LAPORAN PENDAHULUAN
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis yang tentunya bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan
tingkat kesehatan dan posisi pada rentang sehat-sakit (Potter & Perry, 2005). Salah satu kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu yaitu istirahat dan tidur. Istirahat dan tidur yang
cukup. akan membuat tubuh dapat berfungsi secara optimal. Manusia menggunakan sepertiga
waktu dalam hidup untuk tidur. Istirahat merupakan suatu keadaan tenang, relaks tanpa stress
emosional, dan bebas dari ansietas. Istirahat adalah suatu keadaan di mana kegiatan jasmaniah
menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative
tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-
ulang dan masing- masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto,
2006).
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami suatu
perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman
atau mengganggu gaya hidup yang diinginkannya. Sedangkan insomia adalah gangguan pada
kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat fungsi (Herdman, 2012). Pada individu yang
mengalami gangguan pola tidur dapat ditunjukkan dengan kondisi yang memperlihatkan perasaan
lelah, mudah terangsang gelisah, lesu, apatis, kehitaman di sekitar mata, konjungtiva merah, mata
perih, konsentrasi terpecah, sakit kepala dan sering mengantuk (Hidayat, 2006).
Umur
Kebutuhan Tidur
0-1 bulan
14-18 jam/hari
1-18 bulan
12-14 jam/hari
18-3 tahun
11-12 jam/hari
3-6 tahun
11 jam/hari
6-12 tahun
10 jam/hari.
12-18 tahun
8,5 jam/hari
18-40 tahun
7-8 jam/hari
40-60 tahun
7 jam/hari
60 tahun ke atas
6 jam/hari
Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang meliputi beberapa sirkuit neural yang saling
berhubungan satu sama lain, serta meliputi beberapa neurotransmitter yang saling mempengaruhi
satu sama lain.
a. Ascending Reticular Activating System (ARAS) ARAS merupakan sistem saraf pusat yang
berfungsi sebagai promotor dari proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio
retikularis di batang otak yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan nukleus serta sejumlah
besar interneuron serta traktus ascenden dan descenden yang saling berhubungan satu
sama lain. Sebagian besar dari formatio retikularis terletak di sentral atau tegmentum dari
pons dan mesencephalon serta memanjang sampai medula, hipothalamus dan thalamus.
Struktur ini dipengaruhi oleh GABA yang disekresi oleh sebagian besar sinapsnya, serta
dipengaruhi oleh input sensoris yang masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal
dari sistem sensoris motorik maupun saraf kranial.
b. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO) Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh
dan modifikasi fungsi tidur-bangun (Shneerson, 2005).
c. Nukleus Dorsomedial
Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan proyeksi ke nukleus
paraventrikuler dan nukleus periformikal dan berperan dalam inhibisi VLPO, pengaturan suhu tubuh,
perilaku makan dan keterjagaan.
d. Sistem Mesolimbik
Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta memiliki
Proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik yang meliputi
Yang didapat.
e. Sistem Limbik
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap
stimulus eksternal dan memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area
area yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para- hipokampalis,
formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak
aktif pada fase NREM tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di
substansia grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari
saraf simpatis.
f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen
Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang
aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT. Sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter.
Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi
lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).
h. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini kemudian akan secara
terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi
endokrin.
Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan
ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana
fungsi dari area ini adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP) (Shneerson,
2005).
. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO) j
Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO.
Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter
penginhibisi nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. Sehubungan
dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus. Maka VLPO
Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap
stimulus eksternal dan memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area
area yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para- hipokampalis,
formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak
aktif pada fase NREM tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di
substansia grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari
saraf simpatis.
f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen
Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang
aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT. sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter.
Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi
lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).
h. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini kemudian akan secara
terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi
endokrin.
Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO.
Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter
penginhibisi nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. Sehubungan
dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus. Maka VLPOSistem limbik meregulasi
baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan
memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area area yang termasuk
dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para- hipokampalis, formasio hipokampal
di lobus temporalis, regio orbito-frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM
tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea dari
periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari saraf simpatis.
f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen
Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang
aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT. sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter.
Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi
lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).
h. Zona Subparaventrikuler
Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini kemudian akan secara
terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi
endokrin.
Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO.
Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter
penginhibisi nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. Sehubungan
dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus. Maka VLPO
berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus tidur. Sebaliknya pula fungsi dari
nukleus ini di inhibisi oleh sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik.
Tahapan-Tahapan Tidur
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus tidur terjaga umumnya mengikuti
irama circadian atau 24 jam dalam siklus siang malam. Selain siklus tidur terjaga, tidur terjadi dalam
tahapan yang berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga tahap 4
mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non Rapid Eye Movement) dan
berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4.
Selama tidur NREM, seseorang biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah,
pernapasan, dan ketegangan otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan
responsif, baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata cepat
(REM- Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan meningkatnya level
aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam
proses mental dan kesehatan, emosi (Tarwoto dan Wartonah, 2010). A. Non Rapid Eye Movement
(NREM) Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi menjadi empat tahapan
yaitu:
1) Tahap 1 Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur. Berlangsung beberapa menit
saja, dan gelombang otak menjadi lambat.
2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung 10-20 menit, semakin
rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus /detik yang disebut gelombang tidur.
3) Tahap III Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15- 1985 30 menit. Tahap III
ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini ditandai dengan:
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun pagi.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2 siklus/detik.
b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-
25% dari tidurnya.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan yang berfluktuasi, serta
peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi
f) Metabolisme meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.
Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umunya menyebabkan tidur terganggu
yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah insomnia yaitu: gerakan abnormal atau sensasi saat
tidur atau ketik terbangun di malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari (Maslow, 2005).
Menurut Remelda (2008) terdapat beberapa gangguan tidur antara lain:
a. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami kesulitan tidur kronis, sering
terbangun dari tidur, dan atau tidur pendek atau tidur non retoratif. Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa.
Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor
Mental seperti perasaan gundah dan gelisah. Ada tiga jenis insomnia yaitu
initial insomnia adalah kesulitan untuk memulai tidur. Intermitten insomnia adalah kesulitan untuk
tetap tertidur karena seringnya terjaga, terminal insomnia adalah bangun terlalu dini dan sulit untuk
tidur kembali.
b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat Iseseorang tidur, dan bisanya terjadi
pada anak-anak daripada orang dewasa. Misalnya tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi
buruk. Nokturnal, enuresis (mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan terutama pada siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba- tiba pada siang hari. Seseorang
dengan narkolepsi sering mengalami mimpi seperti nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur.
Mimpi-mimpi ini sulit dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak mampu bergerak,
atau berbicara sesaat sebelum bagun atau tidur adalah gejala lainnya.
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui hidung dan mulut untuk
periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis tidur apnea yaitu: apnea sentral, obstruktif,
dan campuran. Bentuk yang paling umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea
(OSA). OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut atau tenggorakan mengalami relaksasi
saat tidur. Saluran napas tersumbat sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran udara hidung
(hiponea) atau menghentikannya (apnea) selama 30 detik.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM
banyak faktor yang dapat menyebabkan atau dapat dikatakan tidak mempunyai
penyebab pasti terjadinya gangguan tidur ini. Menurut Remelda (2008) terdapat beberapa perilaku
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur .yaitu:
1. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll)
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapar beberapa penyebab gangguan pola tidur
anataralain:
3. Kurang privasi
4. Reinstraint fisik
Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla, tepatnya di RAS
(Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron
di medulla oblongata, pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan
mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh terjadi selama
proses tidur. Dua system RAS dan BSR diperkirakan terjadinya kegiatan pergerakan yang intermiten
dan selanjutnya menekan pusat-pusat otak secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga
tubuh dan menerima impuls sensori, seperti stimulus
Auditory, visual, nyeri dan stimulus taktil. Stimulus sensori ini dapat mempertahankan
penyebab pasti terjadinya gangguan tidur ini. Menurut Remelda (2008) terdapat beberapa perilaku
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur .yaitu:
Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapar beberapa penyebab gangguan pola tidur
anataralain:
3. Kurang privasi
4. Reinstraint fisik
Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla, tepatnya di RAS
(Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron
di medulla oblongata, pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan
mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh terjadi selama
proses tidur. Dua system RAS dan BSR diperkirakan terjadinya kegiatan pergerakan yang intermiten
dan selanjutnya menekan pusat-pusat otak secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga
tubuh dan menerima impuls sensori, seperti stimulus
auditory, visual, nyeri dan stimulus taktil. Stimulus sensori ini dapat mempertahankan
keadaan bangun dan waspada. Selama tidur tubuh mengirim sedikit sekali stimulus dari korteks
cerebri atau reseptor sensori perifer pada RAS. Individu bangun dari tidur jika celah peningkatan dari
stimulus BSR meningkat pada saat tidur. Terjadinya insomnia ini dimungkinkan karena RAS dan BSR
tidak bekerja dengan semestinya di batang otak (Haswita. 2017).
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun
demikian keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien
dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit
persarafan
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman, kemungkinan terjadi perubahan
suasana seperti gaduh maka akan menghambat tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan
waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis sehingga mengganggu
tidumya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol dapat mengakibatkan
insomnia dan cepat marah.
g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain Diuretik (menyebabkan
insomnia), Anti depresan (supresi REM), Kaffein (Meningkatkan
REM).
MANIFESTASI KLINIK
1. Dewasa
b. Data Minor.
2) Perubahan mood
3) Agitasi
2. Anak
a. Gangguan pada anak sering sering kali dihubungkan dengan ketakutan, enuresis, atau respons
tidak konsistens dari orang tua terhadap permintaan anak untuk mengubah peraturan dalam tidur
seperti permintaan untuk tidur larut malam.
Tanda-tanda kualitas tidur yang kurang dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis
(Hidayat, 2015):
Wajah (gelap di area sekitar mata, bengkak di kelopak mata, kongjungtiva kemerahan dan mata
terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu berkonsentrasi (kurangnya
perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.
Apatis dan respon menurun merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat menurun,
bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan
keputuan atau pertimbangan menurun.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendiagnostik seseorang mengalami gangguan atau tidak adapat dilakukan pemeriksaan
melalui:
5. Aktivitas fisik
G. KOMPLIKASI
a. Efek psikologis.
Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, irritable, kehilangan motivasi, depresi,
dan sebagainya.
b. Efek fisik/somatik.
c. Efek sosial. Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, sepertisusah mendapat promosi pada
lingkungan kerjanya, kurang bisamenikmati hubungan sosial dan keluarga.
d. Kematian.
Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang
yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi
insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat
pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit.
Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami
kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal.
BAB II
B. Pengkajian Keperawatan
Dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
2. Riwayat penyakit
3. Pemeriksaan fisik
Meliputi:
4. Data Fokus
c. TTV c) Perilaku
Data subjektif
Data objektif
c) Mudah tersinggung
4) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, dan mata terasa pedih
2) Meningkatnya kegelisahan
5) Gangguan koordinasi
C. ANALISA DATA
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir dan penalaran
yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian
keperawatan. Dalam melakukan analisa data, diperlukan kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Mangole et al., 2015).
NO
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Hambatan
SLKI
SIKI
Setelah
lingkungan (misalnya
kelembapan lingkungan
pencahayaan.
tindakan keperawatan selama 3x24 jam. diharapkan pola tidur membaik kriteria hasil: dengan
Terapeutik
1. Modifikasi
2. berubah menurun
3.
4. 4. Keluhan tidak menurun istirahat cukup
5.
6. tidak jadwal sedap, pemantauan/pe meriksaan tindakan)
7.
8. 2. Kurang control tidur
9.
10. 3. Kurang privasi
11.
12. 4. Restraint fisik
13.
14. 5. Ketiadaan teman tidur
15.
16. 6. Tidak familiar dengan peralatan tidur.
17.
18. lingkungan
19.
20. 2. Batasi waktu tidur siang
21.
22. 3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
23.
24. 4. Tetapkan tidur rutin. jadwal
25.
26. Edukasi
27.
28. 1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
29.
30. 2. Anjurkan menepati kebiasaan tidur waktu
31.
32. 3. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur.
33.
34. Keletihan Faktor yang berhubungan
35.
36. 1. Gangguan tidur
37.
38. 2. Gaya hidup monoton
39.
40. 3. Kondisi fisiologis
41.
42. 4. Peristiwa hidup negative
43.
44. 5. Stres berlebihan
45.
46. 6. Depresi
47.
48. Setelah dilakukan
49.
50. tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
51.
52. diharapkan tingkat keletihan menurun
53.
54. dengan kriteria hasil:
55.
56. 1. Kemampuan melakukan aktivitas meningkat rutin
57.
58. 2. Sakit kepala menurun gelisah menurun
59.
60. Edukasi Aktivitas dan
61.
62. Istirahat
63.
64. Observasi
65.
66. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
67.
68. Terapeutik:
69.
70. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan
71.
72. istirahat
73.
74. Edukasi:
75.
76. 2
77. 3. Pola istirahat meningkat
78.
79. Kesiapan Peningkatan Tidur
80.
81. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola tidur membaik
kriteria hasil: dengan
82.
83. 1. Keluhan sulit tidur menurun
84.
85. 2. Keluhan puas tidak tidur
86.
87. menurun
88.
89. 3. Keluhan tidur menurun pola berubah
90.
91. 4. Keluhan istirahat tidak cukup menurun
92.
93. 1. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin
94.
95. 2. Ajarkan mengidentifikasi kebutuhan istirahat. cara
96.
97. Dukungan Tidur
98.
99. Observasi
100.
101. 4. Identifikasi aktivitas dan tidur pola
102.
103. 5. Identifikasi faaktor pengganggu tidur
104.
105. 6. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur Terapeutik
106.
107. 5. Modifikasi lingkungan
108.
109. 6. Batasi waktu tidur siang
110.
111. 7. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
112.
113. 8. Tetapkan tidur rutin. jadwal
114.
115. Edukasi
116.
117. 4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
118.
119. 5. Anjurkan menepati kebiasaan tidur waktu
120. 6. Anjurkan
121.
122. menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur.
123.
124. E. Rencana Tindakan
125.
126. Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses keperawatan,
dimana perencanaan adalah fase dalam proses keperwatan yang melibatkan pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis
keperawatan (Siregar, 2021).
127.
128. F. Implementasi
129.
130. Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang
optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai fasilitas
kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya.
Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan
keperawatan.
131.
132. E. Evaluasi
133.
134. Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan, membandingkan hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan.
135.
136. Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
137. ⚫S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
138.
139. O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
140.
141. . A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian (perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan),
masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan
perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah baru).
142.
143. ⚫ P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
144. DAFTAR PUSTAKA
145.
146. Herdman, T. Heather. (2021). Kebutuhan Dasar Manusia. Definisi dan Kalsifikasi
2012-
147.
148. 2014. Jakarta: ECG
149.
150. Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta. Salmba Medika.
151.
152. Potter, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, praktik,
Edisi 4. Jakarta: EGC.
153.
154. Potter dan Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: ECG
155.
156. Tim Pokja SDKI DPP PPNL. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
DPP PPNI
157.
158. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
DPP
159.
160. PPNI
161.
162. Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
DPP PPNI