Anda di halaman 1dari 10

BAB I

FUNDAMENTAL SELULITIS

1.1 Definisi
Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan
subkutan. Tempat yang paling sering terkena adalah ekstremitas,
tetapi selulitis juga dapat terjadi di kulit kepala, kepala, dan leher. Pada
anak yang masih kecil seringkali dilaporkan adanya riwayat trauma
atau infeksi saluran pernapasan atas atau siusitis. Tempat infeksi
ditandai dengan pembengkakan dengan batas tidak tegas disertai
nyeri tekan dan hangat. Infeksi dapat meluas ke jaringan yang lebih
dalam atau menebar secara sistemik. (Cecily Lynn Betz & Linda A.
Sowden).
Selulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan yang
pada orng-orang dengan imunitas normal, biasanya disebabkan oleh
streptococcus pyrogeneses. ‘erisipelas’ adalah istilah untuk selulitis
streptokokus yang superfisial dimana tepinya terbatas tegas. (Robin
Graham Brown & Tony Burns).

1.2 Klasifikasi
Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi :
a) Selulitis sirkumsripta serous akut:
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dau
spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung
serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya
berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat.
b) Selulitis sirkumskripta supuratif/supurartif akut:
Prosesnya hampir sama denga selulitis sirkumkripta serous akut,
hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang
purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenalnya. Jika
terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh
bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme
resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.
c) Selulitis difus akut:
Dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
 Ludwig’s angina
 Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
 Selulitis senator difus peripharingeal
 Selulitis fasialis difus
 Selulitis kronis yaitu suatu proses infeksi yang berjalan lambat
karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi
 Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang
tidak mendapat perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
 Selulitis difus yang sering dijumpai adalah phelegmone/angina
Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang
mengenai spasia sublingual, submental dan sumandibular
bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal.
(Berini, Bresco dan Gray, 1999; Topaziam, 2002).
 Selulitis itu dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral tetapi,
bila hanya mengenai satu sisi / unilateral disebut pseudo
phlegmon.

1.3 Epidemiologi

Prevalensi selulitis 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah,


AS, sebesar 24,6 kasus per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi
terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64tahun. Secara garis besar,
terjadi peningkatan kunjungan ke pusat kesehatan di Amerika Serikat
akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1
menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada tahun
2005 mencapai 14,2 juta kasus. Data rumah sakit di Inggris melaporkan
kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005,
selulitis di tungkai menduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824
kasus. Data rumah sakit di Australia melaporkan insidensi selulitis
sebanyak 11,5 per 10.000 populasi padatahun 2001-2002.

Menurut Jurnal epidemiology dan Infeksi (Cambridge University


Press: 2006) Sebanyak 7.438 kasus baru selulitis terjadi antara 1
Januari 1997 dan 31 Desember 2002, sehingga tingkat kejadian secara
keseluruhan dari 24,6 / 1000 orang-tahun. Termasuk kode untuk
limfangitis, erisipelas, dan necrotizing fasciitis, tingkat kejadian secara
keseluruhan meningkat menjadi 24,8 / 1000. Insiden tertinggi di kedua
perempuan dan laki-laki berusia 45-64 tahun, dengan perempuan
memiliki kejadian 34,5 / 1000 orang-tahun dan laki-laki memiliki kejadian
35,7 / 1000 orang-tahun (table 1). Insiden selulitis adalah tertinggi di
antara laki-laki dalam semua kelompok umur, namun, perbedaan pria /
wanita secara statistik signifikan hanya dalam 15-19 tahun dan rata-rata
kelompok usia 20-44 tahun.

Secara keseluruhan, bagian anatomi yang paling umum infeksi


selulitis adalah ekstremitas bawah, yang terdiri dari 39,9% (n = 2970)
kasus, diikuti oleh lain / tidak ditentukan (32,8%, n = 2441), ekstremitas
atas (14 • 0%, n = 1046), kepala / wajah / leher (8,7%, n = 647), dan
tubuh (badan) (4,5%, n = 334). Wanita memiliki peningkatan risiko selulitis
pada kepala / wajah / leher, sementara laki-laki yang pada peningkatan
risiko untuk selulitis ekstremitas bawah.
1.4 Patofisiologi

PATOFISIOLOGI

Bakteri jamur luka faktor


pathogen resiko

Menyerang kulit dan jaringan


subkutan

Meluas ke arah yang lebih


dalam

Menyebar secara
Sistemik

Selulitis

Mekanisme
peradangan

Dolor (oedem, Rubor (eritema


Kalor Tumor fungsiolesa
kemerahan) local)

Proses Akselerasi lesi Resiko kerusakan Hyperplasia Intoleransi


Fagositosis jaringan integritas kulit
jaringan ikat jaringan ikat distal
otot sekitar

Odema Intoleransi
Nyeri hipere
Hipertermi jaringan ikat aktivitasi
otot mi
a

Gangguan Trauma Penekanan


Rasa nyaman jaringan lunak saraf

Resiko Nyeri Akut


infeksi
“Point Penting”

MEKANISME PERADANGAN

Apabila terjadi cedera bai karena bakteri, trauma, bahan kimia,


panas, atau fenomena lainnya, maka jaringan yang cederaakan
melepaskan bebagai zat yang menimbulkan perubahan sekunder yang
dramatis di sekeliling jaringan yang tidak cedera. Keseluruhan komleks
jaringan ini disebut peradangan (inflamasi).

Perdangan ditandai oleh:

1. Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya


aliran darah setempat yang berlebihan;
2. Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran
banyak sekali cairan ke dalam ruang intersisial;
3. Sering kali terjadi pembekuan cairan di dalam runag intersisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari
kapiler dalam jumlah besar;
4. Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan
5. Pembengkakan sel jaringan

Beberapa dari sekian banyak produk jaringan yang menimblkan


reaksi peradangan adalah: histamin, bradikinin, serotonin,
prostaglandin,dan beberapa macam produk reksi sistem komplemen
lain, produk reaksi sistem pembekuan dara dan berbagai substansi yang
disebut limfogen yang dilepaskan oleh sel_T yang tersentisisasi.
Beberapa dari substansi ini dapat mengaktifkan sistem makrofag
dengan kuat,dan dalam waktu beberapa jam, makrofag mulai memakan
jaringan yang telah dihancurkan. Tetapi pada suatu saat, makrofag
selanjutnya juga dapat mencederai (melukai) el-sel jaringan yang masih
hidup.

1.5 Etiologi

Penyakit Selulitis bisanya disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur:

a. Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus


b. Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus
grup B
c. Infeksi dari jamur, Tapi Infeksi yang diakibatka jamur termasuk
jarang Aeromonas Hydrophila.
d. S. Pneumoniae (Pneumococcus)
e. H.influenzae ( periorbital cellulitis, dan pasteurella multocida ( gigitan
anjing dan kucing)

1.6 Faktor resiko


a. Trauma lokal (misalnya, laserasi, gigitan serangga, luka, mencukur)
b. Infeksi kulit seperti impetigo, kudis, furunkel, tinea pedis
c. Ulkus kulit underlying
d. Kulit fragile
e. Immunocompromised host
f. Diabetes mellitus
g. peradangan ( contoh : eksim )
h. edema sekunder untuk insufisiensi vena atau lymphedema
i. gagal ginjal

1.7 Manifestasi Klinis


 Erithema
 Nyeri tekan
 Kulit yang terinfeksi menjadi panasa dan bengkak
 Adanya lepuhan kecil berisi cairan (vesikel)
 Adanya lepuhan besar berisi cairan (bula)
 Adanya pus
 Demam
 Menggigil
 Malaise
 Sakit kepala

(Betz dan Linda 2009 : 66) dalam buku saku keperawatan pediatrik
edisi 5 ada dua bagian yaitu :
a) Reaksi lokal :
 Lesi dengan batas tidak
 Area selulitis biasanya nyeri, merah dan hangat
 Jaringan mengeras
b) Reaksi sistemik :
 Demam
 Malaiase
 Menggigil
 Garis merah sepanjang jalur drainase limfatik
 Kelenjar getah bening membesar dan nyeri

(Mansjoer 2000 : 82) manifestasi klinis selulitis adalah kerusakan


kronik pada kulit sistem vena dan lifatik pada kedua ekstremitas,
kelainan kulit berupa infiltrat difus subkutan, eritema lokal, nyeri yang
cepat menyebar dan infiltratif ke jaringan dibawahnya, bengkak,
merah, hangat nyeri tekan, supurasi, lekositoris. Jika penyerangannya
pada daerah yang sama dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
getah bening

1.8 Pemeriksaan Diagnostik


1. Pemeriksaan Laboratorium
 Complete Blood Count (CBC), menunjukan kenaikan jumlah
leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit, sehingga
mengindikasikan adanya infeksi bakteri
 BUN level
 Creatinin level
 Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah
diduga
 Mengkultur dan membuat apusan gram

Dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka


namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula

2. Pemeriksaaan Imaging
 Plain-Film Radiography
 CT (Computed Tomography)

Keduanya dapat digunakan saat tata klinis menyarankan


subjacent osteomyelitis

 MRI

Membantu diagnostik infeksi selulitis akut yang parah,


mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fasciitis, dan infeksi
selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada
subcutaneous.

1.9 Penatalaksanaan
(Long, 1996 : 670) rawat inap di RS, insisi dan drainase pada
keadaan terbentuk abses. Pemberian antibiotik intravena seperti
oksasilin/nafsilin, obat oral dapat atau tidak digunakan, infeksi ringan
dapat diobati dengan obat oral pada pasien diluar RS, analgesik dan
antipiretik. Posisi dan imobilisasi ekstrimitas, bergantian kompres lembab
hangat.

Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran


infeksi ke darah dan organ lain, dengan cara diberi penicillin misalnya
(cloaxillin). Jika infeksi ringan diberikan sediaan per-oral. Sebelumnya
telah diberikan suntikan antibiotik jika :

a) Penderita lanjut usia


b) Selulitis menyebar dengan cepat
c) Demam tinggi

Jika selulitis menyerang tugkai sebaiknya tungkai dalam posisi


terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn & Linda A. Sowden. (2009). Buku Saku Keperawatan
Pediatri. Ed. 5. Jakarta: EGC

Brown, Robin Graham & Tony Burns. (2005). Dermatologi. Ed.7. Jakarta:
Erlangga.

Simonsen, S. M. Ellis, dkk. (2006). Cellulitis incidence in a defined population.


Cambridge: University Press: 134 (2) 293-299.

CRNBC. (2012). Pediatric cellulitis . Diambil dari

https://www.crnbc.ca/Standards/CertifiedPractice/Documents/RemotePractice/7
66PediatricCellulitisDST.pdf) diakses pada tanggal 09 Juni 2013 pukul
20.11 WIB.

Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Karasutisna, T. (2012). Makalah Selulitis Fasialis. FKG UNPAD Bandung.

Anda mungkin juga menyukai