Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDIKSITIS AKUT

DI RUANG KUMALA LT.1 RSUD Dr. H. MOCH


ANSARI SALEH BANJARMASIN

I I

S T I K E S

A
E

OLEH :

SUTARI
NIM.18.31.1333

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDIKSITIS AKUT


DI RUANG KUMALA LT.1 RSUD Dr. H. MOCH
ANSARI SALEH BANJARMASIN

I I

S T I K E S
A
E

OLEH :

SUTARI
NIM.18.31.1333

Banjarmasin, Februari 2020


Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Agustina Lestari., S.Kep.,Ns Jurmiati., S.Kep.,Ns


LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDIKSITIS AKUT

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tinfakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
(Amin dan Hardhi, 2016)
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. (Mansjoer, 2010)
B. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis menurut Amin dan Hardi (2016), terbagi menjadi
3 yaitu:
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritonium local.
2. Apendisitis rekens, yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi
jika serangan apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun
apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis
dan jaringan parut.
3. Appendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan
parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di
mukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.

1
2

C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
factor presdiposisi yaitu:
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi di:
a. Hyperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian.
d. Striktura limen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan
Streptococcus.
3. Laki-laki lebih banyak daripada wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan karena peningkatan jaringan
limfoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Apendiks yang terlalu panjang.
b. Masa apendiks yang pendek.
c. Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks.
d. Kelainan katup di pangkal apendiks.
D. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah
nyeri samar atau nyeri tumpul di daerah epigastrum disekitar umbilikus atau
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan
terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian
dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc
Burney. Di titik ini nyeri akan terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang tidak dirasakan adanya
nyeri di daerah apigastrium, tetapi terdapat konstipasi yang akan
menyebabkan penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini
dianggap cukup berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
3

Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah yang


berkisar sekitar 37,5 - 38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik diatas, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut:
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu
jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah
perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbulnya
karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak dirongga pelvis, yaitu bila apendiks terletak di dekat
atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan merangsang sigmoid
atau rektum, sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang - ulang (diare).
3. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena akan merangsang dindingnya.
E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
4

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.


Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
5

Pathway

Hyperplasia folikel limfoid, benda asing, erosi


mukosa apendiks, fakelit, striktur, tumor

Obstruksi pada lumen apendiks Konstipasi

Ketidakseimbangan antara produksi Migrasi bakteri dari colon ke


dan eksresi mucus apendiks

Arteri terganggu Terhambatnya Obstruksi vena


aliran limfe

Edema dan peningkatan


Terjadi infark Edema dan ulserasi
tekanan intra lumen
pada usus
Nyeri epigastrium
Nekrosis Peradangan pada
apendiks dinding apendiks
Nyeri Akut

ganggren
Peradangan meluas Mual dan muntah Mekanisme
Apendiks ke peritonium konpensasi tubuh
ganggrenosa
Absorbs makanan
Pembedahan tidak adekuat, Peningkatan leukosit dan
pengeluaran cairan peningkatan suhu tubuh
aktif
Luka insisi post
Cemas pasien pembedahan Hipertemia
dan keluarga, Resiko
pengungkapan infeksi
cemas
Nyeri saat ekstremitas kanan
digerakkan, saat istirahat
dan beraktivitas Resiko kekurangan
volume cairan
1. Ansietas
2. Defisiensi
Nyeri Akut
Pengetahuan
6

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein
(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan
pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah
satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang
dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi
serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan
angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
7

7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti


apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan apendisitis
dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan
drainage (mengeluarkan nanah).
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi
utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan
terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau
antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan
pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi
intra-abdomen.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan utama pasien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di
8

epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri


dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu
yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya pasien mengeluh rasa mual
dan muntah, panas.
2. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
3. Diet, kebiasaan makan makanan rendah serat.
4. Kebiasaan eliminasi.
5. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila
terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada
apendikuler abses (Departemen Bedah UGM, 2010). Pada palpasi,
abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding
abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah:
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
b. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
c. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
d. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal
ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
9

e. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara
pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hipogastrium (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan
terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik
karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi
tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi
kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat
nyeri pada jam 9-12.
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado
Tabel Skor Alvarado Skor Skor
Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1
Nafsu makan menurun 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas Mc. Burney 1
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Demam (suhu > 37,2° C) 1 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (leukosit > l 0.000/ml) 2
Shift to the left (neutrofil > 75%) 1
TOTAL 10
Sumber: www.alvarado score for appendicitis.co.id
Interpretasi:
Skor 7-10 = apendisitis akut,
Skor 5-6 = curiga apendisitis akut,
Skor l-4 = bukan apendisitis akut.
6. Aktivitas/istirahat: Malaise.
10

7. Eliminasi: Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.


8. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
9. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
10. Demam lebih dari 38.
11. Data psikologis klien nampak gelisah.
12. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
13. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
14. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi).
2. Hipertermia berhubungan dengan reaksi inflamasi.
3. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
4. Resiko Kekurangan volume cairan
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2. Resiko infeksi
3. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan Interpretasi terhadap
informasi yang salah
11

C. Nursing Care Planning (NCP)


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan (Nursing Outcome) (Nursing Intervention
Classification)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Pain Manajemen
berhubungan dengan keperawatan selama ….x…. (Manajemen Nyeri)
agen injury (fisik, diharapkan masalah nyeri dapat 1. Lakukan pegkajian
biologis) terkontrol. nyeri secara
Kriteria hasil: komprehensif
 Pain Level termasuk lokasi,
 Pain Control karakteristik, durasi,
 Comfort Level frekuensi, kualitas dan
Indikator IR ER faktor presipitasi.
1. Melaporkan adanya 2. Observasi reaksi
nyeri nonverbal dari
2. Luas bagian tubuh ketidaknyamanan.
yang terpengaruh 3. Gunakan teknik
3. Frekuensi nyeri komunikasi terapeutik
4. Panjangnya episode untuk mengetahui
nyeri pengalaman nyeri
5. Pernyataan nyeri pasien
6. Ekspresi nyeri pada 4. Kontrol faktor
wajah lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
Keterangan :
seperti suhu ruangan,
1. Keluhan ekstrem
pencahayaan,
2. Keluhan berat
kebisingan.
3. Keluhan sedang
5. Kurangi faktor
4. Keluhan ringan
presipitasi nyeri.
5. Tidak ada keluhan
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi, distraksi
12

dll) untuk mengetasi


nyeri.
8. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
2. Hipertermia Setelah dilakukan asuhan Temperature regulation
berhubungan dengan keperawatan selama ….x…. (pengaturan suhu)
reaksi inflamasi diharapkan suhu tubuh dalam rentan 1. Monitor suhu minimal
normal. tiap 2 jam
Kriteria hasil: 2. Rencanakan
Thermogulation monitoring suhu
Indikator IR ER secara kontinyu
1. Suhu tubuh dalam 3. Monitor TD, nadi, dan
rentang normal RR
2. Nadi dan RR dalam 4. Monitor warna dan
rentang normal suhu kulit
3. Tidak ada perubahan 5. Monitor tanda-tanda
warna kulit dan hipertermi dan
tidak ada pusing hipotermi
Keterangan : 6. Tingkatkan intake
1. Keluhan ekstrem cairan dan nutrisi
2. Keluhan berat 7. Selimuti pasien untuk
3. Keluhan sedang mencegah hilangnya
4. Keluhan ringan kehangatan tubuh
5. Tidak ada keluhan 8. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya
13

pengaturan suhu dan


kemungkinan efek
negative dan
kedinginan
10. Beritahu tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
pananganan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik
jika perlu
3. Perubahan pola Setelah dilakukan asuhan Constipation/Impaction
eliminasi keperawatan selama ….x…. Management
diharapkan masalah dapat teratasi. 1. Monitor tanda dan
(konstipasi)
Kriteria hasil: gejala konstipasi
berhubungan dengan  Bowel elimination 2. Monitor bising usus
penurunan peritaltik.  Hydration 3. Monitor feses:
Indikator IR ER frekuensi, konsistensi
1. Mempertahankan dan volume
bentuk feses lunak 4. Konsultasi dengan
setiap 1-3 hari dokter tentang
2. Bebas dari penurunan dan
ketidaknyamanan peningkatan bising
dan konstipasi usus
3. Mengidentifikasi 5. Monitor tanda dan
indicator untuk gejala ruptur
mencegah usus/peritonitis
konstipasi 6. Jelaskan etiologi dan
4. Feses lunak dan rasionalisasi tindakan
berbentuk terhadap pasien
Keterangan : 7. Identifikasi faktor
1. Keluhan ekstrem penyebab dan
2. Keluhan berat kontribusi konstipasi
3. Keluhan sedang 8. Dukung intake cairan
4. Keluhan ringan 9. Kolaborasikan
14

5. Tidak ada keluhan pemberian laksatif

4. Resiko Kekurangan Setelah dilakukan asuhan Fluid Management


volume cairan keperawatan selama ….x…. 1. Timbang
Factor resiko diharapkan masalah dapat teratasi. popok/pembalut jika
1. Kehilangan Kriteria hasil: diperlukan
volume cairan  Fluid balance 2. Pertahankan catatan
aktif  Hydration intake dan output
2. Kurang  Nutritional Status: Food and yang akurat
pengetahuan Fluid Intake 3. Monitor status hidrasi
3. Penyimpangan Indikator IR ER (kelembaban
yang 1. Mempertahankan membran mukosa,
mempengaruhi urine output sesuai nadi adekuat, tekanan
absorbs cairan dengan usia dan darah ortostatik), jika
4. Penyimpangan BB, BJ urine diperlukan
yang normal, HT normal 4. Monitor vital sign
mempengaruhi 2. Tekanan darah, 5. Monitor masukan
akses cairan nadi, suhu tubuh makanan / cairan dan
5. Penyimpangan dalam batas normal hitung intake kalori
yang 3. Tidak ada tanda- harian
mempengaruhi tanda dehidrasi, 6. Kolaborasikan
asupan cairan Elastisitas turgor pemberian cairan IV
6. Usia lanjut kulit baik, membran 7. Monitor status nutrisi
7. Berat badan mukosa lembab, 8. Berikan cairan IV
ekstrem tidak ada rasa haus pada suhu ruangan
yang berlebihan 9. Dorong masukan oral
Keterangan: 10. Berikan penggantian
1. Keluhan ekstrem nesogatrik sesuai
2. Keluhan berat output
3. Keluhan sedang 11. Dorong keluarga
4. Keluhan ringan untuk membantu
5. Tidak ada keluhan pasien makan
12. Kolaborasi dengan
dokter
13. Atur kemungkinan
tranfusi
14. Persiapan untuk
tranfusi
15

5. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction


berhubungan dengan keperawatan selama ….x…. (penurunan kecemasan)
diharapkan masalah cemas dapat 1. Gunakan pendekatan
krisis situasional
teratasi. yang menenangkan
Kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan
 Anxiety self-control jelas harapan terhadap
 Anxiety level pelaku pasien
 Copin 3. Jelaskan semua
Indikator IR ER prosedur dan apa yang
1. Klien mampu dirasakan selama
mengidentifikasi prosedur
dan 4. Pahami prespektif
mengungkapkan pasien terhadap
gejala cemas. situasi stres
2. Mengidentifikasi, 5. Temani pasien untuk
mengungkapkan memberikan
dan menunjukkan keamanan dan
tehnik untuk mengurangi takut
mengontol cemas. 6. Dorong keluarga
3. Vital sign dalam untuk menemani anak
batas normal. 7. Lakukan back / neck
4. Postur tubuh, rub
ekspresi wajah, 8. Dengarkan dengan
bahasa tubuh dan penuh perhatian
tingkat aktivfitas 9. Identifikasi tingkat
menunjukkan kecemasan
berkurangnya 10. Bantu pasien
kecemasan. mengenal situasi yang
Keterangan : menimbulkan
1. Tidak pernah menunjukkan kecemasan
2. Jarang menunjukkan 11. Dorong pasien untuk
3. Kadang-kadang menunjukkan mengungkapkan
4. Sering menunjukkan perasaan, ketakutan,
5. Selalu menunjukkan persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
13. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
16

6. Resiko Infeksi Setelah dilakukan asuhan Infection Control


keperawatan selama ….x…. (Kontrol infeksi)
Faktor Resiko diharapkan masalah dapat teratasi. 1. Bersihkan lingkungan
1. Pengetahuan Kriteria hasil: setelah dipakai pasien
yang tidak cukup  Immune Status lain
untuk  Knowledge: infection control 2. Pertahankan teknik
menghindari  Risk control isolasi
pemanjanan Indikator IR ER 3. Batasi pengunjung
patogen. 1. Pasien bebas dari bila perlu
2. Pertahanan tubuh tanda dan gejala 4. Instruksikan pada
primer yang tidak infeksi pengunjung untuk
adekuat. 2. Mendeskripsikan mencuci tangan saat
a. Gangguan proses penularan berkunjung dan
peritalsis penyakit, faktor setelah berkunjung
b. Kerusakan yang meninggalkan pasien
integritas mempengaruhi 5. Gunakan sabun
kulit penularan serta antimikrobia untuk
(pemasangan penatalaksanaannya cuci tangan
kateter 3. Menunjukkan 6. Cuci tangan setiap
intravena, kemampuan untuk sebelum dan sesudah
prosedur mencegah tindakan keperawatan
invasif) timbulnya infeksi 7. Gunakan baju, sarung
c. Stasis cairan 4. Jumlah leukosit tangan sebagai alat
tubuh dalam batas normal pelindung
d. Trauma 5. Menunjukkan 8. Pertahankan
jaringan perilaku hidup lingkungan aseptik
(mis, trauma sehat selama pemasangan
destruksi Keterangan: alat
jaringan) 1. Tidak pernah menunjukkan 9. Ganti letak IV perifer
3. Ketidakadekuatan 2. Jarang menunjukkan dan line central dan
pertahanan 3. Kadang-kadang dressing sesuai
sekunder menunjukkan dengan petunjuk
a. Penurunan 4. Sering menunjukkan umum
hemoglobin 5. Selalu menunjukkan 10. Gunakan kateter
b. Supresi intermiten untuk
respon menurunkan infeksi
inflamasi kandung kencing
4. Pemajanan 11. Tingktkan intake
terhadap patogen nutrisi
lingkungan 12. Berikan terapi
17

meningkat antibiotik bila perlu


5. Prosedur invasif
6. Malnutrisi Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor kerentangan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
6. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
7. Pertahankan teknik
isolasi k/p
8. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan
cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
18

gejala infeksi
16. Ajarkan cara
menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
7. Defisiensi Setelah dilakukan asuhan Teaching: disease
Pengetahuan keperawatan selama ….x…. Process
diharapkan pengetahuan meningkat. 1. Berikan penilaian
berhubungan dengan
Kriteria hasil: tentang tingkat
Interpretasi terhadap  Kowlwdge : disease process pengetahuan pasien
informasi yang salah  Kowledge : health Behavior tentang proses
Indikator IR ER penyakit yang spesifik
1. Pasien dan keluarga 2. Jelaskan patofisiologi
menyatakan dari penyakit dan
pemahaman tentang bagaimana hal ini
penyakit, kondisi, berhubungan dengan
prognosis dan anatomi dan fisiologi,
program dengan cara yang
pengobatan tepat.
2. Pasien dan keluarga 3. Gambarkan tanda dan
mampu gejala yang biasa
melaksanakan muncul pada
prosedur yang penyakit, dengan cara
dijelaskan secara yang tepat
benar 4. Gambarkan proses
3. Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara
mampu yang tepat
menjelaskan 5. Identifikasi
kembali apa yang kemungkinan
dijelaskan penyebab, dengna
perawat/tim cara yang tepat
kesehatan lainnya 6. Sediakan informasi
Keterangan : pada pasien tentang
1. Tidak pernah menunjukkan kondisi, dengan cara
2. Jarang menunjukkan yang tepat
3. Kadang-kadang menunjukkan 7. Hindari harapan yang
4. Sering menunjukkan kosong
5. Selalu menunjukkan 8. Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
19

pasien dengan cara


yang tepat
9. Diskusikan perubahan
gaya hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan,
dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Amin, dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda NIC-NOC. Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4. Jakarta: Media


Aesculapitus FKUI

NANDA International. 2015. Diagnoses: Definitions & Classification 2015 –


2017 Ed. 10. Jakarta: EGC.

Rukmono. 2011. Bagian Patologik Anatomi. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Airlangga.

Sudarta, I Wayan. 2016. Pengkajian Fisik Keperawatan. Yogyakarta: Gosyeng

Wibowo, Doni dkk. 2017. Ringkasan Diagnosa NANDA, NOC dan NIC.
Banjarmasin: Sekolah Tinggi Kesehatan Cahaya Bangsa

Anda mungkin juga menyukai