2.1.2 Epidemiologi
Penyakit selulitis (cellulitis), secara epidemiologi 88% terjadi
ditungkai bawah. Selulitis merupakan penyakit dengan tingkat insidensi
yang tinggi,mencapai 24.6/1000 orang per tahun. Selulitis merupakan
infeksi kulit dan jaringan lunak dengan tingkat isidensi yang tinggi dengan
jumlah yang semakinmeningkat dari tahun ke tahun (Amalia Rositawati,
2016).
Di Amerka Utara, 10% rawat inap di rumah sakit diakibatkan oleh
infeksi jaringan lunak. Pada tahun 2011, 21 pasien/10.000 pasien
merupakan pasien selulitis yang dirawat. Sebuah studi di Blanda juga
menunjukkan peningkatan jumlah pasien sebanyak 5 kali lipat pada pasie
berusia 54 tahun ke 85 tahun atau lebih tua. Pada penelitian tersebutjuga
ditemukan bahwa insidensi selilitis >100 pasien per 100.000 masyarakat
(Wolff et al., 2017).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia, penyakit kulit dan jaringan
subkutan merupakan penyakit kedua terbanyak pada pasien rawat jalan di
rumah sakit, yaitu sebesar 501.280 atau sebesar 3,16% dari total pasien
rawat jalan. Informasi mengenai epidemiologi selulitis sendiri di Indonesia
masih sangat terbatas. Terdapat 29 kasus rawat inap dengan diagnosis
selulitis di rumah sakit umum Dr. SUtomo selama rentan 3 tahun, yaitu
tahun 2012-12014 (Amalia Rositawati, 2016).
2.1.3 Etiologi
Penyakit Selulitis antara lain:
1. Infeksi bakteri dan jamur :
a) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus
aureus b) Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh
Streptococcus
grup B
c) Infeksi dari jamur, tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk
jarang, biasanya disebabkan dari jamur Aeromonas Hydrophila.
d) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
2. Penyebab lain :
a) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
b) Kulit kering
c) Kulit yang terbakar atau melepuh
d) Diabetes Mellitus
e) Pembekakan yang kronis pada kaki
f) Cacar air
(Hidayati et al., 2018)
2.1.6 Klasifikasi
Selulitis dapat digolongkan menjadi :
1. Selulitis sirkumskripta serous akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan
ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
2. Selulitis sirkumskripta supuratif akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut,
hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung supurasi yang
purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika
terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi
membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh
dalam mengontrol infeksi.
3. Selulitis difus akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
Selulitis
MK : Resiko Infeksi
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Selulitis pasca trauma, khususnya setelah gigitan hewan, berikan
antibiotik untuk mengatasi basil gram negatif dan gram positif. Jika
perlu berikan analgesik dan NSAID untuk mengontrol nyeri dan
demam.
2. Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk abses. Insisi drainase
merupakan salah satu tindakan dalam ilmu bedah yang bertujuan
untuk mengeluarkan abses atau pus dari jaringan lunak akibat proses
infeksi. Tindakan ini dilakukan pertama dengan melakukan tindakan
anestesi lokal, aspirasi pus pada daerah pembengkakan kemudian
dilakukan tindakan insisi drainase dan pemasangan drain.
3. Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat inap
a) Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravena.
Diberikan penicillin atau obat sejenis penicillin, misalnya
cloxacillin.
b) Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral
c) Biasanya sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu
diberikan suntikan antibiotik jika penderita berusia lanjut, selulitis
menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya, dan dapat
menyebabkan demam tinggi.
d) Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan
dalam posisi terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi
nyeri dan pembengkakan.
e) Pelepasan antibiotik parenteral pada pasien rawat jalan
menunjukan bahwa dia telah sembuh dari infeksi.
f) Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan : perlindungan
penyakit selulitis bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
cara memberikan erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari
atau intramuscular benzathine penicillin.
(Hidayati et al., 2018)
2.1.10 Prognosis
Penentuan prognosis pada infeksi jaringan lunak seperti selulitis yaitu
berdasarkan status imun serta kesehatan pasien. Pengenalan lebih awal dari
agen penyebab dapat memberikan kepastian terhadap antibiotik yang paling
baik dipakai. Maka dari itu, evaluasi dan terapi yang sesuai dapat
meningkatkan prognosis. Beberapa pasien selulitis yang memiliki
komplikasi ataupun yang belum terjadi komplikasi tetapi termasuk selulitis
berat, harus dirawat di rumah sakit. Terapi rawat inap disarankan jika ada
kecurigaan infeksi yang lebih dalam atau disertai necrotizing fasciitis, pada
pasien dengan tingkat kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan, pasien
imunokompromais, atau pada kegagalan terapi rawat jalan (Raff &
Kroshinsky, 2017).
Terapi rawat jalan hanya direkomendasikan pada pasien dengan
klasifikasi Eron 1 (tidak ada toksisitas sistemik dan komorbiditas). Pastikan
pasien tidak mengalami SIRS (systemic inflammatory response syndrome),
perubahan status mental, atau instabilitas hemodinamik sebelum memilih
terapi rawat jalan untuk pasien (Raff & Kroshinsky, 2017).
2.1.11 Komplikasi
1. Bakteremia : nanah/lokal abses, super infeksi oleh bakteri gram
negatif, lymphangitis, tromboflebitis
2. Facial Selulitis pada anak dapat menyebabkan meningitis
3. Dapat menyebabkan kematian jaringan atau gangrene
4. Osteomielitis
5. Arthritis Septic
6. Glomerulonefritis
7. Fasciitis Necroticans
(Hidayati et al., 2018)
2.2.1 Pengkajian
1. Biodata : Berisikan nama,tempat tanggal lahir,jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, dan penyakit ini dapat menyerang segala usia
penyakit ini dapat menyerang segala usia namun lebih sering
menyerang usia lanjut.
2. Keluhan utama : pasien merasakan demam, malaise, nyeri sendi dan
menggigil.
3. Riwayat penyakit sekarang : pasien merasakan badanya demam,
malaise, disertai dengan nyeri sendi dan menggigil dan luka biasanya
terjadi pada kulit pada eksterimitas bawah.
4. Riwayat penyakit dahulu : apakah pasien sebelumnya pernah
mengalami sakit seperti ini apakah pasien alkoholisme dan malnutrisi.
5. Riwayat penyakit keluarga : adakah keluarga yang mengalami sakit
yang sama sebelumnya, apakah keluarga keluarga ada riwayat
penyakit DM dan malnutrisi
6. Kebiasaan sehari-hari : biasanya selulitis ini timbul pada pasien yang
hygiene atau kebersihanya jelek.
7. Pemeriksaan TTV :
Tanda-tanda vital pada pasien selulitis kemungkinan dalam batas
normal, dan pasien dengan infeksi kemungkinan mengalami
peningkatan suhu tubuh, dimana suhunya >37,5
8. Pemeriksaan Laboratorium :
- Ada peningkatan kadar leukosit meningkat atau >10.800sel/cmm
- Pada pasien dengan riwayat diabetes mellitus : GDS > 200mg/dl
- Pada pemeriksaan kultur luka : ditemukan adanya mukroogranisme
misalnya bakteri pada luka tersebut yang menandakan adanya
infeksi.
9. Pemeriksaan Fisik
a) Ekstremitas bawah : adakah luka pada ekstremitas serta edema dan
kemerahan
b) Ekstremitas atas : adakah luka pada ekstremitas serta edema dan
kemerahan
c) Genitalia : tidak ada kelainan kelainan
d) Integumen : terdapat luka pada sampai jaringan subkutan dengan
gejala berupa kemerahan, edema, dan nyeri tekan yang terasa di
suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi
panas, tampak bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang
mengelupas. Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan
kecil berisi cairan atau lepuhan besar berisi cairan (bula) yang bisa
pecah.
(Hasliani, 2021)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit & Jaringan b/d kelembaban
2. Resiko Infeksi b/d peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan
3. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik
4. Deficit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
(PPNI, 2017)
Dinarti, Budiyanto, A., Pudjiati, S., Siswati, R., Febriana, & Rayinda. (2020).
Clinical Decision Making Series Dermatologi Dan Venereologi. Gajah Mada
Univercity Press.
Hidayati, A. N., Akbar, M. I. A., & Rosyid, A. N. (2018). Gawat Darurat Medis
dan Bedah. Airlangga University Press.
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cellulitis/symptoms-
causes/syc-20370762
Wolff, G., Katz, G. B., & Paller, L. (2017). Risk factors of lower limb cellulitis in a
level-two healthcare facility in Cameroon: a case-control study.
BMC infectious diseases. Dermatology in General Medicine, 17(1):418.