Anda di halaman 1dari 107

TUGAS REVIEW JURNAL SWAMEDIKASI

RUAM

Disusun oleh :
Nuning Nailatu Rokhmah (1042021009)
Nur Ega Yuliana Putri (1042021010)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI
SEMARANG
2022/2023
Definisi
Kulit adalah organ terbesar dalam tubuh, juga merupakan sebagai organ pertama dalam
pertahanan tubuh manusia. Penyakit kulit terjadi di dunia sekitar 34% dari semua penyakit.
Penyakit kulit termasuk masalah kesehatan dan terjadi mulai usia mulai dari neonates hingga orang
tua. Penyakit kulit menjadi perhatian pada negara maju dan berkembang (Gupta dkk., 2017).

Pada kasus ruam, penyakit yang sering terjadi adalah ruam popok pada bayi ataupun
dewasa, dan penyakit dermatitis atropikal. Dermatitis atropikal adalah kelainan kulit inflamasi
kronis, relaps dan remisi. Dermatitis atropik biasanya kambuh atau memburuk selama bertahun-
tahun. Presentase penyakit pada anak-anak adalah 15-30%, orang dewasa 2-10%. Anak di bawah
dua tahun biasanya terkena pada wajah, leher, dan permukaan ekstensor ekstremitas. Setelah usia
dua tahun, ruam biasanya muncul di wajah, leher, dan permukaan fleksi ekstremitas. Lesi kulit
timbul sebagai papula, vesikel, dan plak (Somjorn, Phattanan dkk., 2021).

Pada ruam popok (dermatitis diaper) terjadi karena disebabkan adanya gesekan, urin, dan
feses. Kulit bayi yang baru lahir menunjukkan ketidakmatangan, sehingga rentan terhadap
gangguan sawar kulit atau penyerapan perkutan pada iritan. Kontak berkepanjangan terhadap urin
dan feses menyebabkan pH lebih basa pada kulit mengakibatkan perubahan kolonisasi mikroba,
aktivasi enzim protease dan gangguan stratum korneum. Gesekan popok basah dapat
meningkatkan permeabilitas kulit terhadap iritasi potensial atau pemicu inflamasi (Hebert, 2021).

Epidemiologi

Penyakit kulit umum dapat diklasifikan sebagai berikut:

1. Ruam adalah area merah pada kulit yang meradang atau bintik-bintik individu. Penyebabnya
iritasi, alergi, infeksi, penyakit yang mendasarinya, pori-pori tersumbat. Contoh: jerawat,
dermatitis, dermatitis popok, eksim, gatal-gatal, dan psoriasis.
2. Infeksi virus, disebabkan ketika virus menembus stratum korneum dan menginfeksi lapisan
kulit. Contoh: herpes simplex, herpes zoster, kutil, cacar air, dan campak.
3. Infeksi bakteri, disebabkan infeksi bakteri biasanya Staphylococcus dan Streptococcus.
Bakteri ini menginfeksi lapisan kulit paling atas, folikel, atau lapisan kulit yang paling dalam.
Contoh : lyme disease, selulitis.
4. Infeksi jamur, infeksi ini biasanya menginfeksi kulit, rambut, kuku, dan termasuk kaki atlet,
gatal-gatal, dan kurap. Jamur dapat menyebar dalam tubuh menyebabkn penyakit yang lebih
serius.
5. Gangguan pigmentasi. Jumlah pigmen pada kulit ditentukan oleh melanin yang diproduksi
oleh tubuh. Hilangnya pigmen disebabkan tidak adanya melanosit, sel yang tidak berfungsi,
paparan dingin. Hiperpigmentasi disebabkan oleh iritasi kulit, perubahan hormonal, penuaan,
gangguan metabolisme dll. Contoh: vitiligo.
6. Tumor dan kanker. Kanker kulit paling umum dari kebanyakan kanker, mempengaruhi
800.000 orang Amerika setiap tahun, hal ini disebabkan 90% kasus karena paparan sinar
matahari.
7. Trauma, misal cedera pada kulit yang disebabkan oleh pukulan, luka atau luka bakar. Setiap
kali permukaan kulit rusak, tubuh menjadi rentan pada infeksi dan penyakit.
8. Kondisi lainnya, seperti keriput, varises. Keriput disebabkan oleh kerusakan kolagen dan
elastin di dalam dermis, yang menyebabkan kulit kendur.

Sumber: (Gupta dkk., 2017)

Terapi

Obat-obat yang dapat digunakan untuk terapi ruam, adalah sebagai berikut:

a. Salep Zinc Oxide (ZnO)

Dosis : ruam popok sediaan salep 16% dan 20%, dioles ke tempat yang terkena diperlukan
saat mengganti popok, terutama pada saat tidur.
Efek samping : gatal, susah bernafas, ruam popok, pembengkakan wajah, bibir, lidah dan wajah.
Kegunaan : sebagai anti iritasi, anti alergi

Salep ZnO sebagai first line terapi pengobatan dermatitis.

b. Salep Clotrimazole
Dosis : anak anak 1%, dioleskan kulit 2–3 tiap hari dan 2–4 minggu.
Efek : sensasi terbakar area kulit, kemerahan, kulit mudah mengelupas, iritasi dan gatal.
Kegunaan : merusak struktur pada membran sel jamur (golongan azole)
c. Salep Hidrokortison
Dosis : hidrocortison 0,1–2,5% dioleskan 1-2 kali sehari
Efek samping : mual, migrain, susah tidur, muntah
Kegunaan : sebagai antiradang dan imunosupresan (untuk menekan aktivitas sistem imun
yang berlebihan)

Analisa Jurnal

• Penyakit Ruam Kaki-Mulut

Pada ruam kaki dan mulut disebabkan oleh human enterovirus dan coxsackievirus. Penyakit
ini terjadi pada musim semi hingga musim gugur dan umum terjadi di Amerika Utara, sebagian
besar pada pasien kurang dari 10 tahun. Penyakit ini ditularkan melalui kontak fekal-oral, oral-
oral, dan droplet pernapasan. Gejalanya yaitu pasien mengalami demam, ruam maculopapular atau
papulovesikular pada tangan dan telapak kaki, dan ulserasi mulut. Lesi sembuh dalam waktu 7-10
hari, sebagian pasien mengalami komplikasi walau jarang terjadi.

Terapi yang bisa dilakukan yaitu terapi suportif lingkungan terdekat, pasien harus tetap
hidrasi, minum obat anti nyeri yang disarankan yaitu paracetamol atau ibuprofen. Pada penelitian
belum ditemukan obat amtivirus yang sesuai (Saguil dkk., 2019).

• Ruam Dermatitis Atropikal dan Dermatitis Popok

Agen topikal modern (misalnya, kortikosteroid dan antimikroba) diketahui memiliki efek
yang kuat dan cepat pada gejala dermatitis popok. Namun, penggunaan yang berlebihan, persisten,
dan tidak rasional dari agen-agen ini telah mendokumentasikan efek samping (misalnya, atrofi
kulit, perubahan pigmentasi, penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, dan resistensi
bakteri), yang dapat menghalangi efek positif pengobatan.

Terapi yang diberikan adalah D-panthenol topikal (dexpanthenol). Dekspanthenol topikal,


enansiomer D dari panthenol, memiliki sifat seperti pelembab. Bahan ini sebagai humektan, tetpai
mekanismenya belum dijelaskan dengan baik. Studi telah mengevaluasi formula dekspanthenol
pada fungsi penghalang epidermal in vivo. Penelitian mengungkapkan, saat digunakan selama 7
hari, meningkatkan hidrasi stratum korneum dan mengurangi kehilangan air transepidermal.
Terapi Non Farmakologi

Pencegahan ruam akibat panas:

• Hindari aktivitas yang menyebabkan keringat berlebih.


• Hindari olahraga berat saat cuaca panas dan lembab.
• Minum banyak air.
Pencegahan ruam dermatitis kontak:

• Hindari kontak dengan zat yang dapat menyebabkan alergi, seperti sabun, kosmetik,
wewangian, perhiasan dan tanaman.
• lakukan tes alergi.
• Bersihkan kulit segera setelah kontak dengan alergen.
• Gunakan pelembap untuk melindungi kulit.
Perawatan non-obat dengan mengganti popok karena mengurangi kelembapan dan gesekan kulit,
menggunakan minyak zaitun karena emolien dalam minyak zaitun membantu merawat kondisi
kulit yang sakit seperti eksim. Hasil studi jurnal menunjukkan gejala ruam karena popok jarang
ditemui bila digunakan jenis popok yang bagus (Hapsari dan Aini, 2019).

Kontak yang terlalu lama dengan kotoran menyebabkan iritasi. Perawatan yang tepat adalah
mengganti popok tiap jam untuk bayi new born dan setiap 3 jam untuk bayi. Sebaiknya anak
dibiarkan tanpa popok sementara waktu agar tetap kering. Mengganti popok yang teratur sangat
penting dalam pengobatan ruam (Arum Meiranny dkk., 2021).

Tanaman (Herbal Medicine) Non Farmakologi

1. Aloe vera penyembuh eksim


Aloe Vera adalah tumbuhan alami yang memiliki fungsi untuk melembabkan kulit,
penyembuhan kerusakan jaringan kulit, antioksidan, anti jamur, anti inflamasi, anti aging dan
antiseptik. Aloe Vera yang terkandung dalam sediaan gel kandungan polisakarida
(glukomanan), karboksipeptidase, magnesium, seng, kalsium, glukosa, kolesterol, asam
salisilat, asam gamma-linolenat (GLA), vitamin A, C, E, lignin, saponin, sterol. dan asam
amino. Kandungan mukopolisakarida lidah buaya dapat membantu meningkatkan kelembapan
kulit, merangsang fibroblas yang menghasilkan kolagen dan elastin, membuat kulit lebih
elastis. Studi lain menyebutkan penggunaan minyak zaitun
Studi lain menyebutkan penggunaan minyak zaitun (Heri, 2018). Minyak zaitun secara
efektif dapat memperbaiki kondisi ruam popok, terbukti dengan hasil peningkatan frekuensi
ruam popok pada bayi yang dirawat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Minyak zaitun
mengandung bahan-bahan yang berguna untuk merawat kulit yang rusak dan kaya akan
vitamin A, dapat meregenerasi sistem lapisan terluar kulit dan dermal sampai DNA. Selain itu,
minyak zaitun juga mengandung vitamin B2, C, D dan E. Karena vitamin B2 berguna untuk
perbaikan jaringan, vitamin C, E dan D dapat memperkuat kekebalan, dan vitamin E dapat
bertindak sebagai antioksidan. Perbandingannya hanya membersihkan dengan aquabid yang
kurang efektif karena air tidak membantu meningkatkan kelembapan kulit (Atikasari dkk.,
2021).
Pengobatan Ruam dengan Minyak Zaitun Sebuah studi sebelumnya mengevaluasi efek
minyak zaitun pada bayi dan anak-anak dengan ruam popok melaporkan bahwa pemberian
minyak zaitun efektif melawan peradangan kulit. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi
beberapa penelitian dan menunjukkan bahwa aplikasi minyak zaitun memiliki efek yang baik
pada popok (Hapsari dan Aini, 2019).
2. Pengobatan dengan Chamomile. Digunakan sebagai obat herbal untuk ruam popok karena efek
anti-inflamasi, penghilang rasa sakit dan menenangkan. Komponen utamanya adalah alpha-
bisabolol, bisabolol oxide, camatsulene dan flavonoid. Beberapa orang yang alergi terhadap
tanaman Kompositae (Asteraceae) seperti marigold sensitif terhadap chamomile. Beberapa
kasus kontak dan dermatitis atopik telah dilaporkan setelah digunakan. Tidak ada masalah
jangka panjang yang dilaporkan dengan penggunaan chamomile (Sharifi-Heris dkk., 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Arum Meiranny, Rifa Ulfah Ghina, dan Endang Susilowati. 2021. Literature Review
Penatalaksanaan Diaper Rash pada Bayi: Literature Review Management of Diaper Rash
in Infants. Promotif : Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11: 225–230.
Atikasari, R.G., Malik, D.A., Widayati, R.I., Riyanto, P., Budiastuti, A., M, M., dkk. 2021.
Systematic Review and Meta-analysis of the Effectiveness of Topical Aloe vera on Diaper
Dermatitis with Parameters Degree of Diaper Dermatitis with Scale. Dermatology
Research, 3: .
Gupta, P., Kumar, A., Sharma, N., Patel, M., dan Maurya, A. 2017. A REVIEW ON
PHYTOMEDICINES USED IN TREATMENT OF MOST COMMON SKIN DISEASES
15.
Hapsari, W. dan Aini, F.N. 2019. OLESAN MINYAK ZAITUN MENGURANGI DERAJAT
RUAM POPOK PADA ANAK 0-24 BULAN. Jurnal Sains Kebidanan, 1: 25–29.
Hebert, A.A. 2021. A new therapeutic horizon in diaper dermatitis: Novel agents with novel action.
International Journal of Women’s Dermatology, 7: 466–470.
Meliyana, E. 2018. PENGARUH PEMBERIAN COCONUT OIL TERHADAP KEJADIAN
RUAM POPOK PADA BAYI. Citra Delima : Jurnal Ilmiah STIKES Citra Delima Bangka
Belitung, 2: 71–80.
Saguil, A., Kane, S.F., Lauters, R., dan Mercado, M.G. 2019. Hand-Foot-and-Mouth Disease:
Rapid Evidence Review 100: 7.
Sharifi-Heris, Z., Amiri Farahani, L., dan Hasanpoor-Azghadi, S.B. 2018. A Review Study of
Diaper Rash Dermatitis Treatments. Journal of Client-centered Nursing Care, .
Somjorn, Phattanan, Kamanamool, Nanticha, Kanokrungsee, Silada, Rojhirunsakool, Salinee, dan
Udompataikul, Montree. 2021. A cream containing linoleic acid, 5% dexpanthenol and
ceramide in the treatment of atopic dermatitis. Asian Pacific Journal of Allergy and
Immunology, .
REVIEW JFIX URNAL
SWAMEDIKASI fix
by Turnitin Check

Submission date: 31-Oct-2022 11:43AM (UTC-0400)


Submission ID: 1940506531
File name: REVIEW_JFIX_URNAL_SWAMEDIKASI_fix.pdf (189.38K)
Word count: 1546
Character count: 9846
10
1

2
1

7
REVIEW JFIX URNAL SWAMEDIKASI fix
ORIGINALITY REPORT

18 %
SIMILARITY INDEX
18%
INTERNET SOURCES
8%
PUBLICATIONS
17%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
jurnal.unismuhpalu.ac.id
Internet Source 4%
2
www.researchgate.net
Internet Source 2%
3
myassignmenthelp.com
Internet Source 2%
4
Submitted to Oral Roberts University
Student Paper 1%
5
repository.stikes-bth.ac.id
Internet Source 1%
6
repository.wima.ac.id
Internet Source 1%
7
www.lsmuni.lt
Internet Source 1%
8
repositorio.ufjf.br
Internet Source 1%
9
Submitted to University of Glamorgan
Student Paper 1%
10
www.coursehero.com
Internet Source 1%

Exclude quotes Off Exclude matches Off


Exclude bibliography Off
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

Literature Review Penatalaksanaan Diaper Rash pada Bayi

Literature Review Management of Diaper Rash in Infants


1
Arum Meiranny*, 2Rifa Ulfah Ghina, 3Endang Susilowati
1,2,3
Program Studi Sarjana dan Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
(*)Email Korespondensi: arummeiranny@unissula.ac.id

Abstrak
Diaper rash adalah salah satu penyakit gangguan pada kulit yang sering terjadi pada bayi, dengan prevalensi antara 7%-
50%. Pada tingkat keparahan tinggi, diaper dermatitis menunjukkan kondisi yang lebih serius, namun dalam banyak
kasus tidak berhubungan langsung dengan iritasi popok. Sebesar 50% bayi yang menggunakan popok sekali pakai akan
mudah mengalami iritasi pada kulit yang ditandai dengan kemerahan dan bengkak. Hal tersebut sering terjadi di bokong,
lipatan paha dan area genetalia, yang menyebabkan bayi mudah rewel. Hal ini umumnya terjadi pada bayi sekitar 7%-
35% dari populasi bayi di Indonesia. Tujuan untuk menelaah terkait penatalaksanaan diaper rash pada bayi. Dalam
penulisan artikel ini metode yang digunakan ialah tinjauan literatur review yang terdapat dalam database jurnal kesehatan
yaitu Google Scholar dan Pubmed, artikel yang terpilih berdasarkan full text, free open acces, berbahasa inggris dan
berbahasa indonesia. Hasil yang diperoleh menunjukkan pengobatan dan pencegahan merupakan faktor penting dalam
penatalaksanaan diaper rash. Perawatan kulit yang tepat dapat mencegah insidensi diaper rash dan dapat membantu
mengobati dermatitis akibat popok. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor utama dalam menghadapi diaper rash
secara efisien terletak pada pencegahannya.

Kata Kunci: Penatalaksanaan, Diaper Rash, Bayi

Abstract
Diaper rash is one of the diseases of the skin disorder that often occurs in infants, with a prevalence between 7%-50%.
At high severity, diaper dermatitis indicates a more serious condition, but in most cases is not directly related to diaper
irritation. As many as 50% of babies who use disposable diapers will easily experience irritation of the skin
characterized by redness and swelling. It often occurs in the buttocks, thigh folds and genetalia area, which causes the
baby to be easily fussy. This generally occurs in infants about 7%-35% of the infant population in Indonesia. To study
related to the management of diaper rash in infants. Method: In writing this article the method used is a review literature
review contained in the database of health journals namely Google Scholar and Pubmed, articles selected based on full
text, free open access, English and Indonesian language. The results obtained show that treatment and prevention are
important factors in the management of diaper rash. Proper skin care can prevent the incidence of diaper rash and can
help treat diaper dermatitis due to diapers. This study shows that the main factor in dealing with diaper rash efficiently
lies in its prevention.

Keywords: Management, Diaper Rash, Baby

Arum Meiranny 225 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

PENDAHULUAN
Diaper rash merupakan istilah nonspesifik yang digunakan untuk menggambarkan berbagai reaksi
peradangan kulit di area popok, termasuk area gluteal, area perianal, alat kelamin, paha bagian dalam, dan
lingkar pinggang (1). Diaper rash merupakan salah satu gangguan kulit yang paling umum terjadi pada
neonatus dan bayi, dengan prevalensi antara 7%-50% (2)(3). Meskipun gangguan ini jarang menyebabkan
masalah dalam jangka waktu panjang, namun seringkali menyebabkan masalah pada bayi dan orang tua.
Lebih lanjut, banyak orang tua melaporkan periode menangis yang lebih lama sebagai gejala pertama
timbulnya nyeri yang diikuti dengan agitasi, perubahan pola tidur, dan berkurangnya frekuensi buang air kecil
dan buang air besar (1). Tingkat kortisol saliva juga meningkat pada beberapa bayi selama periode diaper rash
(1). Diaper rash ringan sering terjadi pada bayi saat fase sebelum latihan menggunakan toilet, dan belum
terdapat data yang menunjukkan perbedaan signifikan dalam prevalensi antar jenis kelamin bayi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bayi yang disusui memiliki risiko diaper rash yang lebih rendah (1).
Dermatitis chaffing, dermatitis kontak, dan kandidiasis popok merupakan tiga jenis diaper rash yang
paling umum terjadi (4). Bentuk utama dari diaper rash adalah dermatitis kontak, dimana ruam paling umum
ditemukan di area popok yang disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor seperti: popok yang lama tidak diganti
yang menyebabkan kulit bayi lembab akibat kontak dengan urine, gesekan antar kulit, dan abrasi mekanis.
Keberadaan garam empedu dan iritan lain dalam feses juga dapat merusak lapisan lipid dan protein pelindung
yang terdapat di lapisan teratas kulit. Selain itu, peningkatan kadar pH kulit akibat urine dan feses dan
mikroba juga mengakibatkan diaper rash (5). Meskipun secara umum diaper rash tidak membahayakan dan
mudah diobati dengan pengaplikasian barrier topikal serta penyuluhan terhadap orang tua untuk mengganti
popok secara teratur, namun beberapa bentuk keparahan diaper rash akan memerlukan perhatian medis (1)(6).
Pada tingkat keparahan tinggi, diaper rash menunjukkan kondisi yang lebih serius, namun dalam banyak
kasus tidak berhubungan langsung dengan iritasi popok. Sebanyak 50 % bayi yang memakai diaper akan
mengalami iritasi pada kulit ditandai dengan adanya kemerahan, menggelembung yang biasanya terjadi pada
bokong, lipatan paha dan region genetalia, serta bayi menjadi rewel. Hal ini biasanya dialami pada bayi 7-35
% dari populasi bayi di Indonesia (7). Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang lamanya penggunaan diaper
didapatkan hasil bahwa penggunaan diaper yang terlalu lama akan menyebabkan perkembangan bakteri mikro
yang semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan terjadinya diaper rash dengan nilai p value 0,004.
Penelitian tersebut menyebutkan bahwa 66,67 % mengalami diaper rash dan 33,33 % yang tidak mengalami
diaper rash (8). Beberapa diaper rash dengan tingkat keparahan tinggi adalah akibat defisiensi nutrisi,
sindrom malabsorpsi usus, kelainan kongenital saluran kemih, permasalahan pada saluran cerna bagian
bawah, atau reaksi toksik (1)(6).
Review ini bertujuan untuk mengidentifikasi penatalaksanaan diaper rash pada bayi. Penelitian ini
penting untuk dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap insidensi diaper rash dan sebagai marker
terhadap penyakit lain yang lebih parah dengan gejala yang mirip seperti diaper rash.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Literature Review yang dilakukan dengan
mencari sumber berupa data primer dari jurnal nasional dan internasional. Kata kunci yang digunakan adalah
“Diaper rash”, “penatalaksanaan dermatitis”, atau “faktor penyebab diaper rash”. Setelah mengumpulkan
artikel yang diperoleh dari situs jurnal PubMed dan Google Scholar, penulis menyortir artikel sesuai dengan
kriteria inklusi, yaitu artikel dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, tersedia dalam teks lengkap dan
dilengkapi abstrak, serta sesuai dengan kata kunci. Melalui proses pencarian literatur, penulis menemukan 25
artikel melalui PubMed dan 9 artikel melalui Google Scholar. Kemudian penulis melakukan penyortiran dan
mendapatkan 8 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan dijadikan sebagai acuan, yang terdiri atas 3
jurnal Internasional dan 5 jurnal Nasional.

Tabel 1. Hasil penelusuran Literatur penatalaksanaan diaper rash pada bayi


No Penulis Tahun Judul Metode Hasil
1 Ernauli 2018 Pengaruh Pemberian Coconut Metode Pre- Coconut oil berpotensi
Meliyana dan Oil terhadap Kejadian Ruam eksperimental untuk menurunkan
Nia Hikmalia Popok pada Bayi insidensi diaper rash pada
bayi (9).
Arum Meiranny 226 | P a g e
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

2 Firdausiyah 2021 Penatalaksanaan Ruam Popok Metode deskriptif Penatalaksanaan yang tepat
Salsabilah (Diaper Rash) pada Bayi Usia kualitatif dengan pada kasus diaper rash
1-3 Bulan di BPM Hoszaimah, pendekatan riset dapat dilakukan dengan
S.ST Bangkalan menjaga kebersihan kulit
bayi, mengganti popok
secara teratur, dan tidak
menggunakan bedak di area
popok (10).
3 (Al-Waili, 2003 Topical application of natural Metode Untuk pasien dengan eksim
2003) honey, beeswax and olive oil eksperimen dan psoriasis, campuran
mixture for atopic dermatitis or madu alami, lilin lebah dan
psoriasis: Partially controlled, minyak zaitun dapat
single-blinded study digunakan. Lilin lebah
digunakan pada pasien
dengan eksim kronis dan
psoriasis dan dapat
digunakan sebagai salep
untuk mengobati luka bakar
pada kulit (11).
4 (Alonso et al., 2013 Efficacy of petrolatum jelly for Metode Uji klinis Ruam popok bayi dapat
2013) the prevention of diaper rash: A acak dicegah dan diobati dengan
randomized clinical trial petrolatum jelly (vaselline),
diberi setiap bayi selesai
mandi yaitu sekitar jam 8
atau jam 9 pagi (12).

5 (Tinggi Ilmu 2020 Efektifitas Pemberian Minyak Metode quasi Pemberian minyak zaitun
Kesehatan Zaitun Terhadap Ruam Popok eksperimen efektif untuk ruam popok
Murni Teguh Pada Balita Usia 0-36 Bulan dibandingkan dengan
et al., 2020) pengobatan standar.
Anggota keluarga
diberitahu tentang
pentingnya kebersihan dan
kekeringan ruam popok dan
frekuensi penggantian ruam
popok. Minyak zaitun dapat
mengurangi timbulnya
penyakit. Minyak zaitun
bisa menjadi alternatif
pengobatan ruam popok
(13).
6 Yalcin Tuzun, 2015 Diaper (Napkin) Dermatitis: A Studi deskriptif Penatalaksanaan yang tepat
et al. Fold (Intertriginous pada kasus diaper rash
Dermatosis) meliputi: pemilihan popok
sekali pakai yang menyerap
ekstra dan menghindari
produk yang mengandung
sabun dan alcohol untuk
membersihkan kulit di area
popok (14).

Arum Meiranny 227 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

7 (Diah Astuti et 2016 Pengaruh Perinal Hygiene Metode quasi Daun sirih mengandung
al., 2016) Dengan Air Rebusam Daun eksperimen minyak atsiri yang
Sirih Terhadap Derajat Diaper komponen utamanya adalah
Dermatitis Pada Anak Pengguna fenol dan turunannya
Diaper Usia 6-24 Bulan Di seperti chavicol, chavibetol,
RSUD Tugurejo Semarang. carvacrol, eugenol dan
allylpyrocatechol.
Kebersihan perianal air
rebusan daun sirih yang
dilakukan pada penelitian
ini diberikan kepada anak
yang mengalami ruam
popok setiap pagi dan sore
hari (15).
8 (Hamdanah, 2021 Pengaruh Pemberian Minyak Metode quasi Ruam popok bayi dapat
2021) Zaitun dan Aloevera Terhadap eksperimen dicegah dan diobati dengan
Derajat Ruam Popok Pada Bayi minyak zaitun dan aloe vera
Usia 0-12 Bulan. (16).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Diaper rash sering terjadi pada bayi yang memakai popok sekali pakai atau diaper disposable. Diaper
rash adalah ruam yang terjadi di dalam area popok. Diaper rash bisa menyebar ke seluruh tubuh dan harus
segera diobati (15). Penatalaksanaan diaper rash berfokus pada dua tujuan utama, yaitu percepatan
penyembuhan kulit dan pencegahan ruam berulang (6)(17). Dari hasil analisis terhadap 8 artikel diketahui
penatalaksanaan yang dapat dilakukan terhadap kejadian diaper rash antara lain menjaga kebersihan popok
dengan mengganti popok secara teratur, mengoleskan coconut oil, mengoleskan minyak zaitun, mengoleskan
aloe vera, mengoleskan petrolatum jelly, mengoleskan cream dengan campuran lilin lebah atau beeswax, dan
dapat juga menggunakan air rebusan daun sirih.
Faktor terpenting dalam mencegah diaper rash adalah seringnya mengganti popok bayi. Kontak yang
terlalu lama dengan urin atau feses menyebabkan iritasi. Penatalaksanaan yang tepat adalah mengganti popok
setiap jam untuk bayi baru lahir dan setiap 3-4 jam untuk bayi yang lebih besar. Jika memungkinkan, anak
harus dibiarkan tanpa popok selama beberapa waktu agar area tersebut tetap kering (14). Penggantian popok
secara rutin (setiap 1-3 jam) sangat penting dalam penatalaksanaan diaper rash, karena membantu
mengurangi jumlah waktu kontak kulit dengan kelembaban dan iritasi (18). Hal ini sejalan dengan penelitian
(Salsabilah, 2021) bahwa penatalaksanaan yang tepat pada diaper rash dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan kulit bayi, mengganti popok secara teratur, dan tidak menggunakan bedak di area popok (10).
Coconut oil atau biasa disebut minyak kelapa merupakan salah satu bentuk barrier yang bisa
dimanfaatkan dalam penatalaksanaan diaper rash. Coconut oil mempunyai struktur biokimia yang baik untuk
penyembuhan luka karena memiliki kandungan asam jenuh. Pemberian coconut oil meningkatkan efektifitas
perawatan kulit pada bayi dengan diaper rash dan mengurangi rasa tidak nyaman yang dirasakan bayi (19).
Menurut penelitian yang dilakukan (Nurhaeni & Wanda, 2019) menyebutkan bahwa bayi yang diberikan
intervensi Coconut Oil memperlihatkan penyembuhan diaper rash yang lebih cepat dibandingkan bayi yang
tidak mendapatkan intervensi Coconut Oil. Lama hari penyembuhan pada bayi dengan menggunakan Coconut
Oil adalah 3-5 hari sedangkan pada bayi yang tidak diberikam Coconut Oil selama 1-2 minggu (19). Hal ini
sejalan dengan penelitian (Meliyana & Hikmalia, 2018) menyebutkan bahwa Coconut oil berpotensi untuk
menurunkan insidensi diaper rash pada bayi. Hasil analisa univariat yang dilakukan oleh peneliti menunjukan
bahwa kondisi ruam popok bayi sesudah dilakukan pemberian Coconut oil dari 16 (100%) responden, terdapat
13 bayi yang mengalami perubahan, 2 bayi yang menetap/tidak mengalami perubahan, 1 bayi yang
mengalami peningkatan (9).
Salah satu perawatan kulit pada bayi dan balita dengan diaper rash adalah pemberian minyak zaitun.
Pemberian minyak zaitun mempunyai efek yang baik terhadap diaper rash, karena minyak zaitun merupakan
herbal yang dapat membantu dan mempunyai efek anti inflamasi, analgesic, anti-mikroba, dan antioksidan
(13). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Murni Teguh et al., 2020) pemberian minyak zaitun

Arum Meiranny 228 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

efektif untuk ruam popok dibandingkan dengan pengobatan standar. Anggota keluarga diberitahu tentang
pentingnya kebersihan dan kekeringan ruam popok dan frekuensi penggantian ruam popok. Minyak zaitun
dapat mengurangi timbulnya penyakit. Minyak zaitun bisa menjadi alternatif pengobatan ruam popok pada
bayi.
Petroleum jelly adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi olahan; itu juga
dikenal sebagai petrolatum, petrolatum putih atau parafin lunak, serta Vaseline, yang merupakan nama merek.
Ini banyak digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dan merupakan eksipien untuk banyak formulasi
yang digunakan baik untuk pengobatan maupun pencegahan diaper rash (12). Penatalaksanaan yang
dilakukan menurut penelitian (Alonso et al., 2013) diberi setiap bayi selesai mandi yaitu sekitar jam 8 atau
jam 9 pagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada insiden ruam popok yang lebih rendah pada kelompok
eksperimen dengan petrolatum jelly (17,1%) dibandingkan kelompok kontrol (22,2%) (12).
Tanaman herbal seperti Lidah buaya juga memiliki sifat antibakteri, antiinflamasi, antijamur dan
dapat membantu menyembuhkan luka. Memberi Lidah buaya dapat digunakan sebagai alternatif untuk
dermatitis popok (20). Menurut penelitian yang dilakukan (Panahi et al., 2012) menyebutkan bahwa diaper
dermatitis menurun secara signifikan pada anak-anak yang diobati dengan aloe vera. Aloe vera juga tidak
memiliki efek samping karena termasuk dalam pengobatan dan perawatan alami, efektif, dan aman untuk
diaper dermatitis (21). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hamdanah, 2021) bahwa diaper
rash pada bayi dapat dicegah dan diobati dengan aloe vera (16).
Diaper rash dapat juga diobati dengan cream yang terdapat campuran beeswax atau lilin lebah. Lilin
lebah dapat berfungsi dalam pengobatan diaper rash karena lilin lebah terbuat dari bahan alami yang
mengandung flavonoid, antioksidan, antibakteri dan bahan jamur, kandungan itulah yang mempengaruhi
produksi sitokin oleh sel-sel kulit ketika dioleskan (14). Hal ini sejalan dengan penelitian (Al-Waili, 2003)
menyebutkan bahwa campuran madu, minyak zaitun, dan lilin lebah efektif untuk pengobatan dermatitis
popok, psoriasis, eksim, dan infeksi jamur kulit. Campuran tersebut memiliki sifat antibakteri (22).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari literatur review terhadap 8 artikel diketahui penatalaksanaan bayi dengan
diaper rash antara lain menjaga kebersihan popok dengan mengganti popok secara teratur, mengoleskan
coconut oil, mengoleskan minyak zaitun, mengoleskan aloe vera, mengoleskan petrolatum jelly, mengoleskan
cream dengan campuran lilin lebah atau beeswax, dan dapat juga menggunakan air rebusan daun sirih.

DAFTAR PUSTAKA
1. Stamatas GN, Tierney NK. Diaper dermatitis: etiology, manifestations, prevention, and management.
Pediatr Dermatol. 2014;31(1):1–7.
2. Coughlin CC, Eichenfield LF, Frieden IJ. Diaper dermatitis: clinical characteristics and differential
diagnosis. Pediatr Dermatol. 2014;31:19–24.
3. Blume‐Peytavi U, Hauser M, Lünnemann L, Stamatas GN, Kottner J, Garcia Bartels N. Prevention of
diaper dermatitis in infants—a literature review. Pediatr Dermatol. 2014;31(4):413–29.
4. Paller CJ, Antonarakis ES. Cabazitaxel: a novel second-line treatment for metastatic castration-
resistant prostate cancer. Drug Des Devel Ther. 2011;5:117.
5. Clark-Greuel JN, Helmes CT, Lawrence A, Odio M, White JC. Setting the record straight on diaper
rash and disposable diapers. Clin Pediatr (Phila). 2014;53(9_suppl):23S-26S.
6. Klunk C, Domingues E, Wiss K. An update on diaper dermatitis. Clin Dermatol. 2014;32(4):477–87.
7. Aisyah S. Hubungan pemakaian diapers dengan kejadian ruam popok pada bayi usia 6–12 bulan. J
Midpro. 2018;8(1):8.
8. Sujatni RA, Hartini S, Kusuma MAB. Pengaruh lamanya pemakaian diapers terhadap ruam diapers
pada anak diare usia 6-12 bulan di RSUD Tugurejo Semarang. Karya Ilm. 2013;
9. Meliyana E. Pengaruh Pemberian Coconut Oil Terhadap Kejadian Ruam Popok Pada Bayi. Citra
Delima J Ilm STIKES Citra Delima Bangka Belitung. 2018;2(1):71–80.
10. Salsabilah F. PENATALAKSANAAN RUAM POPOK (DIAPER RASH) PADA BAYI USIA 1-3
BULAN DI BPM HOSZAIMAH, S. ST BANGKALAN. STIKes Ngudia Husada Madura; 2021.
11. Al-Waili NS. Topical application of natural honey, beeswax and olive oil mixture for atopic dermatitis

Arum Meiranny 229 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

or psoriasis: partially controlled, single-blinded study. Complement Ther Med. 2003;11(4):226–34.


12. Alonso C, Larburu I, Bon E, González MM, Iglesias MT, Urreta I, et al. Efficacy of petrolatum jelly
for the prevention of diaper rash: a randomized clinical trial. J Spec Pediatr Nurs. 2013;18(2):123–32.
13. Sebayang SM, Sembiring E. Efektivitas Pemberian Minyak Zaitun Terhadap Ruam Popok pada Balita
Usia 0-36 Bulan. Indones Trust Heal J. 2020;3(1):258–64.
14. Tüzün Y, Wolf R, Bağlam S, Engin B. Diaper (napkin) dermatitis: a fold (intertriginous) dermatosis.
Clin Dermatol. 2015;33(4):477–82.
15. Astuti AD, Alfiyanti D, Nurullita U. PENGARUH PERIANAL HYGIENE DENGAN AIR
REBUSAN DAUN SIRIH TERHADAP DERAJAT DIAPER DERMATITIS PADA ANAK
PENGGUNA DIAPERS USIA 6-24 BULAN DI RSUD TUGUREJO SEMARANG. Karya Ilm. 2016;
16. Hamdanah M. PENGARUH PEMBERIAN MINYAK ZAITUN DAN ALOEVERA TERHADAP
DERAJAT RUAM POPOK PADA BAYI USIA 0-12 BULAN (Studi di BPM Munifah, Amd. Keb.
Desa Paterongan Galis Bangkalan). STIKes Ngudia Husada Madura; 2021.
17. Merrill L. Prevention, treatment and parent education for diaper dermatitis. Nurs Womens Health.
2015;19(4):324–37.
18. Visscher MO, Adam R, Brink S, Odio M. Newborn infant skin: physiology, development, and care.
Clin Dermatol. 2015;33(3):271–80.
19. Ngatmi N, Nurhaeni N, Wanda D. Pemenuhan Kebutuhan Kenyamanan Pada Anak Dengan Ruam
Popok Melalui Penerapan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Pendekatan Teori Comfort Kolcaba.
JIKO (Jurnal Ilm Keperawatan Orthop. 2019;3(1):28–36.
20. Atikasari RG, Malik DA, Widayati RI. Systematic Review and Meta-analysis of the Effectiveness of
Topical Aloe vera on Diaper Dermatitis with Parameters Degree of Diaper Dermatitis with Scale.
Dermatol Res. 2021; 3 (2): 1-11. Corresp Jl Prof Soedarto, Tembalang, Tembalang Sub-district, Kota
Semarang Dist Cent Java. 50275.
21. Panahi Y, Sharif MR, Sharif A, Beiraghdar F, Zahiri Z, Amirchoopani G, et al. A randomized
comparative trial on the therapeutic efficacy of topical aloe vera and Calendula officinalis on diaper
dermatitis in children. Sci World J. 2012;2012.
22. Troutbeck RJ, Kako S. Limited priority merge at unsignalized intersections. Transp Res Part A Policy
Pract. 1999;33(3–4):291–304.

Arum Meiranny 230 | P a g e


Client-Centered Nursing Care February 2018. Volume 4. Number 1

Review Paper:
A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments
Zahra Sharifi-Heris1 , Leila Amiri Farahani1* , Seyede Batool Hasanpoor-Azghadi1

1. Department of Midwifery and Reproductive Health, School of Nursing and Midwifery, Iran University of Medical Sciences, Tehran, Iran.

Use your device to scan


and read the article online Citation Sharifi-Heris, Z., Amiri Farahani, L. & Hasanpoor-Azghadi, S. B., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis
Treatments. Journal of Client-Centered Nursing Care, 4(1), pp. 1-12. https://doi.org/10.32598/jccnc.2.4.1
: : https://doi.org/10.32598/jccnc.4.1.1

Funding: See Page 8 AB STRACT


Copyright: The Author(s)
Background: Inflammation caused by diapers is one of the most common skin diseases in
infants and children all over the world. Among the current therapies, modern chemical medicines
Article info: are the most common ways of therapy despite their potential risks. In the present study, a variety
Received: 10 Jul 2017 of available chemical and complementary therapies are presented to facilitate the selection or
Accepted: 20 Nov 2017 further research on the range of available treatments with no or fewer side effects.
Available Online: 01 Feb 2018 Methods: Published articles on diaper dermatitis were searched in databases and search engines,
including Magiran, Irandoc, SID, Ovid, PubMed, Google Scholar, ScienceDirect, and IranMedex
from 2010 to 2018. Finally, a total of 80 articles out of the 138 related articles were reviewed.
Results: The treatments were divided into two general categories of topical and systemic
treatments. Topical treatments included chemical and herbal subcategories. Corticosteroids,
antibacterial agents, antifungals, and other medications composed chemical treatments.
Keywords: According to the information obtained from each category, corticosteroids are the most risky and
Diaper dermatitis, herbal medicine the safest medication. However, herbal and traditional medicines were the most
Traditional medicine, widely-used treatments for diaper dermatitis.
Chemical medicine, Conclusion: According to the findings, the choice of appropriate prescription and safe treatment
Complementary therapy, for medical personnel and parents of children is limited. Further studies are recommended on
Alternative medicine traditional medicines that little information is available about them.

1. Background and develops at least once during the use of diapers

D
(Blume‐Peytavi et al. 2014). Its global prevalence is
iaper rash dermatitis refers to a group between 7% and 35% and even in some studies up to
of skin disorders characterized by acute 50%. In the United States, diapers dermatitis consti-
inflammatory reaction (regardless of the tutes 10% to 20% of all skin disorders (Horii 2017).
cause) on diaper covered area caused by
physical, chemical, enzymatic, and mi- In Iran, 20% of healthy children are prone to this dis-
crobial agents (Visscher et al. 2015). It is one of the ease (Zitás & Mészáros 2017). The consequent rash
most common skin diseases in infants and children causes restlessness, insufficient breastfeeding, and in-

* Corresponding Author:
Leila Amiri Farahani, PhD
Address: Department of Midwifery and Reproductive Health, School of Nursing and Midwifery, Iran University of Medical Sciences, Tehran, Iran.
Tel: +98 (21) 43651139
E-mail: amirifarahani.l@iums.ac.ir

1
February 2018. Volume 4. Number 1 Client-Centered Nursing Care

somnia in infants, and over-anxiety in parents (Kuller were searched in databases and search engines such
2016). The inflammation is the cause of 25% of refer- as Magiran, Iran doc, SID, Ovid, PubMed, Google
rals to physicians and pediatricians (Hockenberry & Scholar ScienceDirect, and IranMedex between 2010
Wilson 2014). This disorder is usually seen from the and 2018. In the end, a total of 138 related articles
3rd to the 12th weeks of age, and its peak is at the age of were found. After reviewing the articles, 80 more re-
6-12 months (Carvalho et al. 2015). lated articles were selected and 38 other articles were
removed. The related articles were studied and the ob-
The rash can seriously involve the skin and cause tained data were categorized.
microbial infections with normal skin flora such as
streptococcus or fungus, and if untreated, it may turn 3. Results
into skin ulcer and secondary infections. The infec-
tion may cause adhesion and scars in the genital area Based on the obtained information, different treat-
which consequently requires operation (Srivastava & ments were divided into topical and systemic treat-
Gupta 2015). ments. Topical treatments are divided into two cat-
egories of chemical therapies (modern medicine) and
The choice of treatment among a host of different herbal treatments. The category of chemical therapies
treatments is undoubtedly an obsession for many par- included corticosteroids, antibacterial and antifungal
ents and care givers of children and even the health agents as well as various medicines. Some information
staff. Neglecting such cases may create serious threats such as drug category, their efficacy, side effects and
to human health, especially with many over the counter directions for proper use was tried to be included in
medications (Stamatas & Tierney 2014). Diaper der- each drug. Selecting a treatment for children with der-
matitis is counted as those problems for which parents matitis depends on the age, amount of inflammation,
do not usually refer to clinics and instead seek self- involvement with secondary infection, and underlying
medication (Blume‐Peytavi et al. 2014). diseases (Stamatas & Tierney 2014).

Self-administered treatment without knowledge Topical treatments


about drug profiles and subsequent complications can
affect the child’s health and the community. In health Topical treatments include herbal medicine, topical
centers, the choice of the treatment is mainly based on corticosteroids, antifungals, antibacterials and other
the preference of the medical staff (Stamatas & Tierney topical skin medications (Mack 2010). In newborns,
2014), while choosing a treatment should be based on the absorption and potency of drugs increase due to the
faster treatment with minimal complications (Visscher proportion of body surface to its volume (Mack 2010)
et al. 2015). and the presence of humidity and closure of the diaper
environment, resulting in higher exposure to topical
Unfortunately, the available treatments, regardless drugs (Telofski et al. 2012). As a result, in selecting a
of their effects and complications might fail to accom- drug, factors such as its systemic absorption, duration
plish the goals, so create challenges and limitations in of action, penetration, solubility, chemical stability,
choosing the type of treatment (Blume‐Peytavi et al. and hydration of stratum corneum should be brought to
2014). In light of these issues, the present study aimed attention (Mooney et al. 2015).
to collect the required information to review the drugs
used in diaper dermatitis, and find safer and more ef- Topical compounds are often selected based on the
fective medicine. physician’s preferences and experience. There is no
precise information on the onset, peak, and duration
2. Materials and Methods of the effect regarding the drugs (Shenton et al. 2012;
Liu et al. 2013). A desirable topical compound should
This is a review study; the information was collected include a wide range of features, including effective
by reviewing various national and international articles activity against the infecting organism, ability to pen-
on the treatment of diaper dermatitis, as well as articles etrate deeply into the lesion, its ease of use, without
on traditional medicine and pediatric care. The terms pain and toxic effects, no systemic malabsorption,
“diaper dermatitis” and “diaper rash” were used to long-lasting effect, and easy and inexpensive access
search for the diaper area inflammation. The keywords (Tan et al. 2012).
“treatment of diaper dermatitis in infants”, “treatment
of diaper rash in infants”, and “traditional medicine”

2 Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12.
Client-Centered Nursing Care February 2018. Volume 4. Number 1

Chemical drugs (modern medicine) Desonide 0.05% is a modified and non-halogenated


hydrocortisone with low strength. It is a safe and effec-
Chemical drugs usually act faster than herbal medi- tive drug in treating mild to moderate skin inflamma-
cines, but long periods of use or in some cases their tion, especially in children with sensitive skin. Like
intermittent use may leave side effects more dangerous other topical steroids, it has anti-inflammatory and
than the disease itself (Swain et al. 2018). Persistent, anti-irritant properties (Basha et al. 2015), but unlike
excessive, and incorrect use of chemical drugs may cre- most topical steroids, both cream and lotion forms are
ate resistance to these drugs (Shenton et al. 2012). equally potent and effective (Babu, Rao & Rao 2014).
Desonide cream 0.05% is safer than hydrocortisone
Corticosteroid 1% and no signs of atrophy have been observed after
its use. Long-term use of this agent (usually longer
Topical glucocorticoids play a crucial role in the than a week) causes thinning and cracking of the skin
treatment of inflammatory diseases (Jungersted et al. (Inakanti et al. 2015).
2011). Anti-inflammatory and anti-proliferative effects
of topical corticosteroids are the reasons for their ef- Triamcinolone is a moderate strength glucocorticoid
fectiveness on the skin; however, their long-term and with anti-inflammatory and immunosuppressive ef-
inappropriate use cause topical (skin atrophy, abnor- fects. The drug is five times stronger than hydrocor-
mal pigmentation, exacerbation of fungal infections, tisone (with equivalent weight) (Delgado-Charro &
telangiectasia, striae, etc.) and systemic side effects Guy 2014). Cream 0.1% and ointment of this drug is
(suppression of hypothalamic-pituitary-adrenal-axis, prescribed to treat skin infections, such as dermatitis.
Cushing syndrome, retardation and growth retardation Impairment in child development and thinning of the
in children) due to suppression of the immune system skin after prolonged use as well as allergies are prob-
(Jungersted et al. 2011). able. The frequency of consumption in a child is 1-2
times a day and should not be continued longer than
Ointment-based topical steroids show better effects two weeks (Eichenfield et al. 2014).
due to their intrinsic coating and moisture enhancement
in comparison to lotion and cream carriers (Liu et al. Betamethasone is classified in the category of strong
2013). In recent years, an increasing trend in the ste- topical corticosteroids and is available as ointment and
roidal disorders has been observed due to the systemic lotion 0.05% and cream 0.1%. Betamethasone is used
complications of the steroids (Jungersted et al. 2011). to treat symptoms of dermatitis and other skin inflam-
Medium and high potent corticosteroids should not be mations which do not respond to other weak cortico-
used to treat diaper dermatitis in infants (Mirshad et al. steroids (Zannolli et al. 2012). The skin metabolism of
2017). The frequency of corticosteroid use is at least this drug is slower than other topical corticosteroids;
twice a day and should not be used for longer than 2 therefore, its repeated prescription leads to accumula-
weeks. Corticosteroids can cause irreparable side ef- tion of the drug in the skin and can prolong the duration
fects in terms of their form and percentage of the drug of its effect, exacerbation of side effects, and increased
(Merrill 2015; Klunk, Domingues & Wiss 2014). systemic drug absorption. Generally it is not suitable
for children and should not be used more than once a
Hydrocortisone ointment acts as an anti-inflammatory day (Jungersted et al. 2011).
compound (alone or in combination with some antibi-
otics or topical antifungals) and generally has fewer Antibacterial drugs
side effects compared to other anti-inflammatory drugs.
Hydrocortisone cream with 0.2%, 0.5%, and 1% con- Antibacterial therapy with topical antibiotics should
centration is used in the diaper area. It must be applied be added when there is a suspicion of bacterial infec-
to the skin immediately if it is used simultaneously tion. These drugs are usually used 2-3 times a day and
with other types of burn creams; however, short-term should not be used longer than 10 days. If no improve-
use of this drug does not usually have a specific com- ment occurs, oral antibiotics which are effective against
plication (Rasu et al. 2013). In children over 2 years of staphylococci (cephalexin) and streptococci (penicillin
age, it should not be used more than 2 times a day and macrolides for those allergic to penicillin) are recom-
longer than 7-10 days unless prescribed by a physician. mended (Oranje 2015). When staphylococcus is resis-
Its dose in children younger than 2 years has not been tant to penicillin, treatment with triamcinolone, sul-
determined yet (McQuestion 2011). famethoxazole or clindamycin should be considered
(Heng et al. 2013).

Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12. 3
February 2018. Volume 4. Number 1 Client-Centered Nursing Care

Retapamulin is categorized with clindamycin and tions (Bodin, Godoy & Philips 2015). It is applied to re-
mupirocin. It was approved by the Food and Drug duce the invasive fungal infections in very low-weight
Administration (FDA) in 2007. It affects immediately infants (<1500 g), although fluconazole is preferable in
with low doses (Dhingra, Parakh & Ramachandran such cases (Ban & Tan 2010). In the UK, use of ny-
2013); systemic side effects are low in topical applica- statin is limited to patients over one month. Common
tion (Moody, Morrison & Tyring 2010). Side effects side effects during topical use include burning, itching,
occur rarely and more often in the form of irritation. It rash, and severe dermatitis (Iammatteo et al. 2017).
is used in children older than 9 months (Weinberg & It does not have catastrophic effects on animals and
Tyring 2010). plants (Bodin, Godoy & Philips 2015). The duration of
treatment is 7-10 days and several times a day, which is
Bacitracin (polysoprin) is a bactericide antibiotic with reduced to twice daily in combination with triamcino-
limited activity and little topical absorption, and is used lone (Liu et al. 2011).
with or without prescription in skin infections with mild
Gram-negative bacteria and most Gram-positive bacte- Clotrimazole is a broad-spectrum topical antifungal
ria such as staphylococci. It is often used in combination drug used in the treatment of various types of fungal
with other topical agents (Schwartz & Mutairi 2010). infections. Clotrimazole stops fungus growth by pre-
It does not generate serious side effects and has no sys- venting cell proliferation, but could also be fatal for the
temic absorption, but some cases of severe dermatitis fungus due to the amount of usage (Crowley & Gal-
have been reported. It is often prescribed in the United lagher 2014). Systemic absorption of this drug is low
States and Canada. The drug is usually used 2-3 times a after skin intake. Side effects of Clotrimazole are very
day until complete recovery (Weinberg & Tyring 2010). rare. The antifungal effect of Clotrimazole is more than
nystatin and it is not recommended for children under
Mupirocin is an effective topical antibiotic against the age of two (Hoeger, Stark & Jost 2010).
skin infections with Gram-positive bacteria and staphy-
lococcus aureus resistant to treatment (O’Dennell, Gel- Miconazole nitrate 2% cream is used for skin fun-
one & Safdar 2014). It is prohibited to be used over gal infections. Its mechanism of action is the same as
mucous membrane (Bode et al. 2010). Due to increas- nystatin (Tamblyn et al. 2012). In children over one
ing concerns regarding drug resistance, use of longer month old, nystatin can be a good alternative. Unlike
than 10 days is not recommended (Kharazmi et al. nystatin, miconazole (oral or topical) may interfere
2012). Common side effects include contact dermatitis with anticoagulant drugs (Segura-Bedmar, Martinez
(O’Dennell, Gelone & Safdar 2014), pruritus and rash & Pablo-Sánchez 2011). In Candida dermatitis, the
at the site of use, headache and nausea. Long-term use drug is prescribed in the diaper area for children over
may lead to the increase of fungal growth (Kharazmi et 4 weeks after each diaper change for up to 7 days. The
al. 2012). The mechanism of mupirocin action is differ- safety of the drug in children under one year old is un-
ent from other antibiotics and it works by stopping the clear. Preventive use may lead to drug resistance (Rai
protein to the bacteria which usually causes the death et al. 2014). Drug resistance to miconazole has not been
of the bacteria (Bode et al. 2010). reported in long-term use (Blanco & Rossem 2013).

Antifungals Ketoconazole and econazole nitrate are both anti-


fungal imidazole, which are now used less due to the
Over the past two decades, fungal infections have replacement by more effective and safer treatments
significantly increased (Qian et al. 2012). Despite the (Verma & Pathak 2012). It is worth mentioning that
remarkable advances in diagnostic methods and anti- the gel form of this drug has a remarkable potential for
fungal drug research over the past 10 years, the prob- treatment as a topical agent due to controlled release
lem of early diagnosis is a major challenge due to the of the drug, better antifungal activity, and good storage
complexity of the patients’ clinical profiles and conse- stability (Verma & Pathak 2012).
quently increased invasive activity of the fungi (Rani et
al. 2013). Potential side effects of antifungal drugs are Ciclopirox is an antifungal topical drug with antimi-
allergic reactions such as burning and itchy sensation crobial activity. It is topically used in the treatment of
(Hoeger, Stark & Jost 2010). skin and fungal infections in the form of cream, gel,
lotion, solution or powder, and is mostly used as ci-
Nystatin is the most common topical drug used in the clopirox olamine 1% twice daily. Itching and burning
prevention and treatment of yeast-derived skin infec- have been reported after topical use of this drug. Two

4 Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12.
Client-Centered Nursing Care February 2018. Volume 4. Number 1

blind studies have demonstrated that it is more effective It also has a protective effect against inflammation in
than clotrimazole and has the same general profile and the diaper area by reducing skin hydration. Itching, red
side effects (Shen & Huang 2016). spots, dermatitis, and skin irritation may appear as its
side effects (Heise et al. 2012). The dosage is usually
Other drugs 1-2 times a day depending on the needs of the child and
the doctor’s preference (Rai et al. 2014).
Triamcinolone N.N is a combination of triamcinolone
(corticosteroid), nystatin (antifungal), and neomycin Petrolatum (petroleum jelly, paraffin gel) is a non-
(antibacterial). This drug has less skin metabolism, and odorous combination of refined semi-solid hydrocar-
therefore the systemic absorption of the drug is rela- bons used in many primary bases of children creams
tively high, resulting in a high probability of systemic and lotions. It has moisturizing, coating, protective and
complications (Anthony 2016). It is usually used twice wound healing properties, and is considered as one of
a day, and the use of this combination is only justifiable the most common preventive and therapeutic agents in
for short-term treatment (less than two weeks) of skin in- diaper dermatitis (Speight 2014). It also has medium-
flammation associated with bacterial infection or candi- risk safety rating. According to Perl Gibson, Calgary
diasis. Sensitization and skin thinning are not unexpect- Pharmacist, petrolatum deprives skin of water and oxy-
ed after prolonged use (Al-Faraidy & Al-Natour 2010). gen, causing damage to the skin. It is usually used as an
obstructive barrier in the preparation of topical agents
Zinc oxide has nearly zero solubility in water and mild used for the skin (Panahi et al. 2012) and there is no
anti-inflammatory, anti-irritant, regenerative, and mois- usage restriction as well (Speight 2014).
turizing effect (Mack 2010). This ointment acts as a
physical barrier to water absorption, and by inhibiting Herbal medicines
the adhesion and penetration of microorganisms, reduc-
es bacterial infections in mild dermatitis (Gupta et al. The use of herbal medicines on the skin of children has
2014). It has no serious side effects. Zinc oxide ointment a long history in many parts of the world; however, their
5% can be used to reduce the symptoms of diarrhea- composition, oxidation, light sensitivity and biological
induced diaper dermatitis (Bae et al. 2010). Zinc oxide activity vary on different surfaces (Blume‐Peytavi et al.
produces antiperspirant properties in the diaper area in 2014). The use of medicinal plants as antibacterial and
combination with potassium and it is used as a topical anti-inflammatory drugs is common in Iranian general
treatment for dermatitis in children in combination with medicine, and no significant adverse effects have been
glycerin (Del val, kontoravdi & Nagy 2010). Ideally, it is reported (Panahi et al. 2012); nevertheless, the probabil-
used after each diaper change (Bae et al. 2010). ity of contact dermatitis have been reported in most of
them (Reider & Fritsch 2012; Macias et al. 2014). In
Ointment for vitamins (A, D, D3) contains the most most cases, the treatment duration is 7-10 days at least 3
essential vitamins needed for the skin and is used as a times a day or after each diaper change when necessary
preventive and therapeutic agent for skin protection and and according to the doctor’s preferences (Panahi et al.
recovery of mild inflammation in the areas of the infant’s 2012; Srivastava & Gupta 2015).
skin which is in contact with urine and stool (Christensen
et al. 2017). It has moisturizing, antimicrobial, and anti- Calendula
irritation properties with little fat. It is well absorbed and
easily washed off and available in 30 g tubes ointment Calendula ointment is a non-steroidal anti-inflam-
and cream. It is used as needed and usually after each matory drug used in cases of skin inflammation, aller-
diaper change (Merrill 2015). Each gram of ointment gic dermatitis, itching and skin lesions resulting from
contains 850 units of Vitamin A and 85 units of Vitamin it (Deng et al. 2013). It is currently the only herbal
D in the oily base (Christensen et al. 2017). medicine with little complication and its effectiveness
has been accepted in the treatment of diaper-induced
Dexpanthenol is a derivative of pantothenic acid (Vi- inflammation (Ness, Davis & Carey 2013); however,
tamin B5) and its 0.1% to 0.5% ointment is used in there is the probability of developing contact dermati-
children. It is rapidly absorbed through the skin and ac- tis (Reider & Fritsch 2012). The number of doses and
celerates wound healing and relieves itching by stimu- frequency use of the drug do not have a specific instruc-
lating epithelization and granulation (Camargo, Gaspar tion; however, in different articles, the frequency of its
& Maia Campos 2011). It also acts as a moisturizer and use varies from three times a day to after each diaper
helps maintaining the softness and elasticity of the skin. changing (Panahi et al. 2012).

Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12. 5
February 2018. Volume 4. Number 1 Client-Centered Nursing Care

Chamomile tional drug containing henna 25% and hydrocortisone


1%. In this study, 82 (41 in each group) healthy children
Chamomile is one of the herbal medicines used to under the age of two years suffering from diaper der-
treat diaper dermatitis, with anti-inflammatory, anal- matitis were studied and used the drug 3 times a day
gesic and sedative properties (Panahi et al. 2012). Its for 5 days in the area of diaper dermatitis. The results
main components include alpha-bisabolol, bisabolol indicated that the intensity of inflammation was signifi-
oxide, chamazulene, and flavonoid. Some people who cantly higher in the hydrocortisone 1% group on the 3rd
are allergic to Compositae (Asteraceae) plants like ca- and 5th days after the onset of intervention (P<0.001).
lendula show sensitivity to chamomile (Taheri et al.
2011). Several contact and atopic dermatitis have been In a study by El sakka et al. (2013) to compare the
reported following chamomile use (Srivastava & Gupta mixture olive oil, honey and wax with nystatin on in-
2015). No problem has been reported using chamomile flammation caused by diapers in Infants, although there
in the long run (Srivastava & Gupta 2015). was no significant difference in the score of symptoms
in the two groups before the intervention; however, the
Lanolin mixture on day 5 (P=0.04) and on day 10 (P=0.001)
was more effective than nystatin. A double-blind ran-
Lanolin or wax is obtained from lamb wool. It is a wa- domized study was conducted in 2012. In this study, 66
ter-receptive, softening and highly absorbent material healthy children (32 in the aloe vera group and 34 in
used in the basis of special creams for children and me- the calendula group) with dermatitis were studied. Both
dicinal ointments for the treatment of diaper dermatitis groups used the drug 3 times a day for 10 days. Recov-
and skin protection for children. It regulates hydration ery was observed in both groups significantly after 10
of the skin (Allwood 2011) but has an unpleasant odor days (P<0.001).
(2.84). Lanolin has been reported as a common aller-
gen in products containing lanolin (Khalifian, Golden The recovery in the calendula group were lower than
& Cohen 2017). those in the aloe vera group (P=0.001) (Panahi et al.
2012). In a random double-blind study with parallel
Sunflower oil control to compare the effects of Clay Shampoo (CS)
and Calendula Ointment (CO) on the improvement of
Sunflower oil is a mixture of essential oils including children diaper rash; 60 children (30 in each group) with
oleic acid (omega-9) and linoleic acid (omega-6). The diaper dermatitis who referred to a clinic were included
oil contains significant amounts of Vitamin E, sterol, in the study. According to the study results, 93.3% of
squalene, and aliphatic hydrocarbons (Badouin et al. lesions in the CS group improved in the first 6 hours,
2017). It is rapidly absorbed by the skin and a protec- while this level was 40% in the CO group (P<0.001).
tive effect against dehydration and by having moistur-
izing and anti-inflammatory properties plays a signifi- In addition, 90% of children in the CS group and
cant role in skin problems such as diaper dermatitis 36.7% in group CO completely recovered in the first
(Danby et al. 2013). It has been reported that sunflower three days (P<0.001) (Adib-Hajbagheri, Mahmoudi
oil reduced the percentage of sepsis by 41% in preterm & Mashaiekhi 2014). In another random double-blind
infants. Allergic complications are not unexpected study with the aim of comparing the effects of topical
(Macias et al. 2014). use of bentonite and calendula creams on diaper derma-
titis in children, a total of 100 children with dermatitis
Some studies have been carried out regarding the use of (50 children in each group) were included in the study.
other complementary and traditional treatments such as Six hours after the start of the study, 88% of the lesions
henna (Keshavarz et al. 2016), the combination of hon- in the bentonite group and 54% in the calendula group
ey, wax and olive oil (El Sakka, Abdulrhman & Shehata were cured (P<0.001); the lesions were recovered in
2013), aloe vera (Panahi et al. 2012), bentonite (Mah- 86% of the bentonite group and 52% of the calendu-
moudi, Adib-Hajbagheri & Mashaiekhi 2015), clay sham- la group in the first 3 days after treatment (P<0.001)
poo (Adib-Hajbagheri, Mahmoudi & Mashaiekhi 2014), (Mahmoudi, Adib-Hajbagheri & Mashaiekhi 2015).
and anti-hemorrhoid ointment (Liu & Xie 2012), but more
studies still need to be done in this topic. In a study with the aim of investigating the clinical ef-
fects of massage therapy with anti-hemorrhoids in the
Keshavarz et al. (2016) conducted a randomized triple- treatment of dermatitis, 44 children (22 children in each
blinded study in 2016 to compare the effects of a tradi- group) with diaper dermatitis were included in two

6 Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12.
Client-Centered Nursing Care February 2018. Volume 4. Number 1

groups of anti-hemorrhoid ointment and hydrochloric rable side effects (Mirshad et al. 2017; Merrill 2015).
ointment. The clinical effect of the anti-hemorrhoid The infection of dermatitis area with bacteria will add
ointment group was clearly better than the hydrochloric antibacterial antibiotics to the treatment plan. Studies
ointment group (P<0.001) (Liu & Xie 2012). In cases conducted over the years 2010-2018 on antibacterial
of more severe and resistant infections, oral antibiotics agents indicate that if they are used inappropriately
such as amoxicillin clavulanate, clindamycin, cepha- and for a long time, drug resistance as well as aller-
lexin, and trimethoprim sulfamethoxazole are used in gic reactions and contact dermatitis are not unexpected
infants (Oranje 2015). (O’Dennell, Gelone & Safdar 2014).

4. Discussion Fungi are other common microorganisms that usually


appear 3 days after the onset of inflammation in the
In a reported statistics in the United States, among 2.8 diaper area (Klunk, Domingues & Wiss 2014). Stud-
million patients with diaper dermatitis, 75% of whom ies have demonstrated that early diagnosis is a major
were children; drugs of choice included nystatin (27%), challenge due to the complexity of clinical profiles, and
clotrimazole (16%), combination of nystatin and triam- consequently, increased invasive activity of fungi (Rani
cinolone (16%), hydrocortisone (8%), and the combi- et al.2013); this will make it difficult for physicians to
nation of clotrimazole and betamethasone dipropionate choose the type of treatment. According to studies con-
(6%) (Mack 2010). According to the recommendation ducted between 2010 and 2017, the use of antifungal
of the Food and Drug Administration (FDA) for the treatment in children under the age of 2 years has been
treatment of diaper dermatitis associated with second- the subject of major controversy, and sensitivity reac-
ary infection with Candida albicans, selective treat- tions have been considered as the most major compli-
ment with weak non-halogenated corticosteroids such cations (Hoeger, Stark & Jost 2010; Iammatteo et al.
as desonide 0.05% and hydrocortisone ointment 0.2%, 2017; Rai et al. 2014; Blanco & Rossem 2013).
0.5%, 1, and 2.5% in combination with topical antifun-
gal agents such as nystatin (Mycostatin), clotrimazole, Chemical drugs of modern medicine usually acts
miconazole, ketoconazole, ciclopirox, or antimicro- faster than herbal drugs, but their prolonged or in
bial ointment in the diaper area are safe and effective some cases, irregular use, unlike herbal medicines,
(Telofski et al. 2012). may leave side effects which may be more dangerous
than the disease itself (Swain et al. 2018). In addition,
Meanwhile, manufacturers of the combined prod- the persistent, excessive, and incorrect use of chemical
ucts of clotrimazole and betamethasone dipropionate drugs may cause resistance to these drugs (Shenton et
explicitly state that these agents should not be used in al. 2012). It seems that the category of herbal medi-
children with diaper dermatitis under 2 years old, and cines are regarded as the safest category (Swain et al.
precautionary measures are essential in the use of the 2018; Panahi et al. 2012) and no significant adverse
combination of nystatin and triamcinolone since it con- complication have been reported until now (Reider &
tains a medium strength corticosteroid (Mack 2010; Fritsch 2012).
Rathi & D’Souza 2012). In studies conducted between
2013 and 2017, irreversible complications of the cor- However, probable contact dermatitis has been re-
ticosteroids have been agreed upon. These side effects ported (Reider & Fritsch 2012; Macias et al. 2014).
may appear locally, such as skin atrophy, abnormal pig- Because of complications of modern therapies and its
mentation, infection, etc. and systemic disorders such potential risks, which makes it difficult for the health
as suppression of hypothalamic-pituitary-adrenal axis, staff to choose the best treatment method, paying at-
Cushing syndrome, retardation and growth retardation tention to supplementary treatment is not ineffectual.
in children due to immunosuppression (Jungersted et The use of medicinal plants as antibacterial and anti-
al. 2011; Liu et al. 2013; Mirshad et al. 2017; Merrill inflammatory drugs is common in Iranian traditional
2015). In recent years, high prevalence of dermatologi- medicine (Panahi et al. 2012).
cal disorders due to steroids has had a progressive trend
with systemic complications (Jungersted et al. 2011). The effects of plants on human health have been
documented for thousands of years (Rai et al. 2014).
Moderate and high levels of corticosteroids should The persistent popularity of herbal medicines can be
not be used to treat diaper dermatitis in children (Liu et attributed to their gradual effects and minimum side
al.,2013); the use of longer than 2 weeks of the medica- effects; nevertheless, the probability of contact derma-
tion in terms of form and percentage can cause irrepa- titis has been noted for the majority of them, including

Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12. 7
February 2018. Volume 4. Number 1 Client-Centered Nursing Care

calendula, lanolin, chamomile, honey, aloe vera, sun- tum. Journal of Family and Community Medicine, 17(2), pp.
107-9. [DOI:10.4103/1319-1683.71994] [PMID] [PMCID]
flowers, and so on (Reider & Fritsch 2012). Because
the complications related to traditional medicine treat- Allwood, M., 2011. Skin care guidelines for infants aged 23-30
ments are far less severe than those of chemical drugs weeks' gestation: A review of the literature. Neonatal, Paedi-
atric & Child Health Nursing, 14(1), p. 20.
and mostly include allergic dermatitis and the like (Pa-
nahi et al. 2012), searching new herbal medicines with Anthony, A. Y., 2016. Equine atopic dermatitis–management (ex-
no side effects in our country seem necessary. They are cluding hyposensitization). Paper presented at the 8th World
Congress of Veterinary Dermatology, 31 May-4 June 2016,
good choice of treatments available for parents espe- Bordeaux, France.
cially for mothers and health care staff at all cultural
and educational levels. Babu, G. R., Rao, A. L. & Rao, J. V., 2014. Development and
validation of stability-indicating reverse phase liquid chro-
matographic method for the assay of desonide in bulk and
In the present study, we tried to present a variety of pharmaceutical formulations. Asian Journal of Research in
modern and traditional medicine used in the treatment Chemistry, 7(9), pp. 805-9.
of diaper dermatitis. The results of the present study Badouin, H., et al., 2017. The sunflower genome provides in-
indicate that more clinical trials are required to investi- sights into oil metabolism, flowering and asterid evolution.
gate the effects of herbal plants whose complications Nature, 546(7656), pp. 148-52. [DOI:10.1038/nature22380]
[PMID]
are not well-documented yet. In addition, conducting
further studies to investigate the effectiveness of herbs Bae, Y. S., et al. 2010. Innovative uses for zinc in dermatol-
on secondary fungal infection in the area of dermati- ogy. Dermatologic Clinics, 28(3), pp. 587-97. [DOI:10.1016/j.
det.2010.03.006] [PMID]
tis will likely be a valuable achievement. According
to studies conducted around the world, it seems that Ban, L. L. & Tan, X. L., 2010. Analysis of the utilization of an-
tifungal agents from 2006 to 2008 in our hospital. Evaluation
traditional and herbal treatments can replace modern
and Analysis of Drug-Use in Hospitals of China, 3, p. 011.
medicine methods or can be used as complementary
therapies along with modern medicine. Basha, B., et al., 2015. A comparative study on the efficacy of
three galenic preparations for topical use. European Scientific
Journal, 11(21), pp. 646-72.
Ethical Considerations
Blanco, D. & Rossem, K., 2013. A prospective two‐year assess-
ment of miconazole resistance in candida SPP with repeated
Compliance with ethical guidelines
treatment with 0.25% miconazole nitrate ointment in neo-
nates and infants with moderate to severe diaper dermatitis
There was no ethical principles to be considered in complicated by cutaneous candidiasis. Pediatric Dermatol-
this research. ogy, 30(6), pp. 717-24. [DOI:10.1111/pde.12107] [PMID]

Blume‐Peytavi, U., et al., 2014. Prevention of diaper dermatitis


Funding in infants: A literature review. Pediatric Dermatology, 31(4),
pp. 413-29. [DOI:10.1111/pde.12348] [PMID]
This research did not receive any specific grant from Bode, L. G., et al., 2010. Preventing surgical-site infections
funding agencies in the public, commercial, or not-for- in nasal carriers of Staphylococcus Aureus. New England
profit sectors. Journal of Medicine, 362(1), pp. 9-17. [DOI:10.1056/NEJ��-
Moa0808939] [PMID]
Conflict of interest Bodin, M. B., Godoy, G. & Philips III, J. B., 2015. Topical nys-
tatin for the prevention of catheter-associated candidiasis
The authors declared no conflict of interest. in ELBW infants. Advances in Neonatal Care, 15(3), pp. 220-4.
[DOI:10.1097/ANC.0000000000000170] [PMID]

Camargo Jr, F. B., Gaspar, L. R. & Maia Campos, P. M., 2011.


Skin moisturizing effects of panthenol-based formulations.
Journal of Cosmetic Science, 62(4), pp. 361-70. [PMID]

Carvalho, V. O., et al., 2015. Answers to dermatophile. Ar-


References chives of Disease in Childhood-Education and Practice, 100(4),
pp. 224-5. [DOI:10.1136/archdischild-2014-307368a]
Adib-Hajbaghery, M., Mahmoudi, M. & Mashaiekhi, M.,
2014. Shampoo-clay heals diaper rash faster than calendula Christensen, K. A., et al., 2017. Acupuncture-associated vas-
officinalis. Nursing and Midwifery Studies, 3(2), p. e14180. ovagal response: Revised terminology and hospital expe-
[DOI:10.5812/nms.14180] rience. Medical Acupuncture, 29(6), 366-76. [DOI:10.1089/
acu.2017.1245] [PMID] [PMCID]
Al-Faraidy, N. A. & Al-Natour, S. H., 2010. A forgotten com-
plication of diaper dermatitis: Granuloma gluteale infan-

8 Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12.
Client-Centered Nursing Care February 2018. Volume 4. Number 1

Crowley, P. D. & Gallagher, H. C., 2014. Clotrimazole as a phar- Journal of Allergy and Clinical Immunology: In Practice, 5(5),
maceutical: Past, present and future. Journal of Applied Micro- pp. 1448-50. [DOI:10.1016/j.jaip.2017.03.006] [PMID]
biology, 117(3), pp. 611-7. [DOI:10.1111/jam.12554] [PMID]
Inakanti, Y., et al., 2015. Topical corticosteroids: Abuse
Danby, S. G., et al., 2013. Effect of olive and sunflower seed oil and misuse. Our Dermatology Online, 6(2), pp. 130-4.
on the adult skin barrier: Implications for neonatal skin care. [DOI:10.7241/ourd.20152.35]
Pediatric Dermatology, 30(1), pp. 42-50. [DOI:10.1111/j.1525-
1470.2012.01865.x] [PMID] Jungersted, J. M., et al., 2011. Effects of topical corticosteroid
and tacrolimus on ceramides and irritancy to sodium lauryl
Del Val, I. J., Kontoravdi, C. & Nagy, J. M., 2010. Towards sulphate in healthy skin. Acta Dermato-Venereologica, 91(3),
the implementation of quality by design to the production pp. 290-4. [DOI:10.2340/00015555-1064] [PMID]
of therapeutic monoclonal antibodies with desired glyco-
sylation patterns. Biotechnology Progress, 26(6), pp. 1505-27. Keshavarz, A., et al., 2016. Efficacy of traditional medicine
[DOI:10.1002/btpr.470] [PMID] product henna and hydrocortisone on diaper dermatitis in
infants. Iranian Red Crescent Medical Journal, 18(5), p. e24809.
Delgado-Charro, M. B. & Guy, R. H., 2014. Effective use of [DOI:10.5812/ircmj.24809] [PMID] [PMCID]
transdermal drug delivery in children. Advanced Drug Deliv-
ery Reviews, 73, pp. 63-82. [DOI:10.1016/j.addr.2013.11.014] Khalifian, S., Golden, W. C. & Cohen, B. A., 2017. Skin care
[PMID] practices in newborn nurseries and mother–baby units
in Maryland. Journal of Perinatology, 37(6), pp. 615-21.
Deng, S., et al., 2013. Topical herbal medicine combined with [DOI:10.1038/jp.2016.226] [PMID]
pharmacotherapy for psoriasis: A systematic review and
meta-analysis. Archives of Dermatological Research, 305(3), pp. Kharazmi, S. A., et al., 2012. Management of afebrile neonates
179-89. [DOI:10.1007/s00403-013-1316-y] [PMID] with skin and soft tissue infections in the pediatric emergen-
cy department. Pediatric Emergency Care, 28(10), pp. 1013-6.
Dhingra, D., Parakh, A. & Ramachandran, S., 2013. Retapamu- [DOI:10.1097/PEC.0b013e31826caaac] [PMID]
lin: A newer topical antibiotic. Journal of Postgraduate Medicine,
59(2), pp. 127-30. [DOI:10.4103/0022-3859.113842] [PMID] Klunk, C., Domingues, E. & Wiss, K., 2014. An update on
diaper dermatitis. Clinics in Dermatology, 32(4), pp. 477-87.
Eichenfield, L. F., et al., 2014. Guidelines of care for the man- [DOI:10.1016/j.clindermatol.2014.02.003] [PMID]
agement of atopic dermatitis: Section 2: Management and
treatment of atopic dermatitis with topical therapies. Jour- Kuller, J. M., 2016. Infant skin care products: What are the is-
nal of the American Academy of Dermatology, 71(1), pp. 116-32. sues. Advances in Neonatal Care, 16, pp. S3-12. [DOI:10.1097/
[DOI:10.1016/j.jaad.2014.03.023] ANC.0000000000000341] [PMID]

El Sakka, A., Abdulrhman, M. & Shehata, I. H., 2013. Com- Liu, C., et al., 2011. Clinical practice guidelines by the Infec-
parison between topical application of honey, bees wax and tious Diseases Society of America for the treatment of me-
olive oil propolis extract and nystatin for treatment of dia- thicillin-resistant Staphylococcus aureus infections in adults
per dermatitis in infants. International Journal of Pediatrics and and children. Clinical Infectious Diseases, 52(3), pp. e18-e55.
Child Health, 1, pp. 39-42. [DOI:10.1093/cid/ciq146] [PMID]

Gupta, M., et al., 2014. Zinc therapy in dermatology: A re- Liu, D., et al., 2013. A practical guide to the monitoring and
view. Dermatology Research and Practice, 2014, p. 709152. management of the complications of systemic corticosteroid
[DOI:10.1155/2014/709152] [PMID] [PMCID] therapy. Allergy, Asthma & Clinical Immunology, 9(1), p. 30.
[DOI:10.1186/1710-1492-9-30] [PMID] [PMCID]
Heise, R., et al., 2012. Dexpanthenol modulates gene expression
in skin wound healing in vivo. Skin Pharmacology and Physiol- Liu, X. & Xie, Y., 2012. Clinical curative effect of mayinglong
ogy, 25(5), pp. 241-8. [DOI:10.1159/000341144] [PMID] musk hemorrhoids ointment in treatment of infant diaper der-
matitis. China Knowledge Infrastructure Engineering, 10(5), p. 82.
Heng, Y. K., et al., 2013. Staphylococcus aureus and topical
fusidic acid use: Results of a clinical audit on antimicrobial Macias, M. L., et al., 2014. Identification of helianthus annuus
resistance. International Journal of Dermatology, 52(7), pp. 876- allergens in subjects with allergy to sunflower. Clinical and
81 [DOI:10.1111/j.1365-4632.2012.05747.x] [PMID] Translational Allergy, 4(2), p. P14. [DOI:10.1186/2045-7022-4-
S2-P14] [PMCID]
Hockenberry, M. J. & Wilson, D., 2014. Wong's nursing care of in-
fants and children-E-book. Amsterdam: Elsevier Health Sciences. Mack, K. H., 2010. The best practice guideline for the treatment of
pediatric diaper dermatitis [PhD dissertation]. Columbia: Uni-
Hoeger, P. H., Stark, S. & Jost, G., 2010. Efficacy and safety versity of South Carolina.
of two different antifungal pastes in infants with diaper
dermatitis: A randomized, controlled study. Journal of the Mahmoudi, M., Adib-Hajbaghery, M. & Mashaiekhi, M., 2015.
European Academy of Dermatology and Venereology, 24(9), pp. Comparing the effects of Bentonite & Calendula on the im-
1094-8. [DOI:10.1111/j.1468-3083.2010.03735.x] provement of infantile diaper dermatitis: A randomized con-
trolled trial. The Indian Journal of Medical Research, 142(6), pp.
Horii, K. A., 2017. Patient education: Diaper rash in infants and 742-6. [DOI:10.4103/0971-5916.174567] [PMID] [PMCID]
children (Beyond the Basics) [Internet]. viewed 24 Jul 2017, htt-
ps://www.uptodate.com/contents/diaper-rash-in-infants- McQuestion, M., 2011. Evidence-based skin care management in
and-children-beyond-the-basics radiation therapy: Clinical update. Seminars in Oncology Nurs-
ing, 27(2), pp. e1-e17. [DOI:10.1016/j.soncn.2011.02.009] [PMID]
Iammatteo, M., et al., 2017. Severe contact dermatitis due to
ethylenediaminedihydrochloride in nystatin cream. The

Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12. 9
February 2018. Volume 4. Number 1 Client-Centered Nursing Care

Merrill, L., 2015. Prevention, treatment and parent education Schram, M. E., et al., 2011. Off-label use of azathioprine in derma-
for diaper dermatitis. Nursing for Women’s Health, 19(4), pp. tology: A systematic review. Archives of Dermatology, 147(4), pp.
324-37. [DOI:10.1111/1751-486X.12218] [PMID] 474-88. [DOI:10.1001/archdermatol.2011.79] [PMID]

Mirshad, P. V., et al., 2017. Prescription audit of corticoster- Schwartz, R. A. & Al Mutairi, N., 2010. Topical antibiotics in
oid usage in the department of dermatology at a tertiary dermatology: An update. Global Journal of Dermatology & Ve-
care teaching hospital. International Journal of Basic & Clini- nereology, 17(1), pp. 1-19.
cal Pharmacology, 2(4), pp. 411-3. [DOI:10.5455/2319-2003.
ijbcp20130813] Segura-Bedmar, I., Martinez, P. & de Pablo-Sánchez, C., 2011.
Using a shallow linguistic kernel for drug–drug interaction
Moody, M. N., Morrison, L. K. & Tyring, S. K., 2010. Retapa- extraction. Journal of Biomedical Informatics, 44(5), pp. 789-
mulin: What is the role of this topical antimicrobial in the 804. [DOI:10.1016/j.jbi.2011.04.005] [PMID]
treatment of bacterial infections in atopic dermatitis. Skin
Therapy Letter, 15(1), pp. 1-4. [PMID] Shen, T. & Huang, S., 2016. Repositioning the old fungicide
ciclopirox for new medical uses. Current Pharmaceutical De-
Mooney, E., et al., 2015. Adverse effects of topical corticos- sign, 22(28), pp. 4443-50. [DOI:10.2174/138161282266616053
teroids in paediatric eczema: Australasian consensus state- 0151209] [PMID]
ment. Australasian Journal of Dermatology, 56(4), pp. 241-51.
[DOI:10.1111/ajd.12313] [PMID] Shenton, M. E., et al., 2012. A review of magnetic resonance
imaging and diffusion tensor imaging findings in mild trau-
Ness, M. J., Davis, D. M. & Carey, W. A., 2013. Neonatal skin care: matic brain injury. Brain Imaging and Behavior, 6(2), pp. 137-
A concise review. International Journal of Dermatology, 52(1), pp. 92. [DOI:10.1007/s11682-012-9156-5] [PMID] [PMCID]
14-22. [DOI:10.1111/j.1365-4632.2012.05687.x] [PMID]
Speight, J. G., 2014. The chemistry and technology of petroleum.
O’Dennell, J. A., Gelone, S. P. & Safdar A., 2014. Topical an- Boca Raton, Florida: CRC press.
tibacterials. In J. E. Bennett., R. Dolin. & M. J. Blaser (eds.).
Principles and Practice of Infectious Diseases. Philadelphia: Srivastava, J. K. & Gupta, S., 2015. Chamomile: A herbal agent
Saunders. for treatment of diseases of the elderly. In R. R. Watson (ed.),
Foods and dietary supplements in the prevention and treatment of
Oranje, A. P., 2015. Recent developments in the management disease in older adults. Amsterdam: Elsevier. [DOI:10.1016/
of common childhood skin infections. Journal of Infection, 71, B978-0-12-418680-4.00018-X]
pp. S76-9. [DOI:10.1016/j.jinf.2015.04.030] [PMID]
Stamatas, G. N. & Tierney, N. K., 2014. Diaper dermatitis: Etiol-
Panahi, Y., et al., 2012. A randomized comparative trial on the thera- ogy, manifestations, prevention, and management. Pediatric
peutic efficacy of topical aloe vera and Calendula officinalis on Dermatology, 31(1), pp. 1-7. [DOI:10.1111/pde.12245] [PMID]
diaper dermatitis in children. The Scientific World Journal, 2012, p.
810234. [DOI:10.1100/2012/810234] [PMID] [PMCID] Swain, S. K., et al., 2018. Povidone iodine soaked gelfoam for
the treatment of recalcitrant otomycosis: Our experiences
Posadzki, P., Watson, L. & Ernst, E., 2013. Herb–drug interac- at a tertiary care teaching hospital of eastern India. Journal
tions: An overview of systematic reviews. British Journal of de Mycologie Medicale, 28(1), pp. 122-7. [DOI:10.1016/j.myc-
Clinical Pharmacology, 75(3), pp. 603-18 [DOI:10.1111/j.1365- med.2017.11.006] [PMID]
2125.2012.04350.x] [PMID] [PMCID]
Taheri, J. B., et al., 2011. Herbs in dentistry. International
Qian, J., et al., 2012. Size‐resolved emission rates of airborne Dental Journal, 61(6), pp. 287-96. [DOI:10.1111/j.1875-
bacteria and fungi in an occupied classroom. Indoor Air, 595X.2011.00064.x] [PMID]
22(4), pp. 339-51. [DOI:10.1111/j.1600-0668.2012.00769.x]
[PMID] [PMCID] Tamblyn, R., et al., 2012. The effectiveness of a new generation
of computerized drug alerts in reducing the risk of injury
Rai, V. K., et al., 2014. Development of cellulosic polymer from drug side effects: A cluster randomized trial. Journal of
based gel of novel ternary mixture of miconazole nitrate the American Medical Informatics Association, 19(4), pp. 635-43.
for buccal delivery. Carbohydrate Polymers, 103, pp. 126-33. [DOI:10.1136/amiajnl-2011-000609] [PMID] [PMCID]
[DOI:10.1016/j.carbpol.2013.12.019] [PMID]
Tan, X., et al., 2012. Topical drug delivery systems in derma-
Rani, N., et al., 2013. Imidazoles as potential antifungal agents: tology: A review of patient adherence issues. Expert Opinion
A review. Mini Reviews in Medicinal Chemistry, 13(11), pp. on Drug Delivery, 9(10), 1263-71. [DOI:10.1517/17425247.201
1626-55. [DOI:10.2174/13895575113139990069] [PMID] 2.711756] [PMID]

Rasu, R. S., et al., 2013. Assessing chronic pain treatment Telofski, L. S., et al., 2012. The infant skin barrier: Can we pre-
practices and evaluating adherence to chronic pain clini- serve, protect, and enhance the barrier. Dermatology Research
cal guidelines in outpatient practices in the United States. and Practice, 2012, p. 198789. [DOI:10.1155/2012/198789]
The Journal of Pain, 14(6), pp. 568-78. [DOI:10.1016/j. [PMID] [PMCID]
jpain.2013.01.425] [PMID]
Verma, P. & Pathak, K., 2012. Nanosizedethanolic vesicles
Rathi, S. K. & D’Souza, P., 2012. Rational and ethical use of loaded with econazole nitrate for the treatment of deep fun-
topical corticosteroids based on safety and efficacy. Indian gal infections through topical gel formulation. Nanomedi-
Journal of Dermatology, 57(4), p. 251 [DOI:10.4103/0019- cine: Nanotechnology, Biology and Medicine, 8(4), pp. 489-96.
5154.97655] [PMID] [PMCID] [DOI:10.1016/j.nano.2011.07.004] [PMID]

Reider, N. & Fritsch, P. O., 2012. Other eczematous eruptions. Visscher, M. O., et al., 2015. Newborn infant skin: Physiology,
In: R. P. Rapini., J. L. Jorizzo. & J. L. Bolognia (eds), Dermatol- development, and care. Clinics in Dermatology, 33(3), pp.
ogy. Amsterdam: Elsevier. 271-80. [DOI:10.1016/j.clindermatol.2014.12.003] [PMID]

10 Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12.
Client-Centered Nursing Care February 2018. Volume 4. Number 1

Weinberg, J. M. & Tyring, S. K., 2010. Retapamulin: An anti-


bacterial with a novel mode of action in an age of emerging
resistance to Staphylococcus aureus. Journal of Drugs in Der-
matology, 9(10), pp. 1198-204. [PMID]

Zannolli, R., et al., 2012. A randomized trial of oral beta-


methasone to reduce ataxia symptoms in ataxia telangiec-
tasia. Movement Disorders, 27(10), pp. 1312-6. [DOI:10.1002/
mds.25126] [PMID]

Zitás, É. & Mészáros, J., 2016. The most common child-


hood skin diseases. Our Dermatol Online, 7(2), pp. 213-8.
[DOI:10.7241/ourd.20162.59]

Zumla, A., 2010. Mandell, Douglas, and Bennett's principles


and practice of infectious diseases. The Lancet Infectious Dis-
eases, 10(5), pp. 303-4. [DOI:10.1016/S1473-3099(10)70089-X]

Sharifi-Heris, Z., et al., 2018. A Review Study of Diaper Rash Dermatitis Treatments. JCCNC, 4(1), pp. 1-12. 11
February 2018. Volume 4. Number 1 Client-Centered Nursing Care

12
PENGARUH PEMBERIAN COCONUT OIL TERHADAP KEJADIAN
RUAM POPOK PADA BAYI

Ernauli Meliyana 1, Nia Hikmalia 2


1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia
2
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia
Email : cellohtst@yahoo.com1 niahikmalia6@gmail.com 2

ABSTRAK

Kondisi kulit pada bayi yang relatif lebih tipis menyebabkan bayi lebih rentan
terhadap infeksi, iritasi dan alergi. Salah satu masalah kulit yang masih sering terjadi pada
bayi dan anak adalah diaper dermatitis/diaper rash atau sering disebut juga dengan ruam popok.
Penanganan ruam popok pada bayi salah satunya dengan pemberian Coconut oil, merupakan
pelembab alamiah dan mengandung asam lemak jenuh rantai sedang yang mudah masuk ke
lapisan kulit dan mempertahankan kelenturan serta kekenyalan kulit. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian coconut oil terhadap kejadian ruam popok pada bayi di Posyandu
Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes 2017. Adapun metode penelitian ini
menggunakan rancangan preeksperimental design, dengan metode penelitian one group pretest
posttest design. Jumlah sampel sebanyak 16 responden. Sampel yang digunakan yaitu bayi yang
mengalami ruam popok di Posyandu Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes 2017.
Hasil analisis Paired T-test menunjukan p value 0,000 < α 0,05, artinya ada pengaruh yang
signifikan antara pemberian coconut oil terhadap kejadian ruam popok pada bayi di Posyandu
Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes 2017. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa setelah dilakukannya pemberian coconut oil pada bayi yang mengalami kejadian ruam
popok mengalami penurunan.

Kata kunci: Coconut oil, Ruam popok, Bayi

THE EFFECT OF COCONUT OIL ON THE OCCURRENCE OF DIAPER RASH IN


INFANTS

ABSTRACT

Skin conditions in relatively thin infants make babies more susceptible to infections,
irritants and allergies. One of the skin problems that are still common in infants and children is
diaper dermatitis / diaper rash or often called a diaper ras. Handling of diaper rash in infants one
of them with the provision of coconut oil, is a natural moisturizer and contains medium chain
saturated fatty acids that easily enter the skin layer and maintain flexibility and elasticity of the
skin. The aim of this research is to find out whether there is any effect of coconut oil on the
occurrence of diaper rash in infants at Posyandu Flamboyan Area Health Center Karangjaya
Pedes 2017. While the method of this research was used Using preeksperimental design, with one
group pretest posttest design research method. The number of sampel are 16 respondens. The
sampel is infants who have diaper rash at Posyandu Flamboyan Area Health Center Karangjaya
Pedes 2017. The result of Paired T-test showed p value 0,000 <α 0,05, which means there is a
significant effect The effect of Coconut oil on the occurrence of diaper rash in infants at Posyandu
Flamboyan Area Health Center Karangjaya Pedes 2017. From these results it can be concluded
that after doing the provision of coconut oil in infants who experience the includence of diaper
rash has decreased.

Keywords: Coconut oil, Diaper Rash, Infant


PENDAHULUAN urin atau feses bayi dalam jangka waktu
lama. 2
Bayi merupakan makhluk hidup yang Apabila diaper rash tidak segera
diciptakan oleh Tuhan dengan individu yang ditangani atau diobati maka akan
unik. Setiap orang tua pasti selalu menyebabkan ulkus punch-out atau erosi
memberikan perawatan yang terbaik, karena dengan tepi meninggi (Jacquet erosive
bagi setiap orang tua sehat itu sangat diaper dermatitis), papul dan nodul
penting. Dengan demikian memiliki bayi pseudoverucous dan plak dan nodul
yang sehat merupakan dambaan setiap orang violaeous (granuloma gluteale infantum).3
tua, karena bayi sangat sensitif terhadap apa Pengobatan ruam popok ada 2 cara antara
pun yang ada dilingkungan sekitarnya. Masa lain secara farmakologis dan non-
neonatus sampai dengan pasca-neonatus farmakologis. Pemberian terapi non
juga merupakan usia yang rapuh baik untuk farmokologis salah satunya yaitu dengan
fisik, penyakit maupun kecelakaan. menggunakan bahan olahan yang alami.
Karenanya pada kelahiran pertama bayi baru Salah satu bahan olahan alami yang dapat
beradaptasi terhadap semua kondisi dipertimbangkan sebagai terapi topical
lingkungan di sekitarnya, sehingga belum alternatif yang dapat digunakan untuk
terbiasa dengan keadaan yang menyerang perawatan kulit pada bayi yang mengalami
kondisi tubuhnya, terutama masalah kulit, ruam popok yaitu coconut oil. Coconut oil
kondisi kulit bayi memiliki kepekaan yang adalah minyak kelapa murni yang hanya bisa
lebih dibandingkan dengan kulit orang dibuat dengan bahan kelapa segar non-
dewasa, oleh sebab itu bayi lebih mudah kopra, pengolahan nya pun tidak
kehilangan panas melalui permukaan kulit. menggunakan bahan kimia dan tidak
Kulit bayi mengandung lebih banyak air menggunakan pemanasan yang tinggi serta
dibanding kulit orang dewasa, dan epidermis tidak dilakukan pemurnian lebih lanjut,
berikatan longgar dengan dermis. Hal karena minyak kelapa murni sangat alami
tersebut berarti bahwa gesekan mudah dan sangat stabil jika digunakan dalam
menyebabkan pemisahan lapisan tersebut, beberapa tahun kedepan.4
yang mengkibatkan pembentukan lepuh atau Coconut oil juga mengandung
kerusakan kulit. Kulit bayi juga kurang pelembab alamiah dan mengandung asam
pigmentasi dibandingkan dengan kulit orang lemak jenuh rantai sedang yang mudah
dewasa (pada semua ras), yang membuat masuk ke lapisan kulit dalam dan
bayi berisiko lebih tinggi terhadap kerusakan mempertahankan kelenturan serta
kulit akibat radiasi ultraviolet.1 kekenyalan kulit. Asam laurat dan asam
Kondisi kulit pada bayi yang relatif kaprat yang terkandung di dalam coconut oil
lebih tipis menyebabkan bayi lebih rentan mampu membunuh virus. Di dalam tubuh,
terhadap infeksi, iritasi dan alergi. Salah asam laurat diubah menjadi monokaprin,
satu masalah kulit yang masih sering senyawa ini termasuk senyawa
terjadi pada bayi dan anak adalah diaper monogliserida yang bersifat sebagai
dermatitis/diaper rash atau sering disebut antivirus, antibakteri, antibiotik dan
juga dengan ruam popok. Ruam popok antiprotozo. 5
adalah radang /infeksi kulit di sekitar area Minyak kelapa adalah solusi yang aman
popok seperti paha dan pantat bayi, yang untuk mencegah kekeringan dan
umumnya disebabkan terpaparnya kulit bayi pengelupasan kulit, manfaat minyak kelapa
pada zat amonia yang terkandung dalam pada kulit adalah sebanding dengan minyak
mineral, tidak memiliki efek samping yang dan lipatan paha. Selain itu, setelah di teliti
merugikan pada kulit. Hal ini minyak kelapa faktor penyebab terjadinya ruam popok pada
juga membantu dalam mengobati berbagai bayi-bayi tersebut adalah pemakaian popok
masalah kulit termasuk psoriasis, dermatitis, sekali pakai serta frekuensi BAB dan BAK
eksim dan infeksi kulit lainnya.6 Berdasarkan yang terlalu sering.
data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Hasil wawancara juga diketahui bahwa
Dunia (WHO) prevalensi iritasi kulit (ruam beberapa orang tua bayi menggunakan bedak
popok) pada bayi cukup tinggi 25% bayi untuk mengatasi ruam popok pada bayinya.
yang lahir di dunia kebanyakan menderita Orang tua yang masih memakaikan bedak
iritasi kulit (ruam popok) akibat penggunaan belum mengetahui bahwa bedak dapat
popok. Angka terbanyak ditemukan pada memperparah ruam popok karena gumpalan
usia 6-12 bulan.7 bedak bisa bercampur dengan keringat dan
Prevalensi dermatitis popok dalam menjadi lebih gatal menyumbat muara 4
populasi umum adalah antara 7 % dan 35 saluran kelenjar keringat dan dapat menjadi
%, prevalensi bayi dirawat di rumah sakit media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
dan anak-anak berkisar dari 17 % menjadi yang akan menyebabkan infeksi pada kulit.
43%, di Amerika Serikat sekitar 1 juta Pemakaian bedak cenderung membuat kulit
kunjungan perawatan kesehatan untuk bayi menjadi lebih kering, juga tidak
dermatitis popok terjadi per tahun, dengan dianjurkan karena serbuk bedak dapat
25 % dari anak-anak berisiko di diagnosis terhirup oleh paru-paru bayi dan
dengan dermatitis. Dermatitis popok menimbulkan keluhan pada bayi yang
ditemukan paling umum di antara anak-anak mempunyai hipersensitivitas atau alergi pada
dibawah usia 2 tahun, dengan mayoritas saluran napasnya. Daerah kemaluan tidak
kasus ditemukan pada anak-anak di bawah boleh dibedaki karena bedak bisa
usia 1 tahun.6 Insiden ruam popok di menggumpal dan menutupi muara saluran
Indonesia mencapai 7-35%, yang menimpa kemih, sehingga bayi bisa mengalami
bayi laki-laki dan perempuan berusia kesulitan kencing.8
dibawah tiga tahun.8 Ahli Menteri Kesehatan Selain itu juga banyak orang tua yang
Bidang Peningkatan Kapasitas dan menggunakan coconut oil untuk mengatasi
Desentralisasi, dr. Krisnajaya, MS ruam popok atau diaper reash. Tidak hanya
memperkirakan jumlah anak balita (bawah untuk mengatasi ruam popok saja ternyata
lima tahun) Indonesia mencapai 10% dari banyak dari orang tua juga menggunakannya
populasi penduduk. Jika jumlah untuk iritasi kulit lainnya seperti bintik
penduduknya 220-240 juta jiwa, maka merah oleh nyamuk, bentol, luka, serta
setidaknya ada 22 juta balita di Indonesia membersihkan kotoran di kulit kepala dan
mengalami ruam popok.7 yang lainnya. Fenomena tersebut membuat
Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang dilakukan peneliti pada tanggal 3 tentang pengaruh pemberian coconut oil
Maret 2017, di wilayah Puskesmas terhadap kejadian ruam popok pada bayi di
Karangjaya Pedes diketahui bahwa Posyandu Flamboyan Wilayah Puskesmas
prevalensi dermatitis popok pada tahun 2016 Karangjaya Pedes.
terdapat 11 bayi dari 18 bayi sementara pada Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu
tahun 2017 ini hampir 19 bayi dari 23 bayi untuk mengetahui pengaruh pemberian
yang mengalami kemerahan di daerah coconut oil terhadap kejadian ruam popok
simpisis pubis, gluteal, alat genital, perianal,
pada bayi di Posyandu Flamboyan Wilayah dan SOP. Untuk mendapatkan hasil derajat
Puskesmas Karangjaya Pedes 2017. ruam popok peneliti menggunakan lembar
observasi skor derajat ruam popok. Lembar
METODE observasi skor derajat ruam popok adalah
Penelitian ini menggunakan jenis suatu daftar untuk pengecekan perubahan-
penelitian kuantitatif dengan desain perubahan kondisi ruam popok yang terjadi
penelitian Quasi Eksperiman rancangan selama penelitian, yang berisi nama
preeksperimental design, dengan metode responden, usia, hari/tanggal, pretest yaitu
penelitian one group pretest posttest design penjelasan kondisi ruam popok sebelum
yaitu dilakukan dengan cara tidak ada dilakukan intervensi, post test yaitu
kelompok pembanding (Kontrol), tetapi penjelasan kondisi ruam popok setelah
paling tidak sudah dilakukan observasi dilakukan intervensi dan hasil derajat yaitu
pertama (pretest) yang memungkinkan penilaian/coding dari hasil intervensi.
menguji perubahan-perubahan yang terjadi Sedangkan untuk pemberian coconut oil
setelah adanya eksperimen.9 Populasi dalam pada bayi peneliti menggunakan Standard
penelitian ini adalah seluruh bayi yang Operasional Prosedur.(SOP)
mengalami ruam popok di Posyandu Tempat penelitian yang digunakan oleh
Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya peneliti yaitu di Posyandu Flamboyan
Pedes sebanyak 19 bayi yang mengalami Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes
ruam popok. Sampel dalam penelitian ini tepatnya di Kabupaten Karawang pada
adalah 16 bayi yang mengalami ruam popok tanggal 19 Mei sampai dengan 22 Mei 2017.
di Posyandu Flamboyan Wilayah Puskesmas Jenis data yang digunakan dalam penelitian
Karangjaya Pedes yang sesuai dengan ini adalah data primer dan data sekunder.
kriteria inklusi yaitu bayi yang mengalami Data primer dalam penelitian ini diperoleh
ruam popok derajat I dan II di Posyandu dari pengkajian keadaan ruam popok pada
Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya bayi. Data sekunder dalam penelitian ini
Pedes, bayi yang memakai popok/pempers, diperoleh dari Posyandu Flamboyan
orang tua bayi yang bersedia menjadi Wilayah Puskesmas Karangjaya berupa
responden dalam penelitian, sedangkan nama, usia, jenis kelamin, jumlah bayi,
untuk kriteria eksklusi pada penelitian ini jumlah bayi yang mengalami ruam popok.
yaitu bayi yang tidak berada di Posyandu Pengumpulan data dilakukan secara
Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya langsung terhadap responden yang
Pedes, bayi yang mengalami ruam popok sebelumnya sudah mendapatkan perizinan
derajat III, bayi yang sedang menjalankan dari Posyandu Flamboyan Wilayah
pengobatan secara farmakologis. Puskesmas Karangjaya Pedes. Selanjutnya
Sampel dalam penelitian ini dipilih peneliti melakukan tahap pendekatan dengan
dengan teknik non-probability sampling responden dan orang tua responden untuk
jenis purposive sampling, yaitu suatu metode menjelaskan maksud dan tujuan peneliti.
pemilihan sampel yang dilakukan Peneliti menyerahkan surat persetujuan
berdasarkan pada suatu pertimbangan yang untuk menjadi responden atau inform
dibuat oleh peneliti sendiri.9 Pada penelitian consent bahwa orang tua responden
ini untuk mendapatkan informasi sesuai menyetujui bayinya dijadikan responden
yang dibutuhkan, peneliti menggunakan peneliti.
instrument dalam penelitian ini adalah Sebelum intervensi diberikan
lembar observasi skor derajat ruam popok selanjutnya pasien dikaji keadaan derajat
ruam popok nya terlebih dahulu, setelah itu Total 16 100 -
diberikan intervensi pemberian coconut oil
pada pagi dan sore selama 4 hari. Pagi hari Tabel 1 menunjukan bahwa kejadian
peneliti datang untuk melakukan pengukuran ruam popok pada bayi di Posyandu
pada kejadian ruam popok dan menanyakan Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya
kondisi ruam popok bayi nya kepada orang Pedes adalah sebanyak 16 orang bayi yang
tua selama diberikan coconut oil. Setelah mengalami kejadian ruam popok diantaranya 4
data terkumpul dalam 4 hari selanjutnya data 8 orang bayi yang mengalami derajat 1 dan 8
diolah dan dianalisis. Analisa univariat orang bayi yang mengalami derajat 2.
dalam penelitian ini adalah untuk dapat
mengidentifikasi derajat ruam popok
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi b) Rata-rata kondisi derajat ruam popok
pada bayi di Posyandu Wilayang Puskesmas sebelum dan sesudah diberikan
Karangjaya Pedes. Analisa Bivariat dalam Coconut oil pada bayi di Posyandu
penelitian ini menggunakan analisis Flamboyan Wilayah Puskesmas
komparasi dengan uji paired t-test. Adapun Karangjaya Pedes
analisa data dianalisa menggunakan
Software Statistik berbasis komputerisasi. Tabel 2
Semua data dianalisis pada tingkat Rata-rata kondisi derajat ruam popok
kemaknaan (confidence interval) 95% bayi sebelum diberikan Coconut oil di
(α=0,05). Etika penelitian bertujuan untuk Posyandu Flamboyan Wilayah Puskesmas
menjaga kerahasiaan identitas responden Karangjaya Pedes
akan kemungkinan terjadi ancaman terhadap
responden. Masalah etika ini ditekankan Derajat F % Mean
pada informed consent, Anonimaty, 0 (Tidak ada ruam) - -
Confidentiality, dan Justice. 1 (Kemerahan) 8 50 1,50
2 (Papul yang berisi 8 50
HASIL cairan)
Total 16 100 -
1. Analisa Univariat
a) Rata-rata Kejadian Ruam Popok Tabel 2 menunjukan bahwa
Pada Bayi di Posyandu Flamboyan
Wilayah Puskesmas Karangjaya karakteristik derajat ruam popok sebelum
Pedes dilakukan pemberian Coconut oil dari 16
(100%) responden, terdapat 8 bayi yang
Tabel 1 mengalami ruam popok derajat 1 dengan
Rata-rata Kejadian ruam popok bayi di besar persentase 50% dan terdapat 8 bayi
Posyandu Flamboyan Wilayah Puskesmas yang mengalami ruam popok derajat 2
Karangjaya Pedes
dengan persentase 50%, dengan nilai rata-
Derajat F % Mean rata 1,50.
Tidak ada ruam - -
Kemerahan 8 50 1,50
Papul yang berisi 8 50
cairan
Tabel 3
Rata-rata kondisi derajat ruam popok Tabel 3 menunjukan bahwa karakteristik
bayi sesudah diberikan coconut oil di derajat ruam popok sesudah dilakukan
Posyandu
pemberian Coconut oil dari 16 (100%)
Flamboyan Wilayah Puskesmas
Karangjaya responden, terdapat 7 bayi yang
Pedes mengalami ruam popok derajat 0 (Tidak
Derajat F % Mean ada ruam) diantaranya yaitu 6 bayi yang
Tidak ada ruam 7 43,8 mengalami ruam popok derajat 1 menjadi
5
ruam popok derajat 0,1 bayi yang
Kemerahan 7 43,8 0,69
Papul yang 2 12,5 mengalami ruam popok derajat 2 menjadi
berisi cairan ruam popok derajat 0,dengan besar
Total 16 100 - persentase 43,8%, terdapat 7
bayi yang mengalami ruam popok derajat 1 ruam popok derajat 2 masih tetap mengalami
yakni 6 bayi yang mengalami ruam popok ruam popok derajat 2 dimana tidak
derajat 2 menjadi ruam popok derajat 1, dan mengalami perubahan, dan bayi yang
1 bayi yang mengalami derajat 1 setelah 4 mengalami ruam popok derajat 1 setelah 4
hari pemberian coconut oil tidak mengalami hari dilakukan pemberian coconut oil tidak
perubahan masih mengalami derajat 1, mengalami perubahan yaitu mengalami
dengan persentase 43,8%, dan terdapat 2 peningkatan/memperparah ruam popok
bayi yang mengalami ruam popok derajat 2 menjadi derajat 2 dengan persentase 15%,
diantaranya yaitu 1 bayi yang mengalami dengan nilai rata-rata 0,69.

2, Analisa Bivariat
Tabel 4
Perbedaan Pemberian Coconut Oil Terhadap Kejadian Ruam Popok Pada Bayi di
Posyandu Flamboyan Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes 2017

Variabel Penguku F Mean St. P T T Tabel


ran Deviasi Value Hitung (df=14)
Ruam Popok Sebelum 16 1,50 0,516
0,000 4,961 2,131
Sesudah 16 0,69 0,704

Tabel 4 menunjukan hasil uji perbedaan dua 1,50 (St. Deviasi: 0,516) dan setelah
kali pengukuran (Paired T-test) yang diberikan intervensi pemberian Coconut oil
menunjukan bahwa sebelum dilakukan rata-rata kondisi derajat ruam popok pada
intervensi pemberian Coconut oil rata-rata bayi mengalami penurunan yaitu 7 orang
kondisi derajat ruam popok yaitu 8 orang bayi yang mengalami derajat 0 (tidak ada
yang mengalami derajat 1 dan 8 orang yang ruam), 7 orang bayi yang mengalami derajat
mengalami derajat 2 dengan persentase 1 dan 2 orang bayi yang mengalami derajat 2
masing-masing 50%, dengan besar mean dengan besar mean 0,69 (St. Deviasi: 0,704),
hasil analisis Paired T-test menunjukan P saat dalam keadaan bayi nya
Value 0,000 < α 0,05 ; T hitung (df=14) terluka/sakit sehingga panik dan
4,961 > T Tabel 2,131 yang menyatakan bingung harus melakukan apa, serta
bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ada saat bayinya BAB/BAK kebiasaan
perbedaan kejadian derajat ruam popok pada orang tuanya hanya di lap dengan kain
bayi sebelum dan sesudah diberikan lalu langsung menggantikan popok nya
intervensi pemberian Coconut oil. saja tidak dibersihkan dahulu denga
menggunakan air bersih dan juga saat
PEMBAHASAN setelah mendapatkan penyuluhan oleh
1. Analisa Univariat pihak puskesmas tentang perawatan
a) Mengetahui kejadian ruam popok pada bayi yang baik dan benar akan tetapi
bayi di Posyandu Flamboyan Wilayah kadang suka lupa-lupa ingat apalagi
Puskesmas Karangjaya Pedes 2017. saat dalam keadaan bayinya
Berdasarkan hasil penelitian yang terluka/sakit sehingga panik dan
dilakukan oleh peneliti menunjukan bingung harus melakukan apa, serta
bahwa bayi yang mengalami kejadian saat bayinya BAB/BAK kebiasaan
ruam popok di Posyandu Flamboyan orang tuanya hanya di lap dengan kain
Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes lalu langsung menggantikan popok nya
terdapat 8 bayi yang mengalami ruam saja tidak dibersihkan dahulu dengan
popok derajat 1 terdiri dari 2 laki-laki, menggunakan air bersih dan juga saat
6 perempuan, hal ini dikarenakan setelah dibersihkan langsung diberikan
kebiasaan orang tua yang menunda bedak tidak dianginkan terlebih dahulu
membersihkan kulit yang terkena sehingga bedak menggumpal dan
urin/feses dalam jangka waktu lama trcampur dengan urin/feses
membuat bakteri menumpuk disekitar menimbulkan penumpukan bakteri,
area popok, serta setiap hari bayinya dan yang lebih parah ada orang tua
selalu dipakaikan popok sekali yng memberikan povidone iodine
pakai/pempers karena malas untuk mengobati ruam popok setelah
menggantikan popok bayinya setiap diketahui bahwa orang tua bayi
kali BAB/BAK sehingga pemakaian tersebut tidak pernah mengikuti
popok yang terlalu sering dan lama kegiatan–kegiatan penyuluhan dari
dapat memicu terjadinya ruam popok pihak tim kesehatan manapun dan
disebabkan oleh kulit yang yang melahirkan di dukun beranak.
terlalu lembab dan 8 bayi yang Terdapat 3 klasifikasi ruam popok
mengalami ruam popok derajat 2 diantaranya yaitu derajat I terjadi
terdiri dari 6 laki-laki, 2 perempuan. kemerahan, derajat II (Papul) yang
Setelah diwawancarai hal ini berisi cairan, derajat III (Pus).3 Ruam
disebabkan bahwa orang tua bayi popok umumnya disebabkan
masih belum paham mengenai terpaparnya kulit bayi pada zat amonia
perawatan bayi yang baik dan benar, yang terkandung dalam urin atau feses
orang tua bayi juga mengatakan sudah bayi dalam jangka waktu lama.2
pernah mendapatkan penyuluhan oleh Apabila diaper rash tidak segera
pihak puskesmas tentang perawatan ditangani atau diobati maka akan
bayi yang baik dan benar akan tetapi menyebabkan ulkus punch-out atau
kadang suka lupa-lupa ingat apalagi erosi dengan tepi meninggi.3
b) Mengidentifikasi kondisi ruam popok kegiatan-kegiatan penyuluhan dari
sesudah dilakukan pemberian coconut pihak tim kesehatan manapun dan
oil pada bayi di Posyandu Flamboyan melahirkan di dukun beranak. Ruam
Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes popok dapat terjadi disebabkan karena
2017. kulit terlalu lembab, terjadi luka atau
Berdasarkan hasil analisa gesekan, kulit terlalu lama terkena
univariat yang dilakukan oleh peneliti urin, feses atau keduanya, infeksi
menunjukan bahwa kondisi ruam jamur, reaksi alergi terhadap bahan
popok bayi sesudah dilakukan popok, gangguan pada kelenjar
pemberian Coconut oil dari 16 (100%) keringat di area yang tertutup popok,
responden, terdapat 13 bayi yang dan reaksi kontak terhadap karet,
mengalami perubahan, 2 bayi yang plastik, detergen.3
menetap/tidak mengalami perubahan, c) Mengidentifikasi kondisi ruam popok
1 bayi yang mengalami peningkatan. sebelum dilakukan pemberian coconut
Sebelum dilakukan pemberian coconut oil pada bayi di Posyandu Flamboyan
oil rata-rata kondisi derajat ruam Wilayah Puskesmas Karangjaya Pedes
popok pada bayi 1,50 diantaranya 2017.
terdapat 8 bayi yang mengalami ruam Berdasarkan hasil penelitian yang
popok derajat 1 dan terdapat 8 bayi dilakukan oleh peneliti menunjukan
yang mengalami ruam popok derajat 2 bahwa kondisi ruam popok bayi
tetapi setelah dilakukan pemberian sebelum dilakukan pemberian Coconut
coconut oil menunjukan menjadi 0,69 oil dari 16 (100%) responden, terdapat
diantaranya 6 bayi yang mengalami 8 bayi yang mengalami ruam popok
ruam popok derajat 2 menjadi ruam derajat 1, hal ini dikarenakan
popok derajat 1, 6 bayi yang kebiasaan orang tua yang menunda
mengalami ruam popok derajat 1 membersihkan kulit yang terkena
menjadi ruam popok derajat 0, 1 bayi urin/feses saat bayinya BAB/BAK
yang mengalami ruam popok derajat 2 sehingga kulit bayi basah terkena
menjadi ruam popok derajat 0, terdapat urin/feses dalam jangka waktu lama
2 bayi yang dibersihkan langsung membuat bakteri menumpuk disekitar
diberikan bedak tidak di anginkan area popok, serta setiap hari bayinya
terlebih dahulu sehingga bedak selalu dipakaikan popok sekali
menggumpal dan tercampur dengan pakai/pempers karena malas
urin/feses menimbulkan penumpukan menggantikan popok bayi nya setiap
bakteri, dan yang lebih parah ada kali BAB/BAK sehingga pemakaian
orang tua yang memberikan povidone popok yang terlalu sering dan lama
iodine untuk mengobati ruam popok dapat memicu terjadinya ruam popok
setelah diketahui bahwa orang tua bayi disebabkan oleh kulit yang terlalu
tersebut tidak pernah mengikuti lembab.
kegiatan-kegiatan penyuluhan dari Terdapat 8 bayi yang mengalami
pihak tim kesehatan manapun dan ruam popok derajat 2 hal ini
melahirkan di dukun beranak. iodine disebabkan bahwa orang tua bayi
untuk mengobati ruam popok setelah masih belum paham mengenai
diketahui bahwa orang tua bayi perawatn byi yang baik dan benar,
tersebut tidak pernah mengikuti
98

orang tua bayi juga mengatakan sudah pernah mendapatkan tapi suka lupa.
tidak mengalami perubahan tentang efektifitas minyak kelapa dan
diantaranya bayi yang mengalami minyak zaitun terhadap pencegahan
ruam popok derajat 1 serta bayi yang diaper dermatitis pada anak usia 3 – 24
mengalami ruam popok derajat 2 bulan, bahwa jumlah responden yang
setelah 4 hari pemberian coconut oil mengalami diaper dermatitis dengan
tidak mengalami perubahan masih terapi minyak kelapa lebih sedikit
mengalami ruam popok derajat 2, dan dibanding dengan responden yang
terdapat 1 bayi yang mengalami mendapatkan terapi minyak zaitun,
peningkatan/memperparah ruam dari hasil penelitian didapatkan hasil
popok, diantaranya bayi yang dari 30 responden yang mendapatkan
mengalami ruam popok derajat 1 terapi minyak kelapa, sebanyak 27
setelah 4 hari pemberian coconut oil responden (90%) tidak terjadi diaper
ruam popok bayi mengalami dermatitis dan 3 responden (10%)
peningkatan menjadi derajat 2. mengalami kejadian diaper
Setelah di wawancarai mengenai dermatitis.10
perawatan ruam popok selama Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian kepada orang tua bayi teori yang menjelaskan bahwa minyak
bahwa beliau masih ada yang menunda kelapa bermanfaat untuk kesehatan
waktu penggantian popok saat bayi dan penyembuhan sebagai obat
BAK/BAB, serta ada yang penyakit ringan hingga kategori berat,
mengatakan bahwa saat malam hari seperti mematikan jamur kulit dan
masih dipakaikan popok sekali fungus yang menyebabkan kandida,
pakai/pempers alasan beliau bayi kurap, kutu air, sariawan, diaper 7
sering BAK sehingga orang tua bayi dermatitis pada bayi, dan infeksi
malas menggantikan popok sesering lainnya.10
itu, sehubungan saat itu sedang musim
hujan masih banyak orang tua bayi 2. Analisa Bivariat
mengenakan popok sekali Hasil uji normalitas yang dilakukan
pakai/pempers terhadap bayi nya, dan oleh peneliti menunjukan bahwa
lupa mengoleskan kembali minyak sebelum melakukan pemberian coconut
kelentik sesuai dengan yang diarahkan oil pada 16 responden, kejadian ruam
peneliti. popok pada bayi didapatkan nilai P
Pengukuran derajat ruam popok (0,057) > nilai Alpha (0,05) yang berarti
bertujuan untuk mengetahui apakah data distribusi normal, sedangkan
ada perbedaan antara hasil ukur derajat kejadian ruam popok pada bayi setelah
ruam popok sebelum dan sesudah di lakukan pemberian coconut oil
dilakukan pemberian coconut oil. didapatkan nilai P (0,184) > nilai Alpha
Hasil penelitian yang telah dilakukan (0,05) yang berarti data distribusi
menunjukan bahwa terjadi penurunan normal. Berdasarkan hasil analisis
derajat ruam popok setelah dilakukan tersebut, pada tingkat kemaknaan 95%
pemberian coconut oil pada bayi di dinyatakan bahwa sebelum dan sesudah
Posyandu Flamboyan Wilayah dilakukan pemberian coconut oil pada
Puskesmas Karangjaya Pedes. Hasil bayi dengan kejadian ruam popok di
penelitian ini sesuai dengan penelitian Posyandu Flamboyan Wilayah
Puskesmas Karangjaya Pedes dinyatakan pada anak usia 3 – 24 bulan di RSUD
distribusi normal, dengan menggunakan Tugurejo Semarang.10
Kolmogrov-smirnov test. Coconut oil adalah minyak kelapa
Berdasarkan hasil analisa bivariat murni yang hanya bisa dibuat dengan
dengan uji komparasi Paired sample t- bahan kelapa segar non-kopra,
test tentang kondisi derajat ruam popok pengolahan nya pun tidak menggunakan
sebelum dan sesudah dilakukan bahan kimia dan tidak menggunakan
pemberian Coconut oil pada ruam popok pemanasan yang tinggi serta tidak
bayi di Posyandu Flamboyan Wilayah dilakukan pemurnian lebih lanjut, karena
Puskesmas Karangjaya Pedes dengan minyak kelapa murni sangat alami dan
jumlah sampel sebanyak 16 responden sangat stabil jika digunakan dalam
(n=16) pada kondisi derajat ruam popok beberapa tahun kedepan.4 Coconut oil
di dapatkan data bahwa T hitung df=14 juga mengandung pelembab alamiah dan
(4,961) > T Tabel (2,131) dan nilai P mengandung asam lemak jenuh rantai
(0,000) < nilai Alpha (0,05) yang berarti sedang yang mudah masuk ke lapisan
ada perbedaan kondisi derajat ruam kulit dan mempertahankan kelenturan
popok sebelum dan sesudah dilakukan serta kekenyalan kulit. Asam laurat dan
pemberian Coconut oil, dimana rata-rata asam kaprat yang terkandung di dalam
kondisi derajat ruam popok sesudah coconut oil mampu membunuh virus. Di
dilakukan pemberian Coconut oil lebih dalam tubuh, asam laurat diubah menjadi
rendah (m=0,69) daripada sebelum monokaprin, senyawa ini termasuk
dilakukan pemberian Coconut oil senyawa monogliserida yang bersifat
(m=1,50). sebagai antivirus, antibakteri, antibiotik
Hasil analisa komparasi di dapatkan dan antiprotozo.5
hasil T hitung derajat ruam popok pada Minyak kelapa adalah solusi yang
bayi (4,961) > T Tabel (2,131) dan nilai aman untuk mencegah kekeringan dan
P (0,000) < nilai Alpha (0,05). Sehingga pengelupasan kulit, manfaat minyak
dapat disimpulkan bahwa pada hasil uji kelapa pada kulit adalah sebanding
hipotesis dinyatakan H0 ditolak artinya dengan minyak mineral, tidak memiliki
ada pengaruh pemberian Coconut oil efek samping yang merugikan pada kulit.
terhadap kjadian ruam popok pada bayi Hal ini minyak kelapa juga membantu
di Posyandu Flamboyan Wilayah dalam mengobati berbagai masalah kulit
Puskesmas Karangjaya Pedes. Penlitian termasuk psoriasis, dermatitis, eksim dan
ini sejalan dengan penelitian tentang infeksi kulit lainnya.6
efektifitas minyak kelapa dan minyak
zaitun terhadap pencegahan diaper PENUTUP
dermatitis pada anak usia 3 – 24 bulan, Hasil penelitian pengaruh pemberian
bahwa jumlah responden yang Coconut oil terhadap kejadian ruam popok
mengalami diaper dermatitis dengan pada bayi di Posyandu Flamboyan Wilayah
terapi minyak kelapa lebih sedikit Puskesmas Karangjaya Pedes 2017 yang
dibanding dengan responden yang dilakukan sebelum dan sesudah diberikan
mendapatkan terapi minyak zaitun, hal Coconut oil dapat disimpulkan sebagai
ini hasil menunjukan lebih efektif berikut :
minyak kelapa daripada minyak zaitun 1. Rata-rata kejadian ruam popok pada bayi
terhadap pencegahan diaper dermatitis di Posyandu Flamboyan Wilayah
Puskesmas Karangjaya Pedes sebanyak bayi mengalami peningkatan menjadi
16 orang bayi diantaranya 8 orang bayi derajat 2.
yang mengalami derajat 1 dan 8 orang 4. Ada pengaruh pemberian Coconut oil
bayi yang mengalami derajat 2. terhadap kejadian ruam popok pada bayi
2. Rata-rata karakteristik kondisi derajat di Posyandu Flamboyan Wilayah
ruam popok sebelum dilakukan Puskesmas Karangjaya Pedes dengan P
pemberian Coconut oil dari 16 (100%) value (0,000).
responden, terdapat 8 bayi yang 8
mengalami ruam popok derajat 1 dengan DAFTAR PUSTAKA
besar persentase 50% dan terdapat 8 bayi a. Kyle, T. dan Carman. S. 2014. Buku Ajar
yang mengalami ruam popok derajat 2 Keperawatan Pediatri. EGC. Jakarta
dengan persentase 50%, dengan nilai (Sitompul, 2014).
rata-rata 1,50. b. Manggiasih, A.V. dan Jaya, Pongki.
3. Rata-rata karakteristik kondisi derajat 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
ruam popok setelah dilakukan pemberian Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra
Coconut oil dari 16 (100%) responden, Sekolah. TIM. Jakarta
terdapat 7 bayi yang mengalami ruam c. Brian. dan Shilhavy, Marianita. 2012.
popok derajat 0 (Tidak ada ruam) dengan Virgin Coconut Oil (How it has changed
besar persentase 43,8%, terdapat 7 bayi people’s lives, and how it can change
yang mengalami ruam popok derajat 1 yours!). Sophia Media. Amerika
dengan persentase 43,8%, dan terdapat 2 d. Purwanto, Budhi. 2013. Herbal dan
bayi yang mengalami ruam popok Keperawatan Komplementer (Teori,
derajat 2 dengan persentase 12,5%, Praktik, Hukum dalam Asuhan
dengan nilai rata-rata 0,69. Diantaranya Keperawatan). Nuha Medika. Yogyakarta
6 bayi yang mengalami ruam popok e. Vala, G.S. dan Kapadiya, P.K. 2014.
derajat 2 menjadi ruam popok derajat 1, Medicinal Benefits of Coconut Oil,
6 bayi yang mengalami ruam popok International Journal of Life Sciences
derajat 1 menjadi ruam popok derajat 0, Research. District-Bhavnagar (Gujarat),
1 bayi yang mengalami ruam popok (2) : p.124-126
derajat 2 menjadi ruam popok derajat 0, f. La Ramba, Hardin. Dan Nurbaya, Siti.
terdapat 2 bayi yang tidak mengalami Kejadian Iritasi Kulit (Ruam Popok)
perubahan diantaranya bayi yang Pada Bayi Usia 0-12 Bulan, journal of
mengalami ruam popok derajat 1 setelah Pediatric Nursing. STIKES Nani
4 hari pemberian coconut oil tidak Hasanuddin Makassar, (2) : p.087-092
mengalami perubahan masih mengalami g. Merrill, Lisa. 2015. Continuing Nursing
derajat 1, serta bayi yang mengalami Education (CNE) Credit, Prevention,
ruam popok derajat 2 setelah 4 hari Treatment and Parent Education for
pemberian coconut oil tidak mengalami Diaper Dermatitis
perubahan masih mengalami ruam popok h. Susanti, F.S. 2013. 132 Jawaban Dokter
derajat 2 , dan terdapat 1 bayi yang Untuk Perawatan & Perkembangan Bayi
mengalami peningkatan/memperparah 0-12 Bulan. Anak Kita. Jakarta
ruam popok diantaranya bayi yang i. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi
mengalami ruam popok derajat 1 setelah Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.
4 hari pemberian coconut oil ruam popok Jakarta
j. Watti Widya, A. W. dkk. 2013. Efektifitas
Minyak Kelapa Dan Minyak Zaitun
Terhadap Pencegahan Diaper Dermatitis
Pada Anak Usia 3 – 24 Bulan Di RSUD
Tugurejo Semarang.
Hand-Foot-and-Mouth Disease:​
Rapid Evidence Review
Aaron Saguil, MD, MPH, Uniformed Services University of the Health Sciences, Bethesda, Maryland
Shawn F. Kane, MD, University of North Carolina, Chapel Hill, North Carolina
Rebecca Lauters, MD, 96th Medical Group, Eglin Air Force Base, Florida
Michael G. Mercado, MD, Naval Hospital Bremerton, Bremerton, Washington

Hand-foot-and-mouth disease is caused by human enteroviruses and coxsackieviruses. Outbreaks can


occur in the spring to fall and are common in North America, and most cases occur in patients younger
than 10 years. Hand-foot-and-mouth disease is transmitted by fecal-oral, oral-oral, and respiratory
droplet contact. Patients present with a low-grade fever, a maculopapular or papulovesicular rash on
the hands and soles of the feet, and painful oral ulcerations. Lesions usually resolve in seven to 10
days;​however, in rare cases, patients may have neurologic or cardiopulmonary complications. The
differential diagnosis for childhood rashes and oral enanthems is broad and includes erythema multi-
forme, herpes, measles, and varicella. Treatment is supportive and directed toward hydration and pain
relief as needed with acetaminophen or ibuprofen. Oral lidocaine is not recommended, and antiviral
treatment is not available. The best methods to prevent the spread of hand-foot-and-mouth disease
are handwashing and disinfecting potentially contaminated surfaces and fomites. (Am Fam Physician.
2019;​100(7):​408-414. Copyright © 2019 American Academy of Family Physicians.)

Hand-foot-and-mouth disease is a common for Disease Control and Prevention;​however,


viral disease that presents in primary care. This it has been a reportable illness in the Western
article presents a brief summary and review of Pacific region, where there are more severe
the etiology, clinical features, diagnosis, prog- outbreaks.3-5
nosis, and evidence for the care of patients with • Coxsackievirus A6 can cause severe disease
hand-foot-and-mouth disease. manifestations with atypical lesions such
as vesicles, bullae, and scabs on the trunk,
Epidemiology extremities, and face.6
• Hand-foot-and-mouth disease was first • Spring to fall seasonal outbreaks of hand-
described after an outbreak in Canada foot-and-mouth disease are typical in North
in the 1950s.1 It is caused by picornavi- America and temperate zones.7,8 Years can pass
ruses, specifically human enteroviruses and between cyclical epidemics, during which time
coxsackieviruses.2 the pool of unexposed children increases.1
• The most common viruses that cause hand- • Outbreaks of hand-foot-and-mouth disease are
foot-and-mouth disease are enterovirus 71 and possible during the winter, and some are asso-
coxsackievirus A16.2 Currently, hand-foot- ciated with coxsackievirus A6.2 Year-round
and-mouth disease is not listed as a notifiable outbreaks are common in tropical zones.8
condition in the United States by the Centers • Most cases occur in patients younger than 10
years,1 and the largest incidence is within the
first five years of life.9
CME This clinical content conforms to AAFP • Health care professionals working with chil-
criteria for continuing medical education (CME). dren are at risk of contracting hand-foot-and-
See CME Quiz on page 398.
mouth disease, and males and females are
Author disclosure:​​ No relevant financial
equally affected.2
affiliations.
• Hand-foot-and-mouth disease has a low fatal-
Patient information:​ A handout on this topic is
available at https://​family​doctor.org/condition/
ity rate in uncomplicated cases in the United
hand-foot-and-mouth-disease. States (0.06% to 0.11%).10 However, there were
10.7 million cases in China between May 2008

408  American
Downloaded Family
from the Physician
American Family Physician website at www.aafp.org/afp. Copyright © 2019 American AcademyVolume
www.aafp.org/afp of Family100,
Physicians.
Number For7 the private, noncom-
◆ October
mercial use of one individual user of the website. All other rights reserved. Contact copyrights@aafp.org for copyright questions and/or permission requests.
1, 2019
HAND-FOOT-AND-MOUTH DISEASE

SORT:​KEY RECOMMENDATIONS FOR PRACTICE

Evidence
Clinical recommendation rating Comments

The diagnosis of hand-foot-and-mouth disease should be C Expert opinion from the


based on presentation of a maculopapular or papulovesic- Centers for Disease Control
ular rash on the hands and soles of the feet and painful oral and Prevention
ulcerations.7

Supportive care should be used to treat hand-foot-and- C Consensus opinion (acet-


mouth disease. Weight-based acetaminophen or ibuprofen aminophen/ibuprofen);​
may be used to treat fever and pain, but oral lidocaine is not small randomized con-
recommended.7,39,40 trolled trial and case report
(lidocaine)

Handwashing decreases the risk of transmitting hand-foot- C Disease-oriented, retro-


and-mouth disease.8,42 spective studies

A = consistent, good-quality patient-oriented evidence;​B = inconsistent or limited-quality patient-oriented evidence;​


C = consensus, disease-oriented evidence, usual practice, expert opinion, or case series. For information about the
SORT evidence rating system, go to https://​w ww.aafp.org/afpsort.

and June 2014, with 3,046 deaths attributed to chain reaction studies may be obtained to detect
neurologic and cardiopulmonary complica- enterovirus or coxsackievirus.1,4,5,12
tions.5 Patients with more severe disease are • Skin lesions are typically 2 mm to 6 mm in
more likely to have been infected with entero- diameter, have an erythematous halo, and
virus 71.5 evolve into vesicles that rupture and leave pain-
less shallow ulcers that do not scar.4
Transmission
• Humans are the only carrier for hand-foot-and-
mouth disease–causing viruses.1 The disease is
FIGURE 1
spread by fecal-oral, oral-oral, and respiratory
droplet contact.10
• The patient is most infectious during the first
week of illness7;​however, an active virus may
be present in the stool for up to four to eight
weeks.10 Therefore, the household transmission
rate for hand-foot-and-mouth disease entero-
virus 71 is 52% to 84%.10
• Incubation range is estimated to be three to six
days.8
• Lack of access to clean water partially explains
the burden of disease in the developing world
and Asia, where hand-foot-and-mouth disease
is a significant public health threat.2

Clinical Features
Hand-foot-and-mouth disease is a clinical diag-
Maculopapular lesions on the palms of a patient with
nosis based on the presentation of a low-grade hand-foot-and-mouth disease.
fever with a maculopapular or papulovesicular
Reprinted with permission from Pillai AS, Medina D. Rash in an eight-
rash on the hands (Figure 111) and soles of the feet year-old boy. Am Fam Physician. 2012;​86(12):​1 141. Accessed July 26,
(Figure 211) and by painful oral ulcerations.7 If the 2019. https://www.aafp.org/afp/2012/1215/p1141.html
diagnosis is unclear, serologic and polymerase

October 1, 2019 ◆ Volume 100, Number 7 www.aafp.org/afp American Family Physician 409


HAND-FOOT-AND-MOUTH DISEASE

• Herpangina caused by the same agents as


FIGURE 2 hand-foot-and-mouth disease is limited to the
oral cavity without skin involvement.18
• Pemphigus vulgaris and Behçet syndrome
include oral lesions and involve multiple sys-
tems. Both require recognition, further inves-
tigation, and treatment.17,22
• Herpes and varicella rashes have characteristic
vesicles and erythema.30,38
• Atopic dermatitis is usually recurrent and has
typical age-related distribution of lesions.24
• Scabies is intensely pruritic and associated
with a linear distribution of lesions attributed
to mite burrows.35
• Erythema multiforme major presents as target
lesions on the face and limbs.27
Maculopapular lesions on the soles of a patient with
• Bullous impetigo causes flaccid bullae that
hand-foot-and-mouth disease.
affect the trunk and extremities.26
Reprinted with permission from Pillai AS, Medina D. Rash in an • HIV should be considered with skin rash or
eight-year-old boy. Am Fam Physician. 2012;​86(12):​1 141. Accessed
July 26, 2019. https://www.aafp.org/afp/2012/1215/p1141.html oral lesions if risk factors are present.

Treatment
• Oral enanthems of painful ulcerations typi- Management is supportive and directed toward
cally affect the posterior oral cavity, includ- the relief of pain, lowering of fever, and adequate
ing the soft palate. Lesions may also affect the oral hydration because of the self-limiting nature
tongue and buccal mucosa, and pain may cause of hand-foot-and-mouth disease.
dehydration4 (Figure 3).
• Lesions resolve in seven to 10 days.5
• Patients may have atypical skin lesions, includ- FIGURE 3
ing hemorrhagic or purpuric lesions;​bullae
and pustules;​trunk, cheek, or genital involve-
ment;​palm and sole of the feet desquamation;​
and accentuation in areas of atopic dermatitis
(eczema coxsackium).7,13
• The disease may be associated with delayed nail
separation or horizontal nail ridges or grooves.1
• Rare neurologic complications can occur such
as aseptic meningitis, acute flaccid paralysis,
and encephalomyelitis, especially with entero-
virus 71.5
• Other rare complications include pulmonary
edema, pulmonary hemorrhage, and cardiore-
spiratory failure.4

Differential Diagnosis
• Differential diagnosis includes diseases that
feature maculopapular or papulovesicular
rashes and/or oral lesions (Table 114-38).
• Aphthous ulcers and herpetic gingivostoma- Oral ulcerations in a patient with hand-foot-and-
titis are typically limited to the oral cavity or mouth disease.
surrounding skin.14,19

410  American Family Physician www.aafp.org/afp Volume 100, Number 7 ◆ October 1, 2019
HAND-FOOT-AND-MOUTH DISEASE

TABLE 1

Differential Diagnosis of Hand-Foot-and-Mouth Disease


Condition Pathogenesis Clinical presentation and diagnosis Treatment

Oral enanthem
Aphthous Unknown Shallow, round, painful ulcers, measuring Simple aphthae:​supportive care
ulcers up to 1 cm, with surrounding erythema and Complex aphthae:​treat underly-
pseudomembrane14 ing cause
Simple aphthae resolve in one to two weeks, not Pain relief:​chlorhexidine (Peridex)
associated with skin lesions mouthwash, lidocaine spray or
Complex aphthae tend to be larger, occur more ointment, anti-
frequently, and may indicate systemic disease (e.g., inflammatory or corticosteroid
gluten sensitive enteropathy), HIV, cyclic neutrope- pastes or mouthwashes15,16
nia, systemic lupus erythematosus, inflammatory
bowel disease, periodic fever, aphthous stomatitis,
pharyngitis, or cervical adenitis syndrome14
Behçet Unclear etiology, asso- Oral aphthae, genital ulcerations, or recurrent Corticosteroids, azathioprine
syndrome ciations with human uveitis (Imuran), cyclophosphamide,
leukocyte antigen-B51 May have arthralgia, vascular or neurologic lesions methotrexate, interferon alpha,
allele, postulated envi- ustekinumab (Stelara), infliximab
ronmental triggers17 Oral lesions are painful, round, with an erythematous (Remicade), etanercept (Enbrel),
border, and are 1 cm to 3 cm in diameter or larger17 adalimumab (Humira)17
Herpangina Coxsackievirus, Oral vesicles that form ulcers with associated Supportive care
echovirus18 inflammation
Coxsackievirus A subtypes 1-6, 8, 10, and 2219
Thought to be on a continuum with hand-foot-and-
mouth disease
Herpetic Herpes simplex virus 1 Fever, anorexia, lymphadenopathy, oral erythema Supportive care;​acyclovir started
gingivosto- and 2 and small, oral vesicles on the palate, tongue, in the first 72 hours resulted in
matitis gingiva, and oral mucosa that form ulcers that may faster resolution of oral lesions21
become confluent;​vesicles may be present on lips;​
Tzanck cells may be present, diagnosis can be made
by culture or immunologic assay19,20
Pemphigus Caused by desmosome Oral mucosal bullae and erosions of lips, tongue, Corticosteroids, azathioprine,
vulgaris autoantibodies22 and oropharynx;​may affect eyes and genital area;​ cyclophosphamide, intravenous
potentially life-threatening22 immunoglobulin22
Diagnostic testing with direct immunofluorescence
microscopy or serum testing

Maculopapular or vesicular exanthem


Atopic Genetic, immunologic, Erythematous plaques and vesicular lesions, excori- Avoid triggers (e.g., cold weather,
dermatitis and environmental ation, dry skin frequent hot baths, fragrances,
factors23 Younger children with lesions on extensor surfaces, detergents)
cheeks;​older children lesions on flexor surfaces;​ Emollient creams, topical cortico-
lesions on hands and feet common24 steroids24;​oral agents for severe
cases25
Bullous Staphylococcus aureus Superficial vesicles progress to flaccid bullae that Topical mupirocin (Bactroban) or
impetigo rupture;​collarette of scale surrounding blister at retapamulin (Altabax);​for more
periphery of lesion;​tends to affect trunk, extremi- extensive disease or inability to
ties and moist, intertriginous areas;​does not scar, tolerate topical therapy, may use
systemic symptoms uncommon26 amoxicillin/clavulanate (Aug-
mentin), cephalexin (Keflex),
dicloxacillin, doxycycline, or
trimethoprim/sulfamethoxazole26

continues

October 1, 2019 ◆ Volume 100, Number 7 www.aafp.org/afp American Family Physician 411


HAND-FOOT-AND-MOUTH DISEASE
TABLE 1 (continued)

Differential Diagnosis of Hand-Foot-and-Mouth Disease


Condition Pathogenesis Clinical presentation and diagnosis Treatment

Maculopapular or vesicular exanthem (continued)


Erythema Immune mediated, often Trunk, limb, and face distribution, erythema Supportive care;​if caused
multiforme secondary to infection multiforme minor limited to the skin, erythema by a drug, discontinue that
(specifically herpes multiforme major involves mucosal membranes;​ agent;​if secondary to herpes
simplex virus and Myco- skin lesions < 3 cm in diameter;​two concentric, simplex virus, consider anti-
plasma pneumoniae), colored rings surround dusky central zone;​affects < viral therapy;​corticosteroids
may also be secondary 10% of body surface area, often elevated C-reactive may be used in severe cases,
to drugs and other protein level27 although controlled studies
causes are lacking28
Herpes Herpes simplex virus 1 Fever, pruritus,19 maculopapular and vesicular Acyclovir, famciclovir, or vala-
and 2 rash29,30;​lesions may appear on areas in contact with cyclovir (Valtrex)30
oral herpes (e.g., herpetic whitlow), in areas prone to
bodily contact (e.g., herpes gladiatorum), or on sites
of previous atopy (e.g., eczema herpeticum31)
Measles Measles virus Respiratory spread;​presents with fever, cough, Supportive treatment;​vitamin
coryza;​Koplik spots (white papules) may present A supplementation;​measles
on buccal mucosa before maculopapular rash that may be prevented with routine
starts on head and spreads distally childhood immunization;​
Complications include pneumonia, keratoconjunc- measles cause 100,000 deaths
tivitis, encephalomyelitis32 per year, worldwide32

Rocky Rickettsia rickettsii, History of a tick bite (50% to 60% of patients), Doxycycline;​ preventive
Mountain transmitted by infected headaches, fever, fatigue, nausea, photophobia;​rash measures include avoid-
spotted tick (e.g., American dog starts with blanching, erythematous macules and ing tick-infested habitats,
fever tick, Rocky Mountain papules on wrist and ankles, spreads centripetally;​ tick repellant, full body skin
wood tick) may ulcerate examinations after exposure
Complications include congestive heart failure, to areas with ticks33
dysrhythmia, seizures, nerve palsies33
Scabies Sarcoptes scabiei Linear distribution of papules corresponding with Permethrin cream 5% (Elimite);​
hominis34 mite burrows;​typical distribution includes hands, wash all clothing, bedding,
feet, skinfolds, genitalia;​intense pruritus, worse at and towels in hot water;​treat
night;​mites can be visualized in skin scrapings by close contacts35
microscope35
Stevens- Delayed-type hypersen- Fever, malaise prodrome;​painful skin and mucous Discontinue causative drug;​
Johnson sitivity reaction usually membrane (i.e., eye, mouth, and genital) lesions;​ refer to specialized units (e.g.,
syndrome associated with drugs erythematous skin with blister formation and flat burn centers);​may consider
atypical target lesions;​pulmonary, renal, and corticosteroids, intravenous
hepatic involvement common;​< 10% of skin surface immunoglobulin, and/or cyc-
area involved36 losporine A 36
Varicella Varicella zoster virus Generalized, itchy, vesicular rash;​fever, malaise;​ May use acyclovir within 24 hours
(chickenpox) may cause pneumonitis, hepatitis, encephalitis, skin of rash onset, or later in severe
rash may become secondarily infected37;​rash starts cases or in patients who are
on face and trunk and spreads to rest of body;​starts immunocompromised37; prevent
with macules and progresses to papules and vesi- with vaccination;​avoid aspirin,
cles;​lesions visible in all stages at the same time as may consider corticosteroids
each other;​symptoms last four to seven days38

Information from references 14-38.

• Discomfort because of pain or fever can be reduction of fever and skin changes within 24
treated with weight-based acetaminophen or hours;​however, more evidence is needed.41
ibuprofen.7 • Indications for hospitalization include a failure
• Oral application of topical lidocaine is not to maintain adequate hydration or the devel-
recommended for use in children because opment of neurologic or cardiopulmonary
of the lack of benefit 39 and the potential for complications.4
harm.40 • Intravenous immunoglobulin is not recom-
• Antiviral treatments are not available. One mended. In Asia, intravenous immunoglobulin
clinical trial of acyclovir (n = 13) reported a is used in severe cases because of the potential

412  American Family Physician www.aafp.org/afp Volume 100, Number 7 ◆ October 1, 2019
HAND-FOOT-AND-MOUTH DISEASE

benefit in stopping the progression to cardio- SHAWN F. KANE, MD, FAAFP, FACSM, is an associ-
pulmonary failure based on retrospective data;​ ate professor in the Department of Family Medicine
however, more prospective evidence is needed.4 at the University of North Carolina in Chapel Hill.

Prevention REBECCA LAUTERS, MD, is a staff member of the


Eglin Family Medicine Residency, 96th Medical
Handwashing stops the spread of hand-foot-and- Group, Eglin Air Force Base, Fla.
mouth disease, specifically after diaper changes
and toileting, and before eating.7,42,43 MICHAEL G. MERCADO, MD, FAAFP, is the head
• In China, children who “always wash” hands of the Department of Family Medicine at the Naval
before meals were less likely to contract the Hospital, Bremerton, Wash., and is an assistant
professor in the Department of Family Medicine
disease.8 at the Uniformed Services University of the Health
• Disinfect surfaces and fomites (e.g., toys), Sciences.
avoiding close contact and the sharing of per-
sonal items such as utensils and cups with Address correspondence to Aaron Saguil, MD,
infected persons.7,43 MPH, FAAFP, Brooke Army Medical Center, USUHS
Medicine, 3551 Roger Brooke Dr., Fort Sam
• Breastfeeding does not impact the incidence of Houston, TX 78234 (email:​asaguil@​usuhs.edu).
hand-foot-and-mouth disease. Mothers do not Reprints are not available from the authors.
need to stop breastfeeding to prevent transmis-
sion of disease.8
References
• There are no vaccines or chemoprophylaxis
1. Nassef C, Ziemer C, Morrell DS. Hand-foot-and-mouth
agents available to prevent hand-foot-and- disease:​a new look at a classic viral rash. Curr Opin Pedi-
mouth disease and herpangina.7,44 atr. 2015;​27(4):​486-491.
• In the United States, exclusion from childcare 2. Repass GL, Palmer WC, Stancampiano FF. Hand, foot, and
does not reduce the spread of the disease and mouth disease:​identifying and managing an acute viral
syndrome. Cleve Clin J Med. 2014;​81(9):​537-543.
is not recommended unless the child is unable
3. Centers for Disease Control and Prevention. 2019 National
to participate or staff are unable to care for the Notifiable Conditions. Accessed March 25, 2019. https://​
child without compromising the care of other wwwn.cdc.gov/nndss/conditions/notifiable/2019/
children.45 4. World Health Organization. Hand, foot and mouth dis-
ease. Accessed January 14, 2019. https://​w ww.who.
Data Sources:​ Sources consulted for this article int/westernpacific/emergencies/surveillance/archives/
include PubMed from the National Library of Medi- hand-​foot-and-mouth-disease
cine, Essential Evidence Plus, the Cochrane Database 5. Esposito S, Principi N. Hand, foot and mouth disease:​cur-
of Systematic Reviews, the Centers for Disease Control rent knowledge on clinical manifestations, epidemiology,
and Prevention, and the World Health Organization. aetiology and prevention. Eur J Clin Microbiol Infect Dis.
Search terms included hand-foot-and-mouth disease, 2018;​37(3):​391-398.
herpangina, and maculopapular exanthems. Search 6. Centers for Disease Control and Prevention. Notes from
dates: October 2018, January 2019, and June 2019. the field:​severe hand, foot, and mouth disease associated
with coxsackievirus A6 - Alabama, Connecticut, California,
and Nevada, November 2011-February 2012. MMWR Morb
Editor’s Note: Dr. Saguil is a contributing Mortal Wkly Rep. 2012;​61(12):​213-214.
editor for AFP.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Hand, foot,
and mouth disease (HFMD). Accessed January 14, 2019.
The views expressed in this article are the authors’ https://​w ww.cdc.gov/hand-foot-mouth
own and do not necessarily reflect the views of the 8. Koh WM, Bogich T, Siegel K, et al. The epidemiology of
U.S. Army, U.S. Navy, U.S. Air Force, the Department hand, foot and mouth disease in Asia:​a systematic review
of Defense, or the U.S. government. and analysis. Pediatr Infect Dis J. 2016;​35(10):​e285-e300.
9. Ramdass P, Mullick S, Farber HF. Viral skin diseases. Prim
Care. 2015;​42(4):​517-567.
The Authors 10. Ventarola D, Bordone L, Silverberg N. Update on hand-foot-
AARON SAGUIL, MD, MPH, FAAFP, is an associate and-mouth disease. Clin Dermatol. 2015;​33(3):​340-346.
dean in recruitment and admissions, and is an 1 1. Pillai AS, Medina D. Rash in an eight-year-old boy. Am Fam
associate professor in the Department of Family Physician. 2012;​86(12):​1 141-1142. Accessed July 26, 2019.
Medicine at F. Edward Hébert School of Medicine, https://www.aafp.org/afp/2012/1215/p1141.html
Uniformed Services University of the Health Sci- 1 2. Korman AM, Alikhan A, Kaffenberger BH. Viral exanthems:​
ences, Bethesda, Md. an update on laboratory testing of the adult patient. J Am
Acad Dermatol. 2017;​76(3):​538-550.

October 1, 2019 ◆ Volume 100, Number 7 www.aafp.org/afp American Family Physician 413


HAND-FOOT-AND-MOUTH DISEASE

1 3. Mathes EF, Oza V, Frieden IJ, et al. “Eczema coxsackium” 29. Keighley CL, Saunderson RB, Kok J, et al. Viral exanthems.
and unusual cutaneous findings in an enterovirus out- Curr Opin Infect Dis. 2015;​28(2):​1 39-150.
break. Pediatrics. 2013;​1 32(1):​e149-e157. 30. Usatine RP, Tinitigan R. Nongenital herpes simplex virus.
14. Lehman JS, Rogers RS III. Acute oral ulcers. Clin Dermatol. Am Fam Physician. 2010;​82(9):​1075-1082. Accessed July
2016;​3 4(4):​470-474. 26, 2019. https://www.aafp.org/afp/2010/1101/p1075.html
15. Bischoff EW, Uijen A, van der Wel M. Aphthous ulcers. 31. Micali G, Lacarrubba F. Eczema herpeticum. N Engl J Med.
BMJ. 2009;​339:​b2382. 2017;​377(7):​e9.
16. Stoopler ET, Sollecito TP. Recurrent oral ulcers. JAMA.
32. Moss WJ. Measles. Lancet. 2017;​390(10111):​2490-2502.
2015;​313(23):​2373-2374. 33. G ottlieb M, Long B, Koyfman A. The evaluation and man-
17. Greco A, De Virgilio A, Ralli M, et al. Behçet’s disease:​new agement of Rocky Mountain Spotted Fever in the emer-
insights into pathophysiology, clinical features and treat- gency department:​a review of the literature. J Emerg Med.
ment options. Autoimmun Rev. 2018;​17(6):​567-575. 2018;​55(1):​42-50.
18. Puenpa J, Mauleekoonphairoj J, Linsuwanon P, et al.
3 4. Engelman D, Fuller LC, Steer AC;​International Alliance for
Prevalence and characterization of enterovirus infections the Control of Scabies Delphi panel. Consensus criteria
among pediatric patients with hand foot mouth disease, for the diagnosis of scabies:​a Delphi study of international
herpangina and influenza like illness in Thailand, 2012. experts. PLoS Negl Trop Dis. 2018;​1 2(5):​e0006549.
PLoS One. 2014;​9(6):​e98888. 35. Tarbox M, Walker K, Tan M. Scabies. JAMA. 2018;​320(6):​612.
19. Clarkson E, Mashkoor F, Abdulateef S. Oral viral infections:​ 36. Lerch M, Mainetti C, Terziroli Beretta-Piccoli B, et al. Cur-
diagnosis and management. Dent Clin North Am. 2017;​ rent perspectives on Stevens-Johnson Syndrome and
61(2):​351-363. toxic epidermal necrolysis. Clin Rev Allergy Immunol.
20. Mohan RP, Verma S, Singh U, et al. Acute primary herpetic 2018;​5 4(1):​147-176.
gingivostomatitis. BMJ Case Rep. 2013;​2013:​bcr​2013​200​
37. Cohen J, Breuer J. Chickenpox:​treatment. BMJ Clin Evid.
074.
2015;​2015:​0912.
21. Goldman RD. Acyclovir for herpetic gingivostomatitis in
38. Centers for Disease Control and Prevention. Chickenpox
children. Can Fam Physician. 2016;​62(5):​403-404.
(varicella). Accessed January 14, 2019. https://​w ww.cdc.
22. Mullick S, Pan YF, Desai A, et al. Recurrent oral ulcers in gov/chickenpox/index.html
a refugee. Am Fam Physician. 2018;​97(6):​411-412. Accessed
39. Hopper SM, McCarthy M, Tancharoen C, et al. Topical
July 26, 2019. https://www.aafp.org/afp/2018/0315/p411.
lidocaine to improve oral intake in children with painful
html
infectious mouth ulcers:​a blinded, randomized, place-
23. Eichenfield LF, Tom WL, Chamlin SL, et al. Guidelines of bo-controlled trial. Ann Emerg Med. 2014;​63(3):​292-299.
care for the management of atopic dermatitis:​section 1.
40. Hess GP, Walson PD. Seizures secondary to oral viscous
Diagnosis and assessment of atopic dermatitis. J Am Acad
lidocaine. Ann Emerg Med. 1988;​17(7):​725-727.
Dermatol. 2014;​70(2):​338-351.
24. Allmon A, Deane K, Martin KL. Common skin rashes in chil- 41. Shelley WB, Hashim M, Shelley ED. Acyclovir in the treat-
dren. Am Fam Physician. 2015;​92(3):​211-216. Accessed July ment of hand-foot-and-mouth disease. Cutis. 1996;​57(4):​
26, 2019. https://www.aafp.org/afp/2015/0801/p211.html 232-234.

25. Sidbury R, Kodama S. Atopic dermatitis guidelines:​diagno- 42. Ruan F, Yang T, Ma H, et al. Risk factors for hand, foot, and
sis, systemic therapy, and adjunctive care. Clin Dermatol. mouth disease and herpangina and the preventive effect
2018;​36(5):​6 48-652. of hand-washing. Pediatrics. 2011;​1 27(4):​e898-e904.
26.
Hartman-Adams H, Banvard C, Juckett G. Impetigo:​ 4 3. Kimberlin DW, Brady MT, Jackson MA, Long SS, eds.
diagnosis and treatment. Am Fam Physician. 2014;​90(4):​ Enterovirus (nonpoliovirus). In:​Red Book:​2018 Report of
229-235. Accessed July 26, 2019. https://www.aafp.org/ the Committee on Infectious Diseases. 31st ed. American
afp/2014/0815/p229.html Academy of Pediatrics;​2018:​331.
27. Siedner-Weintraub Y, Gross I, David A, et al. Paediatric 4 4. Li R, Liu L, Mo Z, et al. An inactivated enterovirus 71 vaccine
erythema multiforme:​epidemiological, clinical and lab- in healthy children. N Engl J Med. 2014;​370(9):​829-837.
oratory characteristics. Acta Derm Venereol. 2017;​97(4):​ 45. Aronson SS, Shope TR, eds. Hand-foot-and-mouth dis-
489-492. ease. In:​ Managing Infectious Diseases in Child Care and
28.
Lerch M, Mainetti C, Terziroli Beretta-Piccoli B, et al. Schools:​ A Quick Reference Guide. 4th ed. American
Current perspectives on erythema multiforme. Clin Rev Academy of Pediatrics;​2017:​97-98.
Allergy Immunol. 2018;​5 4(1):​177-184.

414  American Family Physician www.aafp.org/afp Volume 100, Number 7 ◆ October 1, 2019
ORIGINAL ARTICLE
Asian Pacific Journal of
Allergy and Immunology

A cream containing linoleic acid, 5% dexpanthenol


and ceramide in the treatment of atopic dermatitis
Phatthanan Somjorn,1 Nanticha Kamanamool,2 Silada Kanokrungsee,1 Salinee Rojhirunsakool,1 Montree Udompataikul1

Abstract

Background: Nowadays, moisturizers contain non-steroidal anti-inflammatory agents that help for treatment of atopic
dermatitis (AD). Defensil® (black currant seed oil, sunflower oil, and balloon vine), a new anti-inflammatory, obtained
from plant extracts, remain had a few studies for AD.

Objective: To compare the effectiveness of moisturizer containing 3% Defensil®, 5% dexpanthenol and ceramide (LDC)
with 5% urea cream in childhood AD treatment.

Methods: Thirty-eight patients with diagnosis of atopic dermatitis by UK working party’s criteria were recruited in
randomized, controlled, double-blinded 4-week study. The patients were received with twice-daily application of LDC
cream on one side of the body and 5% urea cream on the opposite side. The clinical severity was assessed by modified
scoring of atopic dermatitis (SCORAD). Median time to remission was analyzed by survival analysis.

Results: Thirty-seven out of 38 patients accomplished the protocol. The clinical SCORAD significantly improved from
baseline in both groups (p < 0.001) after 2 and 4 weeks. Furthermore, the LDC group significantly reduced severity of
disease better than the 5% urea group (P = 0.043). The mean difference SCORAD scores were -13.83 (±1.83) and -13.04
(±3.22) respectively. Stratum corneum hydration (SCH) was enhanced from baseline in both groups (p < 0.001) but no
statistically significant difference between both groups. Median time to remission had no statistically significant differ-
ence (P = 0.697).

Conclusion: The effectiveness of LDC cream is better than 5% urea cream for improving clinical atopic dermatitis. It
was suggested that moisturizer containing LDC could be used for the treatment of mild-to-moderate childhood atopic
dermatitis.

Key words: atopic dermatitis, linoleic acid, urea cream, Defensil®, moisturizer

From: Introduction
1
Skin Center, Srinakharinwirot University, Bangkok, Thailand
2
Department of Preventive and Social Medicine,
Atopic dermatitis (AD) is a chronic, relapsing and remit-
Srinakharinwirot University, Bangkok, Thailand ting inflammatory skin disorder. Atopic dermatitis commonly
flares or exacerbates off and on over the years. The estimat-
Corresponding author: ed prevalence of AD among children was 15-30% and 2-10%
Montree Udompataikul
Skin Center, Srinakharinwirot University, Bangkok, 10110, Thailand
among adults. The onset of AD mostly occurs within the first
E-mail: umontree@gmail.com year of life, mainly develops during the first six months, and
begins before the age of 5.1 In addition, 70% of these chil-
Abbreviations dren showed that they have clinical improvement and spon-
AD Atopic dermatitis
SCORAD Scoring of atopic dermatitis
taneous remission before becoming adolescence.2 Clinical
LDC Linoleic acid, dexpanthenol and ceramide presentation of AD vary in morphology and distribution of
Syndet Synthetic detergent rash depending on age and disease severity. Pediatric patients
SCH Stratum corneum hydration under two years old are typically affected on the face, neck,
TEWL Transepidermal water loss
and extensor surface of extremities.3 After two years old, the
rash usually appears on the face, neck, and flexure surface
of extremities. The skin lesion manifests as papules, vesicles,
Asian Pac J Allergy Immunol DOI 10.12932/AP-230920-0969

erythematous lichenified patches or plaques. The skin com- We recruited the participants who had equally active atop-
mon skin symptoms are usually dry, and itchy,2 impacting the ic dermatitis rash on both sides of their body. It is for con-
quality of life, sleep disturbance, and school performance.4-6 trolling the quality of the treatment in the split-body study. A
The pathogenesis of AD includes genetic, immunologic, washing out period of up to two weeks was required for the
and environmental factors that can cause the defect of skin participants who applied the previous moisturizers and topi-
barrier functions and allows pathogens, irritants and aller- cal medications such as topical corticosteroids or calcineurin
gens to penetrate through the skin which produce eczema- inhibitors, and four weeks for the participants who received
tous lesions.2,3 The important risk of AD lesion increased up systemic corticosteroid or NSAIDs. Itching control by oral an-
to twofold is positive family history.7 Filaggrin gene mutation tihistamine was allowed to continue during the period of this
is one of the causes that can lead to the absence of natural study.
moisturizing factors (NMFs) and result in dry skin. Moreover, The participants who used topical or systemic corticoste-
IgE-mediated the sensitization of food and environmental al- roids during the study period and those who lost the follow-
lergens with skin barrier dysfunction leads to local skin in- ing up for 2 times would be excluded from this study. The
flammation.8 participants with active skin infection were also excluded.
There are many treatments provided for atopic dermatitis The SCORAD, skin hydration, and patients’ satisfactions were
such as topical corticosteroid, topical calcineurin inhibitors, measured. The protocol of this study, all participants had to
systemic corticosteroids, phototherapy, and biologic drugs.3,9,10 follow up at the 2nd and the 4th week and if the participants
However, long-term use of corticosteroids associated with ad- who still kept on using the cream but were not able to follow
verse effects such as skin atrophy, striae, and hypopigmenta- up at an appointment date, they could re-visit in the next 2
tion.10,11 Therefore, topical moisturizer therapy is preferred weeks.
and used as adjunctive treatment for all disease severities.12,13 A computer generated the randomization sequence. The
Moisturizers help improve skin barrier dysfunction and de- patients received a topical moisturizer containing linoleic
crease the frequent use of corticosteroids.14 acid, 5% dexpanthenol and ceramide (LDC cream) randomly
Nowadays, there is an emergent interest in moisturizer on one side of their bodies and 5% urea cream on the other
containing non-steroidal anti-inflammatory agents from bo- side. The allocation sequence was concealed from all partici-
tanical substances, vitamins and minerals that can improve pants and investigators by the third party.
skin inflammation and reduce corticosteroid use.14-17 There
are many studies about moisturizers containing non-steroi- Intervention
dal anti-inflammatory agents in AD. However, their efficacy is All participants were informed and concealed. They re-
usually compared to topical steroids. Few studies are compar- ceived three products: moisturizing gentle cleanser, cream
ing to standard emollients for AD treatment such as 5% urea base (apply at non-atopic areas on both sides) and the test
cream. Accordingly, the purpose of the study was to compare cream (apply on active skin lesions). The containers were la-
the efficacy of moisturizer containing linoleic acid, dexpanthe- belled as “left” or “right” to apply on atopic areas. Both test
nol and ceramide (Provamed Derma Soothing Cream®, NBD, creams had the same color, odor, and texture provided in the
Bangkok, Thailand) to 5% urea cream for treatment in child- same containers that we prevented contamination between
hood atopic dermatitis. Defensil® is composed of black cur- both creams by informing the participants and their parents
rant seed oil, sunflower seed oil and balloon vine extract. Its how to apply them.
active ingredients are linoleic acid (extracted from black cur- The LDC cream contains three major active ingredients;
rant seed oil and sunflower seed oil) and phytosterol (phytos- linoleic acid, 5% dexpanthenol and ceramide mix contain-
terol extracted from balloon vine). ing ceramide 1,3 and 6. Also, the cream base is composed of
butylene glycol, glyceryl stearate, and disodium EDTA. Urea
Method cream consists of 5% urea with the same cream base formula
Study sizes and population as LDC cream.
This double-blinded, randomized controlled 4-week study
includes 38 patients with active atopic dermatitis on both Assessment and outcomes
sides. The sample size was calculated by using PS (Power and Clinical outcomes were assessed by SCORAD, IGA (In-
Sample Size Calculation) program by setting the size of dif- vestigator Global Assessment Scale) and patients’ satisfaction
ference = 20% and the sample correlation coefficient r (phi) = score which was graded from 1 to 5 as poor, no change, fair,
0.6 (paired t-test sample size) with 95% confidence and 90% good and excellent, respectively. The children under 12 years
power. A sample size of 38 patients was required including a old were assessed by asking their parents’ satisfaction, and the
10% of drop out. children over 12 years old were given the visual analog scale
to evaluate their satisfaction.
Recruitment and randomization Stratum corneum hydration (SCH) was measured with
The participants aged 2 to 18 years old with diagnosis of Corneometer® CM 825 (Courage & Khazaka Electronic
atopic dermatitis by using the UK working party’s criteria GmbH, cologne, Germany).
with mild and moderate diseases were included. Concern- The remission of clinical outcome was defined as IGA
ing severity grading of SCORAD score, 0-25 scores were de- clear or almost clear (IGA = 0 or 1).18 Adverse effects were
fined as mild diseases and 26-50 scores as moderate severity. recorded. This study was approved by the Human Research
Ethics Committee of Srinakharinwirot University. All patients
An anti-inflammation moisturizer for treatment of atopic dermatitis

and their parents were asked to fill out the informed con- The mean age of the participants was 8.5 years old. Accord-
sent form for participating in the study. Investigators who ing to demographic data illustrated in Table 1, there were
evaluated all outcome measurements were blinded to the 31 (83.78 %) participants and most of the participants had a
treatment allocation. Data were collected three times at base- family history of atopy. Additionally, 16 (43.24%) participants
line, 2nd and 4th week. Clinical trial registration number: used synthetic detergent (syndet) and 32 (86.48%) partici-
TCTR20200826001. pants used moisturizers in their daily routine. The baseline
SCORAD score, disease severity and skin hydration (by Cor-
Statistical analysis neometer®) had no statistically significant difference between
The clinical outcomes of the SCORAD score and IGA two groups (Table 2).
were assessed by a mixed-linear model from STATA (version
14). Baseline characteristics were described by mean ± SD Table 1. Demographic data.
or median (interquartile range) for continuous data, number
Patients
and percentage for categorical data. Kaplan-Meier analysis Demographic data
(n = 37)
for median time to remission and rate of 50% improvement
SCORAD and remission in both groups was used. Mixed-lin- Sex, n (%)
ear model used for assessing the improvement of skin hy- Female 17 (45.95)
dration. Intention-to-treat analysis was used for evaluating if
there were lost follow-up of patients. The p-value of < 0.05 Male 20 (54.05)
was considered statistically significant. Age (Mean± SD) 8.49 ± 4.85

Weight (Mean ± SD) 31.48 ± 17.44


Results
History of food allergy (%)
The data were collected from January 2019 to April 2019.
The CONSORT flow diagram was illustrated in Figure 1. Yes 13 (35.14)

No 24 (64.86)
Enrollment Assessed for eligibility
History of airborne allergy (%)
(n = 38)
Yes 21 (56.76)

No 16 (43.24)
Randomization Randomized side
to use “A” or “B” cream Family history of allergy (%)
(n = 38)
Yes 31 (83.78)

No 6 (16.22)
Allocation Allocated to intervention
(n = 38) History of emollients (%)

No emollient 5 (13.51)
Lost to follow-up
Use emollients 32 (86.48)
(inconvenient to
follow-up due to Previous type of soaps (%)
university is too far
from home) No cleanser 1 (2.70)
(n = 1)
Pure soap 20 (54.05)

Follow-up Complete protocol Synthetic detergent 16 (43.24)


(n = 37)

Table 2. Baseline characteristic.


Analysis Analysed 5% urea P
(n = 37) LDC
cream value

Figure 1. CONSORT flow diagram. Baseline SCOARD score


32.79 ± 8.31 34.57 ± 8.97 0.114
(Mean ± SD)

Demographic data Baseline of disease severity (%) 0.782


Thirty-eight participants including 20 males (54.05%) Mild 24.32% 21.26%
and 17 females (54.95%) were enrolled in this study and 37
out of 38 participants completed the protocol. There were 12 Moderate 75.68% 78.38%
(31.58%) participants who extended follow up the period of Itch score 5.86 ± 0.37 6.37 ± 0.36 0.201
time and collected the data after 4 weeks. However, there was
Baseline skin hydration (by
one patient who was excluded due to incomplete follow-up. Corneometer®) (Mean ± SD)
28.84 ± 15.79 31.23 ± 16.50 0.355
Asian Pac J Allergy Immunol DOI 10.12932/AP-230920-0969

50 Improvement of SCORAD score and remission of atopic


45 dermatitis were the primary outcomes of this study. The mean
40 value of baseline SCORAD score of LDC treatment side and
P = 0.043
35 urea treatment side was 32.79 and 34.57 respectively with-
30 out statistically significant difference (P = 0.114) as shown in
SCORAD

25
Table 2. Both sides showed improvement of SCORAD score
significantly from baseline (P < 0.001). Furthermore, the re-
20
duction SCORAD score of the LDC group decreases more
15
significantly than the 5% urea group (P = 0.043) as shown in
10 Figure 2. There were 14 (37.83%) and 13 (35.14%) partici-
5 pants in the LDC and the urea groups achieved 50% improve-
0 ment SCORAD respectively.
Week 0 Week 2 Week 4
The median time to reach 50% improvement SCORAD
LDC cream Urea cream of both groups was 4.43 weeks (95% CI 0.56-2.34). After an-
Figure 2. The SCORAD score improvement of atopic der- alyzing by using a survival analysis program, we found that
matitis. the 50% improvement SCORAD of LDC group tended to be
higher than the urea group about 14% nevertheless there was
Remission: Kaplan-Meier Analysis no statistically significant difference [HR of LDC/urea group
1.00 was 1.14] (P = 0.713).
The median time to remission of both groups was 4.28
weeks (95% CI 0.58-2.26) as in Figure 3. There were 17
0.75 (44.74%) and 16 (42.11%) participants who achieved remis-
sion criteria in the LDC group and the 5% urea group, con-
0.50 secutively. Survival analysis of remission showed that the LDC
group tended to reach remission higher than the 5% urea
group about 14%, however, there was no statistically signifi-
0.25 cant difference [HR of LDC/urea group was 1.14] (P = 0.697).
The secondary outcomes in the study were SCH (by us-
ing Corneometer®), patients’ satisfaction and side effects. The
0.00
0 2 4 6 8 mean value of baseline skin hydration of the LDC and the 5%
analysis time urea group was 28.84 and 31.23, respectively, with no statis-
tically significant difference (P = 0.355), as shown in Table
LDC 5% Urea
2. After 4-week of treatment, the SCH of the LDC and urea
Figure 3. The median time to remission of atopic dermatitis group was 51.28 and 46.60, respectively with statistical sig-
participants analyzed by survival analysis (STATA version nificance from baseline (P < 0.001). The mean difference of
14).

Figure 4. The clinical response of the atopic dermatitis participant in the LDC cream group at baseline at the 2nd week and
the 4th week.
An anti-inflammation moisturizer for treatment of atopic dermatitis

Figure 5. The clinical response of the atopic dermatitis participant in the urea cream group at baseline at the 2nd week and
the 4th week.

skin hydration improvement of the LDC and the urea group ceramide I and III.24,25 Ceramide is an occlusive moisturizer
was 23.44 and 15.37, respectively with no statistical signifi- that helps increase the skin hydration by preventing the tran-
cance between groups (P = 0.139). sepidermal water loss (TEWL) from the skin.25,26 Another cru-
With regard to patients’ satisfaction, it was found that cial intercellular lipid is linoleic acid, an essential fatty acid of
29.72% of the LDC group gave the excellent score (5/5) and the skin, which plays an important role in anti-inflammatory
27.03% in the urea group gave the same score. The average process in AD as well. Actually delta-6-desaturase change lin-
score of the LDC group and the urea group was 3.73 ± 1.15 oleic acid to gamma linoleic acid (GLA).24 GLA rapidly con-
and 3.54 ± 1.37, respectively, with no statistical difference be- verts to dihomo-gamma-linoleic acid, the precursor of Pros-
tween groups (P = 0.360). The clinical response pictures were taglandin H1, and subsequently produces anti-inflammatory
demonstrated in Figure 4 and 5. agents such as prostaglandin E1 (PGE1) and thromboxane
Finally, it was shown that the LDC group’s side effect was A1 (TXA1).27,28 AD patients have a low level of this enzyme.
8 (21.62%) and the 5% urea group was 12 (32.43%), respec- Therefore, they have low levels of PGE1 and TXA1, accord-
tively. The side effect from the 5% urea group was higher than ingly, the skin is easy to have inflammation aggravated by
the LDC group. However, there was no statistical group dif- antigens. Lastly, this study also showed that both LDC cream
ference (P = 0.295). Mild irritation (transient stinging) was and 5% urea cream could effectively be used in the remission
8 (21.62%) and 10 (27.02%) participants in the LDC and the phase.
urea group, respectively. In addition, 2 (5.41%) participants The linoleic acid depletion in AD skin plays a major role
had slightly moderate irritation in the 5% urea group as the in the pathophysiology of this disease.29 A previous study
severity was related with the participants who had fissures on showed that moisturizer containing linoleic acid and 5% urea
AD skin lesions. cream cloud reduces the SCORAD score in AD patients sig-
nificantly different from the baseline. Nevertheless, there was
Discussion no significant group difference.30 The study results contradict
The recent research on the treatment of atopic dermatitis to our study, which demonstrated that moisturizer containing
focused on the correction of skin barrier dysfunction, one of linoleic acid, dexpanthenol and ceramide could reduce the
the main pathophysiology of AD.19 The loss or dysfunction clinical features by SCORAD score more than 5% urea cream.
of the filaggrin gene leads to a decrease in filaggrin protein Though the skin hydration and the patients’ satisfaction with
which is a corneocyte envelope protein that converts to nat- both creams were not significantly different.
ural moisturizing factors (NMFs).20,21 NMFs contains signif- It can be explained that not only linoleic acid but also
icant substance, for example, polycarboxylic acid, lactic acid phytosterol, ceramide and dexpanthenol play an additive role
and urea. It acts as a humectant for skin hydration.22,23 Hence, in the treatment. Phytosterol had anti-inflammatory effect.31
the lack of filaggrin protein results in skin dryness. Further- Dexpanthenol or pantothenic (vitamin B5) possess humectant
more, it raises the skin pH stimulating serine protease and moisturizing activity and anti-inflammatory effect. Besides,
initiating skin inflammation consequently.19 dexpanthenol, a component of coenzyme A, is important for
Additionally, AD patients had reduced epidermal intercel- metabolism of carbohydrate, fatty acid, hormone and pro-
lular lipid components, it was a so-called ceramide especially tein. As a result, it promotes wound healing. An in vitro study
Asian Pac J Allergy Immunol DOI 10.12932/AP-230920-0969

demonstrated the benefit of dexpanthenol on human fibro- Acknowledgements


blast to improve cell proliferation and wound healing. Regard- The author would like to thank Dr. Wattinee Amornpet-
ing the clinical study which supports its efficacy showed that kul for the role of third party in allocation and concealment
5% dexpanthenol water-in-oil formulation had the same effi- process. Mr. Anand Paichitrojjana for helping with data col-
cacy as 1% hydrocortisone in the treatment of mild to mod- lection. Dr. Wachira Suppiboonpul for helping with graphic
erate AD.14 design.
The role of moisturizer in skin repair has been used as a
fundamental and standard therapy for all severity of AD. It
restores the barrier function by improving skin hydration
Disclosure
All products in this research such as LDC cream, 5% urea
through occlusive and humectant mechanisms. The recent
cream, cream base and bath lotion were provided by NBD
novel of moisturizer demonstrated by many studies concludes
HEALTHCARE CO., LTD. However, the author declared that
that the moisturizer with non-steroidal anti-inflammatory
the company was not involved in any step of the study.
agents could be used as an alternative treatment for mild to
moderate AD.14,30 Our present study is an updated trial sup-
porting this conclusion. Firstly, the clinical lesions are im- Funding
proved via the anti-inflammatory effect of linoleic acid, phy- This study received a research fund from NBD HEALTH-
tosterol, and dexpanthenol. Secondly, the barrier dysfunction CARE CO., LTD.
was replenished by the occlusive action of linoleic acid, cera-
mide, and humectant effect of both dexpanthenol and glycol Author contributions
(from cream base ingredient). Finally, dexpanthenol can pro- • Somjorn P. designed and performed the study and wrote
mote the wound healing process of the lesions. the manuscript (participants recruitment, photography,
According to systematic review, it was demonstrated that data collection, and interpretation).
moisturizers ingredients for example glycerin, propylene gly- • Kamanamool N. performed statistical analysis, discussed
col, ceramide etc. including urea showed the beneficial out- the results and approved the manuscript.
comes on clinical severity, transepidermal water loss (TEWL) • Kanokrungsee S. and Rojhirunsakool S. helped approved
and SCH of atopic skin which can be improved by using only the protocol and manuscript.
moisturizer, moreover, two studies revealed that urea was • Udompataikul M. supervised the project, discussed the re-
superior to glycerin for the treatment of AD and it was sug- sult and approved the manuscript.
gested to use as first choice of emollient for AD.32 Urea has a
humectant effect that helps promote stratum corneum hydra-
tion as a result it improves skin barrier function which is the References
1. Weidinger S, Novak N. Atopic dermatitis. Lancet. 2016;387(10023):
main pathogenesis of atopic dermatitis. On the contrary, LDC 1109-22.
cream had both anti-inflammatory effect and hydration effect, 2. Bieber T. Atopic dermatitis. Ann Dermatol. 2010;22(2):125-37.
so it could improve clinical SCORAD from baseline and re- 3. Thomsen SF. Atopic dermatitis: natural history, diagnosis, and treatment.
duced clinical severity superior to the urea cream group sig- ISRN Allergy. 2014;2014:354250.
4. Silverberg JI, Gelfand JM, Margolis DJ, Boguniewicz M, Fonacier L,
nificantly. Grayson MH, et al. Patient burden and quality of life in atopic dermatitis in
The limitation of this study might be a short period of fol- US adults: A population-based cross-sectional study. Ann Allergy Asthma
low-up (4 weeks). The next investigation with a longer period Immunol. 2018;121(3):340-7.
of follow up after remission (in maintenance phase) might re- 5. Raznatovic Durovic M, Jankovic J, Tomic Spiric V, Relic M, Sojevic
Timotijevic Z, Cirkovic A, et al. Does age influence the quality of life in
veal a different outcome comparing the two formulations. The children with atopic dermatitis? PLoS One. 2019;14(11):e0224618.
amount of cream that the participants apply on lesions should 6. Koszoru K, Borza J, Gulacsi L, Sardy M. Quality of life in patients with
be measured in mg/cm2 because the amount of cream can atopic dermatitis. Cutis. 2019;104(3):174-7.
affect the result. Moreover, objective measurements such as 7. Dold S, Wjst M, von Mutius E, Reitmeir P, Stiepel E. Genetic risk for
asthma, allergic rhinitis, and atopic dermatitis. Archives of disease in
TEWL and skin conductance were not evaluated in this study. childhood. 1992;67(8):1018-22.
It should be evaluated in further study. 8. Turner KJ, Rosman DL, O’Mahony J. Prevalence and familial association
of atopic disease and its relationship to serum IgE levels in 1,061 school
children and their families. Int Arch Allergy Appl Immunol. 1974;47(5):
Conclusion 650-64.
In conclusion, the LDC cream’s effectiveness is better than 9. Hajar T, Gontijo JRV, Hanifin JM. New and developing therapies for atopic
5% urea cream due to the clinical improvement of skin lesions dermatitis. An Bras Dermatol. 2018;93(1):104-7.
10. Wong ITY, Tsuyuki RT, Cresswell-Melville A, Doiron P, Drucker AM.
in mild to moderate atopic dermatitis. It was suggested that Guidelines for the management of atopic dermatitis (eczema) for
moisturizers containing LDC could be used as an alternative pharmacists. Can Pharm J (Ott). 2017;150(5):285-97.
treatment for acute and maintenance phases in mild-to-mod- 11. Callen J, Chamlin S, Eichenfield LF, Ellis C, Girardi M, Goldfarb M, et al.
erate childhood AD. A systematic review of the safety of topical therapies for atopic dermatitis.
Br J Dermatol. 2007;156(2):203-21.
12. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS, Schwarzenberger
K, et al. Guidelines of care for the management of atopic dermatitis: section
2. Management and treatment of atopic dermatitis with topical therapies.
J Am Acad Dermatol. 2014;71(1):116-32.
An anti-inflammation moisturizer for treatment of atopic dermatitis

13. Ring J, Alomar A, Bieber T, Deleuran M, Fink-Wagner A, Gelmetti C, et al. 24. Manku MS, Horrobin DF, Morse N, Kyte V, Jenkins K, Wright S, et
Guidelines for treatment of atopic eczema (atopic dermatitis) part I. J Eur al. Reduced levels of prostaglandin precursors in the blood of atopic
Acad Dermatol Venereol. 2012;26(8):1045-60. patients: defective delta-6-desaturase function as a biochemical basis for
14. Udompataikul M, Limpa-o-vart D. Comparative trial of 5% dexpanthenol atopy. Prostaglandins Leukot Med. 1982;9(6):615-28.
in water-in-oil formulation with 1% hydrocortisone ointment in the 25. Di Nardo A, Wertz P, Giannetti A, Seidenari S. Ceramide and cholesterol
treatment of childhood atopic dermatitis: a pilot study. J Drugs Dermatol. composition of the skin of patients with atopic dermatitis. Acta Derm
2012;11(3):366-74. Venereol. 1998;78(1):27-30.
15. M U. New innovation of moisturizers containing non-steroidal anti 26. Hon KL, Leung AK. Use of ceramides and related products for
-inflammatory agents for atopic dermatitis. . World J Dermatol 2015. childhood-onset eczema. Recent Pat Inflamm Allergy Drug Discov. 2013;
2015;4(2): 108-113. 7(1):12-9.
16. Belloni G, Pinelli S, Veraldi S. A randomised, double-blind, vehicle 27. Horrobin DF. Essential fatty acid metabolism and its modification in atopic
-controlled study to evaluate the efficacy and safety of MAS063D eczema. Am J Clin Nutr. 2000;71(1 Suppl):367s-72s.
(Atopiclair) in the treatment of mild to moderate atopic dermatitis. Eur J 28. Ikai K, Imamura S. Role of eicosanoids in the pathogenesis of atopic
Dermatol. 2005;15(1):31-6. dermatitis. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids. 1993;
17. Hon KL, Kung JSC, Ng WGG, Leung TF. Emollient treatment of atopic 48(6):409-16.
dermatitis: latest evidence and clinical considerations. Drugs Context. 29. Yang Q, Liu M, Li X, Zheng J. The benefit of a ceramide-linoleic
2018;7:212530. acid-containing moisturizer as an adjunctive therapy for a set of xerotic
18. Papp KA, Werfel T, Fölster-Holst R, Ortonne JP, Potter PC, de Prost Y, et dermatoses. Dermatol Ther. 2019;32(4):e13017.
al. Long-term control of atopic dermatitis with pimecrolimus cream 1% 30. Nasrollahi SA, Ayatollahi A, Yazdanparast T, Samadi A, Hosseini H,
in infants and young children: a two-year study. J Am Acad Dermatol. Shamsipour M, et al. Comparison of linoleic acid-containing water-in
2005;52(2):240-6. -oil emulsion with urea-containing water-in-oil emulsion in the treatment
19. Kim BE, Leung DYM. Significance of Skin Barrier Dysfunction in Atopic of atopic dermatitis: a randomized clinical trial. Clin Cosmet Investig
Dermatitis. Allergy Asthma Immunol Res. 2018;10(3):207-15. Dermatol. 2018;11:21-8.
20. Tsakok T, Woolf R, Smith CH, Weidinger S, Flohr C. Atopic dermatitis: the 31. Babu KCV, Krishnakumari S. Anti-inflammatory and antioxidant
skin barrier and beyond. Br J Dermatol. 2019;180(3):464-74. compound, rutin in cardiospermum halicacabum leaves. Ancient science
21. Zaniboni MC, Samorano LP, Orfali RL, Aoki V. Skin barrier in atopic of life. 2005;25(2):47-9.
dermatitis: beyond filaggrin. An Bras Dermatol. 2016;91(4):472-8. 32. Lindh JD, Bradley M. Clinical Effectiveness of Moisturizers in Atopic
22. Verdier-Sevrain S, Bonte F. Skin hydration: a review on its molecular Dermatitis and Related Disorders: A Systematic Review. Am J Clin
mechanisms. J Cosmet Dermatol. 2007;6(2):75-82. Dermatol. 2015;16(5):341-59.
23. Sator PG, Schmidt JB, Honigsmann H. Comparison of epidermal hydration
and skin surface lipids in healthy individuals and in patients with atopic
dermatitis. J Am Acad Dermatol. 2003;48(3):352-8.
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

Literature Review Penatalaksanaan Diaper Rash pada Bayi

Literature Review Management of Diaper Rash in Infants


1
Arum Meiranny*, 2Rifa Ulfah Ghina, 3Endang Susilowati
1,2,3
Program Studi Sarjana dan Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
(*)Email Korespondensi: arummeiranny@unissula.ac.id

Abstrak
Diaper rash adalah salah satu penyakit gangguan pada kulit yang sering terjadi pada bayi, dengan prevalensi antara 7%-
50%. Pada tingkat keparahan tinggi, diaper dermatitis menunjukkan kondisi yang lebih serius, namun dalam banyak
kasus tidak berhubungan langsung dengan iritasi popok. Sebesar 50% bayi yang menggunakan popok sekali pakai akan
mudah mengalami iritasi pada kulit yang ditandai dengan kemerahan dan bengkak. Hal tersebut sering terjadi di bokong,
lipatan paha dan area genetalia, yang menyebabkan bayi mudah rewel. Hal ini umumnya terjadi pada bayi sekitar 7%-
35% dari populasi bayi di Indonesia. Tujuan untuk menelaah terkait penatalaksanaan diaper rash pada bayi. Dalam
penulisan artikel ini metode yang digunakan ialah tinjauan literatur review yang terdapat dalam database jurnal kesehatan
yaitu Google Scholar dan Pubmed, artikel yang terpilih berdasarkan full text, free open acces, berbahasa inggris dan
berbahasa indonesia. Hasil yang diperoleh menunjukkan pengobatan dan pencegahan merupakan faktor penting dalam
penatalaksanaan diaper rash. Perawatan kulit yang tepat dapat mencegah insidensi diaper rash dan dapat membantu
mengobati dermatitis akibat popok. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor utama dalam menghadapi diaper rash
secara efisien terletak pada pencegahannya.

Kata Kunci: Penatalaksanaan, Diaper Rash, Bayi

Abstract
Diaper rash is one of the diseases of the skin disorder that often occurs in infants, with a prevalence between 7%-50%.
At high severity, diaper dermatitis indicates a more serious condition, but in most cases is not directly related to diaper
irritation. As many as 50% of babies who use disposable diapers will easily experience irritation of the skin
characterized by redness and swelling. It often occurs in the buttocks, thigh folds and genetalia area, which causes the
baby to be easily fussy. This generally occurs in infants about 7%-35% of the infant population in Indonesia. To study
related to the management of diaper rash in infants. Method: In writing this article the method used is a review literature
review contained in the database of health journals namely Google Scholar and Pubmed, articles selected based on full
text, free open access, English and Indonesian language. The results obtained show that treatment and prevention are
important factors in the management of diaper rash. Proper skin care can prevent the incidence of diaper rash and can
help treat diaper dermatitis due to diapers. This study shows that the main factor in dealing with diaper rash efficiently
lies in its prevention.

Keywords: Management, Diaper Rash, Baby

Arum Meiranny 225 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

PENDAHULUAN
Diaper rash merupakan istilah nonspesifik yang digunakan untuk menggambarkan berbagai reaksi
peradangan kulit di area popok, termasuk area gluteal, area perianal, alat kelamin, paha bagian dalam, dan
lingkar pinggang (1). Diaper rash merupakan salah satu gangguan kulit yang paling umum terjadi pada
neonatus dan bayi, dengan prevalensi antara 7%-50% (2)(3). Meskipun gangguan ini jarang menyebabkan
masalah dalam jangka waktu panjang, namun seringkali menyebabkan masalah pada bayi dan orang tua.
Lebih lanjut, banyak orang tua melaporkan periode menangis yang lebih lama sebagai gejala pertama
timbulnya nyeri yang diikuti dengan agitasi, perubahan pola tidur, dan berkurangnya frekuensi buang air kecil
dan buang air besar (1). Tingkat kortisol saliva juga meningkat pada beberapa bayi selama periode diaper rash
(1). Diaper rash ringan sering terjadi pada bayi saat fase sebelum latihan menggunakan toilet, dan belum
terdapat data yang menunjukkan perbedaan signifikan dalam prevalensi antar jenis kelamin bayi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bayi yang disusui memiliki risiko diaper rash yang lebih rendah (1).
Dermatitis chaffing, dermatitis kontak, dan kandidiasis popok merupakan tiga jenis diaper rash yang
paling umum terjadi (4). Bentuk utama dari diaper rash adalah dermatitis kontak, dimana ruam paling umum
ditemukan di area popok yang disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor seperti: popok yang lama tidak diganti
yang menyebabkan kulit bayi lembab akibat kontak dengan urine, gesekan antar kulit, dan abrasi mekanis.
Keberadaan garam empedu dan iritan lain dalam feses juga dapat merusak lapisan lipid dan protein pelindung
yang terdapat di lapisan teratas kulit. Selain itu, peningkatan kadar pH kulit akibat urine dan feses dan
mikroba juga mengakibatkan diaper rash (5). Meskipun secara umum diaper rash tidak membahayakan dan
mudah diobati dengan pengaplikasian barrier topikal serta penyuluhan terhadap orang tua untuk mengganti
popok secara teratur, namun beberapa bentuk keparahan diaper rash akan memerlukan perhatian medis (1)(6).
Pada tingkat keparahan tinggi, diaper rash menunjukkan kondisi yang lebih serius, namun dalam banyak
kasus tidak berhubungan langsung dengan iritasi popok. Sebanyak 50 % bayi yang memakai diaper akan
mengalami iritasi pada kulit ditandai dengan adanya kemerahan, menggelembung yang biasanya terjadi pada
bokong, lipatan paha dan region genetalia, serta bayi menjadi rewel. Hal ini biasanya dialami pada bayi 7-35
% dari populasi bayi di Indonesia (7). Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang lamanya penggunaan diaper
didapatkan hasil bahwa penggunaan diaper yang terlalu lama akan menyebabkan perkembangan bakteri mikro
yang semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan terjadinya diaper rash dengan nilai p value 0,004.
Penelitian tersebut menyebutkan bahwa 66,67 % mengalami diaper rash dan 33,33 % yang tidak mengalami
diaper rash (8). Beberapa diaper rash dengan tingkat keparahan tinggi adalah akibat defisiensi nutrisi,
sindrom malabsorpsi usus, kelainan kongenital saluran kemih, permasalahan pada saluran cerna bagian
bawah, atau reaksi toksik (1)(6).
Review ini bertujuan untuk mengidentifikasi penatalaksanaan diaper rash pada bayi. Penelitian ini
penting untuk dilakukan sebagai langkah pencegahan terhadap insidensi diaper rash dan sebagai marker
terhadap penyakit lain yang lebih parah dengan gejala yang mirip seperti diaper rash.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Literature Review yang dilakukan dengan
mencari sumber berupa data primer dari jurnal nasional dan internasional. Kata kunci yang digunakan adalah
“Diaper rash”, “penatalaksanaan dermatitis”, atau “faktor penyebab diaper rash”. Setelah mengumpulkan
artikel yang diperoleh dari situs jurnal PubMed dan Google Scholar, penulis menyortir artikel sesuai dengan
kriteria inklusi, yaitu artikel dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, tersedia dalam teks lengkap dan
dilengkapi abstrak, serta sesuai dengan kata kunci. Melalui proses pencarian literatur, penulis menemukan 25
artikel melalui PubMed dan 9 artikel melalui Google Scholar. Kemudian penulis melakukan penyortiran dan
mendapatkan 8 jurnal yang sesuai dengan kriteria inklusi dan dijadikan sebagai acuan, yang terdiri atas 3
jurnal Internasional dan 5 jurnal Nasional.

Tabel 1. Hasil penelusuran Literatur penatalaksanaan diaper rash pada bayi


No Penulis Tahun Judul Metode Hasil
1 Ernauli 2018 Pengaruh Pemberian Coconut Metode Pre- Coconut oil berpotensi
Meliyana dan Oil terhadap Kejadian Ruam eksperimental untuk menurunkan
Nia Hikmalia Popok pada Bayi insidensi diaper rash pada
bayi (9).
Arum Meiranny 226 | P a g e
PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

2 Firdausiyah 2021 Penatalaksanaan Ruam Popok Metode deskriptif Penatalaksanaan yang tepat
Salsabilah (Diaper Rash) pada Bayi Usia kualitatif dengan pada kasus diaper rash
1-3 Bulan di BPM Hoszaimah, pendekatan riset dapat dilakukan dengan
S.ST Bangkalan menjaga kebersihan kulit
bayi, mengganti popok
secara teratur, dan tidak
menggunakan bedak di area
popok (10).
3 (Al-Waili, 2003 Topical application of natural Metode Untuk pasien dengan eksim
2003) honey, beeswax and olive oil eksperimen dan psoriasis, campuran
mixture for atopic dermatitis or madu alami, lilin lebah dan
psoriasis: Partially controlled, minyak zaitun dapat
single-blinded study digunakan. Lilin lebah
digunakan pada pasien
dengan eksim kronis dan
psoriasis dan dapat
digunakan sebagai salep
untuk mengobati luka bakar
pada kulit (11).
4 (Alonso et al., 2013 Efficacy of petrolatum jelly for Metode Uji klinis Ruam popok bayi dapat
2013) the prevention of diaper rash: A acak dicegah dan diobati dengan
randomized clinical trial petrolatum jelly (vaselline),
diberi setiap bayi selesai
mandi yaitu sekitar jam 8
atau jam 9 pagi (12).

5 (Tinggi Ilmu 2020 Efektifitas Pemberian Minyak Metode quasi Pemberian minyak zaitun
Kesehatan Zaitun Terhadap Ruam Popok eksperimen efektif untuk ruam popok
Murni Teguh Pada Balita Usia 0-36 Bulan dibandingkan dengan
et al., 2020) pengobatan standar.
Anggota keluarga
diberitahu tentang
pentingnya kebersihan dan
kekeringan ruam popok dan
frekuensi penggantian ruam
popok. Minyak zaitun dapat
mengurangi timbulnya
penyakit. Minyak zaitun
bisa menjadi alternatif
pengobatan ruam popok
(13).
6 Yalcin Tuzun, 2015 Diaper (Napkin) Dermatitis: A Studi deskriptif Penatalaksanaan yang tepat
et al. Fold (Intertriginous pada kasus diaper rash
Dermatosis) meliputi: pemilihan popok
sekali pakai yang menyerap
ekstra dan menghindari
produk yang mengandung
sabun dan alcohol untuk
membersihkan kulit di area
popok (14).

Arum Meiranny 227 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

7 (Diah Astuti et 2016 Pengaruh Perinal Hygiene Metode quasi Daun sirih mengandung
al., 2016) Dengan Air Rebusam Daun eksperimen minyak atsiri yang
Sirih Terhadap Derajat Diaper komponen utamanya adalah
Dermatitis Pada Anak Pengguna fenol dan turunannya
Diaper Usia 6-24 Bulan Di seperti chavicol, chavibetol,
RSUD Tugurejo Semarang. carvacrol, eugenol dan
allylpyrocatechol.
Kebersihan perianal air
rebusan daun sirih yang
dilakukan pada penelitian
ini diberikan kepada anak
yang mengalami ruam
popok setiap pagi dan sore
hari (15).
8 (Hamdanah, 2021 Pengaruh Pemberian Minyak Metode quasi Ruam popok bayi dapat
2021) Zaitun dan Aloevera Terhadap eksperimen dicegah dan diobati dengan
Derajat Ruam Popok Pada Bayi minyak zaitun dan aloe vera
Usia 0-12 Bulan. (16).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Diaper rash sering terjadi pada bayi yang memakai popok sekali pakai atau diaper disposable. Diaper
rash adalah ruam yang terjadi di dalam area popok. Diaper rash bisa menyebar ke seluruh tubuh dan harus
segera diobati (15). Penatalaksanaan diaper rash berfokus pada dua tujuan utama, yaitu percepatan
penyembuhan kulit dan pencegahan ruam berulang (6)(17). Dari hasil analisis terhadap 8 artikel diketahui
penatalaksanaan yang dapat dilakukan terhadap kejadian diaper rash antara lain menjaga kebersihan popok
dengan mengganti popok secara teratur, mengoleskan coconut oil, mengoleskan minyak zaitun, mengoleskan
aloe vera, mengoleskan petrolatum jelly, mengoleskan cream dengan campuran lilin lebah atau beeswax, dan
dapat juga menggunakan air rebusan daun sirih.
Faktor terpenting dalam mencegah diaper rash adalah seringnya mengganti popok bayi. Kontak yang
terlalu lama dengan urin atau feses menyebabkan iritasi. Penatalaksanaan yang tepat adalah mengganti popok
setiap jam untuk bayi baru lahir dan setiap 3-4 jam untuk bayi yang lebih besar. Jika memungkinkan, anak
harus dibiarkan tanpa popok selama beberapa waktu agar area tersebut tetap kering (14). Penggantian popok
secara rutin (setiap 1-3 jam) sangat penting dalam penatalaksanaan diaper rash, karena membantu
mengurangi jumlah waktu kontak kulit dengan kelembaban dan iritasi (18). Hal ini sejalan dengan penelitian
(Salsabilah, 2021) bahwa penatalaksanaan yang tepat pada diaper rash dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan kulit bayi, mengganti popok secara teratur, dan tidak menggunakan bedak di area popok (10).
Coconut oil atau biasa disebut minyak kelapa merupakan salah satu bentuk barrier yang bisa
dimanfaatkan dalam penatalaksanaan diaper rash. Coconut oil mempunyai struktur biokimia yang baik untuk
penyembuhan luka karena memiliki kandungan asam jenuh. Pemberian coconut oil meningkatkan efektifitas
perawatan kulit pada bayi dengan diaper rash dan mengurangi rasa tidak nyaman yang dirasakan bayi (19).
Menurut penelitian yang dilakukan (Nurhaeni & Wanda, 2019) menyebutkan bahwa bayi yang diberikan
intervensi Coconut Oil memperlihatkan penyembuhan diaper rash yang lebih cepat dibandingkan bayi yang
tidak mendapatkan intervensi Coconut Oil. Lama hari penyembuhan pada bayi dengan menggunakan Coconut
Oil adalah 3-5 hari sedangkan pada bayi yang tidak diberikam Coconut Oil selama 1-2 minggu (19). Hal ini
sejalan dengan penelitian (Meliyana & Hikmalia, 2018) menyebutkan bahwa Coconut oil berpotensi untuk
menurunkan insidensi diaper rash pada bayi. Hasil analisa univariat yang dilakukan oleh peneliti menunjukan
bahwa kondisi ruam popok bayi sesudah dilakukan pemberian Coconut oil dari 16 (100%) responden, terdapat
13 bayi yang mengalami perubahan, 2 bayi yang menetap/tidak mengalami perubahan, 1 bayi yang
mengalami peningkatan (9).
Salah satu perawatan kulit pada bayi dan balita dengan diaper rash adalah pemberian minyak zaitun.
Pemberian minyak zaitun mempunyai efek yang baik terhadap diaper rash, karena minyak zaitun merupakan
herbal yang dapat membantu dan mempunyai efek anti inflamasi, analgesic, anti-mikroba, dan antioksidan
(13). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Murni Teguh et al., 2020) pemberian minyak zaitun

Arum Meiranny 228 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

efektif untuk ruam popok dibandingkan dengan pengobatan standar. Anggota keluarga diberitahu tentang
pentingnya kebersihan dan kekeringan ruam popok dan frekuensi penggantian ruam popok. Minyak zaitun
dapat mengurangi timbulnya penyakit. Minyak zaitun bisa menjadi alternatif pengobatan ruam popok pada
bayi.
Petroleum jelly adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi olahan; itu juga
dikenal sebagai petrolatum, petrolatum putih atau parafin lunak, serta Vaseline, yang merupakan nama merek.
Ini banyak digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dan merupakan eksipien untuk banyak formulasi
yang digunakan baik untuk pengobatan maupun pencegahan diaper rash (12). Penatalaksanaan yang
dilakukan menurut penelitian (Alonso et al., 2013) diberi setiap bayi selesai mandi yaitu sekitar jam 8 atau
jam 9 pagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada insiden ruam popok yang lebih rendah pada kelompok
eksperimen dengan petrolatum jelly (17,1%) dibandingkan kelompok kontrol (22,2%) (12).
Tanaman herbal seperti Lidah buaya juga memiliki sifat antibakteri, antiinflamasi, antijamur dan
dapat membantu menyembuhkan luka. Memberi Lidah buaya dapat digunakan sebagai alternatif untuk
dermatitis popok (20). Menurut penelitian yang dilakukan (Panahi et al., 2012) menyebutkan bahwa diaper
dermatitis menurun secara signifikan pada anak-anak yang diobati dengan aloe vera. Aloe vera juga tidak
memiliki efek samping karena termasuk dalam pengobatan dan perawatan alami, efektif, dan aman untuk
diaper dermatitis (21). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hamdanah, 2021) bahwa diaper
rash pada bayi dapat dicegah dan diobati dengan aloe vera (16).
Diaper rash dapat juga diobati dengan cream yang terdapat campuran beeswax atau lilin lebah. Lilin
lebah dapat berfungsi dalam pengobatan diaper rash karena lilin lebah terbuat dari bahan alami yang
mengandung flavonoid, antioksidan, antibakteri dan bahan jamur, kandungan itulah yang mempengaruhi
produksi sitokin oleh sel-sel kulit ketika dioleskan (14). Hal ini sejalan dengan penelitian (Al-Waili, 2003)
menyebutkan bahwa campuran madu, minyak zaitun, dan lilin lebah efektif untuk pengobatan dermatitis
popok, psoriasis, eksim, dan infeksi jamur kulit. Campuran tersebut memiliki sifat antibakteri (22).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari literatur review terhadap 8 artikel diketahui penatalaksanaan bayi dengan
diaper rash antara lain menjaga kebersihan popok dengan mengganti popok secara teratur, mengoleskan
coconut oil, mengoleskan minyak zaitun, mengoleskan aloe vera, mengoleskan petrolatum jelly, mengoleskan
cream dengan campuran lilin lebah atau beeswax, dan dapat juga menggunakan air rebusan daun sirih.

DAFTAR PUSTAKA
1. Stamatas GN, Tierney NK. Diaper dermatitis: etiology, manifestations, prevention, and management.
Pediatr Dermatol. 2014;31(1):1–7.
2. Coughlin CC, Eichenfield LF, Frieden IJ. Diaper dermatitis: clinical characteristics and differential
diagnosis. Pediatr Dermatol. 2014;31:19–24.
3. Blume‐Peytavi U, Hauser M, Lünnemann L, Stamatas GN, Kottner J, Garcia Bartels N. Prevention of
diaper dermatitis in infants—a literature review. Pediatr Dermatol. 2014;31(4):413–29.
4. Paller CJ, Antonarakis ES. Cabazitaxel: a novel second-line treatment for metastatic castration-
resistant prostate cancer. Drug Des Devel Ther. 2011;5:117.
5. Clark-Greuel JN, Helmes CT, Lawrence A, Odio M, White JC. Setting the record straight on diaper
rash and disposable diapers. Clin Pediatr (Phila). 2014;53(9_suppl):23S-26S.
6. Klunk C, Domingues E, Wiss K. An update on diaper dermatitis. Clin Dermatol. 2014;32(4):477–87.
7. Aisyah S. Hubungan pemakaian diapers dengan kejadian ruam popok pada bayi usia 6–12 bulan. J
Midpro. 2018;8(1):8.
8. Sujatni RA, Hartini S, Kusuma MAB. Pengaruh lamanya pemakaian diapers terhadap ruam diapers
pada anak diare usia 6-12 bulan di RSUD Tugurejo Semarang. Karya Ilm. 2013;
9. Meliyana E. Pengaruh Pemberian Coconut Oil Terhadap Kejadian Ruam Popok Pada Bayi. Citra
Delima J Ilm STIKES Citra Delima Bangka Belitung. 2018;2(1):71–80.
10. Salsabilah F. PENATALAKSANAAN RUAM POPOK (DIAPER RASH) PADA BAYI USIA 1-3
BULAN DI BPM HOSZAIMAH, S. ST BANGKALAN. STIKes Ngudia Husada Madura; 2021.
11. Al-Waili NS. Topical application of natural honey, beeswax and olive oil mixture for atopic dermatitis

Arum Meiranny 229 | P a g e


PROMOTIF: Jurnal Kesehatan Masyarakat Artikel 18
ISSN 2089-0346 (Print) || ISSN 2503-1139 (Online) Volume 11, Nomor 02, Desember 2021

or psoriasis: partially controlled, single-blinded study. Complement Ther Med. 2003;11(4):226–34.


12. Alonso C, Larburu I, Bon E, González MM, Iglesias MT, Urreta I, et al. Efficacy of petrolatum jelly
for the prevention of diaper rash: a randomized clinical trial. J Spec Pediatr Nurs. 2013;18(2):123–32.
13. Sebayang SM, Sembiring E. Efektivitas Pemberian Minyak Zaitun Terhadap Ruam Popok pada Balita
Usia 0-36 Bulan. Indones Trust Heal J. 2020;3(1):258–64.
14. Tüzün Y, Wolf R, Bağlam S, Engin B. Diaper (napkin) dermatitis: a fold (intertriginous) dermatosis.
Clin Dermatol. 2015;33(4):477–82.
15. Astuti AD, Alfiyanti D, Nurullita U. PENGARUH PERIANAL HYGIENE DENGAN AIR
REBUSAN DAUN SIRIH TERHADAP DERAJAT DIAPER DERMATITIS PADA ANAK
PENGGUNA DIAPERS USIA 6-24 BULAN DI RSUD TUGUREJO SEMARANG. Karya Ilm. 2016;
16. Hamdanah M. PENGARUH PEMBERIAN MINYAK ZAITUN DAN ALOEVERA TERHADAP
DERAJAT RUAM POPOK PADA BAYI USIA 0-12 BULAN (Studi di BPM Munifah, Amd. Keb.
Desa Paterongan Galis Bangkalan). STIKes Ngudia Husada Madura; 2021.
17. Merrill L. Prevention, treatment and parent education for diaper dermatitis. Nurs Womens Health.
2015;19(4):324–37.
18. Visscher MO, Adam R, Brink S, Odio M. Newborn infant skin: physiology, development, and care.
Clin Dermatol. 2015;33(3):271–80.
19. Ngatmi N, Nurhaeni N, Wanda D. Pemenuhan Kebutuhan Kenyamanan Pada Anak Dengan Ruam
Popok Melalui Penerapan Virgin Coconut Oil (VCO) Dengan Pendekatan Teori Comfort Kolcaba.
JIKO (Jurnal Ilm Keperawatan Orthop. 2019;3(1):28–36.
20. Atikasari RG, Malik DA, Widayati RI. Systematic Review and Meta-analysis of the Effectiveness of
Topical Aloe vera on Diaper Dermatitis with Parameters Degree of Diaper Dermatitis with Scale.
Dermatol Res. 2021; 3 (2): 1-11. Corresp Jl Prof Soedarto, Tembalang, Tembalang Sub-district, Kota
Semarang Dist Cent Java. 50275.
21. Panahi Y, Sharif MR, Sharif A, Beiraghdar F, Zahiri Z, Amirchoopani G, et al. A randomized
comparative trial on the therapeutic efficacy of topical aloe vera and Calendula officinalis on diaper
dermatitis in children. Sci World J. 2012;2012.
22. Troutbeck RJ, Kako S. Limited priority merge at unsignalized intersections. Transp Res Part A Policy
Pract. 1999;33(3–4):291–304.

Arum Meiranny 230 | P a g e


JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

OLESAN MINYAK ZAITUN MENGURANGI DERAJAT RUAM POPOK


PADA ANAK 0-24 BULAN

Wanodya Hapsari, Fajaria Nur Aini


Poltekkes Kemenkes Semarang
Email: bidanona@yahoo.co.id

ABSTRACT
This study was to determine the reduction in the degree of diaper rash with olive
oil spread. Problems that are often found onthe baby's skin are diaper rash and
are associated with external irritants such as dirt, material from diapers, urine,
microorganisms, and friction caused by diapers and recur. The incidence of
diaper rash in Indonesia reaches 7-35% which afflicts boys and girls under three
years old. Non-pharmacological therapy in diaper rash, which is to eliminate or
reduce skin moisture and friction by replacing diapers according to capacity,
applying olive oil that contains antioxidants in high amounts of vitamin E
(α-tocopherol) and phenolic compounds.
The design of this study was quasi-experimental, with a sample of 22 infants
divided into 2 groups, each with 11 diapers rashes smeared with olive oil and 11
other infants using only cloth diapers that were changed every time they were wet,
finished chapter and tub. The population in this study were children aged 0-24
months who experienced diaper rash. The sampling technique in this study uses
a non-probability sampling method with a purposive sampling technique. Analysis
with Wilcoxon statistical tests.
The results of the study showed a significant difference between the spread of
olive oil and the use of cloth diapers on the degree of diaper rash with a
significant number of 0.007 at p <0.05.

Keywords: diaper rash; olive oil, non-farmacolog, diapers

ABSTRAK
Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengurangan derajat ruam popok dengan
olesan minyak zaitun .Masalah pada kulit bayi yang sering ditemukan adalah
ruam popok dan berhubungan dengan iritasi eksternal seperti kotoran, bahan
dari popok, urine, mikroorganisme dan gesekan yang disebabkan oleh popok dan
terjadi berulang. Di Indonesia bayi laki-laki dan perempuan yang berumur kurang
dari tiga tahun, mengalami ruam popok sekitar 7-35%. Terapi non farmakologi
pada ruam popok yaitu menghilangkan atau mengurangi kelembaban dan
gesekan kulit dengan mengganti diapers sesuai daya tampung, mengoleskan
minyak zaitun yang mengandung antioksidan dalam jumlah tinggi vitamin E
(α-tokoferol) dan senyawa fenolik.
Desain penelitian ini quasi eksperiment, dengan sampel sebanyak 22 orang bayi
dibagi menjadi 2 kelompok, masing – masing 11 orang bayi dengan ruam popok
diolesi minyak zaitun dan 11 orang bayi lainnya hanya menggunakan popok kain
yang diganti setiap kali basah, habis bab dan bak. Populasi pada penelitian ini
adalah anak usia 0-24 bulan yang mengalami ruam popok. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian in menggunakan metode non probability sampling
dengan teknik purposive sampling. Analisis dengan uji statistik Wilcoxon.
Hasil penelitian ada perbedaan bermakna antara olesan minyak zaitun dan
penggunaan popok kain terhadap derajat ruam popok dengan angka significancy
0.007 pada nilai p < 0.05.
Kata Kunci: ruam popok; minyak zaitun, non farmakologi, popok kain

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 25


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

Pendahuluan
Masalah pada kulit bayi yang sering Hasil dan Pembahasan
ditemukan diantaranya adalah ruam popok, Hasil penelitian terhadap 22 responden
dan biasanya berhubungan dengan iritasi tentang perbedaan olesan minyak zaitun dan
eksternal seperti kotoran, bahan dari popok, penggunaan popok kain terhadap derajat
urine, mikroorganisme dan gesekan yang ruam popok pada anak 0-24 bulan adalah :
disebabkan oleh popok serta biasanya ruam 1. Analisis Univariat
popok ini terjadi berulang (Yonezawa, Tabel 1
Haruna, Shiraishi, Matsuzaki, & Sanada, Distribusi Responden Menurut Umur
2014). Di Indonesia bayi laki-laki dan Umur (Bulan) Frekuensi Presentase (%)
perempuan yang berumur kurang dari tiga 2 4 18.2
tahun, mengalami ruam popok sekitar 7-35% 4 1 4.5
(Aisyah, 2018). Studi di Inggris menyebutkan 8 3 13.6
bahwa prevalensi ruam popok selama 4 10 1 4.5
minggu kehidupan adalah 25 %, sedangkan 12 6 27.3
pada anak usia 9 sampai dengan 24 bulan 20 1 4.5
dengan jenis kelamin laki-laki dan 24 6 27.3
Total 22 100.0
perempuan sebesar 16%-70% (Blume ‐
Peytavi et al., 2014). Selama ini ruam popok
Berdasarkan table 1, sebagian besar
diobati dan dicegah dengan terapi
responden berusia 12 bulan (27.3%) dan 24
farmakologi dengan memberikan salep seng
bulan (27.3%) sedangkan usia 2 bulan
oksida (zinc oxide) dan salep / injeksi
(18.2%), 8 bulan (13.6%), dan usia 4, 10, 20
kortikosteroid dan untuk terapi non
bulan anak (4.5%).
farmakologi yaitu dengan cara mengganti
Tabel 2
diapers sesuai daya tampung untuk
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
meminimalisir kelembaban dan gesekan Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
kulit, memberikan olesan minyak zaitun Laki-laki 12 54.5
dikarenakan kadungan emolien yang ada Perempuan 10 45.5
pada minyak zaitun memberikan manfaat Total 22 100.0
untuk menjaga kondisi kulit yang rusak
seperti psoriaris dan eksim. Hasil penelitian Berdasarkan table 2, sebagian besar
meyebutkan bahwa ruam popok jarang responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 12
terjadi jika menggunakan popok kain yang anak (54.5%) sedangkan yang berjenis
berjenis baik (Lokanata, 2004). kelamin perempuan 10 anak (45.5%).
Metode Penelitian Tabel 3
Penelitian ini menggunakan quasi Distribusi Derajat Ruam Popok Sebelum
–experimental design. Bayi yang mempunyai Dioles Minyak Zaitun
kriteria sebagai sampel sebanyak 22 orang Derajat Eksperimen Kontrol
bayi dibagi menjadi 2 kelompok, masing – Ruam Frek Presentase Frek Presentase
masing 11 orang bayi dengan ruam popok Popok (%) (%)
diolesi minyak zaitun dan 11 orang bayi Ringan/ 7 63.6 10 90.9
lainnya hanya menggunakan popok kain Sedang
yang diganti setiap kali basah, habis bab dan Sedang 4 36.4 0 0
bak yang berlokasi di Ruang Cempaka Sedang/ 0 0 1 9.1
RSUD Goetheng Tarunadibrata Purbalingga Berat
dengan waktu penelitian September s.d Total 11 100.0 11 100.0
November 2017 dengan populasi penelitian
adalah anak berumur 0-24 bulan yang Berdasarkan table 3, pada kelompok
mengalami ruam popok. Teknik pengambilan eksperimen sebagian besar responden
sampel menggunakan non probability sebelum dioles minyak zaitun mengalami
sampling dengan purposive sampling. derajat ruam popok yaitu ringan/sedang 7
Analisis yang digunakan adalah Univariat anak (63.6%) dan derajat ruam popok
dan Analisis Bivariat dengan uji statistik sedang 4 anak (36.4%). Sedangkan pada
Wilcoxon. kelompok control sebagian besar responden

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 26


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

sebelum dioles minyak zaitun mengalami sebagian besar responden sesudah dioles
derajat ruam popok yaitu ringan/sedang 10 minyak zaitun mengalami derajat ruam
anak (90.9%) dan sedang/berat 1 anak popok yaitu sangat ringan 63.6% sedangkan
(9.1%). pada kelompok control sebagian besar
Tabel 4 responden mengalami derajat ruam popok
Distribusi Derajat Ruam Popok sedang 72.7%. Kandungan vitamin E dan
Sesudah Dioles Minyak Zaitun asam lemak yang ada pada minyak zaitun
Derajat Eksperimen Kontrol dapat digunakan untuk merawat kulit guna
Ruam Frekuen Present Frekuen Presentas mencegah kejadian kerusakan kulit
Popok si ase (%) si e (%) (Fajriyah, Andriani, & Fatmawati, 2015).
Sangat 7 63.6% 0 0 2. Analisis Bivariat
Ringan Menunjukkan terdapat 13 orang setelah
Ringan 4 36.4% 1 9.1% dioles minyak zaitun derajat ruam popok
Ringan/ 0 0 2 18.2%
memnunjukkan perbaikan dari pada sebelum
Sedang
Sedang 0 0 8 72.7%
dioles, 7 orang lebih parah dan 2 orang
Total 11 100.0 11 100.0 dengan derajat ruam popok sama seperti
sebelum dioles minyak zaitun. Hasil uji
Berdasarkan table 4 pada kelompok Wilcoxon, diperoleh angka significancy
ekperimen sebagian besar responden 0.007, karena nilai p < 0.05 dapat
sesudah dioles minyak zaitun mengalami disimpulkan ada perbedaan bermakna
derajat ruam popok yaitu sangat ringan 7 antara olesan minyak zaitun dan
anak (63.6%) dan derajat ruam popok ringan penggunaan popok kain terhadap derajat
4 anak (36.4%). Sedangkan pada kelompok ruam popok pada anak 0-24 bulan di RSUD
control sebagian besar responden Goetheng Tarunadibrata Purbalingga..
mengalami derajat ruam popok sedang 8 Hasil uji dengan Wilcoxon membuktikan
anak (72.7%), ringan/sedang 2 anak (18.2%) adanya pengurangan derajat ruam popok
dan ringan 1 anak (9.1%). sebelum dan setelah dioleskan selama 3 hari
Sebagian besar responden berusia 12 yang dibiarkan dulu selama 20 menit di
bulan (27.3%). Insiden ruam popok di kemaluan sesudah mandi pada sore dan
Indonesia mencapai 7-35%, yang menimpa pagi hari selama dua kali sehari
bayi laki-laki dan perempuan berusia menunjukkan Ho ditolak, yang dapat dilihat
dibawah tiga tahun (Aisyah, 2018). Begitu pada p value 0,007 lebih kecil dari 0,05.
juga kejadian ruam popok di china pada Sehingga ada perbedaan bermakna antara
anak 0-36 bulan (Li, Zhu, & Dai, 2012). olesan minyak zaitun dan penggunaan
Sebagian besar responden berjenis kelamin popok kain terhadap derajat ruam popok
laki-laki sebesar 54.5%. Hal ini senada pada anak 0-24 bulan.
dengan hasil penelitian Jelita, 2014 bahwa Minyak zaitun efektif untuk mengatasi
ruam popok banyak terjadi pada anak masalah kulit, seperti pada penderita kusta.
laki-laki sebesar 54.5% dibandingkan Hasil penelitian yang dilakukan Fajriyah, dkk
dengan anak perempuan (Jelita, Asih, & tentang efektivitas minyak zaitun untuk
Nurulita, 2014). Pada kelompok eksperimen pencegahan kerusakan kulit pada pasien
sebagian besar responden sebelum dioles kusta bahwa keadaan kulit penderita kusta
minyak zaitun mengalami derajat ruam sebelum dilakukan intervensi pemberian
popok yaitu ringan/sedang 63.6%. minyak zaitun yang tidak mengalami
Sedangkan pada kelompok control sebagian kerusakan kulit sebanyak 8 responden
besar responden sebelum dioles minyak (53,3%) dan yang mengalami kerusakan
zaitun mengalami derajat ruam popok yaitu kulit sebanyak 7 responden (46,7%).
ringan/sedang 90.9%. Tanda dan gejala Keadaan kulit penderita kusta sesudah
ruam popok bervariasi dari yang ringan dilakukan intervensi pemberian minyak
sampai yang berat. Pada gejala awal zaitun yang tidak mengalami kerusakan kulit
kelainan derajat ringan seperti kemerahan sebanyak 14 responden (93,3%) dan yang
ringan di kulit pada daerah sekitar masih mengalami kerusakan kulit sebanyak
penggunaan popok yang bersifat terbatas 1 responden (6,7%). Memberikan olesan
(Lokanata, 2004). Pada kelompok ekperimen minyak zaitun dapat merawat kulit sebagai
usaha untuk mencegah kulit yang rusak,

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 27


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

dikarenakan kandungan yang ada pada RSUD Bangkinang tahun 2016 (APRIZA,
minyak zaitun berupa lemak asam, vitamin E 2017).
yang bermanfaat untuk anti oksidan alami
dan membantu menjaga struktur sel dan Kesimpulan
membrane sel sebagai akibat kerusakan Minyak zaitun dapat digunakan sebagai
karena radikal bebas. Vitamin E berfungsi therapy nonfarmakologi dalam mengatasi
sebagai pelindung dari kerusakan bagi sel derajat ruam popok baik di Puskesmas dan
darah merah yang berperaan dalam jaringannya serta di Rumah Sakit.
pengangkutan oksigen untuk semua jaringan
tubuh. Vitamin E bermanfaat untuk Ucapan Terima Kasih
mempersingkat luka agar cepat sembuh, Terima kasih diucapkan kepada
mencegah proses penuaan dini, menjaga Poltekkes Kemenkes Semarang yang telah
kulit tetap lembab dan menambah elastisitas memberikan dana untuk penelitian ini.
kulit (Fajriyah et al., 2015).
Berdasarkan penelitian Jelita, dkk tahun Daftar Pustaka
2014 bahwa dengan uji Wilcoxon 0,011 ( <
0,05) didapatkan bahwa minyak zaitun Aisyah, S. (2018). Hubungan Pemakaian
mempunyai pengaruh dalam pengurangan Diapers Dengan Kejadian Ruam
derajat ruam popok pada anak umur 0-36 Popok Pada Bayi Usia 6–12 Bulan.
bulan yang mengalami diare dan Jurnal Kebidanan, 8(1), 8.
menggunakan diapers. Minyak zaitun Apriza, A. (2017). Pengaruh Pemberian
berfungsi memperbaiki regenerasi kulit, Minyak Zaitun (Olive Oil) Terhadap
membuat kulit tetap elastis serta menjaga Ruam Popok Pada Bayi Di Rsud
kulit dalam keadaan lembut (Jelita et al., Bangkinang Tahun 2016. Jurnal Ners,
2014). Minyak zaitun merupakan minyak 1(2).
yang ada pada saat zaman mesir kuno dan Blume‐Peytavi, U., Hauser, M., Lünnemann,
merupakan hasil dari perasan buah zaitun L., Stamatas, G. N., Kottner, J., &
dan dianggap sebagai minyak suci dan Garcia Bartels, N. (2014). Prevention
memiliki kandungan vitamin dan mineral Of Diaper Dermatitis In Infants—A
(ROFINGAH, 2016). Literature Review. Pediatric
Menurut penelitian Sujatni, 2012, Dermatology, 31(4), 413-429.
didapatkan hasil antara lamanya pemakaian Fajriyah, N. N., Andriani, A., & Fatmawati, F.
diapers dengan ruam popok diperoleh bayi (2015). Efektivitas Minyak Zaitun
yang memakai diapers selama 4 jam yang Untuk Pencegahan Kerusakan Kulit
mengalami ruam popok lebih banyak yaitu Pada Pasien Kusta. Jurnal Ilmiah
8% dibandingkan bayi yang memakai Kesehatan (Jik), 7(1).
diapers selama 2 jam yaitu 8%, untuk uji Jelita, M. V., Asih, S. H. M., & Nurulita, U.
statistic diperoleh nulai p = 0,356 yang (2014). Pengaruh Pemberian Minyak
berarti p > 0,05 sehingga tidak ada pengaruh Zaitun (Olive Oil) Terhadap Derajat
antara lamanya pemakaian diapers terhadap Ruam Popok Pada Anak Diare
ruam popok pada anak (Sujatni, Hartini, & Pengguna Diapers Usia 0-36 Bulan
Kusuma, 2013). Di Rsud Ungaran Semarang. Karya
Penelitian yang dilakukan Apriza tahun Ilmiah.
2017 dengan hasil penelitian bahwa Li, C., Zhu, Z., & Dai, Y. (2012). Diaper
sebelum pemberian minyak zaitun (olive Dermatitis: A Survey Of Risk Factors
oil) ruam popok pada bayi paling banyak For Children Aged 1-24 Months In
pada derajat sedang yaitu 10 responden China. Journal Of International
(66.7%) sedangkan sesudah pemberian Medical Research, 40(5), 1752-1760.
minyak zaitun (olive oil) ruam popok pada Lokanata, M. D. (2004). Eksim Pada Bayi
bayi paling banyak pada derajat ringan yaitu Dan Anak. Jakarta: Fakultas
7 responden (46.6%). Uji t-test dependent Kedokteran Universitas Indonesia.
menunjukkan nilai P value = 0,000 ( ≤ Rofingah, H. (2016). Efektifitas Penggunaan
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Minyak Zaitun Dalam Kombinasi Pijat
ada pengaruh pemberian minyak zaitun Woolwich Dan Endorphin Pada
(olive oil) terhadap ruam popok pada bayi di Kelancaran Asi Ibu Nifas Ny. F Umur

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 28


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

19 Tahun Di Bpm Djumi Widarti


Sampang Sempor Kebumen. Stikes
Muhammadiyah Gombong.
Sujatni, R. A., Hartini, S., & Kusuma, M. A. B.
(2013). Pengaruh Lamanya
Pemakaian Diapers Terhadap Ruam
Diapers Pada Anak Diare Usia 6-12
Bulan Di Rsud Tugurejo Semarang.
Karya Ilmiah.
Yonezawa, K., Haruna, M., Shiraishi, M.,
Matsuzaki, M., & Sanada, H. (2014).
Relationship Between Skin Barrier
Function In Early Neonates And
Diaper Dermatitis During The First
Month Of Life: A Prospective
Observational Study. Pediatric
Dermatology, 31(6), 692-697.

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 29


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

OLESAN MINYAK ZAITUN MENGURANGI DERAJAT RUAM POPOK


PADA ANAK 0-24 BULAN

Wanodya Hapsari, Fajaria Nur Aini


Poltekkes Kemenkes Semarang
Email: bidanona@yahoo.co.id

ABSTRACT
This study was to determine the reduction in the degree of diaper rash with olive
oil spread. Problems that are often found onthe baby's skin are diaper rash and
are associated with external irritants such as dirt, material from diapers, urine,
microorganisms, and friction caused by diapers and recur. The incidence of
diaper rash in Indonesia reaches 7-35% which afflicts boys and girls under three
years old. Non-pharmacological therapy in diaper rash, which is to eliminate or
reduce skin moisture and friction by replacing diapers according to capacity,
applying olive oil that contains antioxidants in high amounts of vitamin E
(α-tocopherol) and phenolic compounds.
The design of this study was quasi-experimental, with a sample of 22 infants
divided into 2 groups, each with 11 diapers rashes smeared with olive oil and 11
other infants using only cloth diapers that were changed every time they were wet,
finished chapter and tub. The population in this study were children aged 0-24
months who experienced diaper rash. The sampling technique in this study uses
a non-probability sampling method with a purposive sampling technique. Analysis
with Wilcoxon statistical tests.
The results of the study showed a significant difference between the spread of
olive oil and the use of cloth diapers on the degree of diaper rash with a
significant number of 0.007 at p <0.05.

Keywords: diaper rash; olive oil, non-farmacolog, diapers

ABSTRAK
Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengurangan derajat ruam popok dengan
olesan minyak zaitun .Masalah pada kulit bayi yang sering ditemukan adalah
ruam popok dan berhubungan dengan iritasi eksternal seperti kotoran, bahan
dari popok, urine, mikroorganisme dan gesekan yang disebabkan oleh popok dan
terjadi berulang. Di Indonesia bayi laki-laki dan perempuan yang berumur kurang
dari tiga tahun, mengalami ruam popok sekitar 7-35%. Terapi non farmakologi
pada ruam popok yaitu menghilangkan atau mengurangi kelembaban dan
gesekan kulit dengan mengganti diapers sesuai daya tampung, mengoleskan
minyak zaitun yang mengandung antioksidan dalam jumlah tinggi vitamin E
(α-tokoferol) dan senyawa fenolik.
Desain penelitian ini quasi eksperiment, dengan sampel sebanyak 22 orang bayi
dibagi menjadi 2 kelompok, masing – masing 11 orang bayi dengan ruam popok
diolesi minyak zaitun dan 11 orang bayi lainnya hanya menggunakan popok kain
yang diganti setiap kali basah, habis bab dan bak. Populasi pada penelitian ini
adalah anak usia 0-24 bulan yang mengalami ruam popok. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian in menggunakan metode non probability sampling
dengan teknik purposive sampling. Analisis dengan uji statistik Wilcoxon.
Hasil penelitian ada perbedaan bermakna antara olesan minyak zaitun dan
penggunaan popok kain terhadap derajat ruam popok dengan angka significancy
0.007 pada nilai p < 0.05.
Kata Kunci: ruam popok; minyak zaitun, non farmakologi, popok kain

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 25


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

Pendahuluan
Masalah pada kulit bayi yang sering Hasil dan Pembahasan
ditemukan diantaranya adalah ruam popok, Hasil penelitian terhadap 22 responden
dan biasanya berhubungan dengan iritasi tentang perbedaan olesan minyak zaitun dan
eksternal seperti kotoran, bahan dari popok, penggunaan popok kain terhadap derajat
urine, mikroorganisme dan gesekan yang ruam popok pada anak 0-24 bulan adalah :
disebabkan oleh popok serta biasanya ruam 1. Analisis Univariat
popok ini terjadi berulang (Yonezawa, Tabel 1
Haruna, Shiraishi, Matsuzaki, & Sanada, Distribusi Responden Menurut Umur
2014). Di Indonesia bayi laki-laki dan Umur (Bulan) Frekuensi Presentase (%)
perempuan yang berumur kurang dari tiga 2 4 18.2
tahun, mengalami ruam popok sekitar 7-35% 4 1 4.5
(Aisyah, 2018). Studi di Inggris menyebutkan 8 3 13.6
bahwa prevalensi ruam popok selama 4 10 1 4.5
minggu kehidupan adalah 25 %, sedangkan 12 6 27.3
pada anak usia 9 sampai dengan 24 bulan 20 1 4.5
dengan jenis kelamin laki-laki dan 24 6 27.3
Total 22 100.0
perempuan sebesar 16%-70% (Blume ‐
Peytavi et al., 2014). Selama ini ruam popok
Berdasarkan table 1, sebagian besar
diobati dan dicegah dengan terapi
responden berusia 12 bulan (27.3%) dan 24
farmakologi dengan memberikan salep seng
bulan (27.3%) sedangkan usia 2 bulan
oksida (zinc oxide) dan salep / injeksi
(18.2%), 8 bulan (13.6%), dan usia 4, 10, 20
kortikosteroid dan untuk terapi non
bulan anak (4.5%).
farmakologi yaitu dengan cara mengganti
Tabel 2
diapers sesuai daya tampung untuk
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
meminimalisir kelembaban dan gesekan Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
kulit, memberikan olesan minyak zaitun Laki-laki 12 54.5
dikarenakan kadungan emolien yang ada Perempuan 10 45.5
pada minyak zaitun memberikan manfaat Total 22 100.0
untuk menjaga kondisi kulit yang rusak
seperti psoriaris dan eksim. Hasil penelitian Berdasarkan table 2, sebagian besar
meyebutkan bahwa ruam popok jarang responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 12
terjadi jika menggunakan popok kain yang anak (54.5%) sedangkan yang berjenis
berjenis baik (Lokanata, 2004). kelamin perempuan 10 anak (45.5%).
Metode Penelitian Tabel 3
Penelitian ini menggunakan quasi Distribusi Derajat Ruam Popok Sebelum
–experimental design. Bayi yang mempunyai Dioles Minyak Zaitun
kriteria sebagai sampel sebanyak 22 orang Derajat Eksperimen Kontrol
bayi dibagi menjadi 2 kelompok, masing – Ruam Frek Presentase Frek Presentase
masing 11 orang bayi dengan ruam popok Popok (%) (%)
diolesi minyak zaitun dan 11 orang bayi Ringan/ 7 63.6 10 90.9
lainnya hanya menggunakan popok kain Sedang
yang diganti setiap kali basah, habis bab dan Sedang 4 36.4 0 0
bak yang berlokasi di Ruang Cempaka Sedang/ 0 0 1 9.1
RSUD Goetheng Tarunadibrata Purbalingga Berat
dengan waktu penelitian September s.d Total 11 100.0 11 100.0
November 2017 dengan populasi penelitian
adalah anak berumur 0-24 bulan yang Berdasarkan table 3, pada kelompok
mengalami ruam popok. Teknik pengambilan eksperimen sebagian besar responden
sampel menggunakan non probability sebelum dioles minyak zaitun mengalami
sampling dengan purposive sampling. derajat ruam popok yaitu ringan/sedang 7
Analisis yang digunakan adalah Univariat anak (63.6%) dan derajat ruam popok
dan Analisis Bivariat dengan uji statistik sedang 4 anak (36.4%). Sedangkan pada
Wilcoxon. kelompok control sebagian besar responden

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 26


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

sebelum dioles minyak zaitun mengalami sebagian besar responden sesudah dioles
derajat ruam popok yaitu ringan/sedang 10 minyak zaitun mengalami derajat ruam
anak (90.9%) dan sedang/berat 1 anak popok yaitu sangat ringan 63.6% sedangkan
(9.1%). pada kelompok control sebagian besar
Tabel 4 responden mengalami derajat ruam popok
Distribusi Derajat Ruam Popok sedang 72.7%. Kandungan vitamin E dan
Sesudah Dioles Minyak Zaitun asam lemak yang ada pada minyak zaitun
Derajat Eksperimen Kontrol dapat digunakan untuk merawat kulit guna
Ruam Frekuen Present Frekuen Presentas mencegah kejadian kerusakan kulit
Popok si ase (%) si e (%) (Fajriyah, Andriani, & Fatmawati, 2015).
Sangat 7 63.6% 0 0 2. Analisis Bivariat
Ringan Menunjukkan terdapat 13 orang setelah
Ringan 4 36.4% 1 9.1% dioles minyak zaitun derajat ruam popok
Ringan/ 0 0 2 18.2%
memnunjukkan perbaikan dari pada sebelum
Sedang
Sedang 0 0 8 72.7%
dioles, 7 orang lebih parah dan 2 orang
Total 11 100.0 11 100.0 dengan derajat ruam popok sama seperti
sebelum dioles minyak zaitun. Hasil uji
Berdasarkan table 4 pada kelompok Wilcoxon, diperoleh angka significancy
ekperimen sebagian besar responden 0.007, karena nilai p < 0.05 dapat
sesudah dioles minyak zaitun mengalami disimpulkan ada perbedaan bermakna
derajat ruam popok yaitu sangat ringan 7 antara olesan minyak zaitun dan
anak (63.6%) dan derajat ruam popok ringan penggunaan popok kain terhadap derajat
4 anak (36.4%). Sedangkan pada kelompok ruam popok pada anak 0-24 bulan di RSUD
control sebagian besar responden Goetheng Tarunadibrata Purbalingga..
mengalami derajat ruam popok sedang 8 Hasil uji dengan Wilcoxon membuktikan
anak (72.7%), ringan/sedang 2 anak (18.2%) adanya pengurangan derajat ruam popok
dan ringan 1 anak (9.1%). sebelum dan setelah dioleskan selama 3 hari
Sebagian besar responden berusia 12 yang dibiarkan dulu selama 20 menit di
bulan (27.3%). Insiden ruam popok di kemaluan sesudah mandi pada sore dan
Indonesia mencapai 7-35%, yang menimpa pagi hari selama dua kali sehari
bayi laki-laki dan perempuan berusia menunjukkan Ho ditolak, yang dapat dilihat
dibawah tiga tahun (Aisyah, 2018). Begitu pada p value 0,007 lebih kecil dari 0,05.
juga kejadian ruam popok di china pada Sehingga ada perbedaan bermakna antara
anak 0-36 bulan (Li, Zhu, & Dai, 2012). olesan minyak zaitun dan penggunaan
Sebagian besar responden berjenis kelamin popok kain terhadap derajat ruam popok
laki-laki sebesar 54.5%. Hal ini senada pada anak 0-24 bulan.
dengan hasil penelitian Jelita, 2014 bahwa Minyak zaitun efektif untuk mengatasi
ruam popok banyak terjadi pada anak masalah kulit, seperti pada penderita kusta.
laki-laki sebesar 54.5% dibandingkan Hasil penelitian yang dilakukan Fajriyah, dkk
dengan anak perempuan (Jelita, Asih, & tentang efektivitas minyak zaitun untuk
Nurulita, 2014). Pada kelompok eksperimen pencegahan kerusakan kulit pada pasien
sebagian besar responden sebelum dioles kusta bahwa keadaan kulit penderita kusta
minyak zaitun mengalami derajat ruam sebelum dilakukan intervensi pemberian
popok yaitu ringan/sedang 63.6%. minyak zaitun yang tidak mengalami
Sedangkan pada kelompok control sebagian kerusakan kulit sebanyak 8 responden
besar responden sebelum dioles minyak (53,3%) dan yang mengalami kerusakan
zaitun mengalami derajat ruam popok yaitu kulit sebanyak 7 responden (46,7%).
ringan/sedang 90.9%. Tanda dan gejala Keadaan kulit penderita kusta sesudah
ruam popok bervariasi dari yang ringan dilakukan intervensi pemberian minyak
sampai yang berat. Pada gejala awal zaitun yang tidak mengalami kerusakan kulit
kelainan derajat ringan seperti kemerahan sebanyak 14 responden (93,3%) dan yang
ringan di kulit pada daerah sekitar masih mengalami kerusakan kulit sebanyak
penggunaan popok yang bersifat terbatas 1 responden (6,7%). Memberikan olesan
(Lokanata, 2004). Pada kelompok ekperimen minyak zaitun dapat merawat kulit sebagai
usaha untuk mencegah kulit yang rusak,

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 27


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

dikarenakan kandungan yang ada pada RSUD Bangkinang tahun 2016 (APRIZA,
minyak zaitun berupa lemak asam, vitamin E 2017).
yang bermanfaat untuk anti oksidan alami
dan membantu menjaga struktur sel dan Kesimpulan
membrane sel sebagai akibat kerusakan Minyak zaitun dapat digunakan sebagai
karena radikal bebas. Vitamin E berfungsi therapy nonfarmakologi dalam mengatasi
sebagai pelindung dari kerusakan bagi sel derajat ruam popok baik di Puskesmas dan
darah merah yang berperaan dalam jaringannya serta di Rumah Sakit.
pengangkutan oksigen untuk semua jaringan
tubuh. Vitamin E bermanfaat untuk Ucapan Terima Kasih
mempersingkat luka agar cepat sembuh, Terima kasih diucapkan kepada
mencegah proses penuaan dini, menjaga Poltekkes Kemenkes Semarang yang telah
kulit tetap lembab dan menambah elastisitas memberikan dana untuk penelitian ini.
kulit (Fajriyah et al., 2015).
Berdasarkan penelitian Jelita, dkk tahun Daftar Pustaka
2014 bahwa dengan uji Wilcoxon 0,011 ( <
0,05) didapatkan bahwa minyak zaitun Aisyah, S. (2018). Hubungan Pemakaian
mempunyai pengaruh dalam pengurangan Diapers Dengan Kejadian Ruam
derajat ruam popok pada anak umur 0-36 Popok Pada Bayi Usia 6–12 Bulan.
bulan yang mengalami diare dan Jurnal Kebidanan, 8(1), 8.
menggunakan diapers. Minyak zaitun Apriza, A. (2017). Pengaruh Pemberian
berfungsi memperbaiki regenerasi kulit, Minyak Zaitun (Olive Oil) Terhadap
membuat kulit tetap elastis serta menjaga Ruam Popok Pada Bayi Di Rsud
kulit dalam keadaan lembut (Jelita et al., Bangkinang Tahun 2016. Jurnal Ners,
2014). Minyak zaitun merupakan minyak 1(2).
yang ada pada saat zaman mesir kuno dan Blume‐Peytavi, U., Hauser, M., Lünnemann,
merupakan hasil dari perasan buah zaitun L., Stamatas, G. N., Kottner, J., &
dan dianggap sebagai minyak suci dan Garcia Bartels, N. (2014). Prevention
memiliki kandungan vitamin dan mineral Of Diaper Dermatitis In Infants—A
(ROFINGAH, 2016). Literature Review. Pediatric
Menurut penelitian Sujatni, 2012, Dermatology, 31(4), 413-429.
didapatkan hasil antara lamanya pemakaian Fajriyah, N. N., Andriani, A., & Fatmawati, F.
diapers dengan ruam popok diperoleh bayi (2015). Efektivitas Minyak Zaitun
yang memakai diapers selama 4 jam yang Untuk Pencegahan Kerusakan Kulit
mengalami ruam popok lebih banyak yaitu Pada Pasien Kusta. Jurnal Ilmiah
8% dibandingkan bayi yang memakai Kesehatan (Jik), 7(1).
diapers selama 2 jam yaitu 8%, untuk uji Jelita, M. V., Asih, S. H. M., & Nurulita, U.
statistic diperoleh nulai p = 0,356 yang (2014). Pengaruh Pemberian Minyak
berarti p > 0,05 sehingga tidak ada pengaruh Zaitun (Olive Oil) Terhadap Derajat
antara lamanya pemakaian diapers terhadap Ruam Popok Pada Anak Diare
ruam popok pada anak (Sujatni, Hartini, & Pengguna Diapers Usia 0-36 Bulan
Kusuma, 2013). Di Rsud Ungaran Semarang. Karya
Penelitian yang dilakukan Apriza tahun Ilmiah.
2017 dengan hasil penelitian bahwa Li, C., Zhu, Z., & Dai, Y. (2012). Diaper
sebelum pemberian minyak zaitun (olive Dermatitis: A Survey Of Risk Factors
oil) ruam popok pada bayi paling banyak For Children Aged 1-24 Months In
pada derajat sedang yaitu 10 responden China. Journal Of International
(66.7%) sedangkan sesudah pemberian Medical Research, 40(5), 1752-1760.
minyak zaitun (olive oil) ruam popok pada Lokanata, M. D. (2004). Eksim Pada Bayi
bayi paling banyak pada derajat ringan yaitu Dan Anak. Jakarta: Fakultas
7 responden (46.6%). Uji t-test dependent Kedokteran Universitas Indonesia.
menunjukkan nilai P value = 0,000 ( ≤ Rofingah, H. (2016). Efektifitas Penggunaan
0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Minyak Zaitun Dalam Kombinasi Pijat
ada pengaruh pemberian minyak zaitun Woolwich Dan Endorphin Pada
(olive oil) terhadap ruam popok pada bayi di Kelancaran Asi Ibu Nifas Ny. F Umur

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 28


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
JURNAL SAINS KEBIDANAN
Vol. 1 No. 1 November 2019

19 Tahun Di Bpm Djumi Widarti


Sampang Sempor Kebumen. Stikes
Muhammadiyah Gombong.
Sujatni, R. A., Hartini, S., & Kusuma, M. A. B.
(2013). Pengaruh Lamanya
Pemakaian Diapers Terhadap Ruam
Diapers Pada Anak Diare Usia 6-12
Bulan Di Rsud Tugurejo Semarang.
Karya Ilmiah.
Yonezawa, K., Haruna, M., Shiraishi, M.,
Matsuzaki, M., & Sanada, H. (2014).
Relationship Between Skin Barrier
Function In Early Neonates And
Diaper Dermatitis During The First
Month Of Life: A Prospective
Observational Study. Pediatric
Dermatology, 31(6), 692-697.

Copyright @2019 JURNAL SAINS KEBIDANAN 29


http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JSK/
International Journal of Women’s Dermatology 7 (2021) 466–470

Contents lists available at ScienceDirect

International Journal of Women’s Dermatology

Review

A new therapeutic horizon in diaper dermatitis: Novel agents with novel


action
Adelaide A. Hebert MD
The UTHealth McGovern Medical School – Houston, Houston, TX, United States

a r t i c l e i n f o a b s t r a c t

Article history: Objective: This review looks at novel combinations of topical agents (i.e., zinc gluconate, zinc oxide, dex-
Received 16 July 2020 panthenol, and taurine) that target a combination of mechanisms in diaper dermatitis.
Received in revised form 20 January 2021 Methods: A literature search of published studies was conducted using the search terms ‘‘diaper dermati-
Accepted 7 February 2021
tis”, ‘‘treatment of diaper dermatitis in infants”, ‘‘treatment of diaper dermatitis in adults”, ‘‘nons-
teroidal”, ‘‘nonantibiotic”, ‘‘antiinflammatory”, ‘‘moisturizer”, and ‘‘treatment for irritation”. A total of
207 related articles were screened, and those categorized as clinical trials and reviews were studied
Keywords:
Zinc gluconate
and compared. Articles with common themes were categorized, summarized, and presented herein.
Zinc oxide Results: Diaper dermatitis, also referred to as diaper rash, napkin dermatitis, and nappy rash, is the most
Dexpanthenol common skin eruption in infants and toddlers. In the last several years, there have been several techno-
Taurine logic advances in diaper design to lessen the severity of diaper dermatitis symptoms. However, due to the
Diaper dermatitis unique environment of the diaper area, children and adults continue to have recurring symptoms of dia-
Novel treatment per dermatitis. Both commercially available products and certain home remedies are considered effective
for managing sensitive and delicate skin in the diaper area. These topical agents create a protective bar-
rier over the skin and reduce the impact of external irritants, which cause the reddening and burning sen-
sation often associated with diaper dermatitis.
Conclusion: A range of therapeutic strategies for preventing and controlling diaper dermatitis are sum-
marized in this manuscript.
Ó 2021 Published by Elsevier Inc. on behalf of Women’s Dermatologic Society. This is an open access
article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).

Contents

Introduction. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 467
Materials and methods . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 467
Results and discussion . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 467
Facing unmet needs in diaper dermatitis care . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 467
Clinical evaluation of novel creams and solutions for diaper dermatitis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 467
Zinc salts . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 468
Topical D-panthenol (dexpanthenol) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 468
Taurine . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 468
Plant-derived remedies . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 468
Petrolatum-based barriers/creams . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 469
Combination agents . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 469
Conclusions and recommendations . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 469
Conflicts of interest . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 469
Funding . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 469
Study approval . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 469
References . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 469

E-mail address: Adelaide.A.Hebert@uth.tmc.edu

https://doi.org/10.1016/j.ijwd.2021.02.003
2352-6475/Ó 2021 Published by Elsevier Inc. on behalf of Women’s Dermatologic Society.
This is an open access article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
A.A. Hebert International Journal of Women’s Dermatology 7 (2021) 466–470

Introduction posable, superabsorbent, and breathable diapers, frequent diaper


changing, gentle cleansing, and the application of protective emol-
Various etiologic factors have been identified and considered lients and agents that promote the restoration of the natural and
important in irritant diaper dermatitis (IDD), namely maceration, physical skin barriers (Beguin et al., 2010; Blume-Peytavi and
friction, and the presence of both urine and feces (Blume-Peytavi Kanti, 2018).
and Kanti, 2018). Because newborn skin exhibits cutaneous imma- Modern topical agents (e.g., corticosteroids and antimicrobials)
turity, there exists an increased susceptibility to skin barrier dis- are known to have potent and quick effects on symptoms of diaper
ruption or percutaneous absorption of irritants. Furthermore, the dermatitis. However, the excessive, persistent, and irrational use of
skin in the diaper area is predisposed to prolonged contact with these agents have documented adverse effects (e.g., skin atrophy,
urine and feces, as well as diaper occlusion, which leads to overhy- pigmentary alterations, suppression of the hypothalamic–pitui
dration and alterations in skin pH. This milieu promotes damage to tary–adrenal axis, and bacterial resistance), which may preclude
the structure of the stratum corneum, which directly contributes to the positive effects of treatment (Sharifi-Heris et al., 2018a) Hence,
the impaired barrier function. Prolonged exposure to urine and novel approaches and combinations have been explored as a
feces leads to a more alkaline pH in diapered skin, which results replacement for the usual options for this condition.
in changes in microbial colonization, activation of fecal protease In this review, nonsteroidal, nonantibiotic topical agents with
and lipase enzymes, and stratum corneum impairment. Friction known therapeutic effects on diaper dermatitis are discussed.
from wet diapers can lead to a breakdown of the skin barrier and The pathophysiologic quaternity of diaper dermatitis is also pro-
increased cutaneous permeability to potential irritants or inflam- posed as an alternative approach to identify targets for treatment
matory triggers. These factors, which summarily may be referred in this skin condition. In addition, the cosmetic properties of skin
to as the pathophysiologic quaternity of diaper dermatitis, are care products for diaper dermatitis prevention and management
believed to contribute to the disease process in varying degrees are reviewed and summarized.
(Fig. 1; Blume-Peytavi and Kanti, 2018).
Concurrently, due to an aging population, a growing number of Materials and methods
adult patients have incontinence associated dermatitis (IAD),
which has much in common with the infant variant. Like IDD, A literature search of published studies was conducted in Med-
moist occlusion leads to increased susceptibility for skin friction Line and Google Scholar using the search terms ‘‘diaper dermati-
and increased skin hydration, as well as alkalization of skin pH, tis”, ‘‘treatment of diaper dermatitis in infants”, ‘‘treatment of
which strongly impair the barrier function of the stratum corneum. diaper dermatitis in adults”, ‘‘nonsteroidal”, ‘‘nonantibiotic”,
Eventually, fecal enzymes attack the skin, further adding to the ‘‘antiinflammatory”, ‘‘barrier cream”, ‘‘repair cream”, ‘‘moistur-
damage. In addition to these changes, age-associated skin changes izer”, ‘‘home remedy”, and ‘‘treatment for irritation”. A total of
lead to a prolonged recovery of the epidermal barrier, the skin 207 related articles were screened, and those categorized as clini-
becomes prone to xerosis, and the surface pH shifts away from cal trials and reviews were studied and compared as deemed
the protective acidic state. Additionally, overt malnutrition or appropriate.
micronutrient deficiencies, which are common in the aged popula-
tion, may further restrict reparative responses to harmful stimuli
(Beguin et al., 2010). Results and discussion
The aim of appropriate skin care practices to prevent IDD and
IAD is to support skin barrier function, maintain appropriate dry- Facing unmet needs in diaper dermatitis care
ness, reduce friction, and limit exposure to irritants. Therefore, to
prevent IDD and IAD, the most recommended modalities are dis- The management of IDD and IAD is based on two major objec-
tives: acceleration of healing of damaged skin and prevention of
recurring diaper dermatitis. Preventive management of IDD and
IAD relies on knowledge of its etiology and elimination of causative
factors (Blume-Peytavi and Kanti. 2018). Unfortunately, although
most commonly available treatments have individually been
shown to provide some relief, they have yet to demonstrate full
restoration of normal barrier function. Overcoming limitations in
choosing the safest, most effective, and cost-efficient type of treat-
ment remains challenging (Sharifi-Heris et al., 2018a).
Common limitations of clinical evaluation studies in IDD and
IAD therapy include inconsistent description of clinical characteris-
tics and a lack of correlation between these characteristics and the
condition of diapered skin. Also, many studies have focused solely
on the efficacy of interventions with no understanding of the link
between symptom severity and contributing risk factors (Esser
and Johnson, 2020). Variable quality among the different clinical
studies that evaluate the efficacy of these interventions is known
to exist (Burdall et al., 2019). Hence, more prospective studies eval-
uating the mechanism and clinical effects of therapeutic options
for diaper dermatitis are needed. Herein, we review the most used
components of topical skincare products for IDD and IAD.

Clinical evaluation of novel creams and solutions for diaper dermatitis

The studies reviewed identified agents frequently identified as


Fig. 1. Pathophysiologic quaternity of diaper dermatitis. topical agents used as repair and/or barrier creams, some with
467
A.A. Hebert International Journal of Women’s Dermatology 7 (2021) 466–470

Fig. 2. Efficacy of Relizema baby care and Relizema spray and go in the reduction of skin erythema in infants and toddlers with diaper dermatitis after 2 weeks of treatment.
The studies confirmed the products’ efficacy with very good skin acceptability after application of both products at every diaper change for 28 consecutive days ± 2 days in
infants and toddlers age 3 to 36 months with slight skin irritation of the nappy area. The pediatrician examined the treated zone (at the beginning of the study and after 2 and
4 weeks).

Table 1 Topical D-panthenol (dexpanthenol)


Ratings on parameters of cosmetic acceptability, rate 2 and 3 on 0–3 scale (3 being the Topical dexpanthenol, the D enantiomer of panthenol, has
highest level of agreement) after 28 days of product use.
moisturizer-like properties that are attributed to its hygroscopic
Items rated Subjects satisfied Subjects satisfied nature. This ingredient acts as a humectant, but the full mechanism
with baby care cream, with spray and go, of action has not been well elucidated. Studies have evaluated dex-
% %
panthenol formulas in two different lipophilic vehicles on the epi-
Moisturizing efficacy 100 100 dermal barrier function in vivo. When used for 7 days, these
Softening effects on skin 100 100
topicals improved stratum corneum hydration and reduced
Ease of application 100 100
Pleasant smell 95 95 transepidermal water loss (Ebner et al., 2002).
Would you recommend this 100 100
product to friends or Taurine
family? Taurine in topical products has also been shown to provide
additional protection against oxidative stress associated with var-
ious inflammatory diseases. Topical taurine significantly stimu-
lates the synthesis of all three classes of barrier lipids
anti-inflammatory components. Among these products are zinc (ceramides, cholesterol, and fatty acids) in reconstructed epider-
salts (i.e., zinc gluconate and zinc oxide), dexpanthenol, taurine, mis. This suggests that taurine helps prevent surfactant-induced
botanicals/traditional medicines, and petrolatum hydrogel bar- dry and scaly skin by modulating the proinflammatory response
rier/repair creams or ointments. Studies evaluating the clinical and stimulating epidermal lipid synthesis (Anderheggen et al.,
benefits of these agents are highlighted. 2006).
In vitro studies have shown how taurine accumulation in cul-
Zinc salts tured keratinocytes protected these cells from both osmotically
The oxide salt of zinc has nearly zero solubility in water and has induced and ultraviolet-induced apoptosis. This protective action
a mild anti-inflammatory, anti-irritant, regenerative, and moistur- is probably due to taurine’s epidermal osmolyte properties that
izing effect (Sharifi-Heris et al., 2018a). Topical zinc oxide has been maintain keratinocyte hydration in a dry environment (Janeke
found to have strong antioxidant and antibacterial properties et al., 2003). Other studies have highlighted its potential antioxi-
(Gupta et al., 2014). There have been 17 studies on the antimicro- dant and anti-inflammatory properties in vivo (i.e., gingival epithe-
bial properties of zinc oxide, which has shown effective antibacte- lium studies; Gültekin et al., 2012) and in clinical studies (i.e.,
rial properties against Streptococcus mutans (Almoudi et al., 2018). rheumatoid arthritis; Marcinkiewicz and Kontny, 2014).
Additionally, zinc oxide-based ointments act as a physical barrier
to water absorption and reduces bacterial infections in mild der- Plant-derived remedies
matitis by inhibiting the adhesion and penetration of microorgan- Medicinal plants have been used in folk medicine since prehis-
isms. More importantly, no serious side effects have been reported toric times. These botanicals have been found to possess antimi-
in many decades of use. crobial and anti-inflammatory properties (Panahi et al., 2012).
Zinc oxide ointment 5% can be used to reduce the symptoms of Home remedies derived from plants that have been evaluated in
diarrhea-induced diaper dermatitis. This barrier agent has antiper- clinical trials to treat diaper rash include aloe vera, Calendula offic-
spirant properties in the diaper area, in combination with potas- inalis (marigold), and Olea europaea (source of olive oil), and their
sium, and is used as a topical treatment for dermatitis in effectiveness is most likely attributed to their soothing properties
children in combination with glycerin. The effects are most appre- on the skin or the barrier effects of the natural oils (Mahmoudi
ciated if zinc oxide is applied after each diaper change. et al., 2015; Panahi et al., 2012; Sharifi-Heris et al., 2018b). Other
Reports of low doses of systemic zinc gluconate have been pre- traditional remedies include extracts from Malus domestica (apple
viously evaluated for treatment of inflammatory acne (Dreno et al., cider vinegar from apples), Lawsonia inermis (henna), and citrus
1989), with clinical response attributed to the antimicrobial and fruits (citric acid), which may have antimicrobial or antifungal
anti-inflammatory effects of zinc. effects due to tannins or organic acids (Keshavarz et al., 2016;
468
A.A. Hebert International Journal of Women’s Dermatology 7 (2021) 466–470

Lavender et al., 2012; Mota et al., 2015). An evaluation of external irritants and providing additional humectant and antiox-
C. officinalis versus topical aloe vera showed that, although both idant protection for both children and adults with diaper dermati-
botanicals reduced the severity of diaper dermatitis, C. officinalis tis. More prospective, controlled studies in synergy with objective
was superior to aloe in terms of reducing the rash sites (Panahi diagnostic tools evaluating the signs and symptoms of diaper der-
et al., 2012). Infants and children treated with henna had a greater matitis could provide invaluable insights in the effective manage-
rate of improvement compared with hydrocortisone, which is ment of diaper dermatitis in the near future.
likely due to the anti-inflammatory and antimicrobial properties
of henna (Keshavarz et al., 2016).
Conflicts of interest

Petrolatum-based barriers/creams Dr. Hebert has served as a consultant and speaker for RELIFE.
The preventive barrier effects of petrolatum jelly and She has received honoraria for those activities.
petrolatum-based formulations delivered by a disposable diaper
have been evaluated in clinical studies. Continuous dosimetric
Funding
topical application from the diaper was shown to significantly
improve skin roughness and to reduce erythema and diaper der-
RELIFE S.r.l. provided an unrestricted educational grant in sup-
matitis severity (Odio et al., 2000a, 2000b). By itself, petrolatum
port of this manuscript.
jelly lowered the incidence of diaper rash, but not significantly
compared with the control group (Alonso et al., 2013).
Study approval
Combination agents
The clinical benefit of combination barrier creams (zinc oxide), The author(s) confirm that any aspect of the work covered in
repair creams (dexpanthenol) enriched with anti-inflammatory this manuscript that has involved human patients has been con-
properties (from taurine), and antimicrobial properties (from zinc ducted with the ethical approval of all relevant bodies.
gluconate) as effective treatments in diaper dermatitis has come
to light in recent years. A formulation combining these agents References
has been evaluated and shown to have good dermoprotective effi-
Almoudi MM, Hussein AS, Abu Hassan MI, Mohamad Zain N. A systematic review on
cacy (Eurofins, 2017c), erythema-reducing properties (Cavalli and antibacterial activity of zinc against Streptococcus mutans. Saudi Dent J
Cimaz, 2013), and good cosmetic acceptability (Eurofins, 2017c). 2018;30(4):283–91.
Limited clinical studies by an independent dermatologic labora- Alonso C, Larburu I, Bon E, González MM, Iglesias MT, Urreta I, Emparanza JI.
Efficacy of petrolatum jelly for the prevention of diaper rash: A randomized
tory in Europe evaluated a range of skincare products from RELIFE
clinical trial. J Spec Pediatr Nurs 2013;18(2):123–32.
S.R.L. Relizema baby care cream, composed of zinc gluconate, tau- Anderheggen B, Jassoy C, Waldmann-Laue M, Förster T, Wadle A, Doering T. Taurine
rine, dexpanthenol, zinc oxide, and almond oil, as well as Relizema improves epidermal barrier properties stressed by surfactants - A role for
osmolytes in barrier homeostasis. J Cosmet Sci 2006;57(1):1–10.
spray and go, composed of zinc gluconate, taurine, dexpanthenol,
Beguin AM, Malaquin-Pavan E, Guihaire C, Hallet-Lezy AM, Souchon S, Homann V,
and zinc oxide, were applied to treat diaper dermatitis in 20 infants et al. Improving diaper design to address incontinence associated dermatitis.
and toddlers in separate trials (Eurofins, 2017a, 2017b). Test sub- BMC Geriatr 2010;10(1):86.
jects were Italian infants and children age 3 to 36 months, with Blume-Peytavi U, Kanti V. Prevention and treatment of diaper dermatitis. Pediatr
Dermatol 2018;35:s19–23.
skin Fitzpatrick skin type I, II, III, or IV with slight skin irritation Burdall O, Willgress L, Goad N. Neonatal skin care: developments in care to
on the diaper area as determined by a board-certified dermatolo- maintain neonatal barrier function and prevention of diaper dermatitis. Pediatr
gist and pediatrician. These studies confirmed the efficacy of both Dermatol 2019;36(1):31–5.
Cavalli G, Cimaz R. Relizema baby cream open label to evaluate tolerability and
devices in reducing skin erythema in the diaper area after 2 and acceptability in diaper rash. 12th World Congress of Paediatric Dermatology,
4 weeks of use (Fig. 2; Eurofins, 2017a, 2017b). In addition, the Madrid, Spain; October 2013.
users (i.e., parents or guardians of the subjects) shared subjective Dreno B, Amblard P, Agache P, Sirot S, Litoux P. Low doses of zinc gluconate for
inflammatory acne. Acta Derm Venereol 1989;69(6):541–3.
ratings on the ease of application (100%), pleasant smell (95%), Ebner F, Heller A, Rippke F, Tausch I. Topical use of dexpanthenol in skin disorders.
and other cosmetic parameters (Table 1). Overall, the products Am J Clin Dermatol 2002;3(6):427–33.
were rated high for their cosmetic qualities and efficacy Esser MS, Johnson TS. An integrative review of clinical characteristics of infants with
diaper dermatitis. Adv Neonatal Care 2020;20(4):276–85.
(Eurofins, 2017a, 2017b). This study was limited by its quasi-
Eurofins. Human in use test under paediatric control - Study report, version number
experimental design (i.e., nonrandomized, no control) because 1 of 14/07/2017 - Study reference 17-070; 2017.
the study was performed on a topical nonpharmaceutical device Eurofins. Human in use test under paediatric control - Study report, version number
1 of 23/10/2017 - Study reference 17-015A; 2017.
for the purpose of market approval. Robust studies are recom-
Eurofins. Instrumental assessment of the dermo-protective efficacy- Study report,
mended to understand the clinical effects of Relizema baby cream version number 1 of 13/03/2017 - Study Reference 17-015B; 2017.
and spray and go in infants and children with confirmed diagnosis Gültekin SE, Sengüven B, Sofuoğlu A, Taner L, Koch M. Effect of the topical use of the
of diaper dermatitis. antioxidant taurine on the two basement membrane proteins of regenerating
oral gingival epithelium. J Periodontol 2012;83(1):127–34.
Gupta M, Mahajan VK, Mehta KS, Chauhan PS. Zinc therapy in dermatology: A
review. Dermatol Res Pract 2014;2014.
Conclusions and recommendations Janeke G, Siefken W, Carstensen S, Springmann G, Bleck O, Steinhart H, et al. Role of
taurine accumulation in keratinocyte hydration. J Invest Dermatol 2003;121
The tested topical skin barrier and repair skincare products with (2):354–61.
Keshavarz A, Zeinaloo AA, Mahram M, Mohammadi N, Sadeghpour O, Maleki MR.
the combination of zinc gluconate, taurine, panthenol, and zinc Efficacy of traditional medicine product henna and hydrocortisone on diaper
oxide are clinically proven to have good acceptability and efficacy dermatitis in infants. Iran Red Crescent Med J 2016;18(5) e24809.
in reducing skin erythema and irritation of the nappy area. In com- Lavender T, Furber C, Campbell M, Victor S, Roberts I, Bedwell C, et al. Effect on skin
hydration of using baby wipes to clean the napkin area of newborn babies:
bination with other effective options for care, such as super-
Assessor-blinded randomised controlled equivalence trial. BMC Pediatr
absorbent diapers and the potentially beneficial diaper-free time, 2012;12:59.
the use of these agents may provide an effective treatment for Mahmoudi M, Adib-Hajbaghery M, Mashaiekhi M. Comparing the effects of
nappy rash or diaper dermatitis (Burdall et al., 2019). Commer- Bentonite & Calendula on the improvement of infantile diaper dermatitis: A
randomized controlled trial. Indian J Med Res 2015;142(6):742–6.
cially available products have been shown to relieve and prevent Marcinkiewicz J, Kontny E. Taurine and inflammatory diseases. Amino Acids
irritation in the diaper area by forming a protective film against 2014;46(1):7–20.

469
A.A. Hebert International Journal of Women’s Dermatology 7 (2021) 466–470

Mota ACLG, de Castro RD, de Araújo Oliveira J, de Oliveira Lima E. Antifungal activity Panahi Y, Sharif MR, Sharif A, Beiraghdar F, Zahiri Z, Amirchoopani G, et al. A
of apple cider vinegar on candida species involved in denture stomatitis. J randomized comparative trial on the therapeutic efficacy of topical aloe vera
Prosthodont 2015;24(4):296–302. and Calendula officinalis on diaper dermatitis in children.
Odio MR, O’Connor RJ, Sarbaugh F, Baldwin S. Continuous topical administration of ScientificWorldJournal 2012;2012.
a petrolatum formulation by a novel disposable diaper. 1. Effect on skin surface Sharifi-Heris Z, Amiri Farahani L, Hasanpoor-Azghadi SB. A review study of diaper
microtopography. Dermatology 2000a;200(3):232–7. rash dermatitis treatments. J Client-centered Nurs Care 2018a;4(1):1–12.
Odio MR, O’Connor RJ, Sarbaugh F, Baldwin S. Continuous topical administration of Sharifi-Heris Z, Farahani LA, Haghani H, Abdoli-Oskouee S, Hasanpoor-Azghady SB.
a petrolatum formulation by a novel disposable diaper. 2. Effect on skin Comparison the effects of topical application of olive and calendula ointments
condition. Dermatology 2000b;200(3):238–43. on children’s diaper dermatitis: A triple-blind randomized clinical trial.
Dermatol Ther 2018b;31(6):e12731.

470
Journal of
Clinical Medicine

Review
Use of Dexpanthenol for Atopic Dermatitis—Benefits and
Recommendations Based on Current Evidence
Yoon Sun Cho 1 , Hye One Kim 2 , Seung Man Woo 3 and Dong Hun Lee 4, *

1 Bayer Korea Consumer Health, Seoul 07335, Korea; yoonsun.cho@bayer.com


2 Department of Dermatology, Hallym University Kangnam Sacred Heart Hospital, Seoul 07441, Korea;
hyeonekim@gmail.com
3 Ewha Skin & Laser Clinic, Seoul 06912, Korea; drw00@naver.com
4 Department of Dermatology, Seoul National University Hospital, Seoul National University College of
Medicine, Seoul 03080, Korea
* Correspondence: ivymed27@snu.ac.kr; Tel.: +82-2-2072-2414; Fax: +82-2-742-7344

Abstract: Background: Atopic dermatitis (AD) is an inflammatory skin disease of multiple pheno-
types and endotypes, and is highly prevalent in children. Many people of all ages, including active
adolescents, pregnant women, and the elderly, suffer from AD, experiencing chronicity, flares, and
unexpected relapse. Dexpanthenol has multiple pharmacological effects and has been employed to
treat various skin disorders such as AD. We aimed to summarize the up-to-date evidence relating to
dexpanthenol and to provide a consensus on how to use dexpanthenol effectively for the treatment
of AD. Methods: The evidence to date on the application and efficacy of dexpanthenol in AD was
reviewed. The literature search focused on dexpanthenol use and the improvement of skin barrier
function, the prevention of acute flares, and its topical corticosteroid (TCS) sparing effects. Evidence
and recommendations for special groups such as pregnant women, and the effects of dexpanthenol
and emollient plus in maintenance therapy, were also summarized. Results: Dexpanthenol is effective
and well-tolerated for the treatment of AD. Dexpanthenol improves skin barrier function, reduces
acute and frequent flares, has a significant TCS sparing effect, and enhances wound healing for
Citation: Cho, Y.S.; Kim, H.O.; Woo, skin lesions. Conclusion: This review article provides helpful advice for clinicians and patients on
S.M.; Lee, D.H. Use of Dexpanthenol the proper maintenance treatment of AD. Dexpanthenol, as an active ingredient in ointments or
for Atopic Dermatitis—Benefits and emollients, is suitable for the treatment and maintenance of AD. This paper will guide dermatologists
Recommendations Based on Current and clinicians to consider dexpanthenol as a treatment option for mild to moderate AD.
Evidence. J. Clin. Med. 2022, 11, 3943.
https://doi.org/10.3390/jcm11143943 Keywords: atopic dermatitis; dexpanthenol; topical corticosteroid; emollient
Academic Editor: Stamatis Gregoriou

Received: 3 June 2022


Accepted: 4 July 2022
1. Introduction
Published: 6 July 2022
Atopic dermatitis (AD) is a chronic inflammatory skin disorder characterized by
Publisher’s Note: MDPI stays neutral pruritus and recurrent inflammation [1]. Patients with AD commonly suffer from many
with regard to jurisdictional claims in
symptoms and signs, including pruritis, pain, erythema, excoriation, and sleep distur-
published maps and institutional affil-
bances [2–4]. Difficulties during outdoor activities and periorbital hyperpigmentation are
iations.
common complaints of active adolescents and women, respectively [5–8]. The treatment
of AD might be particularly challenging for certain patients, including those with severe
AD [9–13], frequent relapses, extensive area of involvement [14,15], and steroid-phobia,
Copyright: © 2022 by the authors.
those without experience of full recovery, thereby making rapport difficult [16,17], and the
Licensee MDPI, Basel, Switzerland.
elderly with weak, thin skin.
This article is an open access article Most guidelines recommend the use of emollients in conjunction with topical corti-
distributed under the terms and costeroids (TCS) for the initial treatment of this intractable disease. Moisturizer is used
conditions of the Creative Commons synonymously with emollient and refers to as a product that moisturizes and smooths the
Attribution (CC BY) license (https:// skin, whereas humectant increases or maintains hydration of the skin [18]. Dexpanthenol
creativecommons.org/licenses/by/ is a stable alcohol analog of pantothenic acid (vitamin B5) with moisturizing and wound
4.0/).

J. Clin. Med. 2022, 11, 3943. https://doi.org/10.3390/jcm11143943 https://www.mdpi.com/journal/jcm


J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 2 of 11

healing efficacy. Increasing evidence has revealed that topical dexpanthenol can be em-
ployed as an effective and well-tolerated agent for AD flare and maintenance [19]. Based on
the published evidence and Korean dermatologists’ expert consensus, we aimed to review
the experiences, and recommendations on the management of AD, especially in terms of
dexpanthenol use.

2. Overview of AD and Treatment Options


2.1. Prevalence of AD
AD is highly prevalent in children. It affects 15–20% of children (ISAAC study) and up
to 3% of adults worldwide [20]. Regions with a high prevalence of AD are characterized by
urbanization and industrialization [20–23]. A recent study has reported that the prevalence
of AD in infants aged 1–12 months was 30.48% in China [24]. The prevalence rate based
on the Korea National Health and Nutrition Examination Survey (2010–2012) was highest
at 3.5% for men and 4.3% for women aged 19–29 years and declined sharply in people
aged 30 and above [25]. In Japan, the prevalence of childhood AD was 12–13% in the
mainland [22]. As AD has an overwhelmingly high prevalence in children globally, it
is necessary to provide effective, safe, and well-tolerated agents that are convenient for
daily use.

2.2. Pathophysiology of AD
The development of AD is a multifactorial process involving immunologic defects,
dysfunctional skin barrier, genetic variations, and environmental factors [2,26,27]. A bipha-
sic inflammation pattern is frequently observed in the disease course of AD. Acute flares are
triggered by a Th2-biased immune response, while Th1/Th22 deviation is predominantly
responsible for chronic lesions [28]. Stratum corneum (SC), supported by a lamellar-
structured extracellular lipid matrix consisting of ceramides, cholesterol, and free fatty
acids, plays an indispensable role in preventing transcutaneous water loss and bacterial
invasion. Defective skin barrier function, leading to increased transepidermal water loss
(TEWL) and decreased SC hydration (dry skin), is a characteristic feature of AD. An im-
paired skin barrier plays a significant role in various skin conditions, such as dry skin (as a
condition itself), sensitive skin, seborrheic dermatitis, contact dermatitis, or AD [29,30].

2.3. Burdens of AD
The burden of AD arises from not only the symptoms, but also the chronic course of
the disease. AD can involve physical, social, and mental impacts, ultimately worsening a
patient’s quality of life. Many patients with AD suffer from itching and pain, leading to
significant sleep disturbance, anxiety, and depression [31]. One of the most challenging
parts of AD treatment is that it is hard to prevent flares completely and overcome the
disease entirely. Recent evidence indicates that AD is not only a dermatological disease
but also an inflammatory disease that extends beyond the skin. Patients with AD have a
greater risk of cardiovascular disorders than healthy controls, including stroke, myocardial
infarction, angina, and peripheral vascular disease [32].
Furthermore, out-of-pocket health care expenses associated with AD are a significant
burden on patients with AD [33]. The cost of sophisticated emollient therapies often makes
patients hesitant to use the recommended amount of 250 g/week for adults [34].

2.4. Treatment Options


Based on recent guidelines and consensus, topical emollient/moisturizer, TCS, topical
calcineurin inhibitors (TCI), topical phosphodiesterase 4 inhibitors, oral immunosuppres-
sants, and biologics are current effective treatment options for AD [34–38]. TCS has long
been the first criterion of choice for AD therapeutics, generally in combination with topical
moisturizers. Despite advances in the development of systemic drugs such as dupilumab,
topical therapies continue to be essential for skin barrier dysfunction and for the delivery
of anti-inflammatory therapeutics [39].
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 3 of 11

The daily use of topical moisturizers may help manage AD or can decrease the fre-
quency of flare recurrence. Topical moisturizers might have a role as skincare products
during post-inflammatory maintenance stages due to their established skin hydration, skin
barrier restoration potential, and wound healing effects [19,40,41]. Guidelines in Asia,
the USA, and Europe recommend the daily application of moisturizers as first-line ther-
apy [35,36,39]. Moisturizers should be selected depending on skin type, degree of dryness,
and the humidity of the climate [42].
For mild-to-moderate AD, moisturizers, TCS, and antihistamines are generally recom-
mended. For severe AD, more potent TCS, TCIs, systemic immunosuppressants, biologics,
and phototherapy are considered. The treatment goal is to achieve absent or mild symptoms
without medication, and to reduce or eliminate discomfort in performing daily activities,
and slight symptoms can be controlled by moisturizers [43]. In any case, moisturizers and
patient education are necessary for the management of AD.

2.5. TCS and TCI Treatment for AD


TCS is recognized as a mainstay for AD treatment for mild-to-severe symptoms.
TCS produces anti-inflammatory, antipruritic, and vasoconstriction effects via interaction
with steroid receptors. The inflammatory cascades during the flares of AD symptoms are
suppressed, along with the inhibition of the release of inflammatory mediators. Recent
guidelines on AD management from the American Academy of Dermatology, the Joint
Task Force, European Task Force on Atopic Dermatitis (ETFAD), and Asia, including
Korea, Japan, and China, have recognized TCS and emollients as initial therapy options for
targeting inflammation [23,36,39,43–45]. For preventive purposes, intermittent proactive
application with TCS could help treat frequent flares [39]. However, topical steroids
sometimes cause side effects; e.g., a human and murine study has revealed that the short-
term (three days) use of TCS (clobetasol 0.05%) could disrupt the epidermal barrier by
inhibiting the epidermal synthesis of fatty acids and impairing SC cohesion and integrity,
delaying the recovery of the epidermal barrier [46].
TCIs, for example, tacrolimus ointment and pimecrolimus cream, are non-steroid
anti-inflammatory drugs. TCIs have been proven effective in short-term, long-term, and
proactive treatment of AD. In contrast to TCS, TCIs are not associated with skin atro-
phy, glaucoma, or cataract, which favors their use in delicate and sensitive areas and for
long-term management. TCIs are well-tolerated, but some patients experience a burning
sensation and transient worsening of skin conditions, particularly during acute flares [39].

3. How Dexpanthenol Can Help in AD


3.1. Property and Mechanism of Action of Dexpanthenol
Dexpanthenol is the dextrorotatory isomer of panthenol, and only the dextro-form is
biologically active. Panthenol (provitamin B5) and pantothenic acid (vitamin B5) have a
similar structure, and the oxidation of panthenol produces pantothenic acid. All animals
need pantothenic acid to synthesize coenzyme A (CoA), which plays a crucial role in
the oxidation and synthesis of fatty acids [40]. Dexpanthenol is an odorless, transparent,
colorless, and highly viscous liquid at room temperature. It is freely soluble in water and
alcohol. Its physical properties make it easy to formulate pharmaceutical dosage forms,
such as ointments, gels, creams, and hydrogels. Dexpanthenol, pantothenic acid, and their
derivatives, are regarded as safe by Cosmetic Ingredient Review [47], and dexpanthenol
has been approved by the Food and Drug Administration and the European Commission
on Cosmetics.
Since dexpanthenol is highly hygroscopic, it can penetrate easily into the skin and serve
as a moisturizer or humectant to maintain the normal skin barrier properties, smoothness
and skin elasticity [19,40]. Several in vivo and in vitro studies have shown that dexpan-
thenol promotes fibroblast proliferation, accelerates re-epithelization, moisturizes the skin,
restores the skin barrier, and heals wounds [40,48,49]. In animal studies, dexpanthenol
demonstrated cell proliferation and epithelium protection [50–52]. Owing to these effects,
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 4 of 11

the combination of dexpanthenol with nasal decongestants could relieve symptoms in pa-
tients with acute rhinitis [53]. Dexpanthenol protected against lipopolysaccharide-induced
acute lung injury in mice [54].

3.2. Effect of Dexpanthenol on Skin Barrier Function


The skin barrier serves as frontline protection, so its intact function and restoration are
implicated in various skin conditions including dry skin, sensitive skin, seborrheic dermati-
tis, AD, and contact dermatitis. Preventive skin hygiene, such as stabilizing skin barrier
function with topical treatment, is critical in the care of patients with AD [55]. In most guide-
lines and consensus, a daily, frequent, regular application of moisturizers, which can help
to enhance the skin barrier function, is recommended or required [23,36,39,43,56,57]. Asian
countries also consider moisturizers as an important skincare method to provide better skin
barrier function [23,36,43,57,58]. Emollients may be composed of humectants for promoting
SC hydration and occlusives for reducing moisture evaporation. Although emollients are
the basic therapy for skin barrier dysfunction, the direct sole use of emollients on inflamed
skin areas is poorly tolerated, and treating the acute flare first is recommended [39].
Due to its extremely hygroscopic characteristics, dexpanthenol provides notable
humectant effects. Topical dexpanthenol improves skin hydration and reduces transepider-
mal water loss (TEWL), thus maintaining the skin’s smoothness and elasticity [40,41,59].
According to the evaluation of average moisture retention for 5 h, dexpanthenol mediates
sustained tissue moisturizing effects [60].
Topical 2.5% dexpanthenol formulated in lipophilic vehicles was applied to the skin
of 60 healthy volunteers in a double-blind, randomized controlled trial. Dexpanthenol
application twice a day for seven days significantly improved SC hydration and reduced
TEWL, compared with vehicle controls [41]. In another clinical study, the effect of dex-
panthenol cream on skin barrier repair significantly increased after sodium lauryl sulfate
(SLS)-induced irritation. After application of dexpanthenol cream for seven days, the skin
barrier function was restored. Significant differences were observed between dexpanthenol
use and placebo treatment [61]. In addition, SC hydration at dexpanthenol-treated sites
remained steady following seven-day treatment with SLS [62]. The hydrating effect may be
interrelated with its capacity to regenerate the epidermal barrier [63]. Repairing the skin
barrier or preventing barrier dysfunction are essential strategies for reducing the risks for
eczema [64].

3.3. Effect of Dexpanthenol on AD Flares


As first-line therapy for acute flares, emollients [65] and TCS [58] are recommended for
treatment and remission of AD. For acutely inflamed flare lesions, the guidelines indicate
that treatment with anti-inflammatory topicals, such as TCS or TCIs, is required first,
rather than emollients alone [35,39]. For acute flares, especially oozing and erosive lesions,
the ‘wet-wrap’ treatment has been recommended by the ETFAD [39]. For patients with
moderate to severe AD, wet-wrap therapy containing emollients with or without TCS could
be recommended to relieve pruritis, severity, and improve hydration during flares [35,66].
Wet-wrap therapy is highly effective and could improve tolerance, especially for patients
with acute, oozing, and erosive lesions, and for children [44].
Emollients may cause irritation when directly used on inflamed skin. Acute flares
should always be treated first with appropriate TCS, followed by emollients and emollients
on the surrounding skin [39]. Two conditions are required to ensure the effectiveness of
emollients—control of acute flares and proper formulation of the emollient [67]. The order
of application of TCS and emollients did not result in significant variation of treatment
outcomes. Therefore, emollients can be applied before or after TCS [68]. Application of
topical agents is recommended within a few minutes following showering or bathing while
a small amount of moisture remains. The consensus is that the topical agent should be
left for an appropriate period to allow complete absorption before applying another agent.
The guidelines recommend the “soak and smear” technique when using topical agents
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 5 of 11

(emollients and/or TCS) to maximize the absorption of active ingredients, which penetrate
the epidermal layer via the expanded pores resulting from bathing [29,35,69,70].
Applying emollients as freely and frequently as possible is recommended, preferably
every 4 h or at least 3–4 times per day. The ETFAD recommendations indicate that a
sufficient quantity of emollients, at least 30 g/day or 1 kg/month for an adult with AD,
should be applied in a ‘soak and smear’ or ‘soak and seal’ technique [44].

3.4. TCS Sparing Effect of Dexpanthenol


Previous results have suggested that the effectiveness of dexpanthenol is comparable
to that of TCS. The topical application of moisturizers in adequate amounts, irregularly
or continuously, was proved effective in sparing the use of TCS as short- or long-term
treatment, and in maintaining the remission obtained with corticosteroids [36,71–73]. In
practical guidance from a national expert panel in Italy, the TCS sparing effect was con-
firmed when patients were administered moisturizers and emollients intermittently or
continuously in appropriate amounts [71]. The supply of hydration was also proved by
the sustained remission of atopic lesions obtained with TCS treatment. Optimal skin hy-
dration could reduce skin inflammation and the frequency of flares [71]. Eventually, the
amount of TCS was decreased following the topical application of moisturizers [36]. The
application of both agents twice daily is the basic recommendation of most guidelines or
consensus [36,39,42,69].
Regular daily use of topical emollients could reduce the amount of TCS for short-
and long-term treatment in mild-to-moderate AD [56]. Since the topical application of 5%
dexpanthenol showed comparable efficacy with low potency TCS, dexpanthenol could be
a substitute for TCS [73]. According to the evidence of steroid-sparing, the expert panel
recommended that when dexpanthenol is used on a daily basis, TCS can be used every
other day, particularly for infants, children, or patients with potential TCS side effects
or steroid-phobia.
For severe AD, TCS or TCI is required to achieve effective treatment. Proper guidance,
persuasive education, and basic treatment such as the use of dexpanthenol would be
required for patients who abuse TCS, including addiction to high potency TCS, or have
steroid-phobia [74].
Overall, the panel recommended that patients with atopic dermatitis should use TCS
and dexpanthenol alternatively, especially if the disease is mild to moderate.

3.5. Special Populations


Schmutz et al. reported non-inferiority in maintaining TEWL scores in acute radiation
dermatitis (0.1% methylprednisolone cream vs. 0.5% dexpanthenol cream) [75]. As shown
in full-thickness 3D skin models representing acute radiodermatitis and mucositis, skin
impairment seven days after radiotherapy demonstrated a completely restored epidermal
part after treatment with dexpanthenol-containing ointment or liquid [76].
Gestational AD is one of the most common skin diseases during pregnancy. According
to Japanese guidelines, TCS is considered safe for both pregnancy and breastfeeding, since
the absorption of TCS into the bloodstream is low [43]. In the Taiwanese consensus, the
application of TCS during pregnancy was also disclosed as safe, except for fluticasone
propionate due to its metabolic characterization [57]. Although normal use of lower potency
TCS is regarded as safe, low birth weight might be related to long-term use of higher potency
TCS at high doses (≥300 g) [43]. Dexpanthenol has therapeutic effects on nipple trauma
through epithelialization and granulation [77]. During the lactation period, TCS should
be smeared after breastfeeding, followed by the cleaning of nipples before feeding [57].
The use of emollients and TCS with a moderate-to-low potency is the ideal treatment for
this area [78]. Skin damage can be caused by ablative laser therapy, microneedling, or
tattooing. To facilitate wound healing, dexpanthenol reduces inflammation, and promotes
cell proliferation and epithelial remodeling [49]. Clinically, dexpanthenol demonstrated
superior re-epithelialization rates compared to standard treatments such as petroleum
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 6 of 11

jelly. Therefore, topical dexpanthenol is recommended as an effective treatment option for


superficial skin damage in the early stages [49]. Among patients who received laser corneal
surface ablation, 2% dexpanthenol resulted in significantly better vision and reduced
residual cylinder after seven days, compared to artificial teardrops [79]. Topical application
of 5% dexpanthenol to freshly tattooed skin restored the skin barrier, as demonstrated by
TEWL [80]. Throat pain and tonsillar wound healing after tonsillectomy were significantly
improved in dexpanthenol-treated patients, via its anti-inflammation, skin hydration,
and mucosal protection properties [81]. Dexpanthenol could prevent the occurrence of
postoperative sore throat [82], and promoted skin healing at the laser-irradiated site of
photo-damaged skin [83]. Dexpanthenol produced significantly improved results and
re-epithelialization earlier after laser therapy. Hence, dexpanthenol could be a promising
alternative to routinely used treatments for wound healing.
Furthermore, cheilitis associated with isotretinoin treatment was markedly improved
after topical application of 5% dexpanthenol cream [84]. The expert panel recommended
dexpanthenol ointment as an effective and well-tolerated treatment for cheilitis, due to its
hygroscopic activity and moisturizing formulation. Another study reported that 0.5% dex-
panthenol cream in addition to TCS delayed the development of acute radiation dermatitis,
in terms of clinical scores and TEWL values [75].

3.6. Effect of Dexpanthenol on AD Maintenance


AD depicts various phenotypes and endotypes depending on age, chronicity, atopic
status, or ethnicity [28,85]. For long-term maintenance therapy to maintain adequate
skin hydration and prevent flares, moisturizers such as dexpanthenol ointment should be
continuously used, at least twice daily, after the induction of remission by TCS [39,58].
In the recent study involving infants and children with stabilized mild AD [86], a
dexpanthenol medical device cream was applied 2–3 times daily in the stabilization phase,
until severity was reduced. Then, a topical panthenol-containing cosmetic emollient
was used twice daily during the maintenance phase. At the end of the three-month
study, the proportions of patients without flares in the dexpanthenol and reference groups
were 96% and 77%, respectively. In healthy subjects, the same dexpanthenol-containing
emollient was effective in reducing TEWL and enhancing skin hydration. Moreover,
Raman spectroscopy revealed that dexpanthenol-containing emollient was associated
with sustained and deep skin moisturization and improved intercellular lipid lamellae
organization [48,87]. Higher water distribution was observed by the relocation of the
water molecules from more superficial to deeper layers of the SC, which resulted in deeper
moisturization [87]. Dexpanthenol formulation effectively increased skin hydration and
was well-tolerated in healthy infants between 3 and 25 months old without significant
change in mean cutaneous tolerability scores [87].

3.7. Emollient Plus in Maintenance


Emollients are mostly recommended as the first-line therapy for AD, even when the
disease is clear or almost clear, as well as during acute flares and remission [39,43,65,70,88].
Proksch et al. proposed that emollients should include a proper combination of humectants,
physiological and non-physiological lipids, antipruritics, and multifunctional components
such as dexpanthenol [89]. Selecting an appropriate emollient for patients with AD would
improve acceptability and adherence for emollient treatment. A physician’s recommen-
dation is the primary consideration for patients when choosing an emollient; therefore,
doctors should provide evidence-based information on these emollients [90].
Traditionally, emollients are generally considered to be topical formulations with-
out active pharmaceutical ingredients. “Emollient plus” has been defined to include
topical formulations with vehicle-type substances and additional active, non-medicated
substances [39]. The active, non-medicated substances are active ingredients that do not
qualify as topical drugs [66], which include saponins, flavonoids, vitamins such as ri-
boflavin and niacin, and beneficial bacterial lysates. Some of these active ingredients were
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 7 of 11

found to improve skin protection, relieve pruritis, exert an anti-inflammatory reaction,


exhibit antioxidant properties, and provide biologically essential lipids and antimicrobial ac-
tivities [91–93]. Dexpanthenol is approved as a cosmetic ingredient with established safety,
and it has evidence-based potent skin-hydration and wound-healing effects [19,40,41].
Products containing dexpanthenol as active ingredients can be considered “emollient plus”.
Dexpanthenol accelerated the wound healing process (by a factor of 1.52 vs. the vehi-
cle) and promoted fibroblast proliferation, in vivo and in vitro [40]. Another double-blind
study monitored by histological examination revealed that dexpanthenol accelerated the
wound-healing process [94]. In a randomized controlled trial, wound healing effects of
water-filtered infrared-A (IRA) and/or dexpanthenol were examined in 12 healthy subjects
using an acute wound model. Measured by laser scanning microscopy, the fastest SC forma-
tion was observed when water-filtered IRA irradiation was combined with dexpanthenol
cream [95].
For healthy volunteers with dry skin, topical dexpanthenol-containing emollients
(oil-in-water formulation) were topically applied like cosmetic products for daily care over
four weeks [59]. The dexpanthenol formulation induced a significant increase in skin
elasticity as measured by Cutometer® MPA580 (Courage & Khazaka, Cologne, Germany),
skin hydration, TEWL, and SC lipid contents. Use of the dexpanthenol formulation once
daily for over 28 days was well-tolerated in healthy adults.
Other formulations with dexpanthenol were tested in healthy adult women who
underwent non-ablative laser resurfacing, laser depilation, or chemical peel [96]. The tested
formulations maintained skin integrity, promoted recovery of damaged skin, and reduced
erythema, and were associated with significantly decreased TEWL and dermal temperature.
In the field of aesthetic dermatology, these dexpanthenol-containing formulations were
well appreciated and would be an appropriate option for post-procedural care.
Compared with drug-free vehicles, panthenol-containing emollient plus can provide
additional benefits such as accelerated wound healing, more prominent skin hydration,
reduced skin redness from inflammation, and improvement to rough skin [62]. 5% dexpan-
thenol cream was superior to placebo in terms of SC hydration and protection against skin
irritation in 23 healthy participants after exposure to SLS.

4. Conclusions
The treatment of AD requires long-term, risk-based stepwise management. Moisturiz-
ers are the first-line or basic therapy for AD treatment across various national guidelines
and consensuses. Topical application of dexpanthenol significantly improved SC hydration
and skin barrier function compared with the control. Appropriate use of dexpanthenol
ointments during acute dermatitis flares is useful for minimizing epidermal disruption
caused by TCS. The regular use of a dexpanthenol ointment subsequent to remission of
AD flares has a steroid-sparing effect. The current evidence reveals that 5% dexpanthenol
ointment has a good efficacy, safety, and tolerability profile, and is suitable for use during
pregnancy and lactation.
Panthenols rapidly convert to pantothenic acid, resulting in very low toxicity. Allergic
or irritant reactions to dexpanthenol have been reported, but overall it is generally well-
tolerated [40,97]. As with all medications, proper use of dexpanthenol should be discussed
with physicians.
Dexpanthenol-containing emollients, especially water-in-oil formulations, are con-
sidered “emollient plus” for AD treatment and provide improved skin hydration and
wound healing effects compared with conventional emollients. Summary of the current
evidence indicates that dexpanthenol might be a suitable ingredient for flare control and
maintenance of AD. Physicians should consider prescribing an emollient plus over TCS if
patients have steroid-phobia or show signs of TCS side effects. Because atopic dermatitis
needs long-term management, dexpanthenol could be a promising ingredient for patients.
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 8 of 11

Author Contributions: Writing—review and editing done by Y.S.C., H.O.K., S.M.W. and D.H.L. All
authors have read and agreed to the published version of the manuscript.
Funding: This research received no external funding.
Conflicts of Interest: Hye One Kim, Seung Man Woo, and Dong Hun Lee have participated in expert
panels organized by Bayer Consumer Health, South Korea.

References
1. Abramovits, W.; Hebert, A.A.; Boguniewicz, M.; Kempers, S.E.; Tschen, E.; Jarratt, M.T.; Lucky, A.W.; Cornelison, R.L.;
Swinyer, L.J.; Jones, T.M. Patient-reported outcomes from a multicenter, randomized, vehicle-controlled clinical study of
MAS063DP (Atopiclair) in the management of mild-to-moderate atopic dermatitis in adults. J. Dermatol. Treat. 2008, 19, 327–332.
[CrossRef] [PubMed]
2. Yew, Y.W.; Thyssen, J.P.; Silverberg, J.I. A systematic review and meta-analysis of the regional and age-related differences in
atopic dermatitis clinical characteristics. J. Am. Acad. Dermatol. 2019, 80, 390–401. [CrossRef] [PubMed]
3. Darsow, U.; Raap, U.; Stander, S. Atopic Dermatitis. In Itch: Mechanisms and Treatment; Carstens, E., Akiyama, T., Eds.; CRC Press:
Boca Raton, FL, USA, 2014.
4. Langan, S.M.; Irvine, A.D.; Weidinger, S. Atopic dermatitis. Lancet 2020, 396, 345–360. [CrossRef]
5. Drucker, A.M.; Wang, A.R.; Li, W.Q.; Sevetson, E.; Block, J.K.; Qureshi, A.A. The Burden of Atopic Dermatitis: Summary of a
Report for the National Eczema Association. J. Investig. Dermatol. 2017, 137, 26–30. [CrossRef]
6. Ben-Gashir, M.A.; Seed, P.T.; Hay, R.J. Quality of life and disease severity are correlated in children with atopic dermatitis. Br. J.
Dermatol. 2004, 150, 284–290. [CrossRef]
7. Sarkar, R.; Ranjan, R.; Garg, S.; Garg, V.K.; Sonthalia, S.; Bansal, S. Periorbital Hyperpigmentation: A Comprehensive Review. J.
Clin. Aesthet. Dermatol. 2016, 9, 49–55.
8. Poladian, K.; De Souza, B.; McMichael, A.J. Atopic dermatitis in adolescents with skin of color. Cutis 2019, 104, 164–168.
9. Pei, A.Y.; Chan, H.H.; Ho, K.M. The effectiveness of wet wrap dressings using 0.1% mometasone furoate and 0.005% fluticasone
proprionate ointments in the treatment of moderate to severe atopic dermatitis in children. Pediatr. Dermatol. 2001, 18, 343–348.
[CrossRef]
10. Wolkerstorfer, A.; Visser, R.L.; de Waard-van der Spek, F.B.; Mulder, P.G.; Oranje, A.P. Efficacy and safety of wet-wrap dressings
in children with severe atopic dermatitis: Influence of corticosteroid dilution. Br. J. Dermatol. 2000, 143, 999–1004. [CrossRef]
[PubMed]
11. Nicol, N.H.; Boguniewicz, M. Wet Wrap Therapy in Moderate to Severe Atopic Dermatitis. Immunol. Allergy Clin. N. Am. 2017,
37, 123–139. [CrossRef]
12. Boguniewicz, M.; Alexis, A.F.; Beck, L.A.; Block, J.; Eichenfield, L.F.; Fonacier, L.; Guttman-Yassky, E.; Paller, A.S.; Pariser, D.;
Silverberg, J.I.; et al. Expert Perspectives on Management of Moderate-to-Severe Atopic Dermatitis: A Multidisciplinary
Consensus Addressing Current and Emerging Therapies. J. Allergy Clin. Immunol. Pract. 2017, 5, 1519–1531. [CrossRef] [PubMed]
13. Yum, H.Y.; Kim, H.H.; Kim, H.J.; Kim, W.K.; Lee, S.Y.; Li, K.; Lee, D.H.; The KAAACI Work Group on Severe/Recalcitrant Atopic
Dermatitis. Current Management of Moderate-to-Severe Atopic Dermatitis: A Survey of Allergists, Pediatric Allergists and
Dermatologists in Korea. Allergy Asthma Immunol. Res. 2018, 10, 253–259. [CrossRef] [PubMed]
14. Usatine, R.P.; Riojas, M. Diagnosis and management of contact dermatitis. Am. Fam. Physician 2010, 82, 249–255. [PubMed]
15. Maarouf, M.; Hendricks, A.J.; Shi, V.Y. Bathing Additives for Atopic Dermatitis-A Systematic Review. Dermatitis 2019, 30, 191–197.
[CrossRef]
16. Aubert-Wastiaux, H.; Moret, L.; Le Rhun, A.; Fontenoy, A.M.; Nguyen, J.M.; Leux, C.; Misery, L.; Young, P.; Chastaing, M.;
Danou, N.; et al. Topical corticosteroid phobia in atopic dermatitis: A study of its nature, origins and frequency. Br. J. Dermatol.
2011, 165, 808–814. [CrossRef]
17. Weidinger, S.; Novak, N. Atopic dermatitis. Lancet 2016, 387, 1109–1122. [CrossRef]
18. Loden, M. The clinical benefit of moisturizers. J. Eur. Acad. Dermatol. Venereol. 2005, 19, 672–688. [CrossRef]
19. Proksch, E.; de Bony, R.; Trapp, S.; Boudon, S. Topical use of dexpanthenol: A 70th anniversary article. J. Dermatol. Treat. 2017,
28, 766–773. [CrossRef]
20. Nutten, S. Atopic dermatitis: Global epidemiology and risk factors. Ann. Nutr. Metab. 2015, 66 (Suppl. S1), 8–16. [CrossRef]
21. Ha, J.; Lee, S.W.; Yon, D.K. Ten-year trends and prevalence of asthma, allergic rhinitis, and atopic dermatitis among the Korean
population, 2008–2017. Clin. Exp. Pediatr. 2020, 63, 278–283. [CrossRef]
22. Takeuchi, S.; Esaki, H.; Furue, M. Epidemiology of atopic dermatitis in Japan. J. Dermatol. 2014, 41, 200–204. [CrossRef]
23. Yao, X.; Song, Z.-Q.; Li, W.; Liang, Y.-S.; Zhao, Y.; Cao, H.; Chen, T.; Chen, X.; Feng, A.-P.; Geng, S.-M.; et al. Guidelines for
Diagnosis and Treatment of Atopic Dermatitis in China (2020)#. Int. J. Dermatol. Venereol. 2021, 4, 1–9. [CrossRef]
24. Guo, Y.; Zhang, H.; Liu, Q.; Wei, F.; Tang, J.; Li, P.; Han, X.; Zou, X.; Xu, G.; Xu, Z.; et al. Phenotypic analysis of atopic dermatitis
in children aged 1-12 months: Elaboration of novel diagnostic criteria for infants in China and estimation of prevalence. J. Eur.
Acad. Dermatol. Venereol. 2019, 33, 1569–1576. [CrossRef] [PubMed]
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 9 of 11

25. Im, D.; Yang, Y.S.; Choi, H.R.; Choi, S.; Nahm, H.; Han, K.; Hong, S.-C.; Kim, J.K.; Cho, J.H. Prevalence of Allergic Disease in
Korean Adults: Results from the Korea National Health and Nutrition Examination Survey (2010–2012). Korean J. Otorhinolaryngol.
-Head Neck Surg. 2017, 60, 504–511. [CrossRef]
26. Sroka-Tomaszewska, J.; Trzeciak, M. Molecular Mechanisms of Atopic Dermatitis Pathogenesis. Int. J. Mol. Sci. 2021, 22, 4130.
[CrossRef]
27. Fortson, E.; Feldman, S.; Strowd, L. Management of Atopic Dermatitis; Springer: New York, NY, USA, 2017.
28. Czarnowicki, T.; He, H.; Krueger, J.G.; Guttman-Yassky, E. Atopic dermatitis endotypes and implications for targeted therapeutics.
J. Allergy Clin. Immunol. 2019, 143, 1–11. [CrossRef]
29. Purnamawati, S.; Indrastuti, N.; Danarti, R.; Saefudin, T. The Role of Moisturizers in Addressing Various Kinds of Dermatitis: A
Review. Clin. Med. Res. 2017, 15, 75–87. [CrossRef]
30. Wu, Y.; Wangari-Olivero, J.; Zhen, Y. ARTICLE: Compromised Skin Barrier and Sensitive Skin in Diverse Populations. J. Drugs
Dermatol. 2021, 20, s17–s22. [CrossRef]
31. Bridgman, A.C.; Block, J.K.; Drucker, A.M. The multidimensional burden of atopic dermatitis: An update. Ann. Allergy Asthma
Immunol. 2018, 120, 603–606. [CrossRef]
32. Jung, H.J.; Lee, D.H.; Park, M.Y.; Ahn, J. Cardiovascular comorbidities of atopic dermatitis: Using National Health Insurance data
in Korea. Allergy Asthma Clin. Immunol. 2021, 17, 94. [CrossRef]
33. Smith Begolka, W.; Chovatiya, R.; Thibau, I.J.; Silverberg, J.I. Financial Burden of Atopic Dermatitis Out-of-Pocket Health Care
Expenses in the United States. Dermatitis 2021, 32, S62–S70. [CrossRef]
34. Wollenberg, A.; Barbarot, S.; Bieber, T.; Christen-Zaech, S.; Deleuran, M.; Fink-Wagner, A.; Gieler, U.; Girolomoni, G.; Lau, S.;
Muraro, A.; et al. Consensus-based European guidelines for treatment of atopic eczema (atopic dermatitis) in adults and children:
Part II. J. Eur. Acad. Dermatol. Venereol. 2018, 32, 850–878. [CrossRef]
35. Eichenfield, L.F.; Tom, W.L.; Berger, T.G.; Krol, A.; Paller, A.S.; Schwarzenberger, K.; Bergman, J.N.; Chamlin, S.L.; Cohen, D.E.;
Cooper, K.D.; et al. Guidelines of care for the management of atopic dermatitis: Section 2. Management and treatment of atopic
dermatitis with topical therapies. J. Am. Acad. Dermatol. 2014, 71, 116–132. [CrossRef]
36. Kim, J.E.; Kim, H.J.; Lew, B.L.; Lee, K.H.; Hong, S.P.; Jang, Y.H.; Park, K.Y.; Seo, S.J.; Bae, J.M.; Choi, E.H.; et al. Consensus
Guidelines for the Treatment of Atopic Dermatitis in Korea (Part I): General Management and Topical Treatment. Ann. Dermatol.
2015, 27, 563–577. [CrossRef]
37. Lee, J.H.; Kim, J.E.; Park, G.H.; Bae, J.M.; Byun, J.Y.; Shin, M.K.; Han, T.Y.; Hong, S.P.; Jang, Y.H.; Kim, H.O.; et al. Consensus
Update for Systemic Treatment of Atopic Dermatitis. Ann. Dermatol. 2021, 33, 497–514. [CrossRef]
38. Sidbury, R.; Davis, D.M.; Cohen, D.E.; Cordoro, K.M.; Berger, T.G.; Bergman, J.N.; Chamlin, S.L.; Cooper, K.D.; Feldman, S.R.;
Hanifin, J.M.; et al. Guidelines of care for the management of atopic dermatitis: Section 3. Management and treatment with
phototherapy and systemic agents. J. Am. Acad. Dermatol. 2014, 71, 327–349. [CrossRef]
39. Piquero-Casals, J.; Carrascosa, J.M.; Morgado-Carrasco, D.; Narda, M.; Trullas, C.; Granger, C.; Fabbrocini, G. The Role of
Photoprotection in Optimizing the Treatment of Atopic Dermatitis. Dermatol. Ther. 2021, 11, 315–325. [CrossRef]
40. Ebner, F.; Heller, A.; Rippke, F.; Tausch, I. Topical use of dexpanthenol in skin disorders. Am. J. Clin. Dermatol. 2002, 3, 427–433.
[CrossRef]
41. Gehring, W.; Gloor, M. Effect of topically applied dexpanthenol on epidermal barrier function and stratum corneum hydration.
Results of a human in vivo study. Arzneimittelforschung 2000, 50, 659–663. [CrossRef]
42. Giam, Y.C.; Hebert, A.A.; Dizon, M.V.; Van Bever, H.; Tiongco-Recto, M.; Kim, K.H.; Soebono, H.; Munasir, Z.; Diana, I.A.;
Luk, D.C.K. A review on the role of moisturizers for atopic dermatitis. Asia Pac. Allergy 2016, 6, 120–128. [CrossRef]
43. Katoh, N.; Ohya, Y.; Ikeda, M.; Ebihara, T.; Katayama, I.; Saeki, H.; Shimojo, N.; Tanaka, A.; Nakahara, T.; Nagao, M.; et al.
Japanese guidelines for atopic dermatitis 2020. Allergol. Int. 2020, 69, 356–369. [CrossRef] [PubMed]
44. Wollenberg, A.; Christen-Zach, S.; Taieb, A.; Paul, C.; Thyssen, J.P.; de Bruin-Weller, M.; Vestergaard, C.; Seneschal, J.; Werfel, T.;
Cork, M.J.; et al. ETFAD/EADV Eczema task force 2020 position paper on diagnosis and treatment of atopic dermatitis in adults
and children. J. Eur. Acad. Dermatol. Venereol. 2020, 34, 2717–2744. [CrossRef] [PubMed]
45. Eichenfield, L.F.; Ahluwalia, J.; Waldman, A.; Borok, J.; Udkoff, J.; Boguniewicz, M. Current guidelines for the evaluation
and management of atopic dermatitis: A comparison of the Joint Task Force Practice Parameter and American Academy of
Dermatology guidelines. J. Allergy Clin. Immunol. 2017, 139, S49–S57. [CrossRef] [PubMed]
46. Kao, J.S.; Fluhr, J.W.; Man, M.Q.; Fowler, A.J.; Hachem, J.P.; Crumrine, D.; Ahn, S.K.; Brown, B.E.; Elias, P.M.; Feingold, K.R. Short-
term glucocorticoid treatment compromises both permeability barrier homeostasis and stratum corneum integrity: Inhibition of
epidermal lipid synthesis accounts for functional abnormalities. J. Investig. Dermatol. 2003, 120, 456–464. [CrossRef]
47. Scott, L.N.; Fiume, M. Safety Assessment of Panthenol, Pantothenic Acid, and Derivatives as Used in Cosmetics; Cosmetic Ingredient
Review: Washington, DC, USA, 2017.
48. Stettler, H.; Kurka, P.; Lunau, N.; Manger, C.; Bohling, A.; Bielfeldt, S.; Wilhelm, K.P.; Dahnhardt-Pfeiffer, S.; Dahnhardt, D.;
Brill, F.H.H.; et al. A new topical panthenol-containing emollient: Results from two randomized controlled studies assessing
its skin moisturization and barrier restoration potential, and the effect on skin microflora. J. Dermatol. Treat. 2017, 28, 173–180.
[CrossRef]
49. Gorski, J.; Proksch, E.; Baron, J.M.; Schmid, D.; Zhang, L. Dexpanthenol in Wound Healing after Medical and Cosmetic
Interventions (Postprocedure Wound Healing). Pharmaceuticals 2020, 13, 138. [CrossRef]
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 10 of 11

50. Etensel, B.; Ozkisacik, S.; Ozkara, E.; Karul, A.; Oztan, O.; Yazici, M.; Gürsoy, H. Dexpanthenol attenuates lipid peroxidation and
testicular damage at experimental ischemia and reperfusion injury. Pediatr. Surg. Int. 2007, 23, 177–181. [CrossRef]
51. Altintas, R.; Parlakpinar, H.; Beytur, A.; Vardi, N.; Polat, A.; Sagir, M.; Odabas, G.P. Protective effect of dexpanthenol on
ischemia-reperfusion-induced renal injury in rats. Kidney Blood Press. Res. 2012, 36, 220–230. [CrossRef]
52. Slyshenkov, V.S.; Omelyanchik, S.N.; Moiseenok, A.G.; Trebukhina, R.V.; Wojtczak, L. Pantothenol protects rats against some
deleterious effects of gamma radiation. Free Radic. Biol. Med. 1998, 24, 894–899. [CrossRef]
53. Mosges, R.; Shah-Hosseini, K.; Hucke, H.P.; Joisten, M.J. Dexpanthenol: An Overview of its Contribution to Symptom Relief in
Acute Rhinitis Treated with Decongestant Nasal Sprays. Adv. Ther. 2017, 34, 1850–1858. [CrossRef]
54. Li-Mei, W.; Jie, T.; Shan-He, W.; Dong-Mei, M.; Peng-Jiu, Y. Anti-inflammatory and Anti-oxidative Effects of Dexpanthenol on
Lipopolysaccharide Induced Acute Lung Injury in Mice. Inflammation 2016, 39, 1757–1763. [CrossRef]
55. Girolomoni, G.; de Bruin-Weller, M.; Aoki, V.; Kabashima, K.; Deleuran, M.; Puig, L.; Bansal, A.; Rossi, A.B. Nomenclature and
clinical phenotypes of atopic dermatitis. Ther. Adv. Chronic. Dis. 2021, 12, 20406223211002979. [CrossRef]
56. Damiani, G.; Calzavara-Pinton, P.; Stingeni, L.; Hansel, K.; Cusano, F.; “Skin Allergy” Group of SIDeMaST; “ADOI” (Associazione
Dermatologi Ospedalieri Italiani); “SIDAPA” (Società Italiana di Dermatologia Allergologica, Professionale e Ambientale);
Pigatto, P.D.M.; Agostinelli, D.; et al. Italian guidelines for therapy of atopic dermatitis-Adapted from consensus-based European
guidelines for treatment of atopic eczema (atopic dermatitis). Dermatol. Ther. 2019, 32, e13121. [CrossRef]
57. Chan, T.C.; Wu, N.-L.; Wong, L.-S.; Cho, Y.-T.; Yang, C.-Y.; Yu, Y.; Lai, P.-J.; Chang, Y.-T.; Shih, I.-H.; Lee, C.-H.; et al. Taiwanese
Dermatological Association consensus for the management of atopic dermatitis: A 2020 update. J. Formos. Med. Assoc. 2021,
120, 429–442. [CrossRef]
58. Luk, D.; Hon, K.L.E.; Dizon, M.V.C.; Leong, K.F.; Tay, Y.K.; Koh, M.J.; Chandran, N.S.; Wananukul, S.; Chatproedprai, S.;
Luger, T. Practical Recommendations for the Topical Treatment of Atopic Dermatitis in South and East Asia. Dermatol. Ther. 2021,
11, 275–291. [CrossRef]
59. Stettler, H.; de Salvo, R.; Olsavszky, R.; Nanu, E.A.; Dumitru, V.; Trapp, S. Performance and Tolerability of a New Topical
Dexpanthenol-Containing Emollient Line in Subjects with Dry Skin: Results from Three Randomized Studies. Cosmetics 2021,
8, 18. [CrossRef]
60. Ruther, L.; Voss, W. Hydrogel or ointment? Comparison of five different galenics regarding tissue breathability and transepidermal
water loss. Heliyon 2021, 7, e06071. [CrossRef]
61. Proksch, E.; Nissen, H.P. Dexpanthenol enhances skin barrier repair and reduces inflammation after sodium lauryl sulphate-
induced irritation. J. Dermatol. Treat. 2002, 13, 173–178. [CrossRef]
62. Biro, K.; Thaci, D.; Ochsendorf, F.R.; Kaufmann, R.; Boehncke, W.H. Efficacy of dexpanthenol in skin protection against irritation:
A double-blind, placebo-controlled study. Contact Dermat. 2003, 49, 80–84. [CrossRef]
63. Loden, M. Treatments Improving Skin Barrier Function. Curr. Probl. Dermatol. 2016, 49, 112–122. [CrossRef]
64. Elias, P.M.; Hatano, Y.; Williams, M.L. Basis for the barrier abnormality in atopic dermatitis: Outside-inside-outside pathogenic
mechanisms. J. Allergy Clin. Immunol. 2008, 121, 1337–1343. [CrossRef] [PubMed]
65. Ng, J.P.; Liew, H.M.; Ang, S.B. Use of emollients in atopic dermatitis. J. Eur. Acad. Dermatol. Venereol. 2015, 29, 854–857. [CrossRef]
[PubMed]
66. LePoidevin, L.M.; Lee, D.E.; Shi, V.Y. A comparison of international management guidelines for atopic dermatitis. Pediatr.
Dermatol. 2019, 36, 36–65. [CrossRef] [PubMed]
67. Gelmetti, C.; Metz, M.; Proksch, E. Expert panel on best practices in atopic dermatitis management: Outcome and recommenda-
tions. KOM Dermatol. 2015, 10, 1–4.
68. Ng, S.Y.; Begum, S.; Chong, S.Y. Does Order of Application of Emollient and Topical Corticosteroids Make a Difference in the
Severity of Atopic Eczema in Children? Pediatr. Dermatol. 2016, 33, 160–164. [CrossRef]
69. Glines, K.R.; Stiff, K.M.; Freeze, M.; Cline, A.; Strowd, L.C.; Feldman, S.R. An update on the topical and oral therapy options for
treating pediatric atopic dermatitis. Expert Opin. Pharmacother. 2019, 20, 621–629. [CrossRef]
70. Schneider, L.; Tilles, S.; Lio, P.; Boguniewicz, M.; Beck, L.; LeBovidge, J.; Novak, N.; Bernstein, D.; Blessing-Moore, J.; Khan, D.; et al.
Atopic dermatitis: A practice parameter update 2012. J. Allergy Clin. Immunol. 2013, 131, 295–299. [CrossRef]
71. Chiricozzi, A.; Belloni Fortina, A.; Galli, E.; Girolomoni, G.; Neri, I.; Ricci, G.; Romanelli, M.; Peroni, D. Current therapeutic
paradigm in pediatric atopic dermatitis: Practical guidance from a national expert panel. Allergol. Immunopathol. 2019, 47, 194–206.
[CrossRef]
72. Harcharik, S.; Emer, J. Steroid-sparing properties of emollients in dermatology. Ski. Ther. Lett. 2014, 19, 5–10.
73. Udompataikul, M.; Limpa-o-vart, D. Comparative trial of 5% dexpanthenol in water-in-oil formulation with 1% hydrocortisone
ointment in the treatment of childhood atopic dermatitis: A pilot study. J. Drugs Dermatol. 2012, 11, 366–374.
74. Siegfried, E.C.; Jaworski, J.C.; Kaiser, J.D.; Hebert, A.A. Systematic review of published trials: Long-term safety of topical
corticosteroids and topical calcineurin inhibitors in pediatric patients with atopic dermatitis. BMC Pediatr. 2016, 16, 75. [CrossRef]
75. Schmuth, M.; Wimmer, M.A.; Hofer, S.; Sztankay, A.; Weinlich, G.; Linder, D.M.; Elias, P.M.; Fritsch, P.O.; Fritsch, E. Topical
corticosteroid therapy for acute radiation dermatitis: A prospective, randomized, double-blind study. Br. J. Dermatol. 2002,
146, 983–991. [CrossRef]
J. Clin. Med. 2022, 11, 3943 11 of 11

76. Huth, S.; Marquardt, Y.; Huth, L.; Schmitt, L.; Prescher, K.; Winterhalder, P.; Steiner, T.; Holzle, F.; Eble, M.; Malte Baron, J.
Molecular effects of photon irradiation and subsequent aftercare treatment with dexpanthenol-containing ointment or liquid in
3D models of human skin and non-keratinized oral mucosa. Exp. Dermatol. 2021, 30, 745–750. [CrossRef]
77. Shanazi, M.; Farshbaf Khalili, A.; Kamalifard, M.; Asghari Jafarabadi, M.; Masoudin, K.; Esmaeli, F. Comparison of the Effects of
Lanolin, Peppermint, and Dexpanthenol Creams on Treatment of Traumatic Nipples in Breastfeeding Mothers. J. Caring Sci. 2015,
4, 297–307. [CrossRef]
78. Weatherhead, S.; Robson, S.C.; Reynolds, N.J. Eczema in pregnancy. BMJ 2007, 335, 152–154. [CrossRef]
79. Hamdi, I.M. Effect of D-Panthenol on Corneal Epithelial Healing after Surface Laser Ablation. J. Ophthalmol. 2018, 2018, 6537413.
[CrossRef]
80. Olsavszky, R.; Nanu, E.A.; Macura-Biegun, A.; Kurka, P.; Trapp, S. Skin barrier restoration upon topical use of two 5% dex-
panthenol water-in-oil formulations on freshly tattooed skin: Results from a single-blind prospective study. Wounds Int. 2019,
10, 33–39.
81. Celebi, S.; Tepe, C.; Yelken, K.; Celik, O. Efficacy of dexpanthenol for pediatric post-tonsillectomy pain and wound healing. Ann.
Otol. Rhinol. Laryngol. 2013, 122, 464–467. [CrossRef]
82. Gulhas, N.; Canpolat, H.; Cicek, M.; Yologlu, S.; Togal, T.; Durmus, M.; Ozcan Ersoy, M. Dexpanthenol pastille and benzydamine
hydrochloride spray for the prevention of post-operative sore throat. Acta Anaesthesiol. Scand. 2007, 51, 239–243. [CrossRef]
83. Heise, R.; Schmitt, L.; Huth, L.; Krings, L.; Kluwig, D.; Katsoulari, K.-V.; Steiner, T.; Hölzle, F.; Malte, J.; Huth, S. Accelerated
wound healing with a dexpanthenol-containing ointment after fractional ablative CO2 laser resurfacing of photo-damaged skin
in a randomized prospective clinical trial. Cutan. Ocul. Toxicol. 2019, 38, 274–278. [CrossRef]
84. Romiti, R.; Romiti, N. Dexpanthenol cream significantly improves mucocutaneous side effects associated with isotretinoin therapy.
Pediatr. Dermatol. 2002, 19, 368. [CrossRef] [PubMed]
85. Tokura, Y.; Hayano, S. Subtypes of atopic dermatitis: From phenotype to endotype. Allergol. Int. 2022, 71, 14–24. [CrossRef]
[PubMed]
86. Stettler, H.; Kurka, P.; Kandzora, J.; Pavel, V.; Breuer, M.; Macura-Biegun, A. A new topical panthenol-containing emollient for
maintenance treatment of childhood atopic dermatitis: Results from a multicenter prospective study. J. Dermatol. Treat. 2017,
28, 774–779. [CrossRef] [PubMed]
87. Stettler, H.; Kurka, P.; Wagner, C.; Sznurkowska, K.; Czernicka, O.; Bohling, A.; Bielfeldt, S.; Wilhelm, K.P.; Lenz, H. A new topical
panthenol-containing emollient: Skin-moisturizing effect following single and prolonged usage in healthy adults, and tolerability
in healthy infants. J. Dermatol. Treat. 2017, 28, 251–257. [CrossRef]
88. National Institute for Health and Care Excellence (NICE). Atopic Eczema in under 12s: Diagnosis and Management; Guide-
lines, N.C., Ed.; NICE: London, UK, 2021.
89. Proksch, E.; Berardesca, E.; Misery, L.; Engblom, J.; Bouwstra, J. Dry skin management: Practical approach in light of latest
research on skin structure and function. J. Dermatol. Treat. 2020, 31, 716–722. [CrossRef]
90. Hon, K.L.; Kung, J.S.C.; Ng, W.G.G.; Leung, T.F. Emollient treatment of atopic dermatitis: Latest evidence and clinical considera-
tions. Drugs Context 2018, 7, 212530. [CrossRef]
91. Hebert, A.A.; Rippke, F.; Weber, T.M.; Nicol, N.H. Efficacy of Nonprescription Moisturizers for Atopic Dermatitis: An Updated
Review of Clinical Evidence. Am. J. Clin. Dermatol. 2020, 21, 641–655. [CrossRef]
92. Spada, F.; Barnes, T.M.; Greive, K.A. Emollient formulations containing antiseptics reduce effectively the level of Staphylococcus
aureus on skin. Clin. Cosmet. Investig. Dermatol. 2019, 12, 639–645. [CrossRef]
93. Deleuran, M.; Georgescu, V.; Jean-Decoster, C. An Emollient Containing Aquaphilus dolomiae Extract is Effective in the
Management of Xerosis and Pruritus: An International, Real-World Study. Dermatol. Ther. 2020, 10, 1013–1029. [CrossRef]
94. Pugliese, P.; Farina, J.; Chautems, Y. Efficacy of dexpanthenol in wound healing: Double-blind assessment of excised wound
tissue by ultrasound and histologic examination. Nouv. Dermatol. 1995, 14, 130–138.
95. Hartel, M.; Illing, P.; Mercer, J.B.; Lademann, J.; Daeschlein, G.; Hoffmann, G. Therapy of acute wounds with water-filtered
infrared-A (wIRA). GMS Krankenhhyg. Interdiszip. 2007, 2, Doc53.
96. Addor, F.A.S.A.; de Souza, M.C.; Trapp, S.; Peltier, E.; Canosa, J.M. Efficacy and Safety of Topical Dexpanthenol-Containing
Spray and Cream in the Recovery of the Skin Integrity Compared with Petroleum Jelly after Dermatologic Aesthetic Procedures.
Cosmetics 2021, 8, 87. [CrossRef]
97. Stables, G.I.; Wilkinson, S.M. Allergic contact dermatitis due to panthenol. Contact Dermat. 1998, 38, 236–237. [CrossRef]
Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.com

Mengulas artikel ISSN 2689-1093

Artikel Penelitian Penelitian Dermatologi

Tinjauan Sistematis dan Meta-analisis Efektivitas TopikalLidah buayapada


Dermatitis Popok dengan Parameter Derajat Dermatitis Popok dengan Skala
Rinda Gita Atikasari1, Diah Adriani Malik1, Retno Indar Widayati1, Puguh Riyanto1, Asih Budiastuti1, Muslimin1
dan Hardian2

*
1Departemen Dermatovenereologi, Fakultas Kedokteran, Korespondensi:
Universitas Diponegoro/Pusat Kedokteran RS Dr.Kariadi, JL Dr. Jl. Prof. Soedarto, Tembalang, Kecamatan Tembalang,
Sutomo No.16,50244, Semarang, Indonesia.
Kabupaten Kota Semarang, Jawa Tengah 50275, Indonesia, E-
2Jurusan Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas mail: rindakulkel@gmail.com
Diponegoro, Jl Prof Soedarto, Tembalang,50275,
Semarang, Indonesia. Diterima:25 September 2021;Diterima:13 Oktober 2021

Kutipan:Atikasari RG, Malik DA, Widayati RI, dkk. Tinjauan Sistematis dan Meta-analisis Efektivitas TopikalLidah buayapada Dermatitis
Popok dengan Parameter Derajat Dermatitis Popok dengan Skala. Dermatol Res. 2021; 3(2): 1-11.

ABSTRAK
Latar belakang:Untuk balita yang berusia kurang dari 36 bulan, sebagian besar masih menggunakan popok, sehingga ruam
popok sering muncul di area popok. Untuk memperbaiki penghalang kulit, pelembab diperlukan untuk memperbaiki penghalang
kulit. Selain itu, pelembab standar emas ceramide untuk dermatitis popok, bahan topikal dengan bahan alami dapat digunakan,
misalnya lidah buaya topikal.

Objektif:Untuk membuktikan efektivitas pelembab lidah buaya topikal dibandingkan dengan bahan topikal lainnya terhadap
dermatitis popok.

Metode:Hasil pencarian database elektronik Medline Pubmed, Scopus, EBSCOhost, ProQuest, Cochrane
library, ClinicalTrials.gov, ditemukan 5 artikel termasuk dalam tinjauan kualitatif (n = 289 subjek) dan 4
artikel (n = 214 subjek) dimasukkan dalam meta-analisis.
Hasil:Meta-analisis menunjukkan bahwa setelah pemberian topikal Aloe vera terdapat perbedaan rerata skor derajat dermatitis popok sebelum dan sesudah terapi, hasilnya menunjukkan nilai negatif pada penelitian

yang termasuk kelompok perlakuan dengan Aloe vera. Hal ini menunjukkan adanya penurunan derajat dermatitis popok setelah pengobatan dengan Aloe vera. Kelompok kontrol juga menunjukkan bahwa rata-rata

perbedaan skor derajat dermatitis popok setelah pemberian terapi kontrol semuanya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa setelah pemberian terapi pada kelompok kontrol juga terjadi penurunan skor derajat

dermatitis. Penurunan derajat dermatitis popok terbesar terjadi pada penelitian Murni 2020 yaitu -2,10 ± 1,39. Penurunan derajat dermatitis popok paling rendah ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh

Badelbuu 2019 B yang mendapat Chamomile, yaitu -0,93 ± 1,08. Sedangkan pada penelitian Panahi, hasil uji heterogenitas menunjukkan nilai Q=5,324 df=43; p=0,256, I2=24.866. Hal ini menunjukkan bahwa data

homogen, hal ini sejalan dengan hasil uji Q statistik dan heterogenitas, hasil uji I2 diperoleh p < 0,001 yang juga menunjukkan data homogen. Analisis dilakukan dengan menggunakan model fixed effect karena

datanya homogen. Hasil meta analisis menunjukkan bahwa nilai Q statistik adalah nilai z = -0,969 (p = 0,047). Ini memiliki hasil yang cukup berarti. hasil uji heterogenitas menunjukkan nilai Q=5,324 df=43; p=0,256,

I2=24.866. Hal ini menunjukkan bahwa data homogen, hal ini sejalan dengan hasil uji Q statistik dan heterogenitas, hasil uji I2 diperoleh p < 0,001 yang juga menunjukkan data homogen. Analisis dilakukan dengan

menggunakan model fixed effect karena datanya homogen. Hasil meta analisis menunjukkan bahwa nilai Q statistik adalah nilai z = -0,969 (p = 0,047). Ini memiliki hasil yang cukup berarti. hasil uji heterogenitas

menunjukkan nilai Q=5,324 df=43; p=0,256, I2=24.866. Hal ini menunjukkan bahwa data homogen, hal ini sejalan dengan hasil uji Q statistik dan heterogenitas, hasil uji I2 diperoleh p < 0,001 yang juga menunjukkan

data homogen. Analisis dilakukan dengan menggunakan model fixed effect karena datanya homogen. Hasil meta analisis menunjukkan bahwa nilai Q statistik adalah nilai z = -0,969 (p = 0,047). Ini memiliki hasil yang

cukup berarti. Analisis dilakukan dengan menggunakan model fixed effect karena datanya homogen. Hasil meta analisis menunjukkan bahwa nilai Q statistik adalah nilai z = -0,969 (p = 0,047). Ini memiliki hasil yang

cukup berarti. Analisis dilakukan dengan menggunakan model fixed effect karena datanya homogen. Hasil meta analisis menunjukkan bahwa nilai Q statistik adalah nilai z = -0,969 (p = 0,047). Ini memiliki hasil yang

cukup berarti.

Kesimpulan:Meta-analisis menunjukkan bahwa secara statistik hanya ada sedikit perbedaan, tetapi ada juga penelitian
yang memberikan hasil yang signifikan. Aplikasi topikal lidah buaya tampaknya lebih efektif. Hasil analisis kualitatif pada
parameter fungsi sawar kulit lainnya menunjukkan bahwa lidah buaya topikal dapat meningkatkan fungsi sawar kulit
pada pasien dermatitis popok. Selain itu, memberikan hasil yang sama seperti terapi standar dan beberapa terapi topikal
lain yang telah dipelajari yang memiliki efek yang baik dalam memperbaiki penghalang kulit.

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 1 dari 11


Kata kunci dari ringan hingga berat, pada skala 5 poin[9-12].Terapi untuk
topikalLidah buaya, Dermatitis popok, Ruam popok. dermatitis popok dapat menggunakan seng oksida untuk pencegahan
atau pengobatan dermatitis popok tipe sedang; Untuk dermatitis
pengantar popok yang lebih parah, agen antijamur dan kortikosteroid potensi
Dermatitis adalah peradangan kulit yang bersifat akut, sub-akut, atau rendah seperti hidrokortison diperlukan. Lesi yang belum membaik
kronis sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan dapat menggunakan campuran salep nistatin dan salep hidrokortison
endogen yang menimbulkan kelainan klinis berupa polimorfik 1% dengan perbandingan yang sama. Kortikosteroid topikal potensi
fluoresensi dan gatal-gatal. Prevalensi dermatitis di Indonesia adalah rendah umumnya merupakan obat yang aman digunakan untuk anak-
6,8% dari seluruh penyakit kulit. Dermatitis ada bermacam-macam, anak dan direkomendasikan untuk dermatitis popok sedang hingga
salah satunya adalah dermatitis kontak iritan. Prevalensinya berat. Terapi kombinasi antijamur dan kortikosteroid potensi sedang-
meningkat setiap tahun, dengan risiko kulit kering [1,2]. Salah satu tinggi tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan atrofi kulit dan
masalah dermatitis kontak iritan yaitu diaper dermatitis adalah lebih mudah ditembus pada kondisi popok oklusif [7,12].
kelainan kulit (ruam kulit) yang timbul akibat peradangan pada area
yang tertutup popok, yang biasanya muncul di alat kelamin, sekitar Salah satu pilihan terapi untuk meningkatkan fungsi sawar kulit adalah
anus, bokong, selangkangan, dan perut bagian bawah. [3,4]. pelembab. Perbaikan barier epidermis dengan pelembab mencegah
penetrasi iritan dan alergen yang menjadi pemicu lesi eksim, seperti toksin
antigenik yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Selain itu, pelembab
Penyakit ini sering terjadi pada bayi dan balita yang memakai popok, juga berguna dalam terapi pencegahan dan perawatan[13,14].Lidah buaya
biasanya pada usia kurang dari 3 tahun, kebanyakan pada usia 9 merupakan salah satu jenis tumbuhan yang memiliki bahan alami yang
sampai 12 bulan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh World berfungsi sebagai pelembab kulit, penyembuh luka, antioksidan,
Health Organization (WHO) tahun 2012, prevalensi dermatitis popok antijamur, antiinflamasi, antipenuaan, dan antiseptik. Dengan demikian,
pada bayi cukup tinggi yaitu 25% dari 6.840.507.000 bayi yang lahir di penggunaanLidah buaya pelembab dalam memberikan terapi dermatitis
dunia. Angka kejadian dermatitis popok di Indonesia mencapai 7-35% popok saat ini berkembang pesat.Lidah buayagel mengandung air,
yang menyerang bayi laki-laki dan perempuan di bawah usia tiga polisakarida (glukomanan dan acemannan), karboksipeptidase,
tahun [6,7]. magnesium, seng, kalsium, glukosa, kolesterol, asam salisilat, asam
gamma linolenat (GLA), vitamin A, C, E, lignin, saponin, sterol. dan asam
Gangguan pada struktur lapisan lemak dan kerusakan integritas amino [15]. Kandungan mukopolisakarida dalamLidah buayadapat
stratum korneum dapat menyebabkan iritasi yang mudah ditembus membantu meningkatkan kelembaban kulit, merangsang fibroblas yang
oleh mikroorganisme dan mengaktifkan sel-sel Langerhans epidermis. menghasilkan kolagen dan elastin sehingga kulit lebih elastis [16-18].
Enzim lipase dan protease dalam feses dapat mengganggu keutuhan
stratum korneum dan mendegradasi protein, sehingga dapat
menembus sawar kulit. Penetran atau iritan yang berinteraksi dengan Saat ini, studi yang terkait denganLidah buaya(Lidah buaya)
keratinosit merangsang pelepasan sitokin yang kemudian berkembang sangat pesat. Studi yang ada menunjukkan bahwa
mempengaruhi pembuluh darah dermal dan menyebabkan inflamasi. topikal Lidah buayadapat mengurangi skor kehilangan air trans
Iritan ini juga dapat meningkatkan proliferasi, metabolisme, dan epidermal dan meningkatkan kadar air di stratum korneum,
diferensiasi, mengakibatkan epidermis menata ulang stratum mengurangi peradangan dan aktivitas antimikroba, yang
korneum dan mengakibatkan struktur yang rusak, regulasi air yang memungkinkan untuk diterapkanLidah buayadalam dermatologi
abnormal, dan deskuamasi yang tidak memadai [7]. sebagai bahan topikal tambahan untuk terapi dermatitis popok [13].
Oleh karena itu, peneliti penelitian ini tertarik untuk mengetahui
Dermatitis popok disebabkan oleh perubahan lipid kulit dan hidrasi efektivitas pemberianLidah buayagel sebagai bahan tambahan topikal
disertai dengan stratum korneum kasar, yang berbeda dari kondisi pada kulit pasien dermatitis popok. Tujuan dari tinjauan sistematis
kulit normal. Oleh karena itu, iritan lebih mudah menembus dan meta-analisis ini adalah untuk menganalisis efektivitas obat
penghalang kulit yang rusak dan area perubahan kulit akibat topikalLidah buaya sebagai terapi terhadap dermatitis popok.
pemakaian popok dapat mempengaruhi struktur, fungsi, dan respons
penghalang kulit. Hal ini disebabkan berkurangnya ceramide yang Bahan dan metode
menyebabkan gangguan fungsi sawar kulit yang mengakibatkan Pengumpulan data dilakukan secara online di Pubmed-MEDLINE,
peningkatan kehilangan cairan melalui kulit, sehingga kulit menjadi Scopus, EBSCO, Cambridge Core, Elsevier Clinical Key, ProQuest,
lebih kering dan lebih sensitif terhadap berbagai pengaruh fisik dan Springer Link, perpustakaan Cochrane, ClinicalTrials.gov, Web of
kimia. Dalam keadaan hidrasi kulit meningkat, risiko maserasi pada Knowledge, Web of Science, dan pendaftaran uji klinis
pasien dermatitis popok meningkat[8]. internasional Organisasi Kesehatan Dunia , serta penelusuran
tangan dari perpustakaan dengan rentang waktu 2012 hingga
Iritasi kulit dan risiko maserasi pada dermatitis popok 2021. Jenis penelitian ini adalah meta-analisis observasional,
menyebabkan penurunan fungsi kulit. Parameter penilaian sawar tinjauan sistematis dan meta-analisis. Populasi penelitian ini
kulit dapat dinilai dengan metode non-invasif; untuk dermatitis adalah hasil uji klinis penggunaanLidah buayapelembab terhadap
popok, dapat dinilai secara klinis dengan derajat dermatitis dermatitis popok.

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 2 dari 11


Sampel penelitian ini adalah laporan penelitian tentang penggunaanLidah hasil dan Diskusi
buayapelembab pada kulit dermatitis popok yang memenuhi kriteria Pencarian data elektronik dilakukan secara online di Pubmed-
sebagai berikut: Penelitian tentang efektivitas topikalLidah buayaterhadap MEDLINE, Scopus, EBSCO, Cambridge Core, Elsevier Clinical Key,
dermatitis popok baik yang disebabkan oleh infeksi candida maupun iritan ProQuest, Springer Link, perpustakaan Cochrane, ClinicalTrials.
mulai tahun 2012-2020; Studi menggunakan topikalLidah buayapada kulit gov, Web of Knowledge, Web of Science, dan pendaftaran uji klinis
dermatitis popok; Dalam bentuk uji klinis dengan/tanpa pengacakan; internasional Organisasi Kesehatan Dunia, serta pencarian tangan
Rentang usia 0 – 3 tahun; Tidak menderita penyakit sistemik; Hasil dari perpustakaan dengan rentang waktu 2012 hingga 2012
penelitian berupa derajat dermatitis: Artikel ditulis dalam bahasa Inggris diperoleh 115 artikel yang relevan. Dari 115 penyaringan awal, 16
atau bahasa Indonesia. Ukuran sampel adalah semua laporan penelitian di antaranya digandakan sehingga hanya 99 artikel yang relevan.
tentang penggunaan topikalLidah buayapada kulit dermatitis popok yang Setelah dilakukan pengecekan judul dan menghilangkan
sesuai dengan kriteria penelitian. duplikasi, terdapat 28 artikel penelitian. Abstrak artikel-artikel
tersebut kemudian direview sehingga 18 artikel dikeluarkan,
Prosedur Penelitian terdiri dari 9 artikel literature review, 1 artikel tanpa hasil dan 9
Sumber informasi dan strategi pencarian database elektronik artikel penelitian utama di luar topik meta-analisis ini. 28 artikel
termasuk database Medline Pubmed, EBSCO, ProQuest, Elsevier teks lengkap dinilai untuk kelayakan, dan 1 diantaranya
Clinical Key, perpustakaan Cochrane, ClinicalTrials.gov, Web of dikeluarkan karena memiliki isi dan peneliti yang sama, hanya
Knowledge, Web of Science, dan pendaftaran uji klinis internasional tahun terbit artikel yang berbeda. Dari 18 artikel yang dinilai
Organisasi Kesehatan Dunia. Sumber lainnya adalah daftar referensi, untuk eksklusi, 9 studi sisanya digunakan dalam studi kualitatif
prosiding konferensi, peneliti di lapangan, dan jurnal. Pencarian dan kuantitatif untuk menilai efektivitas topikalLidah buaya
sumber informasi dilakukan sampai dilakukan analisis data. Istilah terhadap dermatitis popok dan terhadap bahan topikal lainnya.
Medical Subject Headings (MeSH) berikut digunakan untuk membuat Proses pencarian literatur studi ditunjukkan pada Gambar 1.
dua subkelompok kutipan (1) Lidah buaya; (2) agen topikal; (3) ruam
popok. Ketiga subgrup tersebut digabungkan menggunakan istilah Jumlah sampel dari 9 penelitian adalah 333 orang dengan usia rata-rata
Boolean 'dan' untuk menggabungkan subgrup (1) dengan subgrup 0-36 bulan. Semua penelitian memasukkan diagnosis dermatitis popok
lain, kemudian istilah 'OR' digunakan untuk menggabungkan subgrup sebagai kriteria inklusi dalam pengambilan sampel. Dalam penelitian ini,
(2) dan (3) sehingga diperoleh subset kutipan yang relevan dengan pasien yang memiliki derajat ringan sampai parah dari dermatitis popok
pertanyaan penelitian. Penelusuran literatur dilakukan berdasarkan dipilih. Serta beberapa penelitian yang menggunakan pelembab/bahan
flowchart PRISMA 2009. Tiga peneliti melakukan pencarian literatur topikal tambahan sepertiLidah buaya, minyak calendula atau minyak
independen dan daftar referensi dari semua artikel utama dan chamomille, pacar, minyak kelapa murni dibandingkan dengan terapi
tinjauan literatur terbaru diperiksa untuk mengidentifikasi artikel yang standar untuk dermatitis popok.
tidak ditemukan. Setiap ketidaksepakatan dalam pemilihan kertas dan
ekstraksi data diselesaikan dengan konsensus. Beberapa studi menunjukkan bahwa penerapanLidah buayalebih dari
bahan topikal lainnya. Menurut penelitian Badelbuu et al., topikalLidah
Menggunakan formulir ekstraksi data yang disiapkan, data buayadapat digunakan sebagai pengobatan utama.
diekstraksi secara independen oleh tiga peneliti. Formulir ini
didasarkan pada formulir ekstraksi data dari perpustakaan Karakteristik Penelitian
cochrane yang dimodifikasi. Data yang dicatat adalah perlakuan Berdasarkan hasil penelitian, lokasi penelitian dilakukan di Iran (n=5), disusul
denganLidah buaya, pelembab lain atau tanpa intervensi serta Indonesia (n=3), India (n=1). Semua penelitian adalah uji klinis dengan atau
skor TEWL, derajat dermatitis. Risiko bias dinilai menggunakan tanpa pengacakan (n=9). Jumlah sampel dari 9 penelitian adalah 333 orang, 91
Cochrane Risk of Bias Tool for Randomized Controlled Trials. orang dalam penelitian menggunakanLidah buaya pengobatan dan 93 orang
dalam penelitian ini menggunakan bahan topikal lainnya. Usia rata-rata
Analisis data termasuk dalam penelitian dengan penggunaanLidah buaya adalah mayoritas
Sebelum dilakukan analisis data, data yang terkumpul akan diperiksa berusia 6-24 bulan dan usia rata-rata dalam penelitian dengan penggunaan
kelengkapan dan kebenarannya. Data tersebut dimasukkan ke dalam bahan topikal lainnya adalah 0-36 bulan. Semua penelitian memasukkan
komputer. Data karakteristik penelitian berupa judul penelitian dan diagnosis dermatitis popok dari semua derajat sebagai kriteria inklusi dalam
tahun dicatat dalam bentuk ekstraksi data. Data berupa pengobatan pengambilan sampel. Ada 4 penelitian yang memilih pasien dengan dermatitis
denganLidah buaya, bahan topikal lain atau tanpa intervensi serta popok yang diobati dengan topikalLidah buaya, dan ada juga 5 penelitian yang
derajat dermatitis diekstraksi dari laporan penelitian dan dimasukkan menggunakan pengobatan bahan topikal lain sebagai pengganti terapi standar
ke dalam formulir ekstraksi data. untuk dermatitis popok.

Tinjauan sistematis dan meta-analisis perbedaan rata-rata tertimbang Studi yang berkaitan dengan dermatitis popok semuanya dinilai berdasarkan
antara kelompok perlakuan dan kontrol dianalisis menggunakan derajat dermatitis dan onset pemulihan. Untuk studi yang berhubungan dengan
perangkat lunak tinjauan sistematis Cochrane (Review Manager topikalLidah buaya, misalnya, penelitian oleh Badelbuu et al pada tahun 2019
(RevMan) [Program komputer] Versi 5.3 Kopenhagen: The Nordic [10], di mana penelitian ini menggunakan topikalLidah buayadalam bentuk salep
Cochrane Centre, The Cochrane Collaboration, 2014 ). 95%. Dalam penelitian ini, sampelnya adalah 90 pasien

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 3 dari 11


Identifikasi
Catatan diidentifikasimelalui pencarian basis data Catatan tambahandiidentifikasi melalui lainnya
112 sumber 3
(n = ) (n = )

Catatan setelah duplikat dihapus


Penyaringan (n = 99)

Catatan dikecualikan
setelah tinjauan abstrak (n = 18 )

8 artikel tidak dalam bidang


Rekaman disaring studi
(n = 28)
9 artikel ulasan

1 tidak ada hasil yang diposting


kelayakan

Artikel teks lengkap dikecualikan,


dengan alasan (n = 1)

Teks lengkapartikel yang dinilai


1 studi yang berlebihan
kelayakannya
Termasuk

(n = 10)

Studi termasuk dalam sintesis kualitatif


Artikel mengecualikan,
(n = 9)
dari analisis meta
dengan alasan (n= 5)

5 agen topikal lainnya,

Studi termasuk dalam Lidah buayabukan

sintesis kuantitatif termasuk dalam

(meta-analisis) kelompok intervensi

(n = 4)

Gambar 1:Flowchart identifikasi dan pemilihan literatur penelitian dalam tinjauan sistematis dan meta-analisis.

dengan usia rata-rata 4-6 bulan, studi Badelbuu memperhatikan rata-ratanya adalah 1,056 ± 0,779. Penilaian dengan persentase terdapat 5
penggunaanLidah buayadan bahan topikal lainnya yaitu chamomile responden (55,6%) mengalami perubahan derajat dermatitis pada skala 0
yang dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapat zinc dengan penggunaan minyak zaitun, sedangkan untuk kelompok kontrol
oxide, klotrimazol dan hidrokortison yang merupakan terapi standar tidak ada perubahan. Perubahan derajat ruam popok karena penggunaan
untuk dermatitis popok. Kelompok perlakuan diberikan topikalLidah minyak zaitun dalam pengobatan dermatitis popok dalam melembabkan
buayadan chamomile topikal. dan memberikan perbaikan pada penghalang kulit. Secara teoritis, minyak
zaitun memiliki beberapa manfaat untuk melembutkan kulit, menjaga
Hasil Analisis Data Kualitatif(Tinjauan Sistematis) Lima literatur kelembapan dan elastisitas kulit serta memperlancar proses regenerasi
dianalisis secara kualitatif [26-30). Hasilnya disajikan sebagai kulit.
berikut:
2. Meliyana 2017 [27]
1. Heri 2018 [26] Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian
Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menggunakan 18 sampel minyak kelapa terhadap kejadian ruam popok pada bayi usia 3-24
dengan kriteria usia 0-12 bulan. Metode penelitian yang digunakan adalah bulan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan
quasi-experimental design dengan pre and post test, dan memiliki risiko one group pre-test post-test design pre-experimental design. Jumlah
bias yang lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan perbandingan antara sampel sebanyak 16 responden. Penelitian dilakukan pada kelompok
minyak zaitun. Penelitian ini menilai derajat dermatitis dengan 3 skala yang perlakuan dan kelompok kontrol. Penelitian ini menggunakan skala
diamati selama 3 hari dengan perlakuan diberikan pada kelompok dengan dermatitis 3 derajat, skala tersebut dinilai sebelum dan sesudah
minyak zaitun dan kelompok kontrol menggunakan aquabides dioleskan diberikan perlakuan. Perlakuan pemberian minyak kelapa dua kali
dua kali sehari. Pada penelitian ini derajat dermatitis pada kelompok sehari pada pagi dan sore hari, dilakukan selama 4 hari. Sebelum
sebelum pengobatan derajat I sebanyak 5 responden (55,6%). Penilaian perlakuan, skala dermatitis 1 adalah 8 koresponden (50%), sedangkan
dilakukan pada hari pertama dan hari ketiga dengan hasil pada hari derajat 2 adalah 8 koresponden (50%) dengan rerata 1,50. Setelah
pertama mendapatkan rata-rata 1,3±0,6749, sedangkan pada hari ketiga diberi intervensi minyak kelapa selama 4

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 4 dari 11


hari rata-rata derajat ruam popok pada bayi menurun, ada 7 bayi bahan. Pengamatan dilakukan selama 3 hari, dan dinilai pada hari
yang mengalami derajat 0 (tidak ada ruam), 7 bayi yang pertama dan ketiga. Perlakuan diberikan dengan pemberian krim
mengalami derajat 1 (kemerahan) dan 2 bayi yang masih pada kelompok calendula dan bentonit tiga kali sehari selama tiga
mengalami derajat 1 dengan rerata 0,69. Diantaranya terdapat 6 hari. Pada penelitian ini, pada 6 jam pertama didapatkan hasil
bayi yang mengalami dermatitis popok derajat 2 sampai derajat 1, krim bentonit sebesar 44%, sedangkan calendula sebesar 27%.
6 bayi yang mengalami dermatitis derajat 1 sampai dengan Dan hasil yang diperoleh pada penelitian ini untuk awal
dermatitis derajat 0, 1 bayi dari dermatitis derajat 2 sampai kesembuhan selama perawatan sampai membaik kurang lebih 3
derajat 0, dan 2 bayi yang tidak mengalami dermatitis. perubahan hari dari bentonit sebesar 44,14 ± 23,95 jam, sedangkan untuk
dermatitis tingkat 1. Oleh karena itu, sekitar 95% pengobatan calendula sebesar 86,43 ± 24,13 jam. Oleh karena itu, dari hasil
minyak kelapa menunjukkan efektivitas minyak kelapa untuk bayi yang diperoleh, penggunaan krim bentonit lebih cepat sembuh
yang menderita dermatitis popok. Minyak kelapa mengandung dibandingkan krim calendula. Penelitian ini juga memiliki risiko
pelembab alami dan mengandung asam lemak jenuh rantai bias yang cukup rendah. Bentonit termasuk dalam jenis mineral
sedang yang mudah menembus lapisan kulit dan menjaga berupa aluminium phyllosilicate. Bahan ini bisa sebagai pelembab,
elastisitas kulit. Ini juga mengandung asam laurat, yang diubah melindungi kulit dan meningkatkan penyerapan.
menjadi monokarpin dalam tubuh,

3. Keshavarz, dkk. 2016 [28] 5. Nourbakhsh, dkk 2016 [30]


Penelitian ini untuk mengetahui efektivitas penggunaan bahan topikal Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas bahan topikal
pengobatan henna tradisional dan hidrokortison untuk pengobatan yang mengandung magnesium 2% dalam pengobatan dermatitis
dermatitis popok. Penelitian ini menggunakan metode uji klinis acak popok. Penelitian ini menggunakan metode studi uji klinis double-
tersamar tiga kali lipat. Menggunakan 88 responden yang dibagi menjadi 2 blind. Dalam penelitian ini, koresponden berusia kurang dari 2 tahun
kelompok yaitu kelompok perlakuan menggunakan 25% minyak henna dan dilibatkan. Menggunakan 64 sampel pasien dermatitis popok. Hasil
kelompok kontrol menggunakan krim hidrokortison. Penilaian dalam penelitian didapatkan onset of recovery (waktu penyembuhan). Usia
penelitian ini menggunakan derajat dermatitis, perlakuan diberikan tiga rata-rata adalah 1,9 ± 0,8 tahun dan usia rata-rata pada kelompok
kali sehari dan diamati selama 5 hari. Serta dinilai pada hari pertama, kontrol adalah 1,9 ± 0,6 tahun. Kelompok perlakuan pertama
ketiga dan kelima. Pada penelitian ini perlakuan dibagi menjadi dua menggunakan bahan yang mengandung calendula dan magnesium,
kelompok, 41 koresponden menggunakan minyak henna dan 41 sedangkan kelompok perlakuan kedua hanya menggunakan
koresponden menggunakan krim hidrokortison. Hasil yang diperoleh pada calendula. Perlakuan diberikan tiga kali sehari pada kelompok 1 dan 2
pemeriksaan hari pertama dan ketiga, tidak ada hasil yang signifikan untuk diamati selama 5 hari. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini rerata
kedua kelompok. Rerata skor pada hari kelima, rerata skor pasien grade 0 lama hari pada kelompok perlakuan menggunakan krim yang
kelompok perlakuan dengan henna adalah 37 (90,2), sedangkan skor mengandung calendula dan magnesium 2% 1,5 ± 0.
rerata pasien grade 0 dengan hidrokortison adalah 25 [28]. Namun, pada
hari kelima, ada hasil yang signifikan pada pasien yang menerima minyak Rerata hari kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang signifikan
pacar dibandingkan dengan penggunaan krim hidrokortison. Dalam dibandingkan dengan kelompok kontrol. Menurut James et al, efektivitas
penelitian ini, ada sedikit risiko bias dan memiliki kualitas penelitian yang penggunaan magnesium untuk dermatitis telah dipelajari dan menunjukkan
baik. hasil yang baik dalam memulihkan kondisi kulit dan melindungi kulit dari
alergen, serta mampu melembabkan dan menggantikan lemak pada kulit,
Henna merupakan tumbuhan alami yang dapat memberikan efek anti sehingga dapat mengurangi gejala. dari dermatitis.
inflamasi, antipiretik dan analgesik. Selain itu disebutkan dapat sebagai
antioksidan, imunomodulator dan dapat mengurangi efek kortikosteroid. Hasil Data Kuantitatif (Meta-Analisis)
Dalam pengobatan dermatitis popok, perbaikan penghalang yang baik Rerata perbedaan skor derajat dermatitis sebelum dan sesudah perlakuan
dengan pemilihan krim yang tepat dan frekuensi penggantian popok, pada kelompok perlakuan yang mendapatLidah buayadan kelompok
sangat membantu untuk mengobati dermatitis popok. kontrol ditunjukkan pada Tabel 1.

4. Mahmoudi, dkk 2013 [29] Tabel 1:Perbedaan rerata skor derajat dermatitis popok sebelum dan
Penelitian ini membandingkan efek bentonit dan calendula dalam sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan yang mendapat Lidah
memberikan efek terapeutik pada dermatitis popok. Penelitian ini buayadan kelompok kontrol.
dilakukan di India pada tahun 2015, metode penelitian yang digunakan Perlakuan Kontrol
Nama dari Kontrol
adalah double blind randomized controlled trial. Penelitian ini Tidak
Rata-rata ± Rata-rata ±
Peneliti Jenis n n
menggunakan 100 sampel yang diambil dari umur 1 sampai 24 bulan, SD SD
dengan rerata umur 6,45 ± 5,53 bulan untuk kelompok calendula, dan 7,35 1 Badelbuu 2018 [9] Plasebo - 1,04 ± 0,88 30 - 1,10 ± 0,75 29
± 6,28 bulan untuk kelompok bentonit. Bahan yang digunakan adalah 2 Badelbuu 2019 [10] Kamomil - 1,04 ± 0,88 30 - 0,93 ± 1,08 30
bentonit 50% cr dan calendula 1,5% cr. Sebelum dioleskan, bahan topikal
3 Shaharast 2018 [12] Seng oksida - 1,80 ± 0,90 20 - 1,75 ± 0,90 20
ini juga diuji alergi pada lengan pasien dan menunggu selama 20 menit
4 Murni 2020 [25] VCO - 2,10 ± 1,39 9 - 2,00 ± 1,38 9
untuk melihat apakah pasien memiliki riwayat bahan topikal. Studi ini
5 Panahi 2012 [11] calendula - 1,19 ± 1,01 32 - 1,91 ± 0,89 34
menilai waktu penyembuhan yang dihasilkan oleh dua topikal ini

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 5 dari 11


Keseluruhan

Meja 2:Hasil meta-analisis efektivitasLidah buayaterapi dibandingkan dengan kelompok kontrol pada skor derajat dermatitis iaper.

Gambar 2:Plot corong menggunakan 4 studi kemanjuran terapeutik dengan topikalLidah buayapada dermatitis popok.

Pada tabel 2 perbedaan rata-rata derajat dermatitis popok sebelum dermatitis popok. Hasil uji heterogenitas menunjukkan nilai
dan sesudah terapi pada penelitian yang termasuk dalam kelompok Q=5,324 df=43; p=0,256, I2=24.866. Hal ini menunjukkan
perlakuan denganLidah buayaadalah negatif. Hal ini menunjukkan bahwa data homogen, sejalan dengan hasil uji statistik Q dan
penurunan derajat dermatitis popok setelah pengobatan denganLidah heterogenitas, hasil uji I2 diperoleh p < 0,001 yang juga
buaya. Kelompok kontrol juga menunjukkan bahwa rata-rata menunjukkan data homogen. Analisis dilakukan dengan
perbedaan skor derajat dermatitis popok setelah pemberian terapi menggunakan model fixed effect karena datanya homogen.
kontrol semuanya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa setelah Hasil meta analisis menunjukkan bahwa nilai Q statistik adalah
pemberian terapi pada kelompok kontrol juga terjadi penurunan skor nilai z = -0,969 (p = 0,047). Hal ini menunjukkan bahwa secara
derajat dermatitis. Penurunan derajat dermatitis popok terbesar keseluruhan penyelenggaraanLidah buayasecara signifikan
terjadi pada penelitian Murni 2020 yaitu -2,10 ± 1,39 [25]. Penurunan dapat mengurangi skor derajat dermatitis popok.
derajat dermatitis popok terendah ditemukan pada penelitian
Badelbuu 2019 yang mendapatkan Chamomile, yaitu Tabel 6 juga menunjukkan hasil meta-analisis perbedaan rerata
- 0,93 ± 1,08 [10]. skor derajat dermatitis popok secara keseluruhan - 0,258 ± 0,13
(95% CI = - 0,512 hingga - 0,004). Hal ini menunjukkan bahwa skor
Hasil meta-analisis efektivitasLidah buaya terapi dibandingkan derajat dermatitis popok setelah pengobatan denganLidah buaya
dengan kontrol untuk pengobatan dermatitis popok lebih rendah dari kontrol, tetapi secara statistik perbedaannya
ditunjukkan pada Tabel 2. signifikan (p=0,047).

Tabel 2 menunjukkan hasil meta-analisis efektivitasLidah Analisis sensitivitas dengan mengecualikan salah satu studi yang termasuk
buayaterapi dibandingkan dengan kontrol pada skor derajat dalam meta-analisis tidak mengubah hasil keseluruhan. Keseluruhan

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 6 dari 11


hasil masih menunjukkan bahwa pemberianLidah buayamasih risiko bias, simbol lingkaran-dengan tanda tanya risiko bias tidak
memberikan penurunan skor dermatitis popok yang signifikan (p = 0,047). dapat dinilai, simbol lingkaran-dengan tanda negatif
menunjukkan risiko bias yang tinggi.
Penilaian adanya bias publikasi ditunjukkan pada Gambar
2. Tabel 3 menunjukkan bahwa studi Badelbuu 2019 memiliki risiko bias yang rendah. Studi Shahparast 2018 termasuk dalam risiko bias yang

tidak dapat dinilai. Penelitian Badelbuu 2018 dinyatakan sebagai RCT double blind menggunakan metode 6 blok tetapi mekanisme pemilihan

Gambar 2 menunjukkan bahwa plot corong simetris dengan subjek menggunakan mekanisme convenience sampling. Mekanisme alokasi tidak didefinisikan dengan jelas sehingga risiko biasnya tinggi.

perbedaan standar nilai rata-rata di sisi kanan garis nol (studi Penelitian Badelbuu juga menyebutkan bahwa blinding dilakukan pada staf dan pasien, namun mekanisme blinding tidak dijelaskan. Semua

Badelbuu 2018, Badelbuu 2019, Shahparast 2018 dan Murni 2020). mata pelajaran dapat ditindaklanjuti. Risiko bias lainnya juga tidak dijelaskan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka risiko bias pada

Studi Panahi ditampilkan di sebelah kiri. Hasil analisis dengan uji penelitian Shahparast 2018 termasuk dalam kategori non-assessable. Studi Murni 2020 adalah studi uji klinis yang mencakup uji coba acak

regresi Egger memberikan hasil yang tidak signifikan (p=0.664). semu eksperimental tetapi metode pengacakan tidak dijelaskan. Blinding tidak dijelaskan apakah dilakukan atau tidak. Sumber bias lain

Ini menunjukkan secara statistik tidak ada bias publikasi [12]. tidak dapat dinilai. Tidak lengkap juga tidak bisa dinilai. Berdasarkan pernyataan tersebut, studi Murni 2020 termasuk dalam kategori bias

berisiko tinggi. Penelitian Panahi 2012 yang dalam metode menyebutkan bahwa dilakukan pengacakan tetapi tidak dijelaskan metode

Risiko Bias dari studi yang disertakan pengacakan, metode membutakan dan penyembunyian juga tidak dijelaskan. Risiko bias tidak dijelaskan tetapi ada kemungkinan bias

Artikel penelitian yang termasuk dalam meta-analisis adalah 4 penelitian pengamat. Semua kasus ditindaklanjuti untuk penyelesaian dan tidak ada sumber bias lain yang dilaporkan. Secara keseluruhan, studi

(yaitu Badelbuu et al, 2019; Panahi et al, 2012; Shahparast et al, 2018; dan Panahi berada dalam kategori risiko bias yang tidak jelas. Kajian Murni 2020 termasuk dalam kategori bias berisiko tinggi. Penelitian Panahi

Murni, 2020 dengan data pra dan pasca perawatan. Empat penelitian yang 2012 yang dalam metode menyebutkan bahwa dilakukan pengacakan tetapi tidak dijelaskan metode pengacakan, metode membutakan dan

melakukan data laporan meta analisis dengan outcome derajat dermatitis penyembunyian juga tidak dijelaskan. Risiko bias tidak dijelaskan tetapi ada kemungkinan bias pengamat. Semua kasus ditindaklanjuti untuk

dengan skala 5. Keempat penelitian tersebut melaporkan derajat penyelesaian dan tidak ada sumber bias lain yang dilaporkan. Secara keseluruhan, studi Panahi berada dalam kategori risiko bias yang tidak

dermatitis sebelum dan sesudah pengobatan. jelas. Kajian Murni 2020 termasuk dalam kategori bias berisiko tinggi. Penelitian Panahi 2012 yang dalam metode menyebutkan bahwa

dilakukan pengacakan tetapi tidak dijelaskan metode pengacakan, metode membutakan dan penyembunyian juga tidak dijelaskan. Risiko

Risiko bias dari studi yang disertakan dalam analisis, baik kualitatif bias tidak dijelaskan tetapi ada kemungkinan bias pengamat. Semua kasus ditindaklanjuti untuk penyelesaian dan tidak ada sumber bias lain

maupun kuantitatif, dinilai menggunakan formulir data The yang dilaporkan. Secara keseluruhan, studi Panahi berada dalam kategori risiko bias yang tidak jelas. Semua kasus ditindaklanjuti untuk

Cochrane Collecting untuk RCT saja [20] dan alat The Cochrane penyelesaian dan tidak ada sumber bias lain yang dilaporkan. Secara keseluruhan, studi Panahi berada dalam kategori risiko bias yang tidak

Collaboration untuk menilai risiko bias dalam uji coba acak [21), jelas. Semua kasus ditindaklanjuti untuk penyelesaian dan tidak ada sumber bias lain yang dilaporkan. Secara keseluruhan, studi Panahi

termasuk pengacakan , penyembunyian alokasi, membutakan berada dalam kategori risiko bias yang tidak jelas.

subjek studi, hasil yang membutakan, data hasil yang tidak


lengkap, pemilihan hasil yang dilaporkan, dan bias lainnya.
Penilaian risiko bias dari masing-masing aspek ini kemudian Oleh karena itu, dari 4 penelitian yang termasuk dalam meta-analisis,
dikonversi sesuai dengan standar Agency for Healthcare Research hanya 1 penelitian yang memiliki risiko bias rendah (25,0%). Studi Heri
and Quality (AHRQ). Penilaian risiko untuk bias ditunjukkan pada 2018 tidak memasukkan metode pengacakan, penyembunyian alokasi,
Tabel 3. Risiko bias dalam studi disertakan. membutakan subjek penelitian atau membutakan hasil. Sementara itu,
kajian Panahi tentang Blinding Peserta dan Personil serta Blinding of
Outcome Assessment mendapatkan hasil yang tidak jelas sehingga risiko
bias menjadi kualitas yang adil. Namun, penelitian ini dikategorikan
sebagai kualitas bukti yang cukup baik. Kajian Maliyana, 2017 memiliki
Blinding (peserta dan personel)

risiko bias yang tinggi untuk Pembutaan Peserta dan Personil dan
pembuatan urutan Acak, serta pelaporan selektif. Sedangkan Shahparast,
Membutakan (penilaian hasil)

dkk 2018 juga memiliki risiko bias yang tinggi terhadap Blinding Peserta
Generasi urutan acak

Data hasil tidak lengkap


Alokasi penyembunyian

dan Personil. Oleh karena itu, penelitian Heri pada tahun 2017
Sumber bias lainnya

dikategorikan sebagai bukti kualitas rendah.


Pelaporan selektif

Diskusi
bias lainnya

Dermatitis popok, juga dikenal sebagai ruam popok, adalah peradangan


Keseluruhan

pada kulit di area yang tertutup popok, yaitu paha, bokong, dan area anus.
Badelbuu 2019 (10)
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit kulit yang paling sering terjadi

Shahparast 2018 (12)


pada bayi dan anak yang popoknya selalu basah dan jarang diganti, dapat
juga terjadi pada pasien inkontinensia yang membutuhkan popok untuk
Murni 2020 [25) menampung urin atau feses. hidrasi kulit meningkat, kulit lembab lebih
mudah terluka akibat gesekan popok saat anak bergerak dan lebih mudah
Panahi 2012 (11)
teriritasi. Kulit yang basah juga memungkinkan tumbuhnya bakteri dan
jamur yang dapat meningkatkan pH kulit lokal, meningkatkan aktivitas
Tabel 3:Risiko bias dalam studi yang disertakan. lipase dan protease tinja. Dermatitis popok juga dapat disebabkan oleh:
Candida albicansyang merupakan parasit sekunder. Penggunaan antibiotik
Risiko bias dalam studi yang digunakan untuk tinjauan sistematis dan juga meningkatkan kolonisasiCandida albicans[7,23].
metaanalisis. Simbol lingkaran dari-dengan tanda positif menunjukkan rendah

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 7 dari 11


Faktor lain termasuk kontak dengan iritasi kulit (urin, feses, garam empedu), gesekan mekanis (kulit ke kulit, popok ke kulit), merupakan salah satu penelitian yang memberikan hasil yang baik
pH kulit, status gizi atau diet (komposisi tinja), diare, dan kondisi medis tertentu. Munculnya iritasi pada dermatitis popok secara statistik yaitu penelitian menurut Panahi. Penelitian yang ada
pada dasarnya terjadi karena adanya iritasi (stimulasi), terutama dari urin dan feses yang terlalu lama bersentuhan dengan telah menilai kemanjuran topikalLidah buayadan calendula dalam
kulit sehingga membuat kulit menjadi basah dan mudah teriritasi. Urine dan feses adalah kontaminan utama di area popok, mengobati dermatitis popok. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
keduanya berkontribusi terhadap dermatitis popok iritan. Urine memiliki pH asam 4,6-8, feses memiliki pH basa 6,5-7,5, dan Panahi dkk mengatakan bahwa penelitian ini menggunakan 2
pH kulit di area popok terutama bokong sekitar 5,5 [24,25]. Campuran feses dan urin mengubah pH kulit menjadi lebih basa kelompok yaitu kelompok perlakuan (lidah buaya n=32) dan kelompok
>6. Protease dan lipase dalam tinja menjadi lebih aktif pada pH tinggi, sedangkan protein dan lemak di kulit cenderung kontrol (calendula n=34). Untuk hasilLidah buayamengalami perbaikan
terdegradasi dan menyebabkan iritasi atau dermatitis, sedangkan mikrobiota tinja dapat menyebabkan dermatitis popok setelah diobati denganLidah buayaitu dapat mengurangi pasien
iritan. Urine juga mengandung berbagai organisme, termasuk bakteri amoniagen yang dapat mengubah urea menjadi dengan tingkat skor dermatitis yang lebih tinggi ke yang lebih rendah.
amonia. Bayi dengan dermatitis popok juga biasanya terjadi karena riwayat atopik, dominasi Th2 pada pasien dermatitis UntukLidah buayakrim, dikatakan juga berpengaruh signifikan dalam
atopik menyebabkan pematangan sel B dan mengubah IgM menjadi IgE. Gen filaggrin (FLG) pada kromosom 1q21 yang menurunkan skor derajat dermatitis popok.10 Hasil meta analisis
mengkode protein kunci dalam diferensiasi epidermis juga berperan dalam munculnya gejala klinis pada dermatitis atopik, efektivitas krimLidah buaya terapi dibandingkan dengan kontrol pada
yaitu kulit kering dan bersisik. sedangkan mikrobiota tinja dapat menyebabkan dermatitis popok iritan. Urine juga skor derajat dermatitis popok. Hasil uji heterogenitas menunjukkan
mengandung berbagai organisme, termasuk bakteri amoniagen yang dapat mengubah urea menjadi amonia. Bayi dengan nilai Q=5,324 df=43; p=0,256, I2=24.866. Hal ini menunjukkan bahwa
dermatitis popok juga biasanya terjadi karena riwayat atopik, dominasi Th2 pada pasien dermatitis atopik menyebabkan data homogen, sejalan dengan hasil uji statistik Q dan heterogenitas,
pematangan sel B dan mengubah IgM menjadi IgE. Gen filaggrin (FLG) pada kromosom 1q21 yang mengkode protein kunci hasil uji I2 diperoleh p < 0,001 yang juga menunjukkan data homogen.
dalam diferensiasi epidermis juga berperan dalam munculnya gejala klinis pada dermatitis atopik, yaitu kulit kering dan Analisis dilakukan dengan menggunakan model fixed effect karena
bersisik. sedangkan mikrobiota tinja dapat menyebabkan dermatitis popok iritan. Urine juga mengandung berbagai datanya homogen. Hasil meta analisis menunjukkan bahwa nilai Q
organisme, termasuk bakteri amoniagen yang dapat mengubah urea menjadi amonia. Bayi dengan dermatitis popok juga statistik adalah nilai z = -0,969 (p = 0,047). Hal ini menunjukkan bahwa
biasanya terjadi karena riwayat atopik, dominasi Th2 pada pasien dermatitis atopik menyebabkan pematangan sel B dan secara keseluruhan penyelenggaraanLidah buayasecara signifikan
mengubah IgM menjadi IgE. Gen filaggrin (FLG) pada kromosom 1q21 yang mengkode protein kunci dalam diferensiasi dapat mengurangi skor derajat dermatitis popok. Sementara itu, dari
epidermis juga berperan dalam munculnya gejala klinis pada dermatitis atopik, yaitu kulit kering dan bersisik. 4Lidah buaya penelitian yang dapat dilakukan secara meta-analisis,
koresponden yang diperoleh adalah koresponden terbanyak dengan
derajat ringan-sedang.

Lidah buayabarbadense Miller mengandung 72 zat yang Rerata perbedaan skor derajat dermatitis popok sebelum dan sesudah
dibutuhkan oleh tubuh. Diantara 72 zat tersebut terdapat 18 terapi pada penelitian yang termasuk dalam kelompok perlakuan dengan
macam asam amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, Lidah buayaadalah negatif. Hal ini menunjukkan adanya penurunan derajat
enzim, hormon dan zat golongan obat seperti antibiotik, dermatitis popok setelah pengobatan denganLidah buaya. Sedangkan
antiseptik, antibakteri, antikanker, anti virus, antijamur, anti- pada kelompok kontrol juga terjadi penurunan derajat dermatitis popok
infeksi, anti-bakteri, anti-inflamasi, anti-pembengkakan, anti- yang terbesar pada penelitian Murni 2020 yaitu -2,10 ± 1,39 dengan
parkinson, anti-aterosklerosis, dan anti-obat yang resisten menggunakan minyak kelapa murni sebagai kontrol. Penurunan derajat
terhadap antibiotik. Secara biomolekuler, disebutkan juga bahwa dermatitis popok terendah terdapat pada penelitian Badelbuu 2019 yang
Lidah buaya yang dapat disebut sebagai fitokimia, seperti vitamin, mendapat Chamomile, yaitu -0,93 ± 1,08.
enzim, mineral, gula, asam salisilat, lignin, saponin, asam amino
dan antrakuinon yang terkandung dalam daun ekstrak tumbuhan
Berdasarkan penelitian Badelbuu 2019 disimpulkan bahwa tidak ada
dapat bertindak seperti siderofor kuat, yang mengkelat besi dari
perbedaan yang signifikan antara pemberianLidah buayadibandingkan
media dan mendegradasi biofilm bakteri. Memang, daun A. vera
dengan terapi rutin yaitu campuran seng oksida, hidrokortison dan
dilaporkan mengandung sebanyak 75 buah nutrisi dan 200
klotrimazol atau bahan topikal lainnya seperti chamomile. Dengan rerata
senyawa aktif dari komponen utama antrakuinon (aloin, anthranol
hasil -1,04 ± 0,88 pada kelompok perlakuan dengan perbandingan plasebo
dan asam aloetic) dengan vitamin.
dan rata-rata kelompok perlakuan dengan perbandingan chamomile -1,04
± 0,88 untuk kelompok kontrol plasebo yang menggunakan terapi rutin
Oleh karena itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan secara
memiliki rerata -1,10 ± 0,75 chamomile adalah - 0,93 ± 1,08, berdasarkan
metaanalisis (kuantitatif) dan tinjauan sistematis (kuantitatif) pada
hasil tersebut juga tidak ada perbedaan yang signifikan dengan pemberian
topikalLidah buayadan bahan topikal lainnya untuk mengetahui
apakah dapat dibuktikan secara statistik keefektifan topikalLidah Lidah buaya dibandingkan dengan chamomile dan plasebo yang

buaya dalam meningkatkan derajat dermatitis popok, dalam hal ini mengandung terapi rutin. Jadi, memberiLidah buayadapat digunakan

meningkatkan sawar kulit. sebagai alternatif untuk dermatitis popok. Dibandingkan dengan terapi
chamomile rutin dan topikal, menurut Badelbuu, tidak ada perbedaan
Dalam penelitian ini, data kuantitatif berdasarkan empat penelitian dalam proses penyembuhan menggunakanLidah buayaatau terapi rutin
tentang dermatitis popok dirawat, salah satunya dengan topikalLidah atau chammomile. Dalam penelitian Badelbuu juga dikatakan bahwa,
buayadan beberapa dibandingkan dengan terapi standar sebagai kontrol pasien dengan lichen planus oral digunakan Lidah buayaterapi salep
atau menggunakan bahan topikal lain sebagai pembanding. Menunjukkan dibandingkan dengan triamcinolone setelah 8 minggu berdasarkan data
hasil yang berbeda. Dari 4 penelitian, koresponden yang menerima topikal statistik, memberikanLidah buayasalep lebih direkomendasikan daripada
Lidah buaya terapi mengalami penurunan skor derajat dermatitis. Di sana triamcinolone [10].

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 8 dari 11


Penelitian menurut Shahparast et al 2015 juga mengatakan bahwa = - 0,51 sampai - 0,004). Hal ini menunjukkan bahwa skor derajat dermatitis
pemberian topikalLidah buayauntuk 40 anak yang membandingkan topikal popok setelah pengobatan denganLidah buayalebih rendah dari kontrol,
Lidah buayadan terapi seng oksida, sama dalam hal mengurangi derajat tetapi secara statistik perbedaannya signifikan (p=0,047). Analisis
dermatitis popok. Menurut Shahparast, tidak ada perbedaan yang sensitivitas dengan mengecualikan salah satu studi yang termasuk dalam
signifikan antara pemberian seng oksida danLidah buayapada pasien meta-analisis tidak mengubah hasil keseluruhan. Hasil keseluruhan masih
dermatitis popok. Hasil meta analisis untuk kelompok perlakuan rerata menunjukkan bahwa pemberianLidah buayamasih memberikan
-1,80 ± 0,90 dan kelompok kontrol yang menggunakan seng oksida penurunan skor dermatitis popok yang signifikan (p = 0,047).
memiliki rerata -1,75 ± 0,90. Sehingga hasilnya juga kurang signifikan dan
membuktikan secara statistik bahwaLidah buayaterapi memiliki efektivitas Penelitian data kualitatif didasarkan pada lima penelitian yang
yang sama seperti seng oksida. Dalam jurnal ini juga disebutkan bahwa menggunakan bahan topikal lain yaitu menggunakan bentonit
terapi untuk dermatitis popok dapat dibagi menjadi dua, yaitu herbal atau dibandingkan dengan calendula. Dengan efektivitas bentonit lebih cepat
kimia. Beberapa contoh tumbuhan kimia seperti seng oksida, untuk memperbaiki dermatitis popok dibandingkan dengan calendula.
kortikosteroid, lanolin dan vitamin AD, bahan-bahan tersebut juga dapat Karena bentonit memiliki efek sebagai pelembab, pelindung kulit dan
memberikan efek dermatitis alergi yang juga dapat menghambat proses sebagai penyerap air. Ini adalah jenis mineral phyllosilicate aluminium. Dan
penyembuhan. Biasanya untuk zinc oxide dapat digunakan sekaligus Bentonite juga berbentuk jelly sehingga sangat baik digunakan sebagai
sebagai pencegahan dan terapi, terutama jika pasien telah menggunakan pelembab. Kelebihan bentonit adalah tidak ada efek samping dan murah.
kortikosteroid jangka panjang. Tanaman herbal sepertiLidah buayajuga Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahmoudi dkk, disebutkan bahwa
memiliki sifat antibakteri, antiinflamasi, antijamur dan dapat membantu dalam 6 jam pertama terlihat peningkatan derajat dermatitis popok
menyembuhkan luka. Namun, kandungan magnesium laktat dalamLidah dibandingkan calendula. Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa
buayajuga dapat menyebabkan alergi atau iritasi sehingga dapat bentonit yang dioleskan pada tikus yang terluka juga dapat membantu
menghambat proses penyembuhan pada dermatitis. Namun, dalam menyembuhkan luka tikus. Bentonit yang diaplikasikan pada dermatitis
penelitian ini dikatakan bahwa potensiLidah buaya gel merupakan bahan popok selama 6 jam pertama memberikan perbaikan derajat dermatitis
alami yang dapat menggantikan terapi kimia seperti zinc oxide, karena 88% (n=44), dan hanya 54% (n=27) yang diberikan krim calendula dalam 6
tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemberianLidah buayadan jam pertama. Jadi, untuk calendula cream juga bisa digunakan sebagai
seng oksida dalam menurunkan skor derajat dermatitis. terapi pada diaper dermatitis jika tidak memiliki derajat yang parah.

Untuk penelitian lebih lanjut, penggunaan minyak zaitun menurut Heri 2018.
Lidah buayapendaftaran telah melaporkan untuk mempercepat penyembuhan Minyak zaitun juga dapat efektif dalam memperbaiki kondisi dermatitis popok,
dermatitis popok. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara topikalLidah terbukti dengan hasil peningkatan derajat dermatitis popok pada bayi yang
buayadan minyak kelapa murni (VCO). Hasil rata-rata pada kelompok perlakuan diobati dibandingkan dengan kontrol. Minyak Zaitun mengandung bahan-bahan
diperoleh rata-rata -2,10±1,39, sedangkan pada kelompok kontrol -2,00±1,38.
yang berguna untuk menjaga kulit yang rusak dan kaya akan vitamin A, dimana
Untuk hasil rata-rata tidak menunjukkan hasil yang signifikan untuk topikalLidah
vitamin A dapat berfungsi untuk memperbaiki sistem lapisan epidermis dan
buaya dibandingkan dengan minyak kelapa murni sehingga pemberianLidah
dermis hingga ke tingkat DNA. Selain itu, minyak zaitun juga mengandung
buayaatau VCO dapat memberikan hasil yang baik dalam meningkatkan derajat
vitamin B2, vitamin C, vitamin D dan vitamin E. Untuk vitamin B2 berguna untuk
dermatitis popok. Dalam hal ini, topikalLidah buayadiberikan pada bayi dengan
memperbaiki jaringan, Vitamin C, E dan D dapat meningkatkan kekebalan
dermatitis popok menunjukkan penurunan derajat dermatitis popok. Untuk
tubuh, dan vitamin E dapat berfungsi sebagai antioksidan. Sedangkan
penggunaan VCO pada bayi yang mengalami dermatitis popok juga terjadi
pembandingnya hanya dibersihkan menggunakan aquabides yang kurang
penurunan skor derajat dermatitis popok. Dalam penelitian ini juga dikatakan
bahwa topikalLidah buayadapat digunakan sebagai pencegahan dan efektif karena aquabides tidak membantu meningkatkan kelembaban kulit [26].

pengobatan dermatitis popok karena dapat mencegah iritasi dan menjaga


kelembaban kulit, sehingga dapat mencegah terjadinya dermatitis popok. Hal ini
sesuai dengan teori Indivara, 2010 VCO (Virgin Coconut Oil) dapat Untuk penelitian selanjutnya, penggunaan minyak kelapa menurut Meliyana

menyembuhkan ruam popok. Salah satu kandungan VCO adalah asam laurat. 2017 juga membuktikan bahwa minyak kelapa efektif dalam memperbaiki sawar
Asam laurat juga ditemukan dalam air susu ibu (ASI). Asam laurat ini bila kulit sehingga dapat menurunkan derajat dermatitis popok pada bayi. Penelitian
dikonsumsi oleh tubuh akan diubah menjadi monolaurin. Monolaurin dalam ini membuktikan bahwa dari 8 bayi yang mengalami dermatitis popok grade 1
darah inilah yang berfungsi sebagai agen imun, juga dapat berfungsi untuk dan 8 bayi yang mengalami dermatitis popok grade 2 terdapat 6 bayi yang
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. VCO menggunakan pemanasan yang mengalami dermatitis popok grade 2 hingga grade 1, 6 bayi yang mengalami
tidak terlalu tinggi sehingga dapat mempertahankan vitamin E dan enzim yang dermatitis popok grade 1 hingga grade 0, 1 bayi dari kelas 2 sampai kelas 1,
terkandung dalam daging buah kelapa. Sementara itu, hasil antara topikalLidah tetapi ada 1 bayi yang tidak mengalami perubahan derajat dermatitis. Dari
buayadan VCO tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sehinggaLidah buaya penelitian juga dikatakan bahwa pemberian minyak kelapa juga harus dalam
juga dapat digunakan untuk terapi penyembuhan yang dipercepat untuk kondisi bersih dan orang tua pasien harus lebih sering mengganti popok.
dermatitis popok [25]. Menurut penelitian, minyak kelapa dapat berfungsi untuk membantu mengobati
dermatitis popok dari derajat ringan hingga berat. Karena fungsi minyak kelapa
sendiri juga sebagai pelembab alami yang mengandung asam lemak jenuh
Hasil meta analisis selisih rerata skor keseluruhan diaper rantai sedang yang mudah masuk ke jaringan kulit. Asam laurat dan
dermatitis adalah - 0,258 ± 0,13 (95% CI

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 9 dari 11


Asam kaprat yang terkandung dalam minyak kelapa dapat membunuh virus. pasien kanker. Kelebihan henna ini adalah bahan alami yang murah
Asam laurat diubah oleh tubuh menjadi monokarpin yang merupakan senyawa namun memiliki efek anti inflamasi, antipiretik dan analgesik serta
monogliserida yang berfungsi sebagai antivirus, anti bakteri, antibiotik dan antioksidan. Sehingga dapat membantu memperbaiki skin barrier
antiprotozoa. Manfaat minyak kelapa sebanding dengan minyak mineral, dan yang rusak akibat urin dan feses, serta mencegah kerusakan skin
dapat mencegah kekeringan dan pengelupasan kulit [27]. barrier.

Penelitian lain untuk dermatitis popok dapat menggunakan bahan topikal Dari 5 penelitian tentang dermatitis popok menggunakan bahan topikal lain
lainnya yaitu menggunakan magnesium cr 2%. Dalam Administrasi krim selainLidah buaya, juga dapat dibuktikan bahwa bahan topikal selain terapi
magnesium lebih efektif dibandingkan dengan calendula [30]. Pada standar dapat membantu menyembuhkan dermatitis popok meskipun terapi
penelitian ini dinilai waktu penyembuhan dermatitis popok. Selama ini standar untuk dermatitis popok tidak diberikan. Bahan-bahan topikal yang
magnesium dan calendula dikenal sebagai terapi yang dapat dipilih termasukLidah buayajuga bahan-bahan yang mudah didapat dan
menyembuhkan dermatitis popok. Jadi, penelitian ini ingin memiliki harga yang cukup terjangkau. Dalam sebuah penelitian juga dikatakan
membandingkan antara magnesium dan calendula. Hasil yang diperoleh bahwa penggunaan bahan-bahan alami sebagai pengganti dalam terapi
pada penelitian ini adalah penyembuhan yang lebih cepat bila dermatitis popok telah digunakan selama bertahun-tahun.
menggunakan krim magnesium dibandingkan calendula. Hasil yang
diperoleh rata-rata pasien yang mendapat terapi calendula dengan krim Penggunaan beberapa bahan topikal seperti bentonit plus calendula memiliki
magnesium 2% mengalami percepatan penyembuhan 1,5 ± 0,5 hari, penyembuhan yang sangat cepat. Minyak kelapa dan pacar juga sangat baik
sedangkan rata-rata kelompok kontrol dengan krim calendula saja dalam meningkatkan derajat dermatitis popok pada bayi. Dalam sebuah
mengalami perbaikan dermatitis popok rata-rata 3,25 ± 0,67 hari. . penelitian, juga disarankan agar dokter mengetahui lebih banyak tentang
kelebihan dan kekurangan produk yang digunakan untuk terapi.
Sehingga rerata kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok
kontrol signifikan dengan p-value < 0,001. Namun, juga dikatakan bahwa Kesimpulan
calendula juga efektif dalam mengobati dermatitis popok ringan. Dalam Beberapa penelitian diperoleh, yaitu penelitian tentang dermatitis popok
hal ini, magnesium dapat bermanfaat sebagai anti inflamasi, memperbaiki dengan menggunakan bahan topikal lain selain terapi konvensional. Salah
luka dan dapat mengurangi inflamasi pada dermatitis atopik. Untuk satu bahan oles yang cukup bagus dan mudah didapat adalah Lidah buaya.
calendula sendiri juga dikatakan lebih baik digunakan dalam terapi Di manaLidah buayamemiliki fungsi yang cukup banyak sehingga dapat
dermatitis atopik. Namun, penggantian popok yang sering juga harus meningkatkan skin barrier.Lidah buayadibandingkan dengan terapi
dipertimbangkan dalam terapi untuk dermatitis popok. Pada penelitian lain konvensional juga memiliki hasil yang sama dalam meningkatkan derajat
juga disebutkan bahwa Pastropid dkk melakukan penelitian bahwa pasien dermatitis. Dalam 4 studi, sebuah meta-analisis dariLidah buaya
setelah insisi abdomen dan perineum yang diberikan zinc chloride spray dibandingkan dengan bahan topikal lainnya memberikan hasil yang sama
dan Magnesium hidroksida menunjukkan penurunan ukuran luka dan seperti terapi rutin dan bahan topikal lainnya yang meningkatkan sifat
mengalami proses penyembuhan yang cukup baik. penghalang kulit. Ada satu penelitian yang menunjukkan efektivitas topikal
Lidah buayadibandingkan dengan calendula dalam meningkatkan derajat
Keshavarz dkk. 2016 melakukan penelitian di Iran dermatitis popok. Namun dari beberapa penelitian, banyak sekali bahan
menggunakan minyak pacar sebagai bahan topikal tradisional topikal dari alam yang dapat digunakan sebagai terapi pengganti untuk
dalam mengobati dermatitis popok dibandingkan dengan pengobatan dermatitis popok.Lidah buayajuga dapat digunakan sebagai
terapi standar dengan krim hidrokortison. Kandungan henna terapi pengganti herbal, terutama jika penderita dermatitis popok sudah
terdiri dari daun lawsonia inermis L yang mengandung terlalu lama menggunakan steroid atau terapi kimia. Karena menurut data
lawone. Fungsi lawone adalah sebagai antijamur, antibakteri. statistik tidak ada perubahan yang signifikan antara terapi herbal dan
Dan kandungan tanin dalam ekstrak henna bersifat astringen terapi kimia. Selain Lidah buaya, ada juga terapi herbal lainnya yang
dan dapat mengurangi produksi keringat. Penelitian ini dibagi bahannya alami. Beberapa bahan alami seperti henna, magnesium, minyak
menjadi 2 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri zaitun, minyak kelapa dan bentonit plus calendula dapat berfungsi sebagai
dari 41 bayi, kelompok henna dan kelompok hidrokortison 1%. antiinflamasi, antioksidan, antijamur, antibiotik dan beberapa dapat
Pada penelitian ini dinyatakan bahwa pada pemberian dan menjadi anti virus. Sehingga dapat membantu dalam menjaga kelembaban
penilaian pada hari pertama sampai ketiga tidak ada kulit dan dapat memperbaiki skin barrier yang rusak. Terapi menggunakan
perubahan yang signifikan dibandingkan dengan bahan-bahan alami dapat meningkatkan derajat dermatitis popok dan
hidrokortison (P>0,05). Namun pada hari kelima aplikasi henna tetap memperhatikan kebersihan saat mengganti popok dan frekuensi
memberikan hasil yang signifikan (P<0,001) dibandingkan krim penggantian popok untuk mendapatkan hasil yang maksimal, serta
hidrokortison 1% (P=0,042). terhindar dari resiko infeksi akibat kebersihan.

Dalam penelitian ini disebutkan bahwa bahan alami seperti henna


yang mengandung lawone dapat melawan strain bakteri seperti Referensi
antibiotik seperti tetrasiklin, ampisilin, gentamisin dan ciprofloxacin. 1. Nanto SS, Kedokteran F, Lampung U. Kejadian Timbulnya
Sedangkan dalam penelitian lain disebutkan juga bahwa efektivitas Dermatitis Kontak Pada Petugas Kebersihan Kontak
ekstrak henna alami dengan krim hidrokortison 1% dapat membantu DermatitisAcaraAkibat Pekerjaan Personil Kebersihan. 2015; 4:
menyembuhkan dermatitis akibat sinar radiasi pada payudara. 147-152.

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 10 dari 11


2. Satriana Nengsih S, Alim A, Gafur A. GAMBARAN KEJADIAN 16. Khoirini F. Peran gel lidah buaya dalam mengurangi xerosis. J
DERMATITIS (Studi Deskriptif Dermatitis di Puskesmas Layang media Kesehat. 2007; 9: 72-77.
Kelurahan Layang Kecamatan Bontoala Kota Makassar 17. Lee D, Kim HS, Shin E, dkk. Polisakarida yang diisolasi dari gel
Provinsi Sulawesi Selatan). J Menyembuhkan Pemberdayaan lidah buaya menekan alergi makanan yang diinduksi
Masyarakat. 2019; 2: 103-114. ovalbumin melalui penghambatan kekebalan Th2 pada tikus.
3. Herwanto N, Hutomo M. Studi Retrospektif : Penatalaksanaan Dermatitis Farmakoter Bioma. 2018; 2001-210.
Atopik ( Studi Retrospektif : Penatalaksanaan Dermatitis Atopik ). 18. Kumar R, Singh AK, Gupta A, dkk. Potensi terapeutik lidah
Penatalaksanaan Dermat Atopik. 2016; 28: 8-17. buaya-Sebuah keajaiban alam. Fitomedika. 2019; 60:
4. Prabowo PY, Adioka IGM, Mahendra AN, dkk. Karakteristik Dan 152996.
Manajemen Dermatitis Kontak Alergi Pasien Rawat Jalan Di 19. Moher D, Liberati A, Tetzlaff J, dkk. Item Pelaporan Pilihan
Rumah Sakit Indera Denpasar Periode Januari-Juli 2014. 2017; untuk Tinjauan Sistematis dan Meta-Analisis: Pernyataan
6: 1-6. PRISMA. J.Clin Epidemiol. 2009; 62: 1006-1012.
5. Merril L. Pencegahan, Pengobatan dan Edukasi Orang Tua untuk
20. Jaya DB, Syamsul A. Formulasi Sediaan Gel Sari Lidah Buaya
Dermatitis Popok. J Chem Inf Model. 2019; 19: 326-344.
(Aloe vera L.) sebagai Obat Luka. J Dunia Farm [Internet].
6. Bahrudin AD. Penggunaan Popok Instan Terhadap Hubungan 2016; 1:1-6.
Kejadian Ruam Popok Pada Bayi Di Posyandu Wilayah Kerja
21. Higgins JPT, Thomas J. Mengumpulkan formulir data untuk RCT
Desa Panca Tunggal Kabupaten Lampung Selatan 2018. J
saja. Dalam: Higgins JPT, Thomas J, editor. Cochrane
Kebidanan Malahayati. 2019; 5: 122-127.
Handbook for Systematic Review of Interventions Versi 510.
7. Irfanti RT, Betaubun AI, Arrochman F, dkk. Dermatitis popok. Kolaborasi Cochrane. 2011.
CDK Ed Khusus C. 2020; 47: 50-55.
22. Higgins JPT, Altman DG, Gotzsche PC, dkk. Alat Kolaborasi
8. Mustifah EF, Dewi SR, Hastuti R, dkk. Perbandingan Fungsi Cochrane untuk menilai risiko bias dalam uji coba secara acak.
Barrier Kulit Pasien Dermatitis Atopik antara Krim Aloe vera BMJ. 2011; 343: d5928-d5928.
dan Krim Seramid : Penelitian Awal. 2018; 45: 571-575.
23. Firmansyah, Asnaniar, Waodesri, dkk. Karena mempersembahkan
9. Badelbuu SG, Javadzadeh Y, Jabraeili M. Evaluasi Pengaruh virgin coconut oil (VCO) terhadap ruam Popok pada Bayi. 2019; 1:
Salep Lidah Buaya dengan Salep Chamomile pada 40-48.
Keparahan Dermatitis Popok Anak: Uji Klinis Acak, Double-
24. Klunk, Christopher, Domingues, dkk. Pembaruan pada dermatitis
Blind. Jurnal Kedokteran Keluarga Dunia / Jurnal
popok. Klinik Dermatol. 2014; 32: 477-487.
Kedokteran Keluarga Timur Tengah. 2018; 16: 47-51.
25. Pandaleke TA, Pandaleke HEJ. Etiopatogenesis Dermatitis
10. Badelbuu SG, Javadzadeh Y, Jabraeili M, dkk. Pengaruh Gel
Atopi. J Biomedis. 2014; 6.
Lidah Buaya versus Salep Chamomile pada Tingkat Anak-anak
dengan Ruam Popok: Percobaan Terkendali Acak Double- 26. Murni S. Karena pemberian lidah buaya terhadap
Blind. Int J Pediatr. 2018; 7: 9461-9469. percepatan penyembuhan ruam popok pada bayi usia 0-2
tahun (Studi Di BPM Siti Hotijah S.ST.M.Mkes Kab.
11. Panahi Y, Syarif MR, Syarif A, dkk. Sebuah percobaan komparatif
Bangkalan). Skripsi, STIKes Ngudia Husada Madura. 2020.
acak pada kemanjuran terapi lidah buaya topikal dan calendula
officinalis pada dermatitis popok pada anak-anak. 27. Hei. Perawatan perianal dengan minyak zaitun terhadap ruam
Sci World J. 2012; 2012: 810234. popok bayi. Kesehat suara forikes [Internet]. 2018; 9.

12. Shahparast B, Montaseri S, Soltanian M, dkk. Perbandingan efek gel 28. Meliyana E. Pengaruh Pemberian Minyak Kelapa Terhadap
lidah buaya & salep seng oksida pada ruam Dipper pada anak usia 6 Kejadian Ruam Popok Pada Bayi. Citra Delima J Ilm STIKES
hingga 18 bulan yang dirujuk ke pusat kesehatan di Firouzabad Citra Delima Bangka Belitung. 2018; 2: 71-80.
2015-2016. Penyembuhan Umum Ann Trop Med. 2018; 13. 29. Keshavarz A, Zeinaloo AA, Mahram M, dkk. Khasiat produk
13. Wan Mohd Azizi WS, Azad AK, Ahmad NA, dkk. Khasiat klinis obat tradisional henna dan hidrokortison pada dermatitis
produk berbasis Aloe vera yang tersedia di pasaran sebagai popok pada bayi. Bulan Sabit Merah Iran Med J. 2016; 18.
pelembab kulit diukur dengan nilai tewl dan tingkat hidrasi kulit 30. MahmoudiM, Adib-HajbagheryM,MashaiekhiM.
dengan menggunakan teknologi dermalab. Farmakologi online. Membandingkan efek bentonit & calendula pada perbaikan
2016; 2016: 42-49. dermatitis popok infantil: Sebuah uji coba terkontrol secara
14. Fishbein AB, Mueller K, Lor J, dkk. Tinjauan sistematis dan meta-analisis acak. India J Med Res. 2015; 142: 742-746.
membandingkan kortikosteroid topikal dengan pembawa/pelembab 31. Nourbakhsh SM, Rouhi-Boroujeni H, Kheiri M, dkk. Pengaruh
pada dermatitis atopik masa kanak-kanak. J Pediatr Nurs. 2019; 47: Aplikasi Topikal Krim Mengandung Magnesium 2% pada
36-43. Pengobatan Dermatitis Popok dan Ruam Popok pada Anak
15. Malik I Z. Aloe vera: Tinjauan Efektivitas Klinisnya. Int Studi Uji Klinis. J Clin Diagnosis Res. 2016; 10: WC04-6.
Res J Pharm. 2013; 4: 75-79.

© 2021 Atikasari RG. Artikel ini didistribusikan di bawah ketentuan Lisensi Internasional Creative Commons Attribution 4.0

Dermatol Res, 2021 Jilid 3 | Edisi 2 | 11 dari 11

Anda mungkin juga menyukai