Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Konsep Selulitis


2.1.1 Definisi
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses
inflamasi yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri
S.aureus atau Streptococcus. Selulitis biasa terjadi apabila sebelumnya
terdapat gangguan yang menyebabkan kulit terbuka, seperti luka, terbakar,
gigitan serangga atau luka operasi. Selulitis dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh, namun bagian tersering yang terkena selulitis adalah kulit di wajah
dan kaki. Selulitis bisa hanya menyerang kulit bagian atas, tapi bila tidak
diobati dan infeksi semakin berat, dapat menyebar ke pembuluh darah dan
kelenjar getah bening (Hasliani, 2021).

2.1.2 Epidemiologi
Penyakit selulitis (cellulitis), secara epidemiologi 88% terjadi
ditungkai bawah. Selulitis merupakan penyakit dengan tingkat insidensi
yang tinggi,mencapai 24.6/1000 orang per tahun. Selulitis merupakan
infeksi kulit dan jaringan lunak dengan tingkat isidensi yang tinggi dengan
jumlah yang semakinmeningkat dari tahun ke tahun (Amalia Rositawati,
2016).
Di Amerka Utara, 10% rawat inap di rumah sakit diakibatkan oleh
infeksi jaringan lunak. Pada tahun 2011, 21 pasien/10.000 pasien
merupakan pasien selulitis yang dirawat. Sebuah studi di Blanda juga
menunjukkan peningkatan jumlah pasien sebanyak 5 kali lipat pada pasie
berusia 54 tahun ke 85 tahun atau lebih tua. Pada penelitian tersebutjuga
ditemukan bahwa insidensi selilitis >100 pasien per 100.000 masyarakat
(Wolff et al., 2017).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia, penyakit kulit dan jaringan
subkutan merupakan penyakit kedua terbanyak pada pasien rawat jalan di

rumah sakit, yaitu sebesar 501.280 atau sebesar 3,16% dari total pasien
rawat jalan. Informasi mengenai epidemiologi selulitis sendiri di Indonesia
masih sangat terbatas. Terdapat 29 kasus rawat inap dengan diagnosis
selulitis di rumah sakit umum Dr. SUtomo selama rentan 3 tahun, yaitu
tahun 2012-12014 (Amalia Rositawati, 2016).
2.1.3 Etiologi
Penyakit Selulitis antara lain:
1. Infeksi bakteri dan jamur :
a) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus
aureus b) Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh
Streptococcus
grup B
c) Infeksi dari jamur, tapi infeksi yang diakibatkan jamur termasuk
jarang, biasanya disebabkan dari jamur Aeromonas Hydrophila.
d) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
2. Penyebab lain :
a) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
b) Kulit kering
c) Kulit yang terbakar atau melepuh
d) Diabetes Mellitus
e) Pembekakan yang kronis pada kaki
f) Cacar air
(Hidayati et al., 2018)

2.1.4 Faktor Resiko


1. Usia : Semakin tua usia keefektifan sistem sirkulasi dalam
menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga
abrasi kulit berpotensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian
yang sirkulas darahnya sangat sedikit.
2. Melemahnya sistem imun (Immunodeficiency) : Dengan sistem imun
yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi.
Contoh pada penderita leukemia limfotik kronis dan infeksi HIV.
Penggunaan obat pelemah imun bagi orang yang baru transplantasi
organ juga mempermudah infeksi.
3. Diabetes melitus : Tidak hanya gula darah yang meningkat dalam
darah namun juga mengurangi sistem imun tubuh dan menambah
resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada
ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi
jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
4. Cacar dan ruam saraf : Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka
yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.
5. Pembengkakan : Pembengkakan kronis pada lengan dan tungkai
(lymphedema). Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan
menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
6. Infeksi : Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki juga dapat
membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginfeksi
masuk.
7. Penggunaan steroid kronik, contohnya penggunaan corticosteroid.
8. Gigitan dan sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia.
9. Penyalahgunaan obat dan alkohol : mengurangi sistem imun sehingga
mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
10. Malnutrisi : lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini.
(Hidayati et al., 2018)

2.1.5 Manifestasi Klinis


1. Selulitis menyebabkan kemerahan atau peradangan yang terlokalisasi.
2. Kulit tampak merah, bengkak, licin disertai nyeri tekan dan teraba
hangat.
3. Ruam kulit muncul secara tiba-tiba dan memiliki batas yang tegas.
4. Bisa disertai memar dan lepuhan-lepuhan kecil.
5. Gejala lainnya adalah:
a) Demam
b) Infeksi jamur di sela-sela jari kaki
c) Nyeri otot (Hidayati et al., 2018)

2.1.6 Klasifikasi
Selulitis dapat digolongkan menjadi :
1. Selulitis sirkumskripta serous akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia
fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan
ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
2. Selulitis sirkumskripta supuratif akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut,
hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung supurasi yang
purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika
terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi
membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh
dalam mengontrol infeksi.
3. Selulitis difus akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:

a) Ludwig’s Angina : merupakan selulitis difus yang potensial

odontogen. mengancam nyawa yang mengenai dasar


mulut dan region submandibular bilateral dan menyebabkan
obstruksi progresif dari jalan nafas. Penyakit ini termasuk dalam grup
penyakit infeksi odontogen.

b) Selulitis yang berasal dari


inframylohyoid
c) Selulitis Senator’s Difus Paripharingeal : disifatkan oleh serangan
ganas secara tiba-tiba dengan disfagia teruk, hiperemia meresap,
edema dan penyusupan keradangan semua dinding pharynx.
d) Selulitis Fasialis Difus : merupakan infeksi bakteri pada wajah
yang dapat cepat meluas dengan komplikasi serius, penyebabnya
adalah infeksi ondotogenik yang berasal dari pulpa periodontal.
e) Fasciitis Necrotizing dan gambaran atipikal lainnya : adalah infeksi
langka jaringan lunak yang mengancam jiwa. Necrotizing fasciitis
umumnya dikenal sebagai penyakit pemakan daging atau sindrom
bakteri pemakan daging. Infeksi ini sangat langka pada lapisan
lebih dalam dari kulit dan jaringan subkutan yang dengan mudah
menyebar di fasia dalam jaringan subkutan.
f) Selulitis Kronis : adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi.
Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang
tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
4. Selulitis difus yang sering dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone/Angina
Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang
mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral,
kadang-kadang sampai mengenai spasia pharyngeal. Selulitis dimulai
dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu
sisi/ unilateral disebut Pseudo phlegmon. (Dinarti et al., 2020)
2.1.7 Patofisiologi Bakteri Patogen
Streptococus piogenes, Strepcocus grup A, stapilococus
aureus

Menyerang kulit dan jarigan subkutan

Meluas ke arah yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Selulitis

Eritema local pada kulit Oedem, Kemerahan Kurang terpapar informasi


tentang penatalaksanaan
Lesi penyakit
MK : Gangguan Nyeri Tekan
Integritas Kulit MK : Defisit Pengetahuan
Kerusakan kulit
& Jaringan MK : Nyeri Akut

Trauma jaringan lunak

MK : Resiko Infeksi

(Dinarti et al., 2020)


Gambar 2.1 Patofisiologi
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit
dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bakteri.
2. Tes kultur darah : Pemeriksaan ini dilakukan dengan mendeteksi
adanya mikroorganisme yang ada di dalam darah, seperti bakteri,
jamur, atau parasit. Ada atau tidaknya infeksi akan ditentukan dari
sampel cairan luka pada pengidap.
3. Rontgen : Pemeriksaan ini dilakukan dengan bantuan sinar radiasi
untuk memperoleh gambaran pada bagian tubuh tertentu. Pada
pengidap selulitis, rontgen dibutuhkan untuk melihat adanya infeksi
pada jaringan di bawah kulit.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging) : sangat membantu pada
diagnosis infeksi selulitis akut dan parah, untuk mengidentifikasi
keparahan, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fasciitis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutan.
(Hasliani, 2021)

2.1.9 Penatalaksanaan
1. Selulitis pasca trauma, khususnya setelah gigitan hewan, berikan
antibiotik untuk mengatasi basil gram negatif dan gram positif. Jika
perlu berikan analgesik dan NSAID untuk mengontrol nyeri dan
demam.
2. Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk abses. Insisi drainase
merupakan salah satu tindakan dalam ilmu bedah yang bertujuan
untuk mengeluarkan abses atau pus dari jaringan lunak akibat proses
infeksi. Tindakan ini dilakukan pertama dengan melakukan tindakan
anestesi lokal, aspirasi pus pada daerah pembengkakan kemudian
dilakukan tindakan insisi drainase dan pemasangan drain.
3. Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat inap
a) Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravena.
Diberikan penicillin atau obat sejenis penicillin, misalnya
cloxacillin.
b) Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral
c) Biasanya sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu
diberikan suntikan antibiotik jika penderita berusia lanjut, selulitis
menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya, dan dapat
menyebabkan demam tinggi.
d) Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan
dalam posisi terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi
nyeri dan pembengkakan.
e) Pelepasan antibiotik parenteral pada pasien rawat jalan
menunjukan bahwa dia telah sembuh dari infeksi.
f) Perawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan : perlindungan
penyakit selulitis bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
cara memberikan erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari
atau intramuscular benzathine penicillin.
(Hidayati et al., 2018)

2.1.10 Prognosis
Penentuan prognosis pada infeksi jaringan lunak seperti selulitis yaitu
berdasarkan status imun serta kesehatan pasien. Pengenalan lebih awal dari
agen penyebab dapat memberikan kepastian terhadap antibiotik yang paling
baik dipakai. Maka dari itu, evaluasi dan terapi yang sesuai dapat
meningkatkan prognosis. Beberapa pasien selulitis yang memiliki
komplikasi ataupun yang belum terjadi komplikasi tetapi termasuk selulitis
berat, harus dirawat di rumah sakit. Terapi rawat inap disarankan jika ada
kecurigaan infeksi yang lebih dalam atau disertai necrotizing fasciitis, pada
pasien dengan tingkat kepatuhan yang buruk terhadap pengobatan, pasien
imunokompromais, atau pada kegagalan terapi rawat jalan (Raff &
Kroshinsky, 2017).
Terapi rawat jalan hanya direkomendasikan pada pasien dengan
klasifikasi Eron 1 (tidak ada toksisitas sistemik dan komorbiditas). Pastikan
pasien tidak mengalami SIRS (systemic inflammatory response syndrome),
perubahan status mental, atau instabilitas hemodinamik sebelum memilih
terapi rawat jalan untuk pasien (Raff & Kroshinsky, 2017).

2.1.11 Komplikasi
1. Bakteremia : nanah/lokal abses, super infeksi oleh bakteri gram
negatif, lymphangitis, tromboflebitis
2. Facial Selulitis pada anak dapat menyebabkan meningitis
3. Dapat menyebabkan kematian jaringan atau gangrene
4. Osteomielitis
5. Arthritis Septic
6. Glomerulonefritis
7. Fasciitis Necroticans
(Hidayati et al., 2018)

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian
1. Biodata : Berisikan nama,tempat tanggal lahir,jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, dan penyakit ini dapat menyerang segala usia
penyakit ini dapat menyerang segala usia namun lebih sering
menyerang usia lanjut.
2. Keluhan utama : pasien merasakan demam, malaise, nyeri sendi dan
menggigil.
3. Riwayat penyakit sekarang : pasien merasakan badanya demam,
malaise, disertai dengan nyeri sendi dan menggigil dan luka biasanya
terjadi pada kulit pada eksterimitas bawah.
4. Riwayat penyakit dahulu : apakah pasien sebelumnya pernah
mengalami sakit seperti ini apakah pasien alkoholisme dan malnutrisi.
5. Riwayat penyakit keluarga : adakah keluarga yang mengalami sakit
yang sama sebelumnya, apakah keluarga keluarga ada riwayat
penyakit DM dan malnutrisi
6. Kebiasaan sehari-hari : biasanya selulitis ini timbul pada pasien yang
hygiene atau kebersihanya jelek.
7. Pemeriksaan TTV :
Tanda-tanda vital pada pasien selulitis kemungkinan dalam batas
normal, dan pasien dengan infeksi kemungkinan mengalami
peningkatan suhu tubuh, dimana suhunya >37,5
8. Pemeriksaan Laboratorium :
- Ada peningkatan kadar leukosit meningkat atau >10.800sel/cmm
- Pada pasien dengan riwayat diabetes mellitus : GDS > 200mg/dl
- Pada pemeriksaan kultur luka : ditemukan adanya mukroogranisme
misalnya bakteri pada luka tersebut yang menandakan adanya
infeksi.
9. Pemeriksaan Fisik
a) Ekstremitas bawah : adakah luka pada ekstremitas serta edema dan
kemerahan
b) Ekstremitas atas : adakah luka pada ekstremitas serta edema dan
kemerahan
c) Genitalia : tidak ada kelainan kelainan
d) Integumen : terdapat luka pada sampai jaringan subkutan dengan
gejala berupa kemerahan, edema, dan nyeri tekan yang terasa di
suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi
panas, tampak bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang
mengelupas. Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan
kecil berisi cairan atau lepuhan besar berisi cairan (bula) yang bisa
pecah.
(Hasliani, 2021)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit & Jaringan b/d kelembaban
2. Resiko Infeksi b/d peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan
3. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik
4. Deficit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
(PPNI, 2017)

2.2.3 Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA
NO SLKI SIKI
KEPERAWATAN
1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I. 14564)
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
Integritas Kulit & 1. Monitor karakteristik luka (mis.
diharapkan masalah pasien dapat
Jaringan b/d teratasi dengan kriteria hasil : drainase, warna, ukuran, bau)
Integritas kulit dan jaringan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
kelembaban Terapeutik :
( L. 14125)
1. Kerusakan jaringan cukup 3. Bersihkan dengan cairan NaCl
menurun (4) atau pembersih nontoksik
2. Kerusakan lapisan kulit 4. Bersihkan jaringan nekrotik
cukup menurun (4) 5. Berikan salep yang sesuai ke
3. Nyeri menurun (5) kulit/lesi
Penyembuhan luka (L.14130) 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
4. Penyatuan kulit cukup 7. Pertahankan teknik steril saat
meningkat (4) melakukan perawatan
5. Edema pada sisi luka 8. Ganti balutan sesuai jumlah
menurun (5) eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
Edukasi
10. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
11. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian antibiotik
2 Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama 3 x 24 jam, (I. 14539)
peningkatan
diharapkan masalah pasien dapat Observasi :
paparan organisme teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Kontrol Resiko (L.14128) lokal dan sistemik
patogen lingkungan Terapeutik :
1. Kemampuan mencari
informasi tentang faktor 2. Berikan perawatan kulit pada
resiko meningkat area luka
2. Kemampuan 3. Cuci tangan sebelum dan setelah
mengidentifikasi faktor kontak dengan pasien dan
resiko meningkat lingkungan pasien
3. Kemampuan melakukan 4. Pertahankan teknik aseptik
strategi kontrol resiko Edukasi :
meningkat 5. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
4. Kemampuan modifikasi 6. Ajarkan cara memeriksa kondisi
gaya hidup meningkat luka operasi
5. Kemampuan mengenali 7. Anjurkan meningkatkan asupan
perubahan status kesehatan nutrisi.
meningkat
Tingkat Infeksi (L. 14137) :
1. Demam menurun
2. Kemerahan menurun
3. Nyeri menurun
4. Bengkak menurun
Kultur darah membaik
3 Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
agen pencedera
diharapkan masalah pasien dapat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisik teratasi dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
Tingkat nyeri (L.08066) intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi faktor yang
3. Sikap protektif menurun (5) memperingan dan memperberat
nyeri
Terapeutik :
4. Berikan teknik nonfarmokologi
untuk mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
7. Jelaskan periode, penyebab, dan
pemicu nyeri
8. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
9. Kolaborasi pemberian analgetik
4 Deficit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Proses Penyakit (I.12444)
keperawatan diharapkan Observasi :
pengetahuan b/d
masalah pasien dapat teratasi 1. Identifikasi kesiapan dan
kurang terpapar dengan kriteria hasil: kemampuan menerima informasi
Tingkat Pengetahuan (L.12111) Terapeutik :
1. Perilaku sesuai anjuran 2. Sediakan materi dan media
informasi meningkat (5) pendidikan kesehatan
2. Verbalisasi minat dalam 3. Jadwalkan pendidikan kesehatan
belajar meningkat (5) sesuai kesepakatan
3. Kemampuan menjelaskan 4. Berikan kesempatan untuk
pengetahuan tentang suatu bertanya
topic meningkat (5) Edukasi :
4. Perilaku kesehatan membaik 5. Jelaskan penyebab dan faktor
(5) resiko penyakit
6. Jelaskan tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit
7. Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
8. Ajarkan cara meredakan atau
mengatasi gejala yang dirasakan
9. Ajarkan cara meminimalkan
efek samping dari intervensi atau
pengobatan
10. Informasikan kondisi pasien saat
ini
11. Anjurkan melaporkan jika
merasakan tanda dan gejala
memberat atau tidak biasa.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Rositawati, S. (2016). Studi Retrospektif : Profil Pasien Erisipelas dan


Selulitis ( A Retrospective Study : Erysipelas and Cellulitis Patients ’ Profile
). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin, 28(2), 59–67.
file:///C:/~DataPenting/Downloads/2817-7307-1-SM.pdf

Dinarti, Budiyanto, A., Pudjiati, S., Siswati, R., Febriana, & Rayinda. (2020).
Clinical Decision Making Series Dermatologi Dan Venereologi. Gajah Mada
Univercity Press.

Hasliani. (2021). Sistem Integumen. CV Tohar Media.

Hidayati, A. N., Akbar, M. I. A., & Rosyid, A. N. (2018). Gawat Darurat Medis
dan Bedah. Airlangga University Press.
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cellulitis/symptoms-
causes/syc-20370762

Raff, A. B., & Kroshinsky, D. (2017). Cellulitis A Review. Empirical MRSA


Coverage for Nonpurulent Cellulitis, 316(3):325.
https://jamanetwork.com/journals/jama/article-abstract/2533510

Wolff, G., Katz, G. B., & Paller, L. (2017). Risk factors of lower limb cellulitis in a
level-two healthcare facility in Cameroon: a case-control study.
BMC infectious diseases. Dermatology in General Medicine, 17(1):418.

Anda mungkin juga menyukai