 mg (iv)

FOLLOW UP
Tanggal 3 Juli 2018

Subjek Objektif Assesment Planing


Nyeri (+) pada Kes:CM Selulitis femur -NaCl 0,9% 20

19
begkak paha kiri, TD:130/80 mmHg sinsitra tpm
demam (+), N:80 x/mntt -Ceftriaxone 2x1gr
lemas (+), nafsu RR:22x/mnt (iv)
makan menurun, T: 38,4 C -Ondancentron
mual (+), Cor: S1/S2 tunggal 2x40mg (iv)
muntah (-) reguler,murmur(-) -Omeprazole
Eks:edema(-/+) 2x40mg (iv)
CM: 2200cc -Antasida
CK: 800cc syr 3x1cth
-Paracetamol
3x1flsh (iv)
-Allupurinol
1x100mg
-Transfusi albumin
s/d kadar albumin
>2,5 gr/dl
-Diet CKD 1800
kkal/hari + 60 gr
protein/hari
-CM CK 24 jam
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap Tanggal 3 Juli 2018

WBC : 15,2 (high)


GRA : 12,0 (high)
GRA% : 78,4
RBC : 3,45
HGB : 9,3 (low)
HCT : 25,8 (low)
PLT : 531 (high)

Tanggal 4 Juli 2018

20
Subjek sObjektif Asessment Planing
Nyeri (+) pada Kes:CM Selulitis femur --NaCl 0,9% 20
begkak paha kiri, TD:110/70 sinsitra tpm
demam (+), mmHg -Ceftriaxone
lemas (+), nafsu N:72 x/mntt 2x1gr (iv)
makan menurun, RR:20x/mnt -Omeprazole
mual (+), muntah T: 37,8C 2x40mg (iv)
(-) Cor: S1/S2 -Antasida
tunggal reguler, syr 3x1cth
murmur(-) -Paracetamol
Eks:edema(-/+) 3x1flsh (iv)
CM: 2800cc -Allupurinol
CK: 1000cc 1x100mg
-Human albumin
s/d kadar albumin
>2,5 gr/dl
-Diet CKD 1800
kkal/hari + 60 gr
protein/hari
-CM CK 24 jam

Tanggal 5 Juli 2018

Subjek Objektif Asessment Planing


Nyeri (+) Kes:CM Selulitis femur -NaCl 0,9% 20
minimal pada TD:130/70 sinsitra tpm
begkak paha kiri, mmHg -Ceftriaxone
demam (-), lemas N:76x/mntt 2x1gr (iv)
(+), mual (+), RR:22x/mnt -Omeprazole
muntah (-) T: 37,2 C 2x40mg (iv)
Cor: S1/S2 -Antasida
tunggal reguler, syr 3x1cth

21
murmur(-) -Paracetamol
Eks:edema(-/+) 3x1flsh (iv)
CM: 2100cc -Allupurinol
CK: 1000cc 1x100mg
-Metronidazol
3x1 fls (iv)
-Human albumin
s/d kadar albumin
>2,5 gr/dl
-Diet CKD 1800
kkal/hari + 60 gr
protein/hari
-CM CK 24 jam
-Kompres NaCl
Tanggal 6 Juni 2018

Subjek Objektif Asessment Planing


Nyeri (-) pada Kes:CM Selulitis femur -NaCl 0,9% 20
begkak paha kiri, TD:100/70 sinistra tpm
demam (-), lemas mmHg -Ceftriaxone 2x1gr
(+), mual (-), N:80x/mntt (iv)
muntah (-) RR:20x/mnt -Omeprazole
T: 36,9 C 2x40mg (iv)
Cor: S1/S2 -Antasida
tunggal reguler, syr 3x1cth
murmur(-) -Paracetamol
Eks:edema(-/+) 3x1flsh (iv)
CM: 3800cc -Allupurinol
CK: 1500cc 1x100mg
-Metronidazol 3x1
fls (iv)
-Diet CKD 1800

22
kkal/hari + 60 gr
protein/hari
-CM CK 24 jam
-Kompres NaCl
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap Tanggal 6 Juli 2018

WBC : 10,6 (high)


GRA : 7,7
GRA% : 72,6
RBC : 3,44 (low)
HGB : 9,2 (low)
HCT : 26,1 (low)
PLT : 685 (high)

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis selulitis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang
perempuan berumur 52 tahun. Berdasarkan kepustakaan yang ada disebutkan
bahwa selulitis dapat menyerang orang dewasa terutama pada usia dekade ke
empat dan lima ,dan insiden pada laki-laki lebih besar dari pada wanita. Keluhan
utama pada pasien ini adalah bengkak pada paha kiri yang disertai timbulnya
kemerahan dan disertai nyeri. Mula-mula kemerahan tersebut berukuran kecil tapi
lama kelamaan bertambah besar sekitar 5cm x 5 cm, berbatas tidak jelas, terdapat
edema dan muncul infiltrat ditengah-tengah kemerahan dan terasa nyeri jika
ditekan. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dimana disebutkan bahwa gambaran
klinis umumnya ditandai dengan kemerahan dengan batas tidak jelas, nyeri tekan
dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat disekitar
luka atau ulkus disertai demam dan lesu. Pada keadaan akut kadang-kadang
timbul bulla. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan efektif
dapat terjadi supurasi lokal ( flegmon, nekrosis atau gangren).

23
Pada saat timbul kemerahan dan benjolan tersebut pasien merasa badannya
demam, lemah badan dan nyeri tekan pada lesi. Berdasarkan kepustakaan
disebutkan bahwa gejala prodromal berupa : malaise, demam, menggigil,
anoreksia, dan berkembang dengan cepat sebelum menimbulkan gejala-gejala
khasnya. Terdapat pula gejala nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak
diobati, gejala akan menjalar kesekitar lesi terutama keproksimal.
Dari status dermaotologis yang didapati pada daerah femur sinistra tampak
kemerahan yang tidak berbatas tegas, terdapat infiltrat dan pinggiran tidak
meninggi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan dikatakan bahwa diagnosis selulitis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan
klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak
jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis.
Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia.
Selulitis dapat didiagnosis banding dengan erisipelas , namun pada saat
pemeriksaan status dermatologis didapatkan kemerahan berbatas tegas dan ada
pustul ditengah kemerahan, sedangkan pada erisipelas pada status dermatologis
didapatkan eritema yang berwarna merah cerah, berbatas tegas dan pinggiran
meninggi dengan tanda-tanda radang akut.
Tujuan pengobatan pada pasien ini adalah untuk memperpendek perjalanan
penyakit dan mengurangi gejala klinis yang ada, karena penyakit ini disebabkan
oleh bakteri maka perlu diterapi dengan obat antibiotik yaitu ceftriaxone injeksi/
12 jam, hal ini dimaksudkan untuk menekan atau menghambat replikasi dari
bakteri, diberikan /12 jam karena pada golongan obat sefalosporin khusunya
ceftriaxone memiliki waktu paruh yang cukup panjang sekitar 12 jam, sehinggan
pemberiannya dapat diberikan/12 jam.
Prognosis umumnya baik, bergantung pada kecepatan penanganan dan
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Pada pasien ini prognosis Quo ad
vitam adalah bonam karena penyakit ini tidak mengancam jiwa, sebab dari
pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi. Prognosis Quo ad
functionam adalah bonam karena fungsi bagian tubuh yang terkena tidak

24
terganggu. Prognosis Quo ad sanationam adalah bonam karena dengan perawatan
yang teliti dan memperhatikan higiene memberi prognosis yang baik.

BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri


Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah
superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun
pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,
genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis
selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,
infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor
predisposisi dan komplikasi yang ada.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.


2. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008
3. Fitzpatrick, Thomas B. 2008. Dermatology in General Medicine, seventh
edition. New York: McGrawHill:
4. Pandaleke, HEJ. 1997. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran
Universitas Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117
5. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United
State of America.
6. Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales,
Cardiff, UK. 1708
7. Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and
cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94
8. Wolff K, Johnson RA. 2008. Fitspatricks: color atlas and synopsis of
clinically dermatology. New York: McGrawHill.
9. Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of
Physicians.
10. Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press,
Palembang, Indonesia, hal: 146-149
11. McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based study  in Olmsted county,
Minnesota. 82(7):817-21

26
27

Anda mungkin juga menyukai