Oleh :
Hanan Afifah
(H1A 012 019)
Pembimbing :
dr. I G N Ommy Agustriadi, Sp.PD
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Anatomi Ginjal
Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua
ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran
panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan
manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang
lebih beratnya antara 120-150 gram.
Ginjal kanan biasanya terletak sedikit
ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk
memberi tempat lobus hepatis dextra yang
besar. Kedua ginjal dibungkus oleh dua
lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam
guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput
tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna
coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk
kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilus adalah pinggir medial ginjal
berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan
nervus. Terdapat Pelvis Renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Pelvis
Renalis terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan
bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Kaliks renalis masing-masing
bertugas mengalirkan urin dari setiap Medulla. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga
yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan
tersusun dari segmen-segmen tubulus dan Duktus Kolektivus nefron. Papila atau apeks
dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus kolektivus.1,2
Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah
pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari Kapsula
Bowman, Tubulus Kontortus Proksimal, Lengkung Henle dan Tubulus Kontortus Distal,
yang berakhir pada Duktus Kolektivus.
Vaskularisasi Ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior.1
Lengkung henle terbagi tiga bagian yaitu segmen tipis descendent, segment tipis
ascendent, dan segmen tebal ascendent. Pada segmen tipis, seperti namanya, terdapat sedikit
epitel tanpa adanya brush border, sedikit mitokondria dan sedikit aktivitas metabolis yang
terjadi.
Segmen tipis descendent sangat permeabel terhadap air dan cukup permeabel terhadap
zat-zat lainnya, termasuk urea dan sodium. Fungsi dari bagian ini adalah sebagai media difusi
sederhana melalui dindingnya. Sekitar 20% cairan direabsorpsi di lengkung henle dan
sebagian besar terjadi di segmen ini.
Pada segmen ascendent yang tebal maupun tipis, sangat tidak permeabel terhadap air,
sehingga konsentrasi dari urin akan diatur oleh segmen tersebut. Segmen tebal ascendent
memiliki lapisan epitel yang cukup tebal dan memiliki mitokondria yang cukup banyak serta
brush border. Sehingga pada segmen ini masih terjadi penyerapan sodium-chlorida serta
penyerapan ion-ion seperti kalsium, bikarbonat, magnesium, dan kalium.
Sekresi
Bagian yang berfungsi utama dalam hal ini adalah tubulus distal. Bagian paling awal
dari tubulus distal membentuk kompleks jugxtaglomerular yang berfungsi mengatur LFG.
Bagian selanjutnya mempunyai struktur yang mirip dengan segmen tebal ansa henle sehingga
berfungsi juga untuk penyerapan ion-ion namun tidak permeabel terhadap air dan urea.
Bagian akhir atau setengah akhir dari tubulus distal berfungsi untuk mensekresi potasium dan
ion hidrongen serta reabsorpsi bikarbonat. Pada bagian ini, permeabilitasnnya dipengaruhi
oleh hormon ADH, jika terdapat hormon ADH, maka dinding tubulus distal akan sangat
permeabel terhadap air.
Duktus Kolektivus
Pada tempat ini akan terjadi reabsorpsi kembali 10% air dan sodium, dan merupakan
tempat akhir dari proses pembentukan urin. Tempat ini berperan penting dalam penentuan
output air dan substasnsi urin.
Permeabilitan tubulus ini terhadap air juga dipengaruhi oleh hormon ADH, permeabel
terhadap urea dan mampu mensekresi ion hidrogen dalam jumlah besar sehingga berperan
penting dalam keseimbangan asam basa.2
B. Definisi
Menurut KDIGO tahun 2012, penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kelainan
struktur atau fungsional ginjal, yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan diklasifikasian
berdasarkan kausa, kategori LFG, dan kategori albuminuria3
C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, ada meningkatnya insiden dan prevalensi gagal ginjal, dengan
hasil yang buruk dan biaya tinggi. Penyakit ginjal adalah penyebab utama kematian
kesembilan di Amerika Serikat. Nasional Ketiga Kesehatan dan Survey (NHANES III)
memperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis pada orang dewasa di Amerika
Serikat adalah 11% (19,2 juta): 3,3% (5,9 juta) memiliki tahap 1, 3% (5,3 juta) harus tahap 2,
4,3% (7,6 juta) memiliki stadium 3, 0,2% (400.000) memiliki stadium 4, dan 0,2% (300.000)
memiliki tahap 6
Menurut ketiga Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi, diperkirakan bahwa
6,2 juta orang (yaitu 3% dari total penduduk AS) lebih tua dari 12 tahun memiliki nilai
kreatinin serum di atas 1,5 mg / dL; 8 juta orang memiliki GFR kurang dari 60 mL / menit,
mayoritas dari mereka berada di populasi Medicare senior (5,9 juta orang).
Tingkat kejadian stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) telah terus meningkat secara
internasional sejak tahun 1989. Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian tertinggi ESRD,
diikuti oleh Jepang. Jepang memiliki prevalensi tertinggi per juta penduduk, dengan Amerika
Serikat menempati posisi kedua.5
D. Etiologi
Berdasarkan etiologi, CKD dapat dibagi menjadi:
Penyakit Tipe Mayor
E. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan
jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi
sehingga terjadi lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus.
Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan
Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksindan
hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusiterhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Asidosis metabolik
Gagal ginjal ditandai dengan berbagai jenis gangguan biokimia. Salah satu kelainan
konstan yang selalu tampak pada penderita uremia adalah asidosis metabolik. Pada diet
normal, ginjal harus mengeluarkan 40-60 mEq ion Hidrogen setiap harinya untuk mencegah
asidosis. Pada gagal ginjal kurangnya kemampuan mengekskresikan ion hidrogen
mengakibatkan asidosis sistemik disertai penurunan bicarbonat dan Ph plasma. Karena kurang
mengeksresikan ion hidrogen ginjal melakukan kompensasi lain dengan cara mengeksresikan
amonium sehingga ion hidrogen juga dapat dikeluarkan. Namun eskresi amonium ini masih
belum cukup untuk meningkatkan Ph darah karena banyaknya nefron yang telah mengalami
kerusakan sehingga ekskresi total dari amonium inipun menurun.
Ketidakseimbangan Kalium
Kadar kalium darah normalnya 3,5-5,5 mEq/L. Pada awitan awal gagal ginjal dapat
terjadi hipokalemi karena poliuri. Namun, apabila gagal ginjal stadium lanjut terjadi asidosis
sistemik yang menyebabkan perpindahan kalium dari dalam sel ke cairan ekstraseluler
sehingga menimbulkan hiperkalemi. Selain itu juga pada gagal ginjal stadium akhir yang
sudah terjadi kerusakan nefron tidak dapat mengeskresikan kalium yang secara bersamaan
terjadi oligouri.
Ketidakseimbangan Natrium
Pada orang normal ekskresi garam dapat berkisar dari nol sampai lebih dari 20g/hari.
Pada awitan awal gagal ginjal terjadi peningkatan ekskresi natrium yang bersamaan dengan
poliuri. Namun apabila telah terjadi gagal ginjal kronik stadium akhir nefron tidak dapat lagi
mengeksresikan natrium sehingga terjadi retensi natrium
Azotemia
Sama halnya dengan ion natrium dan kalium pada gagal ginjal stadium lanjut sulit
mengeksresikan urea dan kreatinin sehingga terjadi penumpukan urea dan kreatinin.
Penumpukan ini disertai dengan penumpukan zat sisa lain yang tidak dapat di eksresikan
dapat menjadi racun dalam tubuh.
Kelainan Kardiovaskular
Sindrom uremik biasanya berkaitan dengan gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Sekitar 90% hipertensi karena berkaitan dengan volume dan retensi air dan natrium. Apabila
hal ini terus berlanjut akan menyebabkan overload cairan pada pembuluh darah sistemik
sehingga akan meningkatkan beban jantung. Apabila beban jantung ini terus-menerus terjadi
akan menyebabkan gagal jantung kongestif.
Perubahan Pernafasan
Pada pasien ini sering terjadi asidosis sehingga tubuh melakukan kompensasi dengan
cara membentuk bicarbonat dari pernafasan sehingga pernafasan akan menjadi kusmaul. Pada
keadaan asidosis pernafasan kusmaul dirasakan oleh penderita seperti gejala dyspneu. Namun
pada pasien juga sering mengeluhkan sesak yang disertai dengan rhonki. Tanda rhonki ini
merupakan gejala dari edema paru yang terjadi akibat dari kelebihan cairan dan retensi
natrium.
Kelainan Hematologi
Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom uremik.
Penyebab utama anemia adalah menurunnya pembentukan eritrosit. Penurunan pembentukan
eritrosit ini karena defisiensi eritropoietin oleh ginjal. Selain itu racun uremik juga dapat
menyerang sumsum tulang. Racun uremik juga meningkatkan hemolisis eritrosit sehingga
masa paruh hidup eritrosit berkurang. Pada pasien dengan gagal ginjal rutin hemodialisa dapat
mengalami kekurangan asam folat karena pada saat dialisa banyak vitamin yang ikut
terbuang.
Ostedistrofi Ginjal
Osteodistrofi ginjal sering terjadi pada penderita gagal ginjal kronik yang terdiri dari
tiga lesi. Osteomalasia merupakan gangguan paling sering ditemukan dan terlihat sekitar 60%
dari semua penderita gagal ginjal kronik. Osteomalasia ini disebabkan karena gangguan
mineralisasi tulang oleh difisiensi 1,25-dihidroksikolekalsiferol atau kalsitriol, bentuk paling
aktif vitamin D yang dimetabolisme oleh ginjal. Defisiensi bentuk aktif vitamin D
menyebabkan terganggunya absorbsi kalsium dari usus. Dalam tulang, osteoblas membentuk
jaringan osteoid (rangka tempat garam kalsium diletakkan untuk membentuk tulang), tetapi
kadar kalsium dan vitamin D yang tak aktif memungkinkan tak dapat terjadi mineralisasi.
Jaringan osteoid akhirnya menggantikan tulang normal, sehingga terjadi osteomalasia pada
orang dewasa dan rakitis pada anak-anak. Osteoid secara struktural lemah dan dapat
mengalami fraktur secara mudah atau perubahan bentuk bila mendapat tekanan.
Osteoitis fibrosa ditemukan pada lebih dari 30 & pasien dan ditandai dengan resorpsi
osteoklastik tulang serta penggantian oleh jaringan fibrosa. Demineralisasi tulang mungkin
bersifat lokal dan seperti lesi kistik atau sebagai penurunan umum densitas tulang pada
radiogram. Osteitis fibrosa disebabkan oleh peningkatan hormon paratiroid pada gagal ginjal
kronik. Hasil radiogram klasik osteitis fibrosa sering tampak pada jari-jari tangan sebagai
resirtosi tulang subperitosteal, dan pada tengkorak berupa bercak-bercak dengan densitas
tulang yang menurun.
Osteoporosis merupakan jenis gangguan tulang ketiga yang jarang ditemukan, sering
bermanifestasi pada vertebra yang tampak berpita atau bergaris pada radiogram.
Osteosklerosis disebabkan oleh selang-seling anatara pengurangan dan peningkatanan
densitas tulang.
F. Diagnosis
Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan
akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini,
penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi
menurun, insomnia, gelisah
Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
Gangguan kelamin: libido menurun, nokturia, oligouria
G5 15 Gagal Ginjal
*Relatif pada dewasa muda
Tanpa adanya bukti kerusakan ginjal, G1 dan G2 tidak memenuhi kriteria PGK
Kategori Albuminuria
Kategori AER ACR Kesan
(mg/mm (mg/g)
(mg/24h) ol)
Rumus CKD-EPI
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
o Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
o Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
o Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
o Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
o Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
b. Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi
(ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular
juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan
mengurangi hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian dislipidemia,
pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan
dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau hematokrit <
30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi serum/serum iron, kapasitas
ikat besi total/ total iron binding capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11 12 g/dl.
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium hidroksida,
garam magnesium. Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat
yang berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah
kalsium karbonat (CaCO3) dan calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta reseptor Ca pada
kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida.
Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar
hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat
dan kaliun di saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam calcium
carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat
mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema dan kompikasi
kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk dianjurkan 500 800 ml
ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan
aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat obat yang mengandung
kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi.
Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan
untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,
disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt.
Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
H. Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
Kelainan hematologi (anemia)
Osteodistrofi renal
Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
I. Prognosis
Umumnya Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan
sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu,
biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan
gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat. Menurut KDIGO predikisi prognosis
pada CKD bisa dilihat dengan menggunakan GFR dan albuminuria yang terjadi pada pasien
seperti pada tabel di bawah ;
Tabel yang terarsir dengan warna hijau memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk jatuh
menjadi kegagalan ginjal, sedangkan yang berwarna merah memiliki resiko lebih tinggi untuk
menjadi gagal ginjal.3
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Z
Usia : 42 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Alamat : Lombok Barat
Suku : Sasak
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
No. RM : 581102
Tanggal MRS : 09-04-2017
Tanggal Periksa : 20-04-2017
II. ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan lemas. Sesak sudah dirasakan
sejak 1 minggu sebelum MRS dan memberat 2 hari sebelum MRS. Sesak dirasakan
terus menerus, memberat saat melakukan aktifitas bahkan saat berbicara dan tidur
dalam posisi terlentang. Sesak dirasakan membaik saat pasien berada dalam posisi
duduk. Pasien mengaku sering terbangun dikarenakan sesak dalam 1 minggu terakhir.
Selain sesak pasien juga merasakan batuk kering, batuk di rasakan sekitar 1 minggu
sebelum MRS, batuk dirasakan memberat saat malam hari, saat batuk pasien
merasakan adanya nyeri di seluruh lapang paru, nyeri ini juga dirasakan saat pasien
menarik nafas panjang.
Selain itu, pasien juga merasakan perutnya membesar, hal ini sudah dialami 3
hari sebelum MRS, pasien tidak merasakan nyeri pada perutnya. Selain pada perut,
sekitar 1 bulan lalu pasien juga mengeluhkan kakinya bengkak, namun bengkak
dirasakan biasa saja tidak terlalu bengkak. Keluhan seperti ini beberapa kali dirasakan
pasien.
Keluhan lemas pasien sudah dirasakan lebih dari satu minggu, lemas awalnya
hanya dirasakan saat beraktifitas, namun lama kelamaan pasien merasa semakin tidak
bertenaga, keluhan lemas disertai dengan pusing berputar yang membaik jika pasien
tidur atau beristirahat. Keluhan mual (+) namun sudah tidak terlalu dirasakan pasien,
muntah (-), demam (-), keluhan BAB/BAK disangkal.
Pasien mengaku telah didiagnosa mengalami gagal ginjal sejak 8 bulan yang
lalu dan semejak itu pasien rutin melakukan HD 2 kali seminggu pada hari selasa dan
jumat di RSUP NTB. Pasien juga mengatakan bahwa sejak 5 tahun yang lalu pasien
menderita hipertensi dengan tensi tertinggi mencapai 200/x namun pasien rutin untuk
mengkonsumsi obat anti hipertensi. Selain hipertensi, pasien juga mempunyai riwayat
diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu namun pasien rutin untuk mengontrolkan diri
ke puskesmas.
Riwayat adanya batu pada saluran kemih disangkal, riwayat batuk lama dan
asma disangkal, riwayat hipertensi (+), DM (+), penyakit jantung disangkal.
Status Generalis
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
Status Gizi : Kurus
BB = 40 kg TB = 160 cm BMI = 15.62
Tanda Vital
~ Tekanan darah : 170/100 mmHg
~ Frekuensi nadi : 94 x/menit, reguler, kuat angkat.
~ Frekuensi napas : 28 x/menit, reguler, torako-abdominal.
~ Suhu aksila : 37.0 C
Status Lokalis
~ Kepala
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Edema : (-)
Parese N. VII : (-)
Hiperpigmentasi : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
~ Mata
Simetris
Alis normal
Exopthalmus : (-/-)
Ptosis : (-/-)
Nystagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Konjungtiva : anemis (+/+), hiperemia (-/-)
Sclera : ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
Pupil : Rp +/+, isokor, bentuk bulat, 3 mm, miosis (-/-),
midriasis (-/-)
Kornea : normal
Lensa : pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
Pergerakan bola mata : normal ke segala arah
~ Telinga
Bentuk : normal, simetris antara kiri dan kanan.
Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
Nyeri tekan tragus : (-/-)
Peradangan : (-/-)
Pendengaran : kesan normal
~ Hidung
Simetris
Deviasi septum : (-/-)
Napas cuping hidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Penciuman : kesan normal
~ Mulut
Simetris
Bibir : sianosis (-), pucat (+), stomatitis angularis (-), ulkus (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
Gigi geligi : normal
Mukosa : normal
~ Leher
Simetris
Deviasi trakea : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran KGB : (-)
JVP : normal (5+2) cm
Otot SCM : aktif (+), hipertrofi (-)
Pembesaran tiroid : (-)
~ Thorax
Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada asimetris, tampak sisi kanan lebih besar, barrel chest
(-).
2) Ikterik (-)
3) Pergerakan dinding dada asimetris, tampak ketertinggalan gerak sisi kanan.
4) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus cordis tidak
tampak.
5) Penggunaan otot bantu napas : SCM aktif (+), hipertrofi SCM (-), otot bantu
abdomen aktif (-).
6) Tulang iga dan sela iga : pelebaran ICS (+) pada sisi kanan, penyempitan ICS
(-), arah tulang iga normal.
7) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cekung simetris, fossa jugularis:
deviasi trakea (-).
8) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 28 x/menit.
Palpasi :
1) Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS V linea
midclavicular sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada asimetris, ketertinggalan pada sisi kanan.
4) Vocal fremitus
+ +
- +
- +
Perkusi :
1) Sonor pada kedua lapang paru
S S
R R
R R
2) Batas paru-jantung : Dextra ICS II linea parasternalis dekstra
Sinistra ICS V linea midclavicularis sinistra
3) Batas paru-hepar :
- Ekspirasi ICS IV
- Inspirasi ICS VI Ekskursi : 2 ICS
Auskultasi :
1) Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
2) Pulmo :
- Vesikuler :
+ +
- Rhonki:
- -
- -
+ +
- Wheezing :
- -
- -
- -
3) Tes percakapan
+ +
+
+
~ Abdomen
Inspeksi :
1) Tampak distensi (+), ascites (+).
2) Umbilikus masuk merata
3) Permukaan kulit: ikterik (-), bercak luka yang mengering (-), scar (+) post
secsio caesar, massa (-), vena kolateral (-), caput medusa (-).
Auskultasi :
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
Perkusi :
1) Pekak pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)
3) Shifting dullness (+)
Palpasi :
1) Nyeri tekan
- + -
- - -
- - -
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Murphy sign (-)
~ Ekstremitas
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Akral hangat : +/+ Akral hangat : +/+
Ikterik : -/- Ikterik : -/-
Deformitas : -/- Deformitas : -/-
Edema : -/- Edema : -/-
Sianosis : -/- Sianosis : -/-
Petekie : -/- Petekie : -/-
Bercak luka : -/- Bercak luka : -/-
Clubbing finger : -/- Clubbing finger : -/-
Sendi : dbn Sendi : dbn
CRT : < 2 detik
~ Genitourinaria: tidak di evaluasi
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan lemas. Sesak sudah dirasakan
sejak 1 minggu sebelum MRS dan memberat 2 hari sebelum MRS. Sesak dirasakan
terus menerus, memberat saat melakukan aktifitas bahkan saat berbicara dan tidur
dalam posisi terlentang. Sesak dirasakan membaik saat pasien berada dalam posisi
duduk. Pasien mengaku sering terbangun dikarenakan sesak dalam 1 minggu
terakhir. Selain sesak pasien juga merasakan batuk kering, batuk di rasakan sekitar
1 minggu sebelum MRS, batuk dirasakan memberat saat malam hari, saat batuk
pasien merasakan adanya nyeri di seluruh lapang paru, nyeri ini juga dirasakan saat
pasien menarik nafas panjang. Lemas (+) dirasakan memberat disertai pusing
berputar. Mual (+), muntah (-), demam (-), keluhan BAB/BAK disangkal.
Pasien mengaku telah didiagnosa mengalami gagal ginjal sejak 8 bulan yang
dan rutin melakukan HD 2 kali seminggu. Riwayat hipertensi (+) dengan tensi
tertinggi mencapai 200/x namun pasien rutin untuk mengkonsumsi obat anti
hipertensi. Selain hipertensi, pasien juga mempunyai riwayat diabetes melitus sejak
5 tahun yang lalu namun pasien rutin untuk mengontrolkan diri ke puskesmas.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Lengkap
09/04/2017 11/04/2017 15/04/2017 19/04/2017 22/04/2017 Parameter
HB 5.3 6.4 12.7 11.2 10.6 14,0 17,5 g/dt
RBC 1.91 2.29 4.44 3.92 3.72 4,55,9 x 106/L
HCT 16.4 20.2 36.7 32.6 31.9 40 - 52 %
MCV 85.9 88.2 82.7 83.2 85.8 74 110 m3
MCH 27.7 27.9 28.6 28.6 28.5 24 33 m3
MCHC 32.3 31.7 34.6 34.4 33.2 28 36 %
WBC 8.60 10.04 3.53 6.63 5.66 4,01,3 x 103/t
PLT 330 311 199 162 162 150 400 x
103/L
2. Kimia Klinik
09/04/2017 11/04/2017 19/04/2017 22/04/2017 Nilai Rujukan
GDP - 84 mg/dl - - 70-106 mg/dl
GDS 506 mg/dl - - - < 160 mg/dl
SGOT 14 U/L - - - 8 -38 U/L
SGPT 10 U/L - - - < 41 U/L
Albumin - 3.1 - - 3,5-5,2 g/dl
Ureum 75 mg/dl 73 mg/dl 6.4 mg/dl 46 mg/dl 10-15 mg/dL
Kreatinin 8.1 mg/dl 5.1 mg/dl 87 mg/dl 4.3 mg/dl 0,6 1,1 mg/dL
Na Serum 123 mmol/L - - - 135-145 mmol/L
K Serum 4.1 mmol/L - - - 3,5 5,3 mmol/L
Cl Serum 92 mmol/L - - - 95 105 mmol/L
VI. ASSESMENT
- CKD stage V ec Nefropati Diabetik + Hipertensi Grade II + Anemia Sedang
Normositik Normokromik + Efusi Pleura Bilateral.
VIII. PLANNING
Planning Diagnosis
Laboratorium
- Darah lengkap (DL)
- Kimia darah: Glukosa darah sewaktu (GDS), glukosa darah puasa (GDP), dan
glukosa darah 2 jam post prandial (G2PP), ureum, kreatinin, elektrolit,
albumin.
- Urin Lengkap
- USG abdomen
- Foto Thorax
Planning Terapi
Perbaikan keadaan umum:
- IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- Inj ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Ceftriaxon 1gr/24jam
- CaCO3 tab 3x1
- As. Folat tab 3x1
- Furosemid 1 amp/8jam
- Valsartan 1 x 80 mg
- Transfusi 1 kolf/hari
Terapi Lanjutan:
- Pro HD
- Pungsi Ascites
- Pungsi Pleura
Edukasi:
- Mengontrol asupan cairan/air minum perhari, maksimal 600 mililiter atau
setara dengan 1 botol air kemasan sedang.
- Mengurangi konsumsi protein untuk mengurangi sindrom uremik
- Mengontrol DM dan tekanan darah
- Memeriksakan diri ke dokter tiap 3 bulan sekali untuk mengontrol GFR
- Dianjurkan kecukupan energi 35kkal/KgBB/hari
Planning Monitoring
Keluhan
Tanda vital
DL
Kimia klinik (GDS, Ureum, Kreatinin)
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Follow-up
10/04/2017 Lemas seluruh Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
badan, mual Kesadaran: CM anemia sedang Inj Ceftriaxone 1 gr/12
(+) sesak (+). TD: 140/80 mmHg normositik jam
N: 80 x/mnt regular, kuat normokromik Inj ranitidine 1 amp/12
angkat jam
RR: 40 x/mnt Inj. CaCO3 3x1
T: 37.2C As. Folat tab 3x1
K/L: an -/-; ikt -/- Cek GD 2J PP
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
11/04/2017 Mual (+) Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
pusing (+) Kesadaran: CM anemia sedang Inj Ceftriaxone 1 gr/12
Sesak (+), TD: 140/70 mmHg normositik jam
lemas (+) N: 88 x/mnt regular, kuat normokromik Inj ranitidine 1 amp/12
Batuk (+) angkat jam
RR: 20 x/mnt CaCO3 tab 3x1
T: 37,5C As. Folat tab 3x1
K/L: an +/+; ikt -/- Efusi cairan pleura
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
12/04/2017 Sesak (+) Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
pusing (+) Kesadaran: CM anemia sedang Trf PRC 2 Kolf (1
Nafsu makan TD: 140/90 mmHg normositik kantong/hari)
menurun (+) N: 88 x/mnt regular, kuat normokromik Valsartan 1x160 mg
angkat Amlodipin 1x5 mg
RR: 20 x/mnt Inj Ceftriaxone 1 gr/12
T: 36,6C jam
K/L: an +/+; ikt -/- Inj ranitidine 1 amp/12
Tho: C: S1S2 tunggal jam
regular m(-) g (-) CaCO3 tab 3x1
P: Ves +/+ wh -/- As. Folat tab 3x1
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
13/042017 Sesak (+) Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
setelah Kesadaran: CM anemia sedang O2 4 lpm
transfusi, TD: 150/90 mmHg normositik Inj Ceftriaxone 1 gr/12
Batuk (+) N: 82 x/mnt regular, kuat normokromik jam
angkat Inj ranitidine 1 amp/12
RR: 26 x/mnt jam
T: 36,6C Inj. Ampisilin 1gr/8 jam
K/L: an +/+; ikt -/- CaCO3 tab 3x1
Tho: C: S1S2 tunggal As. Folat tab 3x1
regular m(-) g (-) PRC 1 kolf/hari
P: Ves +/+ wh -/- Pungsi pleura
rh-/-
Abd: distensi (+); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
14/04/2017 Sesak (+) Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
namun Kesadaran: CM anemia sedang O2 4 lpm
berkurang, TD: 140/90 mmHg normositik Inj Ceftriaxone 1 gr/12
Batuk (+) N: 82 x/mnt regular, kuat normokromik jam
angkat Inj ranitidine 1 amp/12
RR: 24 x/mnt jam
T: 36,6C Inj. Ampisilin 1gr/8 jam
K/L: an +/+; ikt -/- CaCO3 tab 3x1
Tho: C: S1S2 tunggal As. Folat tab 3x1
regular m(-) g (-) PRC 1 kolf/hari
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (+); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-).
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
15/04/2017 Sesak (+) , Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
Batuk (+), Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
demam (+) TD: 150/90 mmHg normositik jam
mual (+) dan N: 88 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ampisilin 1gr/8 jam
muntah (+) angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 32 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 37,7C
K/L: an +/+; ikt -/-
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/- rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
16/04/2017 sesak (+) Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
TD: 140/90 mmHg normositik jam
N: 84 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ampisilin 1gr/8 jam
angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 24 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 36,2C Transfusi on HD
K/L: an +/+; ikt -/- Diazepam 1gr IV
Tho: C: S1S2 tunggal Lasix 1gr/8jam
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
17/04/2017 Sesak (+), Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
mual (+) Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
muntah (-) TD: 140/80 mmHg normositik jam
Batuk (+) N: 80 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ampisilin 1gr/8 jam
angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 28 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 36C Lasix 1gr/8jam
K/L: an +/+; ikt -/-
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
18/04/2017 Keluhan Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
membaik, Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
sesak (-). TD: 150/70 mmHg normositik jam
N: 80 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ampisilin 1gr/8jam
angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 28 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 36,3C Lasix 1gr/8jam
K/L: an -/-; ikt -/-
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
19/04/2017 Keluhan Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
membaik, Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
sesak (-) batuk TD: 140/70 mmHg normositik jam
(+) N: 80 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ampisilin 1gr/8jam
angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 24 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 36,3C Lasix 1gr/8jam
K/L: an -/-; ikt -/-
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
20/04/2017 pusing (+), Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
mual (-), Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
muntah (-), TD: 140/70 mmHg normositik jam
sesak ( N: 72 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ampisilin 1 gr/8jam
+) angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 24 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 36,8C Lasix 1gr/8jam
K/L: an +/+; ikt -/-
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
21/04/2017 sesak (+), Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
mual (-) Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
muntah (-) TD: 140/70 mmHg normositik jam
N: 80 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ceftriaxon 1gr/24jam
angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 24 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 36,3C Santagesik 1 amp/8jam
K/L: an +/+; ikt -/- Lasik 1 gr/8jam
Tho: C: S1S2 tunggal
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
22/04/2017 sesak (+) mual Keadaan Umum: sedang CKD stg. V + IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
(-) muntah (-) Kesadaran: CM anemia sedang Inj ranitidine 1 amp/12
TD: 140/80 mmHg normositik jam
N: 72 x/mnt regular, kuat normokromik Inj. Ceftriaxon 1gr/24jam
angkat CaCO3 tab 3x1
RR: 28 x/mnt As. Folat tab 3x1
T: 36,8C Santagesik 1 amp/8jam
K/L: an +/+; ikt -/- Furosemid 1 amp/8jam
Tho: C: S1S2 tunggal Valsartan 1 x 80 mg
regular m(-) g (-)
P: Ves +/+ wh -/-
rh-/-
Abd: distensi (-); BU (+)
N; NT (+) epiganstrium;
massa (-); H/R/L ttb
Ekst: hangat (+/+)/(+/+),
edem (-/-)
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasu ini, dijumpai adanya
anemia sedang normokromik normositer dan penurunan LFG (14,8 ml/menit/1,73
2
m )
Pemberian asam folat merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
hiperhomosisteinemia pada pasien CKD, karena asam folat merupakan salah satu
substansi penting yang diperlukan dalam metabolise homosistein Pada kasus ini,
pasien diberikan terapi asam folat 2 x 2 mg.
BAB V
SIMPULAN
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2006. p. 463 503.
2. Arthur C. Guyton, M.D. Textbook of Medical Physiology Eleventh edition. Elsevier
publisher : New York ; 2006. pg. 1368-1375
3. Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney
Disease. KDIGO 2012. January 2013 ; 3:1
4. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040
5. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
6. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.