Anda di halaman 1dari 28

BABI

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR

A. DEFINISI GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupuan psikologis yang tentunya bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan
tingkat kesehatan dan posisi pada rentang sehat-sakit (Potter & Perry, 2005). Salah satu kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu yaitu istirahat dan tidur. Istirahat dan tidur yang
cukup. akan membuat tubuh dapat berfungsi secara optimal. Manusia menggunakan sepertiga
waktu dalam hidup untuk tidur. Istirahat merupakan suatu keadaan tenang, relaks tanpa stress
emosional, dan bebas dari ansietas. Istirahat adalah suatu keadaan di mana kegiatan jasmaniah
menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan relative
tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-
ulang dan masing- masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto,
2006).

Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami suatu
perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman
atau mengganggu gaya hidup yang diinginkannya. Sedangkan insomia adalah gangguan pada
kuantitas dan kualitas tidur yang menghambat fungsi (Herdman, 2012). Pada individu yang
mengalami gangguan pola tidur dapat ditunjukkan dengan kondisi yang memperlihatkan perasaan
lelah, mudah terangsang gelisah, lesu, apatis, kehitaman di sekitar mata, konjungtiva merah, mata
perih, konsentrasi terpecah, sakit kepala dan sering mengantuk (Hidayat, 2006).

Kebutuhan tidur menurut menurut usia:

Umur

Kebutuhan Tidur

0-1 bulan
14-18 jam/hari

1-18 bulan

12-14 jam/hari

18-3 tahun

11-12 jam/hari

3-6 tahun

11 jam/hari

6-12 tahun

10 jam/hari.

12-18 tahun

8,5 jam/hari

18-40 tahun

7-8 jam/hari

40-60 tahun

7 jam/hari

60 tahun ke atas
6 jam/hari

B. ANATOMI FISIOLOGI GANGGUAN TIDUR

Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang meliputi beberapa sirkuit neural yang saling
berhubungan satu sama lain, serta meliputi beberapa neurotransmitter yang saling mempengaruhi
satu sama lain.

a. Ascending Reticular Activating System (ARAS) ARAS merupakan sistem saraf pusat yang
berfungsi sebagai promotor dari proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio
retikularis di batang otak yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan nukleus serta sejumlah
besar interneuron serta traktus ascenden dan descenden yang saling berhubungan satu
sama lain. Sebagian besar dari formatio retikularis terletak di sentral atau tegmentum dari
pons dan mesencephalon serta memanjang sampai medula, hipothalamus dan thalamus.
Struktur ini dipengaruhi oleh GABA yang disekresi oleh sebagian besar sinapsnya, serta
dipengaruhi oleh input sensoris yang masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal
dari sistem sensoris motorik maupun saraf kranial.

b. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO) Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh
dan modifikasi fungsi tidur-bangun (Shneerson, 2005).

c. Nukleus Dorsomedial

Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta memberikan proyeksi ke nukleus
paraventrikuler dan nukleus periformikal dan berperan dalam inhibisi VLPO, pengaturan suhu tubuh,
perilaku makan dan keterjagaan.

d. Sistem Mesolimbik

Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum mesencephalon, serta memiliki

Proyeksi ke area prefrontal dari korteks serebri dan sistem limbik yang meliputi

Amigdala hipokampus serta nukleus retikularis thalami. Sistem ini bersifat


Dopaminergik serta dapat menyebabkan keterjagaan sebagai akibat dari stimulus

Yang didapat.

e. Sistem Limbik

Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap
stimulus eksternal dan memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area
area yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para- hipokampalis,
formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak
aktif pada fase NREM tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di
substansia grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari
saraf simpatis.

f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen

Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang
aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT. Sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter.

g. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi
lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).

h. Zona Subparaventrikuler

Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini kemudian akan secara
terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi
endokrin.

i. Area Preoptik Hipotalamus

Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan
ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana
fungsi dari area ini adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP) (Shneerson,
2005).
. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO) j

Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO.
Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter
penginhibisi nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. Sehubungan
dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus. Maka VLPO

Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap
stimulus eksternal dan memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area
area yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para- hipokampalis,
formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak
aktif pada fase NREM tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di
substansia grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari
saraf simpatis.

f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen

Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang
aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT. sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter.

g. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi
lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).

h. Zona Subparaventrikuler

Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini kemudian akan secara
terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi
endokrin.

i. Area Preoptik Hipotalamus


Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan
ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana
fungsi dari area ini adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP) (Shneerson,
2005).

. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO) j

Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO.
Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter
penginhibisi nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. Sehubungan
dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus. Maka VLPOSistem limbik meregulasi
baik sistem saraf otonomik maupun reaksi emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan
memori sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area area yang termasuk
dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus para- hipokampalis, formasio hipokampal
di lobus temporalis, regio orbito-frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM
tetapi aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia grisea dari
periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi kinerja dari saraf simpatis.

f. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala Nukleus Accumbens dan Ventral Putamen

Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari mereka bersifat GABA-ergik yang
aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan memberikan proyeksi ke LDT/PPT. sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter.

g. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta sebagai promotor bangun. Jika terjadi
lesi pada bagian ini maka akan menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).

h. Zona Subparaventrikuler

Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari bagian ini kemudian akan secara
terintegrasi akan mempengaruhi ritme sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi
endokrin.

i. Area Preoptik Hipotalamus


Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat integrasi dari homeostasis dan
ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO dan VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana
fungsi dari area ini adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin (AVP) (Shneerson,
2005).

. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO) j

Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel III, dekat dengan nukleus VMPO.
Nukleus-nukleus ini menghasilkan GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter
penginhibisi nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik meliputi
locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus tuberomamilary. Sehubungan
dengan fungsinya yang mempengaruhi banyak kinerja nukleus. Maka VLPO

berpotensi untuk menyebabkan reaktivasi dari pusat pencetus tidur. Sebaliknya pula fungsi dari
nukleus ini di inhibisi oleh sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik.

Tahapan-Tahapan Tidur

Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus tidur terjaga umumnya mengikuti
irama circadian atau 24 jam dalam siklus siang malam. Selain siklus tidur terjaga, tidur terjadi dalam
tahapan yang berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga tahap 4
mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM-Non Rapid Eye Movement) dan
berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4.
Selama tidur NREM, seseorang biasanya mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah,
pernapasan, dan ketegangan otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan
responsif, baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata cepat
(REM- Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan meningkatnya level
aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur REM berkaitan dengan perbaikan dalam
proses mental dan kesehatan, emosi (Tarwoto dan Wartonah, 2010). A. Non Rapid Eye Movement
(NREM) Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi menjadi empat tahapan
yaitu:

1) Tahap 1 Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur. Berlangsung beberapa menit
saja, dan gelombang otak menjadi lambat.

Tahap I ini ditandai dengan:


a) Mata menjadi kabur dan rileks

b) Seluruh otot menjadi lemas.

c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.

d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun

e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.

f) Dapat terbangun dengan mudah.

2) Tahap II

g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi

Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung 10-20 menit, semakin
rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi lebih lambat. Tahap II ini ditandai dengan :

a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.

b) Suhu tubuh menurun.

c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang

d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.

e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus /detik yang disebut gelombang tidur.

3) Tahap III Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15- 1985 30 menit. Tahap III
ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.

b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.

c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.

d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.

4) Tahap IV Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini ditandai dengan:

a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan

b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun pagi.

c) Tonus Otot menurun (relaksasi total)

d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30%,

e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2 siklus/detik.

f) Gerak bola mata mulai meningkat.

g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis(mengompol)

b. Rapid Eye Movement (REM) Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-
25% dari tidurnya.

Tahapan tidur REM ditandai dengan:

a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap


sebelumnya.

b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.

c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.

d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.

e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan yang berfluktuasi, serta
peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi

f) Metabolisme meningkat.

g) Lebih sulit dibangunkan.

h) Sekresi ambung meningkat.

i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.

Karakteristik tidur REM

a) Mata: Cepat tertutup dan terbuka.

b) Otot-otot: Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi

c) Pernapasan: tidur teratur, kadang dengan apnea

d) Nadi: Cepat dan ireguler.

e) Tekanan darah Meningkat atau fluktuasi.


f) Sekresi gaster: Meningkat

g) Metabolisme: Meningkat, temperatur tubuh naik

h) Gelombang otak: EEG aktif.

i) Siklus tidur: Sulit dibangunkan.

Macam-Macam Gangguan Tidur

Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umunya menyebabkan tidur terganggu
yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah insomnia yaitu: gerakan abnormal atau sensasi saat
tidur atau ketik terbangun di malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari (Maslow, 2005).
Menurut Remelda (2008) terdapat beberapa gangguan tidur antara lain:

a. Insomnia

Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami kesulitan tidur kronis, sering
terbangun dari tidur, dan atau tidur pendek atau tidur non retoratif. Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa.
Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor

Mental seperti perasaan gundah dan gelisah. Ada tiga jenis insomnia yaitu

initial insomnia adalah kesulitan untuk memulai tidur. Intermitten insomnia adalah kesulitan untuk
tetap tertidur karena seringnya terjaga, terminal insomnia adalah bangun terlalu dini dan sulit untuk
tidur kembali.

b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat Iseseorang tidur, dan bisanya terjadi
pada anak-anak daripada orang dewasa. Misalnya tidur berjalan, mengigau, teror malam, mimpi
buruk. Nokturnal, enuresis (mengompol), badan goyang, dan bruksisme (gigi bergemeretak).

c. Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan terutama pada siang hari.

d. Narkolepsi

Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba- tiba pada siang hari. Seseorang
dengan narkolepsi sering mengalami mimpi seperti nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur.
Mimpi-mimpi ini sulit dibedakan dari kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak mampu bergerak,
atau berbicara sesaat sebelum bagun atau tidur adalah gejala lainnya.

e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur

Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui hidung dan mulut untuk
periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis tidur apnea yaitu: apnea sentral, obstruktif,
dan campuran. Bentuk yang paling umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea
(OSA). OSA terjadi ketika otot atau struktur dari rongga mulut atau tenggorakan mengalami relaksasi
saat tidur. Saluran napas tersumbat sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran udara hidung
(hiponea) atau menghentikannya (apnea) selama 30 detik.

f. Mengigau

Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM

C. ETIOLOGI GANGGUAN TIDUR

Gangguan tidur bukanlah suatu penyakit melainkan gejala yang memiliki

banyak faktor yang dapat menyebabkan atau dapat dikatakan tidak mempunyai

penyebab pasti terjadinya gangguan tidur ini. Menurut Remelda (2008) terdapat beberapa perilaku
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur .yaitu:
1. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll)

2. Kekhawatiran tidak dapat tidur

3. Mengkonsumsi caffein secara berlebihan

4. Minum alkohol sebelum tidur

5. Merokok sebelum tidur

6. Tidur siang sore yang berlebihan

7. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur.

8. Faktor psikologi (Stress, Depresi, sakit fisik, sesak nafas)

9. Faktor lingkungan (lingkungan sekitar dan gaya hidup)

Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapar beberapa penyebab gangguan pola tidur
anataralain:

1. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingungan, pengcahayaan,


kebisingan, bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan tindakan)

2. Kurang kontrol tidur

3. Kurang privasi
4. Reinstraint fisik

5. Ketiadaan teman tidur

6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

D. PATOFISIOLOGI GANGGUAN TIDUR

Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla, tepatnya di RAS
(Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron
di medulla oblongata, pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan
mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh terjadi selama
proses tidur. Dua system RAS dan BSR diperkirakan terjadinya kegiatan pergerakan yang intermiten
dan selanjutnya menekan pusat-pusat otak secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga
tubuh dan menerima impuls sensori, seperti stimulus

Auditory, visual, nyeri dan stimulus taktil. Stimulus sensori ini dapat mempertahankan

penyebab pasti terjadinya gangguan tidur ini. Menurut Remelda (2008) terdapat beberapa perilaku
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan tidur .yaitu:

1. Higienitas tidur yang kurang secara umum (cuci muka, dll)

2. Kekhawatiran tidak dapat tidur

3. Mengkonsumsi caffein secara berlebihan

4. Minum alkohol sebelum tidur

5. Merokok sebelum tidur

6. Tidur siang sore yang berlebihan


7. Jadwal tidur/bangun yang tidak teratur.

8. Faktor psikologi (Stress, Depresi, sakit fisik, sesak nafas)

9. Faktor lingkungan (lingkungan sekitar dan gaya hidup)

Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI (2016) terdapar beberapa penyebab gangguan pola tidur
anataralain:

1. Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingungan, pengcahayaan,


kebisingan, bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan tindakan)

2. Kurang kontrol tidur

3. Kurang privasi

4. Reinstraint fisik

5. Ketiadaan teman tidur

6. Tidak familiar dengan peralatan tidur

D. PATOFISIOLOGI GANGGUAN TIDUR

Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla, tepatnya di RAS
(Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron
di medulla oblongata, pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan
mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh terjadi selama
proses tidur. Dua system RAS dan BSR diperkirakan terjadinya kegiatan pergerakan yang intermiten
dan selanjutnya menekan pusat-pusat otak secara bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga
tubuh dan menerima impuls sensori, seperti stimulus

auditory, visual, nyeri dan stimulus taktil. Stimulus sensori ini dapat mempertahankan
keadaan bangun dan waspada. Selama tidur tubuh mengirim sedikit sekali stimulus dari korteks
cerebri atau reseptor sensori perifer pada RAS. Individu bangun dari tidur jika celah peningkatan dari
stimulus BSR meningkat pada saat tidur. Terjadinya insomnia ini dimungkinkan karena RAS dan BSR
tidak bekerja dengan semestinya di batang otak (Haswita. 2017).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tidur.

a. Penyakit

Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal. Namun
demikian keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien
dengan gangguan pernapasan seperti asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit
persarafan

b. Lingkungan

Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman, kemungkinan terjadi perubahan
suasana seperti gaduh maka akan menghambat tidurnya.

c. Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan
waspada menahan kantuk.

d. Kelelahan

Dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.

e. Kecemasan

Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis sehingga mengganggu
tidumya.
f. Alkohol

Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol dapat mengakibatkan
insomnia dan cepat marah.

g. Obat-obatan

Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain Diuretik (menyebabkan
insomnia), Anti depresan (supresi REM), Kaffein (Meningkatkan

saraf simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan insomnia), dan Narkotika (Mensupresi

REM).

MANIFESTASI KLINIK

1. Dewasa

a. Data Mayor: kesulitan untuk tidur

b. Data Minor.

1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari

2) Perubahan mood

3) Agitasi

4) Mengantuk sepanjan hari

2. Anak
a. Gangguan pada anak sering sering kali dihubungkan dengan ketakutan, enuresis, atau respons
tidak konsistens dari orang tua terhadap permintaan anak untuk mengubah peraturan dalam tidur
seperti permintaan untuk tidur larut malam.

b. Keengganan untuk istirahat, keinginan untuk tidur bersama orang tua.

c. Sering bangun saat malam hari.

Tanda-tanda kualitas tidur yang kurang dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda psikologis
(Hidayat, 2015):

1. Tanda Fisik Ekspresi Wajah

Wajah (gelap di area sekitar mata, bengkak di kelopak mata, kongjungtiva kemerahan dan mata
terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu berkonsentrasi (kurangnya
perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

2. Tanda Psikologis Menarik Diri

Apatis dan respon menurun merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat menurun,
bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan
keputuan atau pertimbangan menurun.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk mendiagnostik seseorang mengalami gangguan atau tidak adapat dilakukan pemeriksaan
melalui:

1. Pemakaian obat-obatan, alcohol atau obat terlarang

2. Pola tidur penderita

3. Tingkat stres psikis


4. Riwayat medis

5. Aktivitas fisik

G. KOMPLIKASI

a. Efek psikologis.

Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, irritable, kehilangan motivasi, depresi,
dan sebagainya.

b. Efek fisik/somatik.

Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi,dan sebagainya.

c. Efek sosial. Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, sepertisusah mendapat promosi pada
lingkungan kerjanya, kurang bisamenikmati hubungan sosial dan keluarga.

d. Kematian.

Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang
yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi
insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat
pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit.
Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami
kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal.

BAB II

TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN

B. Pengkajian Keperawatan
Dimulai dengan mengumpulkan data tentang:

1. Identitas (umur, sex, pekerjaan, pendidikan) 2. Keluhan utama

2. Riwayat penyakit

3. Pemeriksaan fisik

Meliputi:

b. Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi

4. Data Fokus

c. TTV c) Perilaku

Data subjektif

a) Klien merasa lesu, mengantuk sepanjang hari

b) Mengeluh susah tidur, kurang istirahat

c) Pandangan dirasa kabur, mata berkaca-kaca

d) Emosi meningkat, mudah marah tersinggung

e) Kepala pusing, berat Mengeluh sering terbangun.

Data objektif

a) Wajah nampak kurang bergairah (letih,lesu, lemah)


b) Prestasi kerja menurun kurang konsentrasi e) Gelisah, sering menguap

c) Mudah tersinggung

d) Ada bayangan hitam di bawah mata

5. Pengkajian fokus (Potter Perry, 2002)

a. Riwayat Tidur meliputi:

1) Pola tidur biasa dan perubahan pola tidur

2) Waktu mulai tidur dan bangun dari tidur

3) Jumlah tidur siang malam dan lamanya tidur

4) Rutinitas menjelang tidur 5) Kebiasaan dan lingkungan tidur

5) Apakah pasien tidur sendirian

6) Obat-obatan yang digunakan sebelum tidur

7) Gejala yang dialami saat terbangun

8) Penyakit psikis dan status emosional saat ini

b. Tanda dan gejala klinis:

1) Pasien memperlihatkan perasaan lelah


2) Intable dan gelisah

3) Lesu dan apatis

4) Mata sembab, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, dan mata terasa pedih

c. Tanda dan gejala penyimpangan tidur.

1) Perubahan tingkah laku dan kepribadian

2) Meningkatnya kegelisahan

3) Gangguan presepsi (halusinasi, visual, auditorik)

4) Bingung dan disorientasi tempat dan waktu dan berbicara rancau.

5) Gangguan koordinasi

C. ANALISA DATA

Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir dan penalaran
yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian
keperawatan. Dalam melakukan analisa data, diperlukan kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Mangole et al., 2015).

D. Diagnosa Yang Sering Muncul

NO
DIAGNOSA

KEPERAWATAN

Gangguan Pola Tidur Faktor yang berhubungan:

1. Hambatan

SLKI

SIKI

Setelah

dilakukan Dukungan Tidur Observasi

lingkungan (misalnya

kelembapan lingkungan

sekitar. lingkungan, suhu

pencahayaan.

tindakan keperawatan selama 3x24 jam. diharapkan pola tidur membaik kriteria hasil: dengan

2. Identifikasi pengganggu faaktor tidur

1. Keluhan sulit tidur menurun

2. Keluhan tidak puas tidur menurun


kebisingan, bau

3. Keluhan pola tidur

1. Identifikasi aktivitas dan tidur pola

3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur

Terapeutik

1. Modifikasi
2. berubah menurun
3.
4. 4. Keluhan tidak menurun istirahat cukup
5.
6. tidak jadwal sedap, pemantauan/pe meriksaan tindakan)
7.
8. 2. Kurang control tidur
9.
10. 3. Kurang privasi
11.
12. 4. Restraint fisik
13.
14. 5. Ketiadaan teman tidur
15.
16. 6. Tidak familiar dengan peralatan tidur.
17.
18. lingkungan
19.
20. 2. Batasi waktu tidur siang
21.
22. 3. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
23.
24. 4. Tetapkan tidur rutin. jadwal
25.
26. Edukasi
27.
28. 1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
29.
30. 2. Anjurkan menepati kebiasaan tidur waktu
31.
32. 3. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur.
33.
34. Keletihan Faktor yang berhubungan
35.
36. 1. Gangguan tidur
37.
38. 2. Gaya hidup monoton
39.
40. 3. Kondisi fisiologis
41.
42. 4. Peristiwa hidup negative
43.
44. 5. Stres berlebihan
45.
46. 6. Depresi
47.
48. Setelah dilakukan
49.
50. tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
51.
52. diharapkan tingkat keletihan menurun
53.
54. dengan kriteria hasil:
55.
56. 1. Kemampuan melakukan aktivitas meningkat rutin
57.
58. 2. Sakit kepala menurun gelisah menurun
59.
60. Edukasi Aktivitas dan
61.
62. Istirahat
63.
64. Observasi
65.
66. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
67.
68. Terapeutik:
69.
70. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan
71.
72. istirahat
73.
74. Edukasi:
75.
76. 2
77. 3. Pola istirahat meningkat
78.
79. Kesiapan Peningkatan Tidur
80.
81. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan pola tidur membaik
kriteria hasil: dengan
82.
83. 1. Keluhan sulit tidur menurun
84.
85. 2. Keluhan puas tidak tidur
86.
87. menurun
88.
89. 3. Keluhan tidur menurun pola berubah
90.
91. 4. Keluhan istirahat tidak cukup menurun
92.
93. 1. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin
94.
95. 2. Ajarkan mengidentifikasi kebutuhan istirahat. cara
96.
97. Dukungan Tidur
98.
99. Observasi
100.
101. 4. Identifikasi aktivitas dan tidur pola
102.
103. 5. Identifikasi faaktor pengganggu tidur
104.
105. 6. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur Terapeutik
106.
107. 5. Modifikasi lingkungan
108.
109. 6. Batasi waktu tidur siang
110.
111. 7. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
112.
113. 8. Tetapkan tidur rutin. jadwal
114.
115. Edukasi
116.
117. 4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
118.
119. 5. Anjurkan menepati kebiasaan tidur waktu
120. 6. Anjurkan
121.
122. menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur.
123.
124. E. Rencana Tindakan
125.
126. Perencanaan keperawatan merupakan tahapan ketiga dalam proses keperawatan,
dimana perencanaan adalah fase dalam proses keperwatan yang melibatkan pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang mengacu dari hasil pengkajian dan diagnosis
keperawatan (Siregar, 2021).
127.
128. F. Implementasi
129.
130. Menurut Siregar (2021), implementasi merupakan pelaksanaan rencana asuhan
keperawatan yang dikembangkan selama tahap perencanaan. Implementasi mencakup
penyelesaian tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya dan menilai pencapaian atau kemajuan dari kriteria hasil pada diagnosa
keperawatan. Implementasi bertujun untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang
optimal dengan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan
memfasilitasi pasien mengatasi fungsi tubuh yang berubah dalam berbagai fasilitas
kesehatan seperti pelayanan kesehatan di rumah, klinik, rumah sakit, dan lainnya.
Implementasi juga mencakup pendelegasian tugas dan pendokumentasian tindakan
keperawatan.
131.
132. E. Evaluasi
133.
134. Menurut Siregar (2021), evaluasi adalah penilaian hasil dan proses seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Evaluasi dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencenaan, membandingkan hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan.
135.
136. Evaluasi disusun menggunakan SOAP yang berarti:
137. ⚫S: keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga atau pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.
138.
139. O: keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
140.
141. . A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif meliputi
masalah teratasi (perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan), masalah teratasi sebagian (perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian yang sudah ditetapkan),
masalah belum teratasi (sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan
perkembangan kesehatan atau bahkan muncul masalah baru).
142.
143. ⚫ P: perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
144. DAFTAR PUSTAKA
145.
146. Herdman, T. Heather. (2021). Kebutuhan Dasar Manusia. Definisi dan Kalsifikasi
2012-
147.
148. 2014. Jakarta: ECG
149.
150. Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta. Salmba Medika.
151.
152. Potter, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, praktik,
Edisi 4. Jakarta: EGC.
153.
154. Potter dan Perry. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: ECG
155.
156. Tim Pokja SDKI DPP PPNL. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
DPP PPNI
157.
158. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
DPP
159.
160. PPNI
161.
162. Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1).
DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai