Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN POLA

ISTIRAHAT PADA TN. T / NY. DI RUANG ASTER


DR. CHASSBULLAH ABDULMADJID KOTA
BEKASI

Disusun oleh :

Rae Netta Juniarti (3720220015)

PROGRAM NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM ASYAFI’IYAH
2022
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN
ISTIRAHAT TIDUR
A. DEFINISI ISTIRAHAT TIDUR
Menurut Potter & Perry (2005), tidur merupakan proses fisiologis
yang bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari
keterjagaan. Tidur adalah keadaan gangguan kesadaran yang dapat
bangun dikarakterisasikan dengan minimnya aktivitas (Keperawatan
Dasar, 2011:203). Tidur adalah suatu keadaan relative tanpa sadar
yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus
yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan
otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto, 2006). Sedangkan Istirahat
adalah relaksasi seluruh tubuh atau mungkin hanya melibatkan
istirahat untuk bagian tubuh tertentu (Keperawatan, Dasar, 2011:203).
Istirahat adalah suatu keadaan di mana kegiatan jasmaniah menurun
yang berakibat badan menjadi lebih segar (Tarwoto, 2006).
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas
pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau
mengganggu gaya hidup yang diinginkannya. Gangguan pola tidur
adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal (Herdman, 2013:603).
Insomnia adalah gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang
menghambat fungsi. Deprivasi tidur adalah periode panjang tanpa
tidur (“tidur ayam” yang periodic dan alami secara terus-menerus).
Kesiapan meningkatkan tidur adalah pola “tidur ayam” yang periodic
dan alami, yang memberi istirahat adekuat, mempertahankan gaya
hidup yang diinginkan dan dapat ditingkatkan (Herdman, 2012).
B. EPIDEMIOLOGI

Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk
mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti pelupa,
konfusi dan disorientasi (Asmadi, 2008). Menurut National Sleep Foundation
tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508 penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas
melaporkan mengalami insomnia dan sebanyak 7,3 % orang dewasa
mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia.
Kebanyakan orang yang beresiko mengalami insomnia yang disebabkan oleh
berbagai faktor seperti pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat,
peningkatan obat-obatan, dan penyakit yang dialami. Di Indonesia kejadian
gangguan tidur insomnia menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65
tahun, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% dan adanya laporan yang
mengindikasikan adanya insomnia dan sekitar 17% mengalami insomnia
yang serius.

C. ANATOMI FISIOLOGI

Neuroanatomi Pusat Pengaturan Tidur

Gambar 1. Neuroanatomi Pusat Pengaturan Tidur

Gambar 1: Komponen utama dari neuromodulator


penginduksi siklus tidur-bangun.Untuk menginduksi tidur,
proyeksi dari VLPO sebagai neuro penghasil GABA dan
galanin (gal) yang terletak di anterior dari hipotalamus
mengirimkan sinyal yang berfungsi menginhibisi ascending
arousal system di pons, basis frontalis dan hipotalamus. Sistem
ini meliputi; nukleus tuberomamilarius (TMN) yang terletak
di posterior dari hipotalamus yang memproduksi
histamin(HIST), sel raphe dorsalis yang memproduksi
serotonin (5-HT). Sel penghasil asetilkolin (Ach) yang terletak
di laterodorsal dari tegmentum (LDT), nukleus ditegmentum
dari pedukulopontin (PPT) serta nukleus di locus coeruleus
yang memproduksi noreprinefrin(NA).Sistem lain yang tidak
diilustrasikan pada gambar ini meliputi area perifornikal dari
hipotalamus yang memproduksi orexin, sel produsen dopamin
yang terletak di periaquaduktus mesencephalon dan serta
proyeksi kolinergik yang berasal dari basis frontalis (nukleus
basalis, pita diagonal dari brocca,dan septum medialis) semua
struktur ini memberikan proyeksi ke istem limbik dan korteks
(Chiong, 2008).

Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang


meliputi beberapa sirkuit neural yang saling berhubungan satu
sama lain, serta meliputi beberapa neurotransmitter yang
saling mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan penelitian
percobaan transeksi terhadap tikus yang telah dilakukan
sebelumnya didapatkan bahwa terdapat regio yang
mencetuskan terjadinya proses tidur di medulla
oblongata.Berikut dibawah ini merupakan area-area di otak
yang berperan dalam siklus tidur-bangun (Posner, 2007,
Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005, Aminoff, 2008).
Gambar 2: skematis lokasi anatomi area-area diotak yang berperan saat tidur

a. Ascending Reticular Activating System (ARAS)

ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi


sebagai promotor dari proses tidur-bangun. Bagian ini terletak
di formatio retikularis di batang otak yang terdiri atas beberapa
kelompok sel dan nukleus serta sejumlah besar interneuron
serta traktus ascenden dan descenden yang saling berhubungan
satu sama lain. Sebagian besar dari

formatio retikularis terletak di sentral atau tegmentum dari


pons dan mesencephalon serta memanjang sampai medula,
hipothalamus dan thalamus. Struktur ini dipengaruhi oleh
GABA yang disekresi oleh sebagian besar sinapsnya, serta
dipengaruhi oleh input sensoris yang masuk melalui batang
otak baik stimulus yang berasal dari sistem sensoris,motorik
maupun saraf kranial ( Carney, 2005, Shneerson, 2005,
Chiong, 2008).
b. Nukleus Traktus Solitarius

Bagian ini terletak di bagian medulla oblongata,


bersifat noradrenergik serta memiliki hubungan dengan pons ,
hipothalamus dan thalamus. Nukleus ini lebih aktif saat fase
NREM dibandingkan pada saat bangun (Carney, 2005,
Shneerson, 2005).

c. Locus Coeruleus

Bagian ini terletak pada pons bagian atas dan dorsal


serta bersifat Noradrenergik. Locus coeruleus aktif pada saat
bangun dan tersupresi parsial pada fase NREM serta inaktif
pada fase REM. Bagian ini memiliki fungsi untuk
menginhibisi aktivitas dari LDT/PPT, juga aktivitas dari
bagian ini pula terinhibisi oleh neuron GABA-ergik (Carney,
2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005).

d. Nucleus Raphe

Nukleus ini terletak di garis tengah dan bersifat


serotonergik. Bagian yang terpenting dari nukleus ini adalah
nucleus raphe dorsalis. Nukleus ini bersifat aktif saat bangun,
tersupresi secara parsial saat NREM dan inaktif saat REM.
Kinerja nya di inhibisi oleh neuron GABA-ergik serta jika
aktif, berfungsi menghambat aktivitas LDT/PPT serta
memberikan proyeksi ke hipotalamus. Diduga nukleus ini
memliki kontribusi terhadap respon motorik,otonom serta
status emosional saat perubahan dari tidur ke bangun (Carney,
2005, Shneerson, 2005, Chiong, 2008 ).

e. Laterodorsal Tegmental dan Pedunculopontine Tegmental


(LTD/PPT) nuclei

Nukleus-nukleus ini terletak di bagian Formasio


Retikularis di bagian dorsal dari tegmentum pons serta bersifat
kolinergik. Aktivitasnya diinhibisi oleh locus coeruleus,
nucleus raphe dan nucleus tuberomammilary serta berfungsi
menghubungkan area-area di batang otak dengan thalamus.
LTD/PPT ini merupakan generator dari siklus REM, juga
berkontribusi terhadap komponen visual dari mimpi dan
halusinasi. Jika nukleus ini aktif, maka akan terjadi inhibisi
dari locus coeruleus dan nukleus raphe (Shneerson, 2005).

f. Sistem Mesolimbik

Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum


mesencephalon, serta memiliki proyeksi ke area prefrontal dari
korteks serebri dan sistem limbik yang meliputi
amigdala ,hipokampus serta nukleus retikularis thalami.
Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat menyebabkan
keterjagaan sebagai akibat dari stimulus yang didapat (Posner,
2007, Shneerson, 2005).

g. Nukleus Tubero-Mammilary (TMN)

Nuklei ini terletak di bagian posterior dari hipotalamus


dan bersifat histaminergik dan hanya menerima input afferen
dari ventrolateral preoptic nucleus (VLPO) dan sistem orexin
yang berasal dari hipotalamus bagian lateral.Nuleus ini
berfungsi menginhibisi VLPO dan LDT/PPT serta bersifat
aktif saat bangun, tersupresi parsial pada fase NREM dan
inaktif saat fase REM (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).

h. Nuklei Perifornical

Terletak di lateral dari hipothalamus, berfungsi


mensekresi orexin (hipokretin). Nukleus –nukleus ini memiliki
fungsi eksitatorik pada pusat aminergik di batang otak yakni
locus coeruleus dan nuklei raphe serta inhibisi terhadap
LDT/PPT. Nuklei ini aktif pada saat fase wakefulness dimana
juga berfungsi melimitasi durasi fase REM (Posner, 2007,
Shneerson, 2005).
i. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme


sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi lesi pada
bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang
berlebihan (Shneerson, 2005).

j. Area Preoptik Hipotalamus

Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana


merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan ritme
sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan VMPO yang letaknya
berdekatan dengan SCN, dimana fungsi dari area ini adalah
sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP)
(Shneerson, 2005).

k. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)

Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel
III, dekat dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini
menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai
neurotransmitter penginhibisi nukleus yang mengatur
keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan
nukleus tuberomamilary. sehubungan dengan fungsinya yang
mempengaruhi banyak kinerja nukleus, maka VLPO
berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus
tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini di inhibisi oleh
sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik (Posner, 2007,
Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Smith, 2008).

Bagian dorsal dari VLPO mencetuskan fase NREM dan


bagian medialnya memberikan proyeksi ke LDT/PPT,
sehingga menginduksi fase REM. Kinerja dari VLPO tidak
dipengaruhi oleh ritme sirkadian, namun meningkat dengan
adanya kekurangan tidur.Nukleus ini aktif pada saat tidur dan
inaktif pada saat bangun (Carney, 2005, Chiong, 2008).
l. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)

Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan


modifikasi fungsi tidur-bangun (Shneerson, 2005).

m. Median Preoptic Nucleus (MPN)

Terletak di hipothalamus, di bagian dorsal dari


ventrikel III dan bersifat GABA-ergik. Nukleus ini menerima
input dari SCN dan memproyeksikannya ke neuron kolinergik
di basal dari lobus frontalis dan nuklei perifornical. Nukleus
ini aktif saat tidur, terutama fase NREM fase 3 dan 4
(Shneerson, 2005, Chiong, 2008).

n. Zona Subparaventrikuler

Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang


berasal dari bagian ini kemudian akan secara terintegrasi akan
mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui
VMPO),perilaku dan fungsi endokrin (Chiong, 2008, Aminoff,
2008).

o. Nukleus Dorsomedial

Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler


serta memberikan proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan
nukleus perifornikal dan berperan dalam inhibisi VLPO ,
pengaturan suhu tubuh, perilaku makan dan keterjagaan.
(Carney, 2005, Shneerson, 2005, Chiong, 2008)

p. Basis Frontalis (Substansia inominata)

Lokasinya terdapat pada area preoptik dari


Hipotalamus.Terdiri atas nukleus-nukleus penting yang
memegang peran penting dalam proses tidur (Shneerson,
2005).
q. Nukleus Basalis dari Meynert

Neuron-neuronnya di aktivasi oleh neuron glutamat-


ergik yang terletak di pons meliputi locus coeruleus, nukleus
raphe dan nukleus perifornical. Neuron dari meynert ini
bersifat kolinergik dan dapat di inhibisi oleh akumulasi dari
adenosin(Shneerson, 2005, Chiong, 2008)

r. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan


Ventral Putamen

Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam,


beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase
3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT,
sedangkan yang lain mensekresi glutamat atau galanin sebagai
transmitter (Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Aminoff, 2008).

Para nukleus ini memberikan proyeksi yang luas ke


SCN dan ke sistem limbik.area yang terletak di basis frontalis
ini membentuk jalur ascending menuju ke sistem aktivasi
rekular serta menghasilkan relay di ekstra-thalamik ventralis
sebelum menuju ke korteks serebri. Area ini aktif pada saat
bangun dan fase REM, tetapi inaktif pada fase NREM.
Adenosine terakumulasi di ekstraseluler dan menempel pada
reseptor A1 dan menginhibisi kinerja dari neuron basis
frontalis yang bersifat kolinergik,sehingga mencetuskan fase
NREM (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).

s. Sistem Limbik

Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik


maupun reaksi emosional seseorang terhadap stimulus
eksternal dan memori sehingga menyebabkan sistem ini
bersifat fleksibel dan adaptif. Area –area yang termasuk dalam
sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para-
hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio
orbitofrontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada
fase NREM tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem
limbik yang terletak di substansia grisea dari periaquaduktus
sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari
saraf simpatis (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005).

t. Thalamus

Thalamus merupakan stasiun relay yang terahkir yang


menghubungkan jaras informasi dari reseptor ke korteks
serebri, kecuali input yang berasal dari regio olfaktorius,
sebaliknya pula aktivitas dari thalamus ini sendiri diatur oleh
korteks serebri. Thalamus memiliki beberapa kumpulan
nukleus yakni nukleus retikuler dari thalamus yang
memegang peranan penting dalam proses keterjagaan, bagian
ini terdiri atas kelompok neuron eksitatorik yang berfungsi
menghasilkan glutamat serta kelompok neuron inibitorik yang
menghasilkan GABA,Neuron intratalamikus yang berfungsi
memodifkasi aktivitas dari thalamus sedangkan nukleus-
nukleus thalamus yang lainnya membentuk jaras proyeksi
thalamokortikal (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson,
2005, Chiong, 2008, Aminoff, 2008)

Thalamus mengatur aktivitas ARAS dan impuls


lainnya yang melewati mesencephalon. Thalamus
memodifikasi aktifitas spindel dari mesencephalon serta
melalui sistem proyeksinya yang luas bagian ini mampu
mengintegrasikan dan mensinkronisasi aktivitas
korteks.Sinkronisasi aktivitas dari korteks ini menyebabkan
korteks serebri dapat menginisiasi serta mempertahankan fase
NREM. Bagian ini secara efektif memutus hubungan antara
korteks dengan batang otak serta stimulus-stimulus lainya
secara reversibel. Melalui neuron pensekresi GABA-nya,
thalamus menginhibisi promotor keterjagaan yang terletak di
batang otak juga memberikan pengaruh terhadap fase REM
melalui proyeksinya ke LDT/PPT. Berikut di bawah ini dapat
dilihat tabel-1 tentang beberapa area utama di CNS dan
perannya terhadap tidur (Chiong, 2008, Aminoff, 2008).

D. ETIOLOGI
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam
siklus siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam
tahapan yang berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima
tahapan tidur. Tahap 1 hingga tahap 4 mengacu pada tidur dengan
gerakan mata tidak cepat (NREM- Non Rapid Eye Movement) dan
berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga keadaan
tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang
biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah,
pernapasan, dan ketegangan otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh
dianggap melakukan tindakan responsif, baik secara fisiologi maupun
psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata cepat (REM-
Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan
meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM.
Manfaat tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental
dan kesehatan emosi.
(Tarwoto dan Wartonah, 2010).
a. Non Rapid Eye Movement (NREM)

Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi


menjadi empat tahapan yaitu:

1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur.
Berlangsung beberapa menit saja, dan gelombang otak menjadi
lambat. Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun.
Berlangsung 1020 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan
gelombang otak menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :

a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.


b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik
yang disebut gelombang tidur.
3) Tahap III
Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-30
menit. Tahap III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.
4) Tahap IV
Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini
ditandai dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada
jam bangun pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan
frekwensi 1-2 siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta
enuresis (mengompol).
b. Rapid Eye Movement (REM)

Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-
25 % dari tidurnya.

1) Tahap REM ditandai dengan:


a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-
tahap sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur
dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan
pernapasan yang berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah
yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.
g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata
20 menit.
2) Karakteristik tidur REM
a) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
b) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.
c) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.
d) Nadi : Cepat dan ireguler.
e) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.
f) Sekresi gaster : Meningkat.
g) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik.
h) Gelombang otak : EEG aktif.
i) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.
Gangguan Tidur

Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati,


umunya menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu
dari tiga masalah insomnia yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat
tidur atau ketika terbangun di malam hari, atau kantuk yang
berlebihan di siang hari (Tarwoto dan Wartonah,
2010)
a. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka
mengalami kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan atau
tidur pendek atau tidur non retoratif. Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun kuantitas. Umumnya
ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan
fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah dan gelisah.
Ada tiga jenis insomnia yaitu Initial insomnia adalah kesulitan untuk
memulai tidur, Intermitten insomnia adalah kesulitan untuk tetap
tertidur karena seringnya terjaga, terminal insomnia adalah bangun
terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.

b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul
saat seseorang tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada
orang dewasa. Misalnya tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi
buruk, nokturnal, enuresis (mengompol), badan goyang, dan
bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan
terutama pada siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara
tiba-tiba pada siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering
mengalami mimpi seperti nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur.
Mimpi-mimpi ini sulit dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur,
perasaan tidak mampu bergerak, atau berbicara sesaat sebelum bagun
atau tidur adalah gejala lainnya (Guilleminault dan Bassiri, 2005).
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran
udara melalui hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih
pada saat tidur. Ada tiga jenis tidur apnea yaitu : apnea sentral,
obstruktif, dan campuran. Bentuk yang paling umum adalah apnea
obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea (OSA). OSA mempengaruhi
10-15% dari dewasa menengah. OSA terjadi ketika otot atau struktur
dari rongga mulut atau tenggorakan mengalami relaksasi saat tidur.
Saluran napas tersumbat sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran
udara hidung (hiponea) atau menghentikannya (apnea) selama 30
detik (Guilleminault dan Bassiri, 2005). Seseorang masih mencoba
untuk bernapas karena dada dan perut terus bergerak, sehingga sering
menghasilkan dengkuran keras dan suara mendengus atau
mendengkur. Ketika pernapasan menjadi sebagian atau seluruhnya
berkurang, setiap gerakan diafragma berturut-turut menjadi kuat
sampai penyumbatan terbuka. Mendengkur bukan dianggap sebagai
gangguan tidur, namun bila disertai apnea maka bisa menjadi masalah.

f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur
REM.

E. TANDA GEJALA

1. Dewasa
a. Data Mayor : Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur
b. Data Minor
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Perubahan mood
3) Agitasi
4) Mengantuk sepanjang hari
2. Anak
a. Gangguan pada anak sering kali dihubungkan dengan
ketakutan, enuresis, atau respons tidak konsisten dari orang tua
terhadap permintaan anak untuk mengubah peraturan dalam
tidur seperti permintaan untuk tidur larut malam.
b. Keengganan untuk istirahat, keinginan untuk tidur bersama
orang tua.
c. Sering bangun saat malam hari.

F. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tidur
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih
banyak dari normal. Namun demikian keadaan sakit menjadikan
pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien
dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkhitis, penyakit
kardiovaskuler, dan penyakit persarafan.
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.

c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan
minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain
Diuretik (menyebabkan insomnia), Anti depresan
(supresi REM), Kaffein (Meningkatkan saraf
simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan insomnia), dan Narkotika
(Mensupresi REM).

PATHWAYS

Latihan
Obat & Stress / Lingkungan
kelelahan
Substansi Gaya hidup emosional tidak nyaman
Mengubah Mengurangi
Rutinitas & Kecemasan
pola tidur kenyamanan Sulit tidur
bekerja
tidur
Nutrisi & kalori rotasi Tegang /
frustasi
Gangguan Kesulitan
pencernaan menyesuaikan Motivasi
perubahan Sering

Gangguan tidur jadwal tidur terbangun


Keinginan
menanti tidur
Penyakit

Gangguan
Gangguan Tidur
Lemah & letih proses tidur

Tidak dapat
Butuh lebih Tidak dapat tidur Perbaikan pola
tidur dalam
banyak tidur dengan kualitas baik tidur
periode panjang

Kesiapan
Akibat factor Akibat factor Deprivasi
meningkatkan
eksternal internal tidur
tidur

Gangguan pola
Insomnia
tidur

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Terapi Non Farmakologi Menurut Remelda, (2008) Merupakan


pilihan utama sebelum menggunakan obatobatan karena penggunaan
obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan.
Ada pun cara yang dapat dilakukan antara lain :
a. Terapi relaksasi
Terapi ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan atau stress
yang dapat mengganggu tidur. Bisa dilakukan dengan tidak
membawa pekerjaan kantor ke rumah, teknik pengaturan
pernapasan, aromaterapi, peningkatan spiritual dan pengendalian
emosi.
b. Terapi tidur yang bersih
Terapi ini ditujukan untuk menciptakan suasana tidur bersih dan
nyaman. Dimulai dari kebersihan penderita diikuti kebersihan
tempat tidur dan suasana kamar yang dibuat nyaman untuk tidur.
c. Terapi pengaturan tidur
Terapi ini ditujukan untuk mengatur waktu tidur perderita
mengikuti irama sirkardian tidur normal penderita. Jadi penderita
harus disiplin menjalankan waktu-waktu tidurnya.
d. Terapi psikologi/psikiatri
Terapi ini ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stress
berat yang menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi ini
dilakukan oleh tenaga ahli atau dokter psikiatri.
e. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita
dalam memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan
untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita
merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
f. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi
tidur si penderita gangguan tidur.

g. Stimulus Control Therapy


Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu
bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan
waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada
siang hari meski hanya sesaat.
h. Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan
kepercayaan si penderita yang salah mengenai tidur.
i. Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si
penderita yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang
menyenangkan.
j. Mengubah gaya hidup
Bisa dilakukan dengan berolah raga secara teratur, menghindari
rokok dan alkohol, mengontrol berat badan dan meluangkan
waktu untuk berekreasi ke tempat-tempat terbuka seperti pantai
dan gunung.
2. Terapi Farmakologi
Menurut Remelda, (2008) Mengingat banyaknya efek samping yang
ditimbulkan dari obat-obatan seperti ketergantungan, maka terapi ini
hanya boleh dilakukan oleh dokter yang kompeten di bidangnya.
Obat-obatan untuk penanganan gangguan tidur antara lain:
a. Golongan obat hipnotik
b. Golongan obat antidepresan
c. Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d. Golongan obat antihistamin.

Untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur yaitu dengan cara
pemberian obat golongan hipnotik-sedatif misalnya: Benzodiazepin
(Diazepam, Lorazepam, Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi efek
samping dari obat tersebut mengakibatkan Inkoordinsi motorik,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi
berpikir, mulut kering, dsb ( Remelda, 2008).

Anda mungkin juga menyukai