Anda di halaman 1dari 4

Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya

rangsangan dari luar, berupa sinyal mekanoakustik maupun listrik. Sensasi suara yang dikeluarkan
berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi yang lain

Menurut Nabil Hipertensi diduga dapat menyebabkan tinitus karena adanya kerusakan
mikrosirkulasi pada koklea akibat penurunan aliran darah menuju koklea dikarenakan kerusakan
autoregulasi aliran darah keseluruh tubuh hal ini biasa terjadi pada pasien hipertensi (Nabil dkk, 2016).
Vaskuler pada koklea berfungsi sebagai pemberi nutrisi koklea, dan melindungi koklea, serta
mempertahankan kestabilan endokoklear. Kerusakan vaskuler dapat menyebabkan iskemik pada koklea
dan akan menimbulkan manifestasi klinis berupa tinitus, pada hipertensi kronis dapat menyebabkan
kerusakan koklea secara permanen sehingga penderita akan mengalami tinitus secara permanen
(penido dkk, 2014)

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada penderita Limfadenopati seperti demam yang
berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38,0OC, sering keringat malam, kehilangan Berat Badan (BB)
lebih dari 10% dalam 6 bulan, timbul benjolan di daerah Sub Mandibular, ketiak dan lipat paha. Gejala
pada Limfadenopati atau pembesaran KGB seperti klien mungkin mengalami gejala Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA), merasa agak lembut kelenjar di bawah kulit di sekitar telinga, di bawah dagu, di
bagian atas dari leher, ada beberapa yang mengalami infeksi kulit, infeksi (mononucleosis atau “mono”
HIV, dan jamur atau parasite infeksi) dan gangguan kekebalan tubuh seperti lupus atau rheumatoid
arthritis. (Oktarizal, 2019)

Limfadenopati dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika limfadenopati terdapat pada
mediastinal, hal ini dapat menyebabkan vena cava superior syndrome dengan obstruksi dari aliran
darah, bronchi atau obstruksi trachea. Bila limfadenopati pada abdominal (perut) dapat menyebabkan
konstipasi dan obstruksi intestinal yang dapat mengancam kesehatan. Limfadenopati yang disebabkan
oleh keganasan dapat mengganggu metabolism tubuh yang menyebabkan nephropathy, hyperkalemia,
hypercalcemia, hypocalcemia dan gagal ginjal. (Oktarizal, 2019).

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-
kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemangioma, angiofibroma dapat menyebabkan
epistaksis berat. Karena pada tumor terjadi pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan
pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga memudahkan terjadinya
perdarahan.

Epistaksis sering terjadi pada tekanan darah tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang di
sebabkan oleh penyakit hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus menerus yang
mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah yang tipis.

Penatalaksaan limfadenopati berdasarkan pada penyebab masingmasing limfadenopati


tersebut. Tatalaksana atau pengobatan awal yang dilakukan pada Limfadenopati biasanya adalah
diberikan antibiotik dengan durasi 1-2 minggu serta diobservasi. Beberapa antibiotik ditargetkan untuk
bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Streptococci group A. Antibiotik yang disarankan untuk
limfadenopati adalah cephalosporins, amoxicillin/clavulanate (Augmentin), orclindamycin. Obat
kortikosteroid sebaiknya dihindari terlebih dahulu pada beberapa saat karena pengobatan dengan
kortikosteroid dapat menunda diagnosis hitologik dari leukemia atau limfoma. (Rasyid et al. 2018).
Penatalaksanaan limfadenopati dengan penanganan pembedahan yang sering dilakukan yaitu
Limfadenektomi (pembedahan dimana KGB dan sampel jaringan diperiksa dibawah mikroskop untuk
tanda-tanda kanker). (Rasyid et al. 2018).

1. bagaimana tatalaksana lymphadenophaty?


Kemoterapi : Obat-obatan akan digunakan untuk membunuh sel limfosit yang telah berubah
menjadi sel kanker. Obat kemoterapi tersedia dalam bentuk pil dan cairan yang disuntikkan ke
pembuluh darah. Pada beberapa kasus limfoma Hodgkin, kemoterapi dapat dikombinasikan
dengan terapi radiasi, baik untuk mengobati kanker pada stadium awal maupun stadium lanjut.

 Kortikosteroid. Obat-obatan ini akan digunakan bersamaan dengan pengobatan kemoterapi.


Efek samping yang akan muncul berupa gangguan tidur, gelisah, meningkatnya nafsu makan
yang dapat memicu penambahan berat badan, dan gangguan pencernaan.

 Radioterapi. Terapi menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Sinar X akan dipaparkan
pada area kanker, misalnya pada kelenjar getah bening atau area penyebaran sel kanker.

Manifestasi klinis yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-spesifik,
diantaranya:
• Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
• Demam 38 derajat C >1 minggu tanpa sebab yang jelas
• Keringat malam banyak
• Cepat lelah
• Penurunan nafsu makan
• Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak atau pangkal paha
(terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak napas akibat pembesaran kelenjar getah bening
mediastinum maupun splenomegali.
Tiga gejala pertama (penurunan berat badan, demam, keringat malam) harus diwaspadai karena
terkait dengan prognosis yang kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB
berukuran > 6-10 cm atau mediastinum >33% rongga thoraks)
Penatalaksanaan Medis Penatalaksaan limfadenopati berdasarkan pada penyebab masingmasing
limfadenopati tersebut. Tatalaksana atau pengobatan awal yang dilakukan pada Limfadenopati
biasanya adalah diberikan antibiotik dengan durasi 1-2 minggu serta diobservasi. Beberapa
antibiotik ditargetkan untuk bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Streptococci group A.
Antibiotik yang disarankan untuk limfadenopati adalah cephalosporins, amoxicillin/clavulanate
(Augmentin), orclindamycin. Obat kortikosteroid sebaiknya dihindari terlebih dahulu pada beberapa
saat karena pengobatan dengan kortikosteroid dapat menunda diagnosis hitologik dari leukemia
atau limfoma. (Rasyid et al. 2018). Penatalaksanaan limfadenopati dengan penanganan
pembedahan yang sering dilakukan yaitu Limfadenektomi (pembedahan dimana KGB dan sampel
jaringan diperiksa dibawah mikroskop untuk tanda-tanda kanker). (Rasyid et al. 2018). 2.1.2.9.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang diantaranya yaitu :

a. Biopsi eksisi merupakan gold standar dari pemeriksaan limfadenopati namun tidak semua pusat
layanan kesehatan dapat melakukan prosedur ini karena keterbatasan sarana dan tenaga medis.
Disamping itu, metode biopsi eksisi ini tergolong invasif dan mahal

b. Biopsi aspirasi jarum halus merupakan penunjang yang cukup baik dalam menggantikan jika
pusat pelayanan kesehatan memiliki keterbatasan sarana dan tenaga medis. Meskipun biopsi aspirasi
jarum halus adalah diagnosis pertama yang mapan alat untuk evaluasi kelenjar getah bening, hanya
biopsi inti atau biopsi eksisi akan cukup untuk diagnosis formal limfoma ketika teknik analitik lebih lanjut
tidak tersedia, seperti imunohistokimia, aliran cytometry dan noda khusus.

c. Pemeriksaan laboratorium limfadenopati terutama dilihat dari riwayat dan pemeriksaan fisik
berdasarkan ukuran dan karakteristik lain dari nodul dan pemeriksaan klinis keseluruhan klien. Ketika
pemeriksaan laboratorium ditunjukkan, itu harus didorong oleh pemeriksan klinis. Pemeriksaan
laboratorium dari limfadenopati diantaranya adalah complete blood cell count (CBC) with differential,
erythrocyte sedimentation rate (ESR), lactate dehydrogenase (LDH), specific serologies based on
exposures and symptoms [B. henselae, Epstein– Barr virus (EBV), HIV], tuberculin skin testing (TST).

d. Pemeriksaan radiologi diantaranya yaitu ultrasonografi bisa berguna untuk diagnosis dan
monitor klien dengan limfadenopati, terutama jika mereka memiliki kanker tiroid atau riwayat terapi
radiasi saat muda. Tetapi harus dipikirkan bahwa meski di klien kanker pembesaran kelenjar getah
bening jinak lebih sering dibandingkan yang ganas. Bentuk dari nodul limfa jinak biasanya berbentuk
oval tipis sedangkan ganas berbentuk bulat dan kenyal. Perbedaan di ukuran atau homogenitas tidak
menjadi indikator patologi yang bisa diandalkan.

e. Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebelum meluasnya penggunaan gadolinium dan teknik
supresi lemak, MRI sering tidak lebih spesifik dibandingkan Computerized Tomography (CT) dalam
karakterisasi nodul limfa servikal metastasis karena rendahnya kemampuan untuk menunjukkan nodul
yang bertambah secara heterogen, tanda metastasis nodul yang sangat akurat dalam pengaturan SCC
leher. Namun, teknologi scan MRI meningkat, peningkatan gadolinium, dan rangkaian supresi lemak
telah memungkinkan akurasi yang sebanding. Juga, deteksi MRI dari invasi arteri karotis oleh
penyebaran ekstrakaspular tumor dari nodul sering kali lebih unggul daripada CECT.
f. Pemeriksaan CT nodul limfa dilakukan bersamaan selama pemeriksaan CT terhadap sebagian
besar tumor suprahyoid dan infrahyoid atau peradangan. Kualitas penilaian nodul limfa sangat
tergantung pada keberhasilan mencapai konsentrasi kontras yang tinggi dalam struktur arteri dan vena
leher. Jika tidak, nodul dan pembuluh mungkin tampak sangat mirip. (Rasyid et al. 2018).

Limfadenektomi

Pengertian Limfadenektomi adalah prosedur pembedahan dimana kelenjar getah being diangkat
dan sampel jaringan diperiksa dibawah mikroskop untuk tanda-tana apakah adanya kanker. (NCI
Dictionary of Cancer Terms). Limfadenektomi adalah pengangkatan semua jaringan lemak limfatik dari
daerah yang diperkirakan akan meningkatkan insiden metastasis nodul. Tapi pengangkatan kelenjar
getah bening yang lebih banyak akan meningkatkan resiko komplikasi pasca-operasi. (Fadhly & Purbadi,
2015). 2.2.2. Macam-Macam Limfadenektomi Menurut NCI Dictionary of Cancer Terms limfadenektomi
dibagi menjadi dua yaitu : 1) Limfadenektomi regional yaitu beberapa kelenjar getah bening di daerah di
daerah tumor diangkat. 2) Limfadenektomi radikal yaitu sebagian besar atau semua kelenjar getah
bening di daerah tumor diangkat. 2.2.3. Indikasi Limfadenektomi biasanya dilakukan karena banyak jenis
kanker memiliki kecenderungan yang nyata untuk menghasilkan metastasis kelenjar getah bening.
Terutama berlaku untuk melanoma, kanker kepala dan leher, kanker tiroid, kanker payudara, kanker
paru-paru kanker lambung dan kanker kolorektal. (Fadhly & Purbadi, 2015). 2.2.4. Dampak Limfadema
dapat terjadi akibat limfadenektomi. Reseksi luas jaringan limfatik dapat menyebabkan pembentukan
limfokel.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen31 halaman
    Bab 2
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Admin, TELAAH PUSTAKA
    Admin, TELAAH PUSTAKA
    Dokumen11 halaman
    Admin, TELAAH PUSTAKA
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab III
    Bab III
    Dokumen7 halaman
    Bab III
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen7 halaman
    Bab Iii
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab II
    Bab II
    Dokumen20 halaman
    Bab II
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen6 halaman
    Bab 3
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Halaman Depan
    Halaman Depan
    Dokumen3 halaman
    Halaman Depan
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • 2 PB
    2 PB
    Dokumen7 halaman
    2 PB
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Injeksi-Pd
    Injeksi-Pd
    Dokumen2 halaman
    Injeksi-Pd
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen7 halaman
    Bab I
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen5 halaman
    Bab Iv
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Kata Sulit
    Kata Sulit
    Dokumen9 halaman
    Kata Sulit
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • 235-Article Text-1286-3-10-20200327
    235-Article Text-1286-3-10-20200327
    Dokumen7 halaman
    235-Article Text-1286-3-10-20200327
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • 377-Article Text-2007-3-10-20210402
    377-Article Text-2007-3-10-20210402
    Dokumen8 halaman
    377-Article Text-2007-3-10-20210402
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen9 halaman
    Bab Iii
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • 332 37 1448 1 10 20210527
    332 37 1448 1 10 20210527
    Dokumen13 halaman
    332 37 1448 1 10 20210527
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Pneumonia Pada Perempuan Usia 56 Tahun: Laporan Kasus
    Pneumonia Pada Perempuan Usia 56 Tahun: Laporan Kasus
    Dokumen8 halaman
    Pneumonia Pada Perempuan Usia 56 Tahun: Laporan Kasus
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • SL503 Manual SL Paru 2023 Revised
    SL503 Manual SL Paru 2023 Revised
    Dokumen57 halaman
    SL503 Manual SL Paru 2023 Revised
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • Scriber Skenario 4
    Scriber Skenario 4
    Dokumen16 halaman
    Scriber Skenario 4
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • 1174-Article Text-4075-1-10-20230401
    1174-Article Text-4075-1-10-20230401
    Dokumen20 halaman
    1174-Article Text-4075-1-10-20230401
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • r3QTgN7tKj Bab II p1337420418026
    r3QTgN7tKj Bab II p1337420418026
    Dokumen26 halaman
    r3QTgN7tKj Bab II p1337420418026
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • SGD Last SGD
    SGD Last SGD
    Dokumen49 halaman
    SGD Last SGD
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat
  • 2244 2964 2 PB
    2244 2964 2 PB
    Dokumen8 halaman
    2244 2964 2 PB
    MuhammadAlifIbadurrahmanAdhi
    Belum ada peringkat