Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

ABSES HEPAR
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nomor RM : 599027
Tanggal MRS : 14 Maret 2012

ANAMNESIS
KU: nyeri perut kanan atas
AT: dialami sejak ± 10 hari yang lalu SMRS, nyeri hilang timbul, rasanya
seperti ditusuk-tusuk, tembus sampai ke belakang, menjalar ke area ulu hati.
Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi.
Mual (+), muntah (-), demam (-), riwayat demam (+), menggigil (-), sakit
kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-).
BAB: biasa, kuning kecoklatan. Riw. BAB hitam (-)
BAK: lancar, warna kuning pekat.

RPS: Riwayat kuning sebelumnya (-).


Riwayat BAB encer (+) sebulan lalu.
Riwayat minum minuman beralkohol (+).
Riwayat merokok (-).

PEMERIKSAAN FISIS
SP : SS/GC/CM
T : 100/60 mmHg P : 16x/menit
N : 80 x/menit, reguler S : 36,80C

1
TB : 165 cm
BB : 55 kg
LLA : 27 cm
IMT : 19,48 kg/m2 (normal)

Kepala : anemis (-), ikterus (-) sianosis (-)


Leher : MT (-), NT (-)
DVS R-2 cmH2O
Thorax :
I : normothorax, simetris kanan=kiri
P : MT (-), NT (-), vocal fremitus kanan=kiri
P : sonor kanan = kiri
A : BP vesikuler, Rh -/- Wh-/-
Jantung :
I : IC tidak tampak
P : IC tidak teraba
P : pekak, batas jantung kesan normal
A : BJ I/II murni, regular, bising (-)
Abdomen :
I : datar, ikut gerak napas
A : peristaltik (+) kesan normal
P : Hepar teraba 4 cm Bawah Arcus Costa, permukaan fluktuatif,
konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-),
Nyeri Tekan hipokondrium kanan (+) dan epigastrium (+), nyeri tekan
regio abdomen lainnya (-),
P : timpani (+)
Extremitas : edema -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
WBC : 10,09 x 10^3
Hb : 8,1
PLT : 506 x 10^3
LED I/II : 90/110
PT: 13,3 C 11,0
INR: 1,09
APTT 24,4 c 25,0
Ureum: 23 Kreatinin: 0,7
Bilirubin Total: 1,08 Bilirubin direk: 0,84
GOT: 81 GPT : 55
Protein Total : 5,7 Albumin: 2,2 Globulin : 3,5
Elektrolit: Na: 133
K: 4,2
Cl :101
HbsAg : reaktif
Anti HCV: reaktif
Foto Thorax PA: Cardiomegaly
Pleural reaction dextra
Elevasi diafragma (D) (proses intrahepatik?)
USG Abdomen : Abses hepar
Urinalisis : kesan normal

DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Abses Hepar
2. HBV
3. HCV
4. Anemia normositik normokrom
PENATALAKSANAAN AWAL
 Diet hepar
 IVFD Asering 20 tetes/menit
 Metronidazole 0,5 gr/8 jam/drips
 HP pro 3x1

RENCANA PEMERIKSAAN,
 AFP
 Alkali fosfatase
 Gamma GT
 ADT

CATATAN PERJALANAN PENYAKIT


TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
14 Maret 2013 Perawatan hari ke-1 R/
T : 100/60mmHg S: nyeri perut kanan atas (+) Diet hepar
N : 80 x/menit dialami sejak ± 10 hari SMRS, nyeri IVFD Asering 20 tetes/menit
P : 16 x/menit hilang timbul, rasanya seperti ditusuk- Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
S : 36,80C tusuk, tembus sampai ke belakang, drips
menjalar ke area ulu hati. Mual (+), HP pro 3 x 1
muntah (-), demam (-), menggigil (-),
sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-), Periksa:
sesak (-), nyeri dada (-). BAB: biasa,  AFP
kuning kecoklatan. BAK: lancar,  Gamma-GT
warna kuning pekat.  ADT

O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah
Arcus Costa, permukaan
fluktuatif, konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium
(+) dan epigastrium (+),
nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom

15 Maret 2013 Perawatan hari ke-2 R/


T : 90/60mmHg S: nyeri perut kanan atas (+) Diet hepar
N : 78 x/menit Nyeri ulu hati (+), Mual (+), muntah (-) IVFD Asering 20 tetes/menit
P : 18 x/menit , demam (-), menggigil (-), sakit kepala Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
S : 36,90C (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-), nyeri drips
dada (-). HP pro 3 x 1
BAB: biasa, kuning kecoklatan.
BAK: lancar, warna kuninf pekat. Periksa:
 AFP
O: SS/GC/CM  Gamma-GT
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)  ADT
Paru : BP: vesikuler,
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah
Arcus Costa, permukaan
fluktuatif, konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium
(+) dan epigastrium (+),
nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom

16 Maret 2013 Perawatan hari ke-3 R/


T : 90/60mmHg S: nyeri perut kanan atas (+) berkurang, Diet hepar
N : 78 x/menit Nyeri ulu hati (+), Mual (+), muntah IVFD Asering 20 tetes/menit
P : 18 x/menit (-), demam (-), menggigil (-), sakit Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
S : 36,90C kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak drips
(-), nyeri dada (-). HP pro 3 x 1
BAB: biasa, kuning
BAK: lancar, warna kuning. Rencana : Albumin 20% 1
O: SS/GC/CM botol, kebutuhan:
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-) (4−2,2) x 55 x 0,6
=2,97
Paru : BP: vesikuler, 20
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular Periksa:
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal  AFP
Hepar teraba 4 cm Bawah  Gamma-GT
Arcus Costa, permukaan  ADT
fluktuatif, konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan hipokondrium
(+) dan epigastrium (+),
nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom
17 Maret 2013 Perawatan hari ke-4 R/
T : 100/60mmHg S: nyeri perut kanan atas (+) Diet hepar
N : 80 x/menit Nyeri ulu hati (+), Mual (-), muntah IVFD Asering 20 tetes/menit
P : 16 x/menit (-) , demam (-), menggigil (-), sakit Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
S : 36,80C kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak drips
(-), nyeri dada (-). HP pro 3 x 1
BAB: biasa, kuning
BAK: lancar, warna kuning. Periksa:
O: SS/GC/CM  AFP
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-)  Gamma-GT
Paru : BP: vesikuler,  Alkali fosfatase
BT : Rh -/-, Wh -/-,
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal
Hepar teraba 4 cm Bawah
Arcus Costa, permukaan
fluktuatif, konsistensi lunak,
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan perut kanan
atas (+) dan epigastrium (+),
nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom

18 Maret 2013 Perawatan hari ke-5 R/


T : 90/60mmHg S: nyeri perut kanan atas (+) Diet hepar
N : 78 x/menit Mual (+), muntah (-) , demam (-), IVFD Asering 20 tetes/menit
P : 24 x/menit menggigil (-), sakit kepala (-), pusing Metronidazole 0,5 gr/ 8jam/
S : 36,50C (-), batuk (-), sesak (-), nyeri dada (-). drips
BAB: biasa, kuning. HP pro 3 x 1
BAK: lancar, warna kuning Albumin 20% 1 botol/IV/drips
O: SS/GC/CM
anemis (-) ikterus (-) sianosis (-) Periksa:
DVS R-2 cm H2O  AFP
Paru : BP: vesikuler,  Gamma-GT
BT : Rh -/-, Wh -/-,  ADT
Cor : BJ I/II murni, regular
Abdomen : peristaltik (+) kesan normal Rencana :
Hepar teraba 4 cm Bawah CT scan abdomen dengan
Arcus Costa, permukaan kontras
fluktuatif, tidak berbenjol- Konsul Subdivisi GEH
benjol, konsistensi lunak, Konsul Bedah Digestif
tepi reguler, nyeri tekan (+)
Lien tidak teraba
Massa Tumor (-)
Nyeri Tekan perut kanan
atas (+) dan epigastrium (+),
nyeri tekan regio abdomen
lainnya (-),
Ekstremitas: edema -/-,
A: Abses Hepar susp. amoebiasis
dd/pyogenik
HBV
HCV
Anemia normositik normokrom

Pemeriksaan Penunjang
14/3/201 18/3/20 19/3/20
Lab 3 13 13
WBC 10,07 x 7,17 x
103 103
RBC 2,51 x 2,87 x
106 106
HGB 8,1 9,2
HCT 24,7 29,3
PLT 506 x 579 x
103 103
MCV 98,4 102,1
MCH 32,3 32,1
MCHC 32,8 31,4
Neut 75,4% 59,4%
Lymph 13,1% 27,8%
Mono 8,6% 8,2%
Eo 2,5% 4,2%
Baso 0,4% 0,4%
LED I/II 90/110
Creatinine 0,7
Ureum 23
PT 13,5 c =
11,0
INR 1,09
APTT 24,2 c
25,0
ALP
SGOT 51
SGPT 55
Total 5,7
protein
Albumin 2,2
Globulin 3,5
Cholester
ol
Triglycerid
es
Bil. Total 1,08
Bil. Direct 0,84
GDS
HBsAg Reaktif
Anti HCV Reaktif
γGT
Elektrolit
Na 133
K 4,2
Cl 101
AFP 4,15
Urine
rutin Kuning
Warna 6,0
pH 1,020
BJ Negatif
Protein Negatif
Glukosa Negatif
Bilirubin Normal
Urobilinog negatif
en negatif
Keton 0-1
Blood 0-1
Sed. 1-3
lekosit
Sed.eritro
sit
Sed.ep.sel

FOTO THORAX PA (14 Maret 2013)


- Corakan bronkovaskular dalam batas normal
- Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru
- Cor membesar dengan CTI=0,57, pinggang jantung cekung, apex tertanam
(LVH), aorta normal.
- Sinus dan diafragma kiri baik, sinus kanan berselubung, diafragma kanan
letak tinggi.
- Tulang-tulang intak
Kesan : - Cardiomegaly
- Pleural reaction dextra
- Elevasi diaphragma dextra (proses intrahepatik?)

USG Abdomen (14 Maret 2013)


- Tampak lesi heterogen, batas`tegas, bentuk bulat ukuran 9,8x10,8 cm pada
lobus kanan hepar, yang pada Doppler tidak tampak gambaran vaskularisasi
pada lesi.
- GB: kontraktil
- Pankreas /; Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
mass/cyst.
- Lien: Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
mass/cyst.
- Kedua ginjal : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak
dilatasi PCS, tidak tampak echo batu/mass/cyst.
- VU: Dinding dan mukosa regular. Tidak tampak echo batu/mass/cyst.
Kesan: Abses hepar

RESUME
Pasien laki-laki, 28 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut
kanan atas, sejak ± 10 hari yang lalu SMRS, nyeri hilang timbul, rasanya seperti
ditusuk-tusuk, tembus sampai ke belakang, menjalar ke area ulu hati. Mual (+),
muntah (-), demam (-), menggigil (-), sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-), sesak (-),
nyeri dada (-). BAB: biasa, kuning kecoklatan. Riw. BAB hitam (-). BAK: lancar,
warna seperti teh. Riwayat penyakit kuning sebelumnya (-). Riwayat minum
minuman beralkohol (+), dan adanya riwayat BAB encer (+) sebulan lalu.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup, dan
kesadaran composmentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80x/menit dan regular,
suhu 36,8 0C, pernapasan 16 x/menit. Tidak ditemukan ikterus pada pasien ini. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan
hipokondrium kanan (+) dan epigastrium (+), hepar teraba 2 jari Bawah Arcus
Costa, permukaan rata, konsistensi lunak, tepi reguler, nyeri tekan (+); Lien tidak
teraba, Massa Tumor (-).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, penurunan kadar Hb
(8,1) kesan anemia normositik normokrom; dan trombositosis. Selain itu, didapatkan
juga hipoalbuminemia, peningkatan enzim transaminase, HBsAg reaktif dan Anti
HCV reaktif.
Pada pemeriksaan radiologi, foto thorax menunjukkan elevasi diaphragma
dextra. Hasil USG abdomen menunjukkan adanya abses hepar, dimana tampak lesi
heterogen, batas`tegas, bentuk bulat ukuran 9,8x10,8 cm pada lobus kanan hepar,
yang pada Doppler tidak tampak gambaran vaskularisasi pada lesi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang
lainnya, maka pasien ini didiagnosis Abses hepar, HBV dan HCV.

DISKUSI
Pasien masuk dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang sifat nyerinya
seperti ditusuk-tusuk, tembus ke belakang sampai menjalar ke ulu hati. Pasien juga
mengalami mual dan riwayat demam. Dari hasil pemeriksaan fisis diperoleh adanya
hepatomegali, yakni hepar teraba 4 cm bawah arcus costa, dengan permukaan yang
fluktuatif, konsistensi lunak, tepi regular, dan nyeri tekan (+). Beberapa penyakit
dengan manifestasi nyeri perut kanan atas dan hepatomegali yaitu Hepatoma,
Hepatitis, Abses Hepar. Pada pasien ini, diagnosis lebih cenderung ke arah abses
hepar karena pada palpasi hepar diperoleh hepatomegali dengan permukaan yang
fluktuatif dan konsistensi yang lunak. Sedangkan pada hepatoma, hepar cenderung
konsistensinya keras, permukaan bisa rata ataupun tidak rata, atau bahkan berbenjol-
benjol, atau dengan tepi yang tumpul.
Untuk lebih memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya leukositosis (10,090), penurunan kadar Hb (8,1) kesan anemia
normositik normokrom; dan trombositosis(506.000). Selain itu, didapatkan juga
hipoalbuminemia (2,2), peningkatan enzim transaminase (SGOT:51 dan SGPT :55),
HBsAg reaktif dan Anti HCV reaktif. Pada pemeriksaan radiologi, foto thorax
menunjukkan elevasi diaphragma dextra. Hasil USG abdomen menunjukkan adanya
abses hepar dengan ukuran 9,8 x 10,8 cm. Hasil pemeriksaan penunjang ini
mendukung diagnosis abses hepar serta Hepatitis B dan Hepatitis C.
Abses hepar merupakan rongga patologis berisi jaringan
nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba,
bakteri, parasit, atau jamur. Abses hepar terbagi dua secara umum,
yaitu abses hati amebik (AHA) yang dan abses hati piogenik (AHP).
Gold standar untuk diagnosis AHA adalah dengan menemukan
bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi. Namun, berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisis, dan hasil pemeriksaan penunjang, kita dapat
mencurigai jenis abses hepar pada kasus ini adalah AHA. Dari hasil anamnesis
diperoleh adanya riwayat diare sebulan sebelumnya. AHA merupakan salah satu
komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang paling sering dijumpai. Ada beberapa
kriteria untuk mendiagnosis AHA, antara lain kriteria Sherlock (1969). Kasus ini
memenuhi kriteria Sherlock yaitu adanya hepatomegali yang nyeri tekan, adanya
lekositosis, peninggian diafragma kanan, dan pemeriksaan USG yang mendukung
(adanya rongga di dalam hepar), serta adanya respon yang baik setelah terapi
amoebisid.
Pada pemeriksaan fisis, didapatkan nyeri pada hipokondrium dextra. Hal ini
disebabkan oleh peregangan kapsula Glison pada hepar sebagai akibat adanya abses.
Berdasarkan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien terdapat peningkatan
enzim – enzim hati (SGOT, SGPT) dan adanya hipoalbuminemia yang menunjukkan
telah terjadinya gangguan hepar. Anemia dapat terjadi karena trophozoit sangat aktif
bergerak, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan dan mampu memangsa eritrosit,
Leukositosis sendiri muncul sebagai akibat dari reaksi inflamasi dari infeksi.
Terapi yang diberikan berupa diet hepar dan pemberian infus Asering 20
tpm sebagai penyeimbang elektrolit. Antibiotik yang diberikan yaitu Metronidazole
yang merupakan drug of choice dengan dosis 0,5 gr/ 8jam/ drips. Selain itu diberikan
juga HP pro 3 x 1 sebagai hepatoprotektor untuk menurunkan kadar SGOT dan
SGPT, dan transfusi albumin 20% 1 botol/IV/drips untuk mengatasi
hipoalbuminemia. Pasien juga dikonsul ke bagian bedah digestif mengingat ukuran
abses 9,8 x 10,8 cm. Ukuran abses yang besar, > 5 cm, merupakan indikasi
dilakukannya drainase.

ABSES HEPAR
A. Definisi
Abses hati adalah rongga patologis berisi jaringan nekrotik
yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba, bakteri,
parasit, atau jamur. Abses hati terbagi dua secara umum, yaitu
abses hati amebik (AHA) yang dan abses hati piogenik (AHP).
AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis ekstraintestinal
yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk
Indonesia. AHP merupakan kasus yang relatif jarang. 1,2,3

B. Epidemiologi
Di negara-negara yang sudah berkembang, AHA
didapatkan secara endemik dan jauh lebih sering dibandingkan
AHP. AHP tersebar di seluruh dunia, dan terbanyak di daerah
tropis dengan kondisi sanitasi yang kurang. AHP lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia
berkisar lebih dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada
dekade ke-6.1,4

C. Etiologi
a. Abses Hati Amebik (AHA)
Penyakit AHA masih menjadi masalah kesehatan
terutama di daerah dengan strain virulen Entamoeba histolytica
yang tinggi. Hanya sebagian individu yang terinfeksi E.histolytica
yang member gejala invasif, sehingga diduga ada dua jenis E.
histolytica yaitu strain pathogen dan non pathogen.
Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi di hepar.1
E. histolytica diperoleh dari ingesti kista yang berasal
dari air, makanan, dan tangan yang terkontaminasi secara fekal.
E. histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam dua bentuk
vegetative atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan
hidup di luar tubuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20
mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk
tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Meskipun
Kedua bentuk E. histolytica ditemukan pada lumen usus, tetapi
hanya bentuk tropozoit yang dapat menginvasi jaringan.
Tropozoit ini berdiameter 20-60 mikron dan terdiri dari vakuola
dan nukleus. Tropozoit besar sangat aktif bergerak, mampu
memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase
dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi
jaringan.5
Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding colon.
Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop tampak menelan
sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam
terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua amuba yang masuk ke hepar dapat
menimbulkan abses. Untuk terjadinya abses, diperlukan faktor pendukung atau
penghalang berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain
adalah pernah terkena infeksi amuba, kadar kolesterol yang meninggi,
pascatrauma hepar dan riwat sering mengkonsumsi alkohol.3
b. Abses hati piogenik (AHP).
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif
dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli. Selain E.coli,
penyebab lainnya adalah Microaerophilic streptococci, Anaerobic
streptococci, Klebsiella pneumonia, bacteroides, fusobacterium,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus milleri, Candida
albicans, Aspergillus, Actinomyces, Salmonella typhii, dan fungal.
Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu,
dan swab secara anaerob maupun aerob. 1,6
Sebagian besar dari AHP merupakan infeksi sekunder
yang berasal dari abdomen. Pada era pre-antibiotik, AHP terjadi
akibat komplikasi appendicitis. Bakteri patogen melalui arteri
hepatika atau melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati,
sehingga terjadi bakteremia sistemik ataupun menyebabkan
komplikasi infeksi intra abdominal. Pada saat ini, karena
pemakaian antibiotik yang adekuat sehingga AHP karena
appendicitis sudah hampir tidak ada lagi. Saat ini, terdapat
peningkatan insidensi AHP akibat komplikasi dari sistem biliaris,
yaitu langsung dari kantung empedu atau melalui saluran-
saluran empedu seperti kolangitis dan kolesistitis. Pileflebitis
(thrombosis supuratif vena porta), biasanya muncul dari adanya
infeksi pada pelvis tetapi terkadang juga berasal dari cavitas
peritoneal lainnya, yang menjadi sumber penyebab awal
berkembangnya bakteri di hepar. Juga AHP disebabkan akibat
trauma tusuk atau tumpul, dan kriptogenik pada 15% kasus. 1,2,6,7

D. Patogenesis
a. Abses Hati Amebik
Ada beberapa mekanisme
yang telah dikemukakan untuk
menjela skan patogenesis AHA,
antara lain: faktor virulensi parasit
yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor
resistensi parasit, imunodepresi
pejamu, berubah-ubahnya antigen
permukaan dan penurunan
imunitas cell-mediated. 5
Secara genetik, E. histolytica dapat menyebabkan invasi
tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara
parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama pada flora
bakteri. Mekanisme terjadinya AHA5:
1. Penempelan E. histolytica pada mukus usus
2. Pengerusakan sawar intestinal. Sejumlah faktor
virulensi dikaitkan dengan kemampuan E.
histolytica menginvasi epitel interglanduler. Salah
satunya terdiri dari sistein ekstraseluler
proteinase yang mendegradasi kolagen, elastin,
IgA, IgG, dan anafilatoksin C3a dan C5a. Enzim
lainnya dapat menggangggu hubungan
glikoprotein dengan sel epitel mukosa pada usus.
3. lisis sel epitel intestinal serta sel radang.
Terjadinya supresi respons imun cell-mediated
yang disebabkan enzim atau toksin parasit.
Amoeba dapat melisiskan neutrofil, monosit,
limfosit, dan sel epitel intestinal.
4. penyebaran amoeba ke hepar. Penyebaran
amoeba dari usus ke hepar sebagian besar
melalui vena porta. Inokulasi dari amoeba ke
sistem portal menghasilkan infiltrate akut seluler
yang didominasi oleh neutrofil. Kemudian,
neutrofil lisis dengan adanya kontak terhadap
amoeba, dan pengeluaran dari toksin neutrofil
menyebabkan terjadinya nekrosis hepatosit.
Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang
disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi
membesar, bersatu dan granuloma diganti
dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.

Gambar. Siklus hidup E. hystolitica pada Amebiasis. 6

AHA lebih sering mengenai lobus kanan hepar


superoanterior, dekat dengan diafragma. Biasanya lesinya
soliter, tetapi dapat pula multiple dan terjadi pada kedua
lobus. 4

AHA dapat terjadi berbulan atau tahun setelah


terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis
hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri amebiasis. 1
b. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang
berasal dari6 :
1. Vena porta, yaitu infeksi pelvis atau
gastrointestinal, dapat menyebabkan fileplebitis
porta atau emboli septik
2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang
tersering. Kolangitis septik dapat menyebabkan
penyumbatan saluran empedu seperti juga batu
empedu, kanker, striktura saluran empedu
ataupun anomali saluran empedu kongenital.
3. infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus
septik berdekatan seperti abses perinefrik,
kecelakaan lalu lintas.
4. Septisemia atau bakteremia akibat infeksi di
tempat lain.
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas,
terutama pada orang lanjut usia.
Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibandingkan
lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima darah dari a.mesenterika superior dan vena portal
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik. 1

E. Manifestasi Klinik
a. Abses Hati Amebik
Sebagian besar dari pasien mengalami demam dan
nyeri perut kuadran kanan atas, dengan sifat nyeri yang
tumpul seperti ditekan, atau pleuritik, dan dapat menjalar ke
bahu. Nyeri tekan pada daerah hati dan efusi pleura kanan
biasa terjadi. Jarang terjadi ikterus. Meskipun lokasi infeksi
awalnya pada kolon, kurang dari sepertiga pasein AHA
mengalami diare aktif sebelumnya. Pada pasien yang lebih
tua dari area endemik seringkali mengalami gejala subakut
selama 6 bulan, dengan penurunan berat badan dan
hepatomegali.5
Cara timbulnya abses hati amebik biasanya tidak akut,
menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu.
Demam ditemukan hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa
sakit di perut atas yang sifatnya seperti ditekan atau ditusuk.
Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau
batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri
untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu dapat pula terjadi
nyeri dada kanan bawah atau nyeri bahu bila abses terletak
dekat diafragma dan nyeri di epigastrium bila absesnya di
lobus kiri. 6
Anoreksia, mual, muntah, perasaan lemah badan, dan
penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa
didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi diafragma juga bisa
dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma.
Ikterus tidak biasa ada, dan jika ada, ia bersifat ringan. Nyeri
pada area hepar bisa dimulai sebagai pegal, kemudian
menjadi tajam menusuk. Alkohol membuat nyeri memburuk
dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa terlihat dalam
epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati benar-
benar menetap. Limpa tidak membesar. 1,6
b. Abses hati Pyogenik
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat daripada
AHA. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis
klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai
dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan
diletakkan di atasya. Setelah era pemakaian antibiotik yang
adekuat, presentasi klinis AHP seringkali tersembunyi,
terutama pada pasien yang lebih tua, manifestasinya adalah
malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul
pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan.
Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma,
maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri
pada bahu sebelah kanan, batuk maupun atelektasis. Gejala
lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu
makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional
kelemahan badan, buang air besar berwarna seperti kapur
dan buang air kecil berwarna lebih gelap. 1,6
Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang summer-
summer hingga demam tinggi, pada palpasi terdapat
hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang
diperberat dengan adanya pergerakan abdomen,
splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik,
selain itu bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda
hipertensi portal. 1

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorim didapatkan lekositosis
dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap
darah, peningkatan alkali fosfatase, peningkatan enzim
transaminase, dan serum bilirubin, berkurangnya
konsenterasi albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi
hati yang disebabkan AHP. Tes serologi yang digunakan antara
lain indirect Hemaglutination (IHA), counter
immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA. Yang banyak
dilakukan adalah tes IHA. Titer 1:128 bermakna untuk
diagnosis amoebiasis invasif. Kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab menjadi gold standard
untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.1,2
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen
ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleura,
atelektasis basiler, empiema atau abses paru. pada foto
toraks PA, sudut kardiofrenikus anterior tertutup, pada posisi
lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah
diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses
lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografik,
abses merupakan daerah avaskular. 1,6
Pemeriksaan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-
scan atau MRI, USG abdomen dan biopsy hati, kesemuanya
saling menunjang sehingga memiliki diagnostik semakin
tinggi. CT-scan abdomen memiliki sensitivitas 95-100% dan
dapat mendeteksi luasnya lesi hingga kurang dari 1 cm. USG
Abdomen memiliki sensitivitas 80-90%.1,6
Gambar . Gambaran CT-scan menunjukkan abses hepar
amoebik pada lobus kanan hepar. Abses tampak sebagai lesi
hipodens berbentuk bulat
atau oval dengan tepi ireguler.5
G. Diagnosis
a. Abses Hepar Amoebik
Untuk diagnosis AHA dapat digunakan kriteria Sherlock
(1969), kriteria Ramachandran (1973) atau kriteria Lamont
dan Pooler.
Kriteria Sherlock:
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amoebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan
pergerakan yang kurang
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih
dari):
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respon terhadap terapi amoebisid
Kriteria lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih
dari ):
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amoebik
5. Tes serologic positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respon yang baik dengan terapi
amoebisid
b. Abses hepar pyogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan laboratories serta pemeriksaan
penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakkan sebab
gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan
diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP
karena penyakit ini dapat disembuhkan. Sebaliknya diagnosis
dan Pengobatan yang terlambat akan meningkatkan angka
kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat ditegakkan
bukan hanya dengan CT-scan saja, meskipun pada akhirnya
dengan CT-scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk
diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologis. Diagnosis
berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan
gold standard untuk diagnosis. 1

H. Diagnosis Banding
Banyaknya variasi dari manifestasi gejala dan klinis,
diagnosis abses hepar amoebik dapat dibingungkan dengan
penyakit paru atau kandung empedu atau penyakit demam
lainnya dengan sedikit tanda yang terlokalisir, seperti malaria
atau demam typhoid. Sejak radiologi telah mampu mendiagnosis
adanya abses hepar, yang paling penting pada diagnosis
banding apakah abses heparnya amoebik atau pyogenik. Abses
pyogenik biasanya tejadi pada orang tua dan memiliki riwayat
penyakit pencernaan yang mendasari atau riwayat baru operasi.
Tes serologi amoebik dapat membantu, tetapi aspirasi pus
dengan pewarnaan Gram dan kultur pus, mungkin dibutuhkan
untuk membedakan keduanya.7

I. Penatalaksanaan
o Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein. 7
o Pada AHA: metronidazole 4 x 500-750 mg/hari selama 5-10
hari. Metronidazol merupakan pilihan utama pada AHA.
Nitroimidazol kerja lambat ( tinidazol dan ornidazol) efektif
sebagai terapi dodis tunggal pada negara berkembang.
Dengan diagnosis dan terapi lebih dini, angka mortalitas
dari AHA yang belum berkomplikasi <1%. 1,3,4,6
o Pada abses pyogenik : antibiotika spectrum luas, dan
termasuk ampicillin dan aminoglikosida (bila dicurigai
sumber infeksi dari bilier) atau golongan sefalosporin
generasi ketiga (bila dicurigai sumber infeksi berasal dari
kolon), dan sebagai tambahan metronidazol, untuk
organism anaerob,atau sesuai hasil kultur kuman.3,6
o Drainase cairan abses terutama pada kasus yang gagal
dengan terapi konservatif atau bila abses berukuran besar
(>5 cm) . (papdi) Indikasi aspirasi pada abses hepar yaitu
(1) untuk menyingkirkan adanya abses pyogenik, biasanya
pada pasien dengan lesi multiple, (2) tidak adanya respon
terapi selama 3-5 hari, (3) ancaman terjadi ruptur,
(4)mencegah ruptur abses hepar lobus kiri ke perikard.
Tidak ada bukti bahwa dengan aspirasi, sekalipun abses
yang besar, >10 cm dapat mempercepat penyembuhan.
Drainase perkutaneus dapat berhasil meskipun abses hati
baru saja ruptur. Pembedahan harus dipersiapkan jika
terjadi perforasi dan ruptur abses ke perikard. 3,6

J. Komplikasi
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan
penyakit yang berat, seperti septikemia/bakterimia dengan
mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai peritonitis generalisata
dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal, gagal hati,
perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, ruptur
ke dalam perikard atau retroperitoneum.1

K. Prognosis
Prognosis penyakit ini ditentukan oleh virulensi parasit,
status imunitas dan keadaan nutrisi penderita, usia penderita
(lebih buruk pada usia tua), cara timbulnya penyakit, tipe akut
mempunyai prognosis lebih buruk, letak abses di lobus kiri dan
multiple memiliki prognosis lebih buruk. 1
Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai
bakterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%.
Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis
dan pengobatan. jika hasil kultur darah yang memperlihatkan
bakterial penyebab multiple, tidak dilakukan drainase terhadap
abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural, atau
adanya penyakit lain. 1

Anda mungkin juga menyukai