Anda di halaman 1dari 9

LATAR BELAKANG

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan


subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh
getah bening. penyakit ini juga disebabkan oleh Streptococccus Beta hemolyticus.
2

Selalunya pasien mengalami demam, malaise, edema, vesikel, dan bula (Djunda,
2007). Selulitis berasosiasi dengan furunkel, karbunkel atau abses yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Selain itu, operasi yang melibatkan
drainase limfatik seperti kanker payudara juga menyebabkan selulitis
(Napierkowski, 2013).

Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3) Penyakit


ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah. 1

Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-
tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan
teraba hangat (kalor) pada area tersebut

DEFINISI

Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya
1

didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta


hemolitikus dan Staphylococcus aureus.

Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti eritema,


teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala sistemik
seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang4

mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang


mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus
grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara
selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus. 1
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.
Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat
dalam memberikan pengobatan. 5

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and
Soft-Tissue Infection (B

ETIOLOGY

Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus


aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis
pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta
hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus
group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa
6

imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan


Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus
biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan
gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur
eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier
kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku
kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia

Tabel 1: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)

Gambar 2: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of


Predisposition to the Condition (6)

I. EPIDEMIOLOGI

Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima (2). Insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko
selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis
kelamin (C).

II. FAKTOR PREDISPOSISI


Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes
melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis
umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain,
namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada
pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik (7).

III. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua


bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul
bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif
dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren) (6).

Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil,


dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor
(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak
merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak
meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau
jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan
limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan
leukositosis. (buku kuning)

Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan
mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat
gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala
akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat
yang sama dapat terjadi elefantiasis. (buku merah)
Lokasi selulitis pada orang dewasa paling sering di ekstremitas karena
berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan
salah obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi
termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik
streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh
limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
IV. PATOGENESIS

Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada


permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang
yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat (D).

Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-


jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida,
fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel
(2).

Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A,


stapilokokus aureus)

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema lokal pada kulit Edema kemerahan

Lesi Nyeri tekan

Kerusakan integritas kulit Gangguan rasa nyaman dan


nyeri

Gambar .Skema patogenesis


V. DIAGNOSIS BANDING

Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria,


insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema
migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells
syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated
cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet
syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma
erysipeloides.

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak
meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai
limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi
septikemia.(7)

Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan
septikemia.(6) Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau
merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang
disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis
terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri.(7)

Gejala dan tanda Selulitis


Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel 1. Gejala dan tanda selulitis (6)
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada
sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah
lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia
juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein
(CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan
rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur
darah tidak terlalu penting dan efektif.

VII. PENGOBATAN

Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000


IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500
mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan
Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg),
>12 tahun seperti dosis dewasa.

Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus


penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi
terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500
gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat
juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20
mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin,
juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari. (6)
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008
2. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill: 2008
3. Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas
Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
4. Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State
of America.
5. Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales,
Cardiff, UK. 1708
6. Concheiro J, Loureiro M, Gonzlez-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and
cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94
7. Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically
dermatology. New York: McGrawHill. 2008
8. Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of
Physicians.
9. Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press,
Palembang, Indonesia, hal: 146-149
10. Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-
12
11. McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county,
Minnesota. 82(7):817-21
12. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrews Disieases of the Skin,
Clinical Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders
Co, 1990- 27778
13. Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrisons Principles of Internal
Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore

Anda mungkin juga menyukai