STROKE INFARK
Oleh:
Hanan Afifah
Pembimbing:
dr. Wayan Subagiartha, Sp.S
MATARAM
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tinjauan pustaka ini tepat pada waktunya.
Tinjauan pustaka yang berjudul “Stroke Infark” ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSU
Provinsi NTB.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh
iskemia atau perdarahan otak.1
II. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 1000 populasi. Mayoritas
stroke adalah infark serebral.2 Berdasarkan perkiraan WHO, pada tahun 2002, 5,5 juta
orang meninggal karena stroke dan sekitar 20% terjadi di negara Asia Selatan (India,
Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka).3 Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil. Prevalensi Stroke tertinggi di Sulawesi
Utara (10,8‰), diikuti di Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi penyakit stroke meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, tertinggi pada usia 75 tahun dan prevalensi antara laki-laki dan
perempuan sama. Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan
pendidikan rendah.4
III. Klasifikasi3,6
1) Stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah ke suatu bagian otak tiba – tiba
terhenti oleh karena adanya oklusi. Penyakit serebrovaskler iskemik disebabkan oleh
thrombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, sehingga dapat menyebabkan penurunan
atau gangguan pada cerebral blood flow (CBF) yang mempengaruhi fungsi saraf
karena kurangnya glukosa dan oksigen ke otak. Sekitar 45% stroke iskemik
disebabkan oleh thrombus arteri kecil atau besar, 20% merupakan emboli dari tempat
asalnya dan peneybab lainnya yang tidak diketahui. Stroke iskemik fokal disebabkan
oleh gangguan aliran darah arteri ke daerah parenkim otak yang terdapat thrombus
atau emboli. Dengan kata lain, stroke iskemik didefinisikan sebagai onset akut (menit
atau jam) dari deficit neurologis fokal dengan lesi pembuluh darah yang persisten
selama lebih dari 24 jam. Stroke iskemik merupakan proses yang dinamis dimana
semakin lama oklusi arteri terjadi, semakin besar ukuran infark yang terjadi dan
semakin tinggi risiko post-perfusion hemorrahage.
Stroke iskemik lebih sering terjadi pada laki – laki dibandingkan dengan
perempuan usia lanjut. Terdapat 3 patologi utama stroke iskemik, yaitu :
1. Trombosis
2. Emboli
Emboli serebral umunya mengarah pada klot darah yang terbentuk dari lokasi
lain pada system sirkulasi, biasanya dari jantung dan arteri besar di atas toraks dan
servikal. Stroke emboli terjadi ketika klot darah pecah, terlepas dan terbawa oleh
aliran darah dan akan tersangkut pada arteri yang bercabang. Mikroemboli dapat
melepaskan diri dari plak sclerosis di arteri karotis atau yang bersumber dari jantung
seperti pada atrial fibrilasi atau hipokinetik ventrikel kiri. Emboli pada otak dapat
berasal dari arteri atau jantung. Umumnya sumber emboli yang berasal dari jantung
ditemukan pada fibrilasi atrium, kelainan sinoatrial, infark miokardium akit,
endokatditis bacterial subakt, tumor kardiak, dan kelainan valvular.
Sekitar sepertiga pasien stroke iskemik, emboli pada otak berasal dari jantung,
terutama pada fibrilasi atrium. Selain klot, fibrin dan potongan plak ateromatosa,
bahan lainnya yang dapat menyebabkan emboli pada sirkukasi sentral adalah lemak,
udara, tumor atau metastasis, kumpulan bakteri dan benda asing yang berkontribusi
terhadap mekanisme ini. Berdasarkan data stroke dari negara Barat, kardioemboli
merupakan penyebab paling umum dari stroke iskemik. Stroke emboli biasanya
menunjukkan deficit neurologis.
3. Hipotensif stroke atau iskemik global
Mekanisme cedera
Kegagalan energi
Neuron bergantung pada metabolism oksidatif untuk menghasilkan
adenosine triphosphate (ATP). Penurunan aliran darah menyebabkan
terganggunya pengiriman dua substrat utama dalam proses oksigen dan
glukosa yang menyebabkan kadar ATP berkurang. Sel dapat berkompensasi
sampai batas tertentu dengan menghasilkan ATP melalui glikolisis namun
tanpa reperfusi yang cepat, sehingga menyebabkan gangguan fungsi dan
akhirnya menyebabkan kematian sel. Seperti pada mekanisme cedera iskemik
lainnya, kegagalan energy paling nyata pada daerah inti yang mengalami
iskemik dan kurang nyata pada daerah penumbra sekitarnya.
Gradien Ion
Excitoxicity
Kaskade kematian sel
Kematian sel iskemia terjadi paling cepat pada daerah inti infark yaitu
terjadi nekrosis, di mana sel dan organel sel membengkak, ruptur membran,
dan isi sel keluar menuju ruang ekstraseluler. Sedangkan proses kematian sel
yang lebih lambat (apoptosis) lebih dominan terjadi pada daerah penumbra
dan daerah reperfusi.
Inflamasi
o Sirkulasi kolateral
o Inhibisi neurotransmitter
o Respon Hipoksia
o Neurogenesis
Mekanisme Perbaikan
VI. Patologi5
Arteri Serebri Anterior Gejala oklusi arteri serebri anterior antara lain gangguan
buang air kecil yang terjadi oleh karena kegagalan
penghambatan refleks kontraksi kandung kemih.
Terdapat pula paresis dan hilangnya sensorik pada
tungkai kontralateral.
d. Oklusi pada pangkal Mirip dengan oklusi trifurkasio dengan tambahan infark
arteri media pada jaras motorik pada kapsula interna yang
menghasilkan parese kontra lateral lesi pada wajah,
lengan, tangan dan tungkai.
(1) Somnolen
(2) Sopor/koma
(1) Ada
(1) Ada
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik
IX. Tatalaksana7
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
a. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat.
b. Terapi Umum
Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi, tekanan
darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada
pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen <
95%.
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami
penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia.
Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan terapi
oksigen.
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway)
diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg atau pCO2 >50
mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa
terpasang lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
Stabilisasi Hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian cairan
hipotonik seperti glukosa).
Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter), dengan tujuan
untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk rnemasukkan
cairan dan nutrisi.
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
Optimalisasi tekanan darah.
Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti dopamin
dosis sedang/ tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
darah sistolik berkisar 140 mmHg.
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24 jam
pertama setelah serangan stroke iskernik.
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi (konsultasi
Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia
harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan aritmia jantung yang
mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi.
Pemeriksaan Awal Fisik Umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan oculomotor
iii. Keparahan hemiparesis
Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus
dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis
pada hari-hari pertama setelah serangan stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita
yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK.
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70 mmHg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi:
i. Tinggikan posisi kepala 200 – 300
ii. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
iii. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
iv. Hindari hipertermia
v. Jaga normovolernia
vi. Osmoterapi atas indikasi:
o Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4
- 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB
i.v.
vii. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
viii. Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang
adekuat dapat mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi
naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction,
bucking ventilator. Agen nondepolarized seperti vencuronium atau
pancuronium yang sedikit berefek pada histamine dan blok pada
ganglion lebih baik digunakan. Pasien dengan kenaikan krtitis TIK
sebaiknya diberikan relaksan otot sebelum suctioning atau lidokain
sebagai alternative.
ix. Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema otak
dan tekanan tinggi intracranial pada stroke iskemik, tetapi dapat
diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi.
x. Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar.
xi. Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik sereberal yang
menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa dan memberikan hasil yang baik.
Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi
stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan
mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati.
Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti
oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.
Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tanpa
kejang tidak dianjurkan.
Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak
ada kejang selama pengobatan .
Pengendalian Suhu Tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC atau 37,5 oC
(ESO Guideline).3
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan
hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
kateter ventrikuler, analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.
1. Kriteria inklusi
Usia > 18 tahun
Diagnosis klinis stroke dengan defisit neurologis yang jelas
Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam, AHA guideline 2007 atau
<4,5 jam, ESO 2009)
Tidak ada bukti perdarahan intrakranial dari CT-Scan
Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan resiko yang
mungkin timbul dan harus ada persetujuan secara tertulis dari penderita
atau keluarga untuk dilakukan terapi rTPA
2. Kriteria eksklusi
Usia>80 tahun
Defisit neurologi yang ringan dan cepat membaik atau perburukan defisit
neurologi yang berat
Gambaran perdarahan intrakranial pada CT Scan
Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir
Infark multilobar (gambaran hipodens > 1/3 hemisfer serebri
Kejang pada saat onset stroke
Kejang dengan gejala sisa kelainan neurologis post iktal
Riwayat stroke atau cedera kepala berat dalam 3 bulan sebelumnya
Perdarahan aktif atau trauma akut (fraktur) pada pemeriksaan fisik
Riwayat pembedahan mayor atau trauma berat dalam 2 minggu
sebelumnya
Riwayat perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius dalam 3 minggu
sebelumnya
Tekanan darah sistolik > 185 mmHg, diastolik >110 mmHg
Glukosa darah <50 mg/dl atau > 400 mg/dl
Gejala perdarahan subarachnoid
Pungsi arteri pada tempat yang tidak dapat dikompresi atau pungsi lumbal
dalam 1 minggu sebelumnya
Jumlah platelet <100.000/mm3
Mendapat terapi heparin dalam 48 jam yang berhubungan dengan
peningkatan aPTT
Gambaran klinis adanya perikarditis pascainfark miokard
Infark miokard dalam 3 bulan sebelumnya
Wanita hamil
Tidak sedang mengkonsumsi antikoagulan oral atau bila sedang dalam
terapi antikoagulan hendaklah INR < 1,7.
3. Golden hour untuk rencana pemberian rTPA (< 60 menit)
Pasien tiba di IGD dengan diagnosis stroke
Evaluasi dan pemeriksaan pasien oleh triage (termasuk anamnesis,
permintaanlaboratorium dan menilai NIHSS) waktu < 10 menit
Didiskusikan oleh tim stroke (termasuk keputusan dilakukan
pemberianrTPA) waktu < 15 menit
Dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, waktu <25 menit
Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala dan laboratorium, waktu < 45 menit
Pemberian rTPA (bila pasien memenuhi kriteria inklusi), waktu < 60 menit
3.1. Kesimpulan
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari
24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi.
Stroke iskemik terjadi ketika aliran darah ke suatu bagian otak tiba – tiba
terhenti oleh karena adanya oklusi. Penyakit serebrovaskler iskemik disebabkan oleh
thrombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, sehingga dapat menyebabkan penurunan
atau gangguan pada cerebral blood flow (CBF) yang mempengaruhi fungsi saraf
karena kurangnya glukosa dan oksigen ke otak.
Gambaran klinisnya tergantung pada otak yang mengalami iskemia, oleh
sebab itu kemampuan untuk mengidentifikasi topis neurologis berdasarkan deficit
yang terjadi sangat diperlukan. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium darah, EKG, foto toraks, dan CT scan.
Selain itu juga terdapat beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis stroke hemoragik atau iskemik yaitu
kor Siriraj atau skor Gajah mada.
Tatalaksana pada kasus stroke dibagi menjadi terapi umum dan terapi khusus
untuk stroke iskemik. Terapi umum stroke dibedakan menjadi terapi umum di IGD
dan terapi umum di Ruang Rawat. Terapi umum di IGD terdiri dari stabilisasi jalan
nafas dan pernafasan, stabilisasi hemodinamik, pengendalian peningkatan tekanan
intrakranial, pengendalian kejang, pengendalian suhu.
DAFTAR PUSTAKA