Disusun oleh :
Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk
mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti pelupa,
konfusi dan disorientasi (Asmadi, 2008). Menurut National Sleep Foundation
tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508 penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas
melaporkan mengalami insomnia dan sebanyak 7,3 % orang dewasa
mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia.
Kebanyakan orang yang beresiko mengalami insomnia yang disebabkan oleh
berbagai faktor seperti pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat,
peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang dialami. Di Indonesia kejadian
gangguan tidur insomnia menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65
tahun, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% dan adanya laporan yang
mengindikasikan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami insomnia
yang serius.
C. ANATOMI FISIOLOGI
c. Locus Coeruleus
d. Nucleus Raphe
f. Sistem Mesolimbik
h. Nuklei Perifornical
Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel
III, dekat dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini
menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai
neurotransmitter penginhibisi nukleus yang mengatur
keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan
nukleus tuberomamilary. sehubungan dengan fungsinya yang
mempengaruhi banyak kinerja nukleus, maka VLPO
berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus
tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh
sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik (Posner, 2007,
Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Smith, 2008).
n. Zona Subparaventrikuler
o. Nukleus Dorsomedial
s. Sistem Limbik
t. Thalamus
D. ETIOLOGI
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam
siklus siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam
tahapan yang berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima
tahapan tidur. Tahap 1 hingga tahap 4 mengacu pada tidur dengan
gerakan mata tidak cepat (NREM- Non Rapid Eye Movement) dan
berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga keadaan
tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang
biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah,
pernapasan, dan ketegangan otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh
dianggap melakukan tindakan responsif, baik secara fisiologi maupun
psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata cepat (REM-
Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan
meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM.
Manfaat tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental
dan kesehatan emosi.
(Tarwoto dan Wartonah, 2010).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM)
1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi
lambat. Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun.
Berlangsung 1020 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan
gelombang otak menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-
25 % dari tidurnya.
b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul
saat seseorang tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada
orang dewasa. Misalnya tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi
buruk, nokturnal, enuresis (mengompol), badan goyang, dan
bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan
terutama pada siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara
tiba-tiba pada siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering
mengalami mimpi seperti nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur.
Mimpi-mimpi ini sulit dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur,
perasaan tidak mampu bergerak, atau berbicara sesaat sebelum bagun
atau tidur adalah gejala lainnya (Guilleminault dan Bassiri, 2005).
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran
udara melalui hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih
pada saat tidur. Ada tiga jenis tidur apnea yaitu : apnea sentral,
obstruktif, dan campuran. Bentuk yang paling umum adalah apnea
obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea (OSA). OSA mempengaruhi
10-15% dari dewasa menengah. OSA terjadi ketika otot atau struktur
dari rongga mulut atau tenggorakan mengalami relaksasi saat tidur.
Saluran napas tersumbat sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran
udara hidung (hiponea) atau menghentikannya (apnea) selama 30
detik (Guilleminault dan Bassiri, 2005). Seseorang masih mencoba
untuk bernapas karena dada dan perut terus bergerak, sehingga sering
menghasilkan dengkuran keras dan suara mendengus atau
mendengkur. Ketika pernapasan menjadi sebagian atau seluruhnya
berkurang, setiap gerakan diafragma berturut-turut menjadi kuat
sampai penyumbatan terbuka. Mendengkur bukan dianggap sebagai
gangguan tidur, namun bila disertai apnea maka bisa menjadi masalah.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur
REM.
E. TANDA GEJALA
1. Dewasa
a. Data Mayor : Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur
b. Data Minor
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Perubahan mood
3) Agitasi
4) Mengantuk sepanjang hari
2. Anak
a. Gangguan pada anak sering kali dihubungkan dengan
ketakutan, enuresis, atau respons tidak konsisten dari orang tua
terhadap permintaan anak untuk mengubah peraturan dalam
tidur seperti permintaan untuk tidur larut malam.
b. Keengganan untuk istirahat, keinginan untuk tidur bersama
orang tua.
c. Sering bangun saat malam hari.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan
minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain
Diuretik (menyebabkan insomnia), Anti depresan
(supresi REM), Kaffein (Meningkatkan saraf
simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan insomnia), dan Narkotika
(Mensupresi REM).
PATHWAYS
Latihan
Obat & Stress / Lingkungan
kelelahan
Substansi Gaya hidup emosional tidak nyaman
Mengubah Mengurangi
Rutinitas & Kecemasan
pola tidur kenyamanan Sulit tidur
bekerja
tidur
Nutrisi & kalori rotasi Tegang /
frustasi
Gangguan Kesulitan
pencernaan menyesuaikan Motivasi
perubahan Sering
Gangguan
Gangguan Tidur
Lemah & letih proses tidur
Tidak dapat
Butuh lebih Tidak dapat tidur Perbaikan pola
tidur dalam
banyak tidur dengan kualitas baik tidur
periode panjang
Kesiapan
Akibat factor Akibat factor Deprivasi
meningkatkan
eksternal internal tidur
tidur
Gangguan pola
Insomnia
tidur
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur yaitu dengan cara
pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya: Benzodiazepin
(Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi efek
samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi
berpikir, mulut kering, dsb ( Remelda, 2008).