SELLULITIS
OLEH :
SEPTIAN VALENTINO
NIM 20.300.0057
TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
SELLULITIS
OLEH :
SEPTIAN VALENTINO
NIM 20.300.0057
Mengetahui,
( ) ( )
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)
LAPORAN PENDAHULUAN SELLULITIS
I. Tinjauan Teori
1. Definisi
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan
jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang
robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan
ini biasanya terjadi pada ekstrimitas bawah (Tucker, 1998 : 633).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian
Jaringan subkutan (mansjoer, 2000; 82). Selulitis adalah infeksi bakteri yang
menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000 : 496),
Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stapilokokus
aureus, streptokokus grup A dan streptokokus piogenes.
2. Etiologi
Menurut Alpers Ann, (2006), penyebab selulitis antara lain Streptococcus
grup B, Haemophylus influenza, Pneumokokus, Staphylococcus aereus dan
Streptococcus grup A.
Meskipun ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkab selulitis,
penyebab yang paling sering dijumpai adalah Staphylococcus dan Streptococcus,
(Medicastore, 2010).
Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang
bercelah terutama celah antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit
terbuka, bekas sayatan pembedahan (lymphadenectomy, mastectomy,
postvenectomy). Walaupun selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi
paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan
punggung kaki. Pada anak-anak usia di bawah 6 tahun, bakteri Hemophilus
influenzae dapat menyebabkan selulitis, khususnya di daerah wajah dan lengan.
Rosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
memperparah resiko dari perkembangan selulitis, antara lain :
2.1. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
memprihatinka.
2.2. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah
terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan
infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru
transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
2.3. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi
sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki
dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
2.4. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan
masuk bakteri penginfeksi.
2.5. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
2.6. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah
resiko bakteri penginfeksi masuk
2.7. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
2.8. Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
2.9. Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
2.10. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini.
3. Patofisiologi
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes
mellitus yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik
pada ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan
yang karakteristi hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus
grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait
berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk
abses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang
diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus,
abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih
kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme
campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin
merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat
rendah.
4. Klasifikasi
Menurut Berini, et al (1999) sellusitis dapat digolongkan menjadi :
4.1 Sellusitis Sirkumskripta Serous Akut
Sellusitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua
spasia fasial yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous,
konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan
ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
4.2 Selliusitis Sirkumskripta Supuratif Akut
Prosesnya hamper sama dengan Sellusitis Sirkumskripta Serous
Akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang
purulent. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk
eksudat yang purulent, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi
penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi local tubuh dalam
mengontrol infeksi.
4.3 Sellusitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu :
4.3.1 Ludwig’s Angina
4.3.2 Sellusitis yang berasal dari inframylohyoid
4.3.3 Sellusitis Senator’s Difus Peripharingeal
4.3.4 Sellusitis Fasialis Difus
4.3.5 Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
4.3.6 Sellusitis Kronis
Sellusitis Kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan
lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari focus gigi.
Biasanya terjadi pada pasien dengan sellulitis sirkumskripta yang tidak
mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
4.3.7 Sellusitis yang sering dijumpai
Sellusitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phelegmone /
Angina Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu Sellusitis difus yang
mengenai Spasia Sublingual, Submental dan Submandibular bilateral,
kadang – kadang sampai mengnai spasia Pharingeal (Berini, Bresco &
Gray, 1999 : Topazian, 2002).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (2000:82) manifestasi klinis selulitis adalah
Kerusakan kronik pada kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas,
kelainan kulit berupa infiltrat difus subkutan, eritema local, nyeri yang cepat
menyebar dan infitratif ke jaringan dibawahnya, Bengkak, merah dan hangat
nyeri tekan, Supurasi dan lekositosis
6. Pathway
Bakteri Patogen
Strepkokus piogenes, Strepkokus Grup A, Stapilokokus Aureus
Terjadi peradangan
akut
Lesi
Nyeri Tekan
8. Pemeriksaan Penunjang
8.1 Pemeriksaan Laboratorium
8.1.1 CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit
dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bakteri.
8.1.2 BUN level
8.1.3 Kreatinin level
8.1.4 Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
8.1.5 Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas
pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area
abses atau terdapat bula.
8.1.6 Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak
terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi,
takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
8.2 Pemeriksaan Imaging
8.2.1 Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak
lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)
8.2.2 CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan
saat tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
8.2.3 MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sangat membantu pada diagnosis infeksi selulitis akut yang parah,
mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis
dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
9. Penatalaksanaan
9.1 Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan
lingkungan harus diperhatikan.
9.1.1 Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
9.1.1.1 Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a. Penisilin G Prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000
unit/kgBB/hari. Penisilin merupakan obat pilihan (drug of
choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besr perlu
dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini
tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan
dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok anafilaktik.
b. Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis
anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c. Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih
praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat
absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
d. Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin,
dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250
mg/hari sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk anak-
anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
DO :
- Laporan secara
verbal atau
nonverbal
- Fakta dari
observasi
- Tingkah laku
berhati-hati
- Gangguan tidur
(mata sayu,
tamak capek,
sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
- Perubahan
tekanan darah,
napas, nadi dan
dilatasi pupil
-Tingkah laku
ekspresif
(contoh :
gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, napas
panjang dan
berkeluh kesah)
DO :
-Perubahan berat
badan
- Laporan secara
verbal dan non
verbal
- Gerakan
melindungi
- Berjaga-jaga
- Muka topeng
-Fokus pada diri
sendiri
- Perubahan pola
tidur
- Kelelahan
-Berkurangnya
interaksi dengan
orang lain
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik procedural Keperawatan : Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson. Judith. 2002. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NIC NOC Edisi 7.
Jakarta : EGC.