Anda di halaman 1dari 6

DISUSUN OLEH :

Hanan Afifah (H1A 012 019)

PEMBIMBING :

dr H. Abdul Razak D, Sp.A

KOLESTASIS

BAB I

PENDAHULUAN

Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkn terganggunya sekresi dan


ekskresi empedu ke duodenum sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau
substansi yang seharusnya dikeluarkan bersama empedu tersebut di hepatosit. Secara
klinis kolestasis ditandai dengan adanya icterus, tinja berwarna pucat atau akolik
(sterkobilin feses negatif) dan urin berwarna kuning tua seperti the (bilirubin urin positif).
Parameter yang digunakan adalah kadar bilirubin direk serum >1 mg/dL bila bilirubin
total <5 mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar bilirubin total >5
mg/dL. Etiologi kolestasis meliputi penyebab yang dapat digolongkan menjadi
intrahepatic dan ekstrahepatik yang masing-masing mempunyai berbagai macam etiologi.
Dengan demikian kesulitannya aadalah membedakan masing-masing penyebab tersebut.
Karena banyaknya penyebab tersebut dan keterbatasan penyediaan perasat diagnosis,
panduan ini ditekankan pada penyakit-penyakit tertentu yang dapat dilakukan intervensi
dan menganggap penyebab lainnya tindakan sama yaitu suportif. Fokus utama adalah
membedakan kolestasis intrahepatic (terutama penyabab yang bias dilakukan tindakan
terapi) dan ekstrahepatik (terutama atresia biliaris).

Atresia biliaris merupakan suatu keadaan obstruksi total saluran biliaris ekstrahepatik
yang diperlukan suatu tindakan koreksi operasi dengan posedur Kassai saat berumur 8
minggu atau sebelumnya (pada saat itu 80% akan tercapai bebas icterus). Makin tua usia
saat dilakukan koreksi semakin turun angka tersebut karena kemungkinan sudah terjadi
sirosis. Dengan demikian diperlukan suatu perhatian khsus apabila mendapatkan bayi
dengan kolestasis karena keputusan harus cepat akan dirujuk atau tatalaksana suportif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi dan ekskresi
empedu ke duodenum sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau substansi yang
seharusnya dikeluarkan bersama empedu tersebut ke hepatosit. Secara klinis kolestatis
ditandai dengan adanya icterus, tinja berwarna pucat atau akolik (sterkobilin feses negatif)
dan urin berwarna kuning tua seperti the (bilirubin urin positif). Parameter yang digunakan
adalah kadar bilirubin direk serum >1 mg/dL bila bilirubin total <5 mg/dL atau bilirubin
direk >20% dari bilirubin total bila kadar bilirubin total >5 mg/dL.

2. Diagnosis
a. Anamnesis
- Penegakan kolestasis : warna feses dan urin
- Pelacakan etiologi :
Riwayat kehamilan dan kelahiran : riwayat infeksi TORCH, BBL (pada
hepatitis neonatal biasanya bayi lahir dengan KMK dan pada atresia biliaris
biasanya didapatkan SMK), infeksi intrapartum, pemberian nutrisi parenteral.
Riwayat keluarga : ibu pengidap hepatitis B, hemokromatosis, perkawinan
antar keluarga, adanya saudara kandung yang menderita penyakit serupa.
Paparan terhadap obat-obatan hepatotoksik.
b. Pemeriksaan Fisik
- Fasies dismorfik : pada sindroma Allagille
- Mata : di konsulkan ke ahli mata apakah ada katarak atau chorioretinitis (pada
infeksi TORCH).
- Kulit : icterus dan dicari tanda-tanda kompikasi sirosis seperti spider angiomata,
eritema palmari, edema.
- Dada : bising jantung (pada Sindrom Alagille, atresia biliaris.
- Abdomen :
Hepar : hepatomegaly atau lebih kecil dari normal, konsistensi hati normal
atau keras, permukaan hati licin/berbenjol-benjol/bernodul.
Lien : splenomegaly
Vena kolateral, asites
- Lain-lain : jari tabuh, asteriksis, fimosis.
c. Pemeriksaan Penunjang.
- Baku emas : kolangiografi
- Pemeriskaan penunjang dilaksanakan melalui 2 tahap:
Tahap 1 : bertujuan menetapkan perlu tidaknya pemeriksaan tahap kedua yaitu
penegakan adanya atresia biliaris.
Darah tepi : leukosit (pada ISK)
Biokimia heti : bilirubin direk/indirek seru, (fungsi sekresi dan ekskresi),
ALT/AST peningkatan menunjukkan adanya kerusakan sel hati, gamma
glutamil transpeptidase (GGT) (peningkatan menunjukkan adanya obstruksi
saluran bilier), albumin (fungsi sintesis), kolestrol, massa protrombim.
Urin rutin : leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi
Biakan urin
Tinja 3 porsi
Pemeriksaan etiologi : TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes
Simplex), jika positif : lacak kemungkinan adanya atresia biliaris.
Pencitraan : USG dua fase (1. Puasa 12 jam dan 2. Minimal 2 jam setelah
minum ASI atau susu.
Biopsi hati bila memungkinkan.

Sebagai gambaran kepentingan pemeriksaan AST/ALT/GGT (hati-hati dalam melakukan


interpretasi apabila usia sudah lebih dari 2 bulan).

Kolestasis ALT/AST ALP/GGT Bilirubin


Intrahpatik +++ + ++
Ekstrahepatik + ++++ +++

Tahap kedua : kolangiografi sekaligus dilakukan prosedur Kassai apabila terbukti ada
atresia billiaris.

3. Tatalaksana
- Kausatif
Pda atresia biliaris dilakukan prosedur Kassai dengan angka keberhasilan tinggi
apabila dilakukan sebelum usoa 8 minggu.
- Suportif
Apabila tidak ada terapi spesifik harus dilakukan terapi suportif yang bertujuan untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangan seoptimal mungkin serta meminimalkan
komplikasi akibat kolestasis kronis:
Medikamentosa :
Stimulasi asam empedu : asam ersodeoksikolat 10-30 mg/kgBB
dibagi 2-3 dosis
Nutrisi menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan kalori
umumnya mencapai 130-150% keutuhan bayi normal) dan
mengandung lemak rantai sedang.
Vitamin yang larut dalam lemak : A (5.000-25.000 IU/hari, D
(calcitrol 0.05-0.2 ug/kgBB/hari), E (25-200 IU/kgBB/hari), K I (2.5-5
mg/hari diberikan 2-7x/minggu).
Terapi komplikasi lain misalnya untuk hyperlipidemia/xantelasma
diberikan obat HMG-coA Reductase Inhibitor seperti simvastatin.
Prednisone digunakan apabila terdapat kolestasis intrahepatal.
Terapi untuk mengatasi pruritus :
Antihistamin : difenhidramin 5-10mg/kgBB/hari, hidroksisin 2-5
mg/kgBB/hari; asam ursodeoksilat; rifampisin 10mg/kgBB/hari;
kolestiramin 0.25-0.5 g/kgBB/hari.
4. Pemantauan
- Terapi
Keberhasilan dilihat dari :
Progresivitas secara klinis seperti keadaan icterus (berkurang, tetap,
semakin kuning), besarnya hati, limpa, asites, vena kolateral.
Pemeriksaan lab
Pencitraan
- Tumbuh Kembang
Pasien dengan kolestasis perlu dipantau pertumbuhannya dengan membuat kurva
pertumbujan berat bdan dan tinggi badan bayi/anak
Petumbuhan pasien dengan kolestasis intrahepatic menunjukkan perlambatan sejak
awal.
Pasien dengan kolestasis ekstrahepatik umumnya akan tumbuh dengan baik pada
awalnya, tetapi kemudian kan mengalami gangguan pertumbuhan sesuai dengan
progresivitas penyakitnya.
KESIMPULAN

Kolestasis merupakan semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi dan


ekskresi empedu ke duodenum sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau substansi
yang seharusnya dikeluarkan bersama empedu di hepatosit yang ditandai dengan adanya icterus,
tinja berwarna pucat, urin berwarna pekat, adanya pembesaran organ, dan terkadang pruritus.
Penyebab dari kolestasis bisa berasal dari intrahepatal dan ekstrahepatal, dimana pada intrahpatal
dapat disebabkan oleh idiopatik, infeksi, genetic, sedangkan yang ekstrahepatal disebabkan oleh
atresia bilier, hypoplasia bilier, stenosis duktus bilier, dan adanya massa.

Pemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas dari kolestasis, namun sebelumya
dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, biokimia hati, urin rutin, tinja 3 porsi, serta pencitraan.
Adapun pengobatannya dapat bersifat kausatif dengan prosedur Kassai, dan medikamentosa
yang berupa poemberian asam ersodeoksikolat 10-30 mg/kgBB, vitamin larut lemak, prednisone
pada kasus intrahepatal, dan antihistamin pada kasus yang disertai pruritus.

Anda mungkin juga menyukai