Anda di halaman 1dari 3

Penatalaksanaan dan Edukasi Psoriasis

Terdapat 4 jenis terapi yaitu terapi topikal, fototerapi, sistemik, dan Agen Biologi. Terapi pada
psoriasis vulgaris diberikan berdasarkan pada luas area tubuh yang terkena. Bila area permukaan
tubuh yang terkena kurang dari 10% (ringan), pilihan pengobatannya adalah pengobatan topikal
dan dapat dikombinasi dengan fototerapi. Bila area yang terlibat antara 10- 30 % (sedang) dapat
diberikan terapi kombinasi antara terapi topikal, fototerapi dan pusat perawatan harian.
Sementara itu untuk kategori berat dengan keterlibatan lesi lebih dari 30% area permukaan tubuh
diperlukan pengobatan sistemik yang dikombinasi dengan pusat perawatan harian, fototerapi dan
terapi topikal (Gudjonsson dan Elder, 2012). Terapi topikal terdiri dari emolien, glukokortikoid,
analog vitamin D, asam salisilat, dithranol, tazaroten dan tar. Fototerapi terdiri dari narrow-band
ultraviolet B (NB-UVB), broad-band ultraviolet B (BB-UVB), psoralen yang dikombinasikan
dengan sinar ultraviolet A (PUVA), laser excimer dan klimatografi. Terapi sistemik terdiri dari
metotreksat, asitretin, agen biologis (alefacept, etanercept, adalimumab, infliximab,
ustekinumab), siklosporin A, hidroksiurea, 6-tioguanin, celcept dan sulfasalazin (Gudjonsson
dan Elder, 2012)

1. Pengobatan Topikal
 Kortikosteroid topikal
Topical kortikosteroid bekerja sebagai antiinflamasi, antipoliferasi, dan
vasokonstriktor masih tetap banyak dipakai dalam pengobatan psoriasis secara
tunggal atau kombinasi. Berdasarkan keparahan dan letak lesi, dapat di gunakan
berbagai kelas kekuatan kortikosteroid topical yang merespon mekanisme
vasokonstriktor pembuluh darah kulit. Obat tersedia dalam vehikulum beragam,
misalnya krim, salep, solusio, bahkan bedak, gel, spray, dan foam. Resistensi
adalah gejala yamg sering terlihat dalam pengobatan keadaan ini disebabkan oleh
proses takifalaksis. Bila dalam 4-6 minggu lesi tidak membaik, pengobatan
sebaiknya di hentikan, diganti dengan terapi jenis lain, sedangkan kortikosteroid
superpoten hanya diperbolehkan 2 minggu.

 Kalsipotriol/Kalsipotrien
Merupakan analog vitamin D yang mampu mengobati psoriasis ringan sampai
sedang. Mekansime kerja dari sediaan ini adalah antipoliferasi keratinosit,
menghambat poligferasi sel dan meningkatkan defisiensi juga menghambat
produksi sitokin yang berasal dari keratinosit maupun limfosit. Kalsipotriol
merupakan pilihan utama atau kedua pengobatan topical. Kalsipotrien tersedia
dalam bentuk krim, salep atau solusio yang dipakai dua kali sehari sedangkan
bentuk salap cukup dioles sekali sehari Respon terapi terlihat lambat bahkan
awalnya terlihat lesi menjadi merah. Reaksi iritasi berupa gatal dan rasa terbakar
dapat mengawali keberhasilan terapi, tetapi adapula yang tetap teriritasi dalam
pemaiakan ulangan. Lesi dapat menghilang sempurna, eritema dapat pula
bertahan.

 Retinoid topical
Acetylenic retinoid adalam asam vitamin A dan sintetik analog dengan reseptor
beta dan gama. Retinoid meregulasi transkripsi gen dengan berikatan RAR-RXR
heterodimer, berikatan langsung elemen respons asam retinoat pada sisi promotor
gen aktivasi. Tazaroten menormalkan poliferasi dan diferensiasis kerinosit serta
menurunkan jumlah sel radang. Tazaroten telah disetuji FDA sebagai pengobatan
psoriasis. Tazaroten 0.1% lebih efektif dibandingkan dengan 0.05%, pada
pemakaian 12 minggu sediaan ini lebih efektif dibandingkan vehikulum dalam
meredakan skuama dan infiltrate psoriasis.

 Tar dan antralin


Tar merupakan senyawa aman untuk pemakaian psoriasis ringan sampai sedang,
namun pemakaiannya mengakibatkan kulit lengket, mengotori pakaian, berbau,
kontak iritan, terasa terbakar dan dapat terjadi fotosensitifitas.
Antralin disebut juga diitranol mempunyai efek antimitotic dan menghambat
enzim poliferasi. Sediaan ini juga dapat dipakai sebagai kombinasi dengan
fototerapi yang dikenal dengan formulasi Ingram. Biasanya dimulai dengan
antralin konsentrasi terendah 0.05% sekali sehari kemudian ditingkatkan menjadi
1% dengan kontak singkat (15-30 menit) setiap hari. Obat ini mampu
membersihkan lesi psoriasis. Efek samping yang dijumpai adalah iritasi dan
memberikan noda pada bahan-bahan tenun.

2. Fototerapi
Fototerapi yang dikenal UVA dan UVB. Fototerapi memiliki kemampuan
menginduksi apoptosis, imunosupresan, mengubah profil sitokin dan mekanisme lainnya.
Diketahui efek biologic UVB terbesar pada kisaran 311-313 nm oleh karena itu sekarang
tersedia lampu UVB (TL-01) yang dapat memancarkan sinar monokromatik dan disebut
spectrum sempit (narrowband). Dalam berbagai uji coba penyinaran 3-5 kali seminggu
dengan dosis eritemogenik memiliki hasil yang efektif. Bila dibandingkan dengan UVB
spectrum luas. UVB spectrum sempit dosis suberitemogenik nampaknya lebih efektif.
Psoriasis sedang sampai berat dapat diobati dengan UVB, kombinasi dengan tar
meningkatkan efektivitas terapi. Efek samping cepat berupa sunburn, ertitema. Vesikulasi
dan kulit kering. Efek jangka panjang berupa penuaan kulit dan keganasan kulit yang
masih sulit di buktikan. Bila dilakukan di klinik, kombinasi UVB dengan tar dan antralin,
memiliki masa remisi berlangsung lama pada 55% pasien.
Pemakaian UVB spectrum sempit lebih banyak dipilih karena lebih aman
dibandingkan dengan PUVA (Psoralen dan UVA) yang dihubungkan dengan karsinoma
sel skuamosa, karsinoma sel basal dan melanoma malignan pada kulit. Peningkatan
keganasan kulit karena UVB spectrum sempit sampai saat ini belum bisa ditetapkan dan
masih dalam penyelidikan

3. Sistemik

Dahulu, agen sistemik konvensional untuk terapi sistemik psoriasis seperti Methotrexate (MTX),
cyclosporine A (CSA), dan acitretin digunakan pada psoriasis yang luas dan sulit diatasi dengan
terapi topikal. Seiring dengan perkembangan berbagai penelitian, agen biologi telah
menggantikan posisi sebagai terapi psoriasis dengan menawarkan efek terapi dengan potensi
toksik yang lebih sedikit terhadap hepar, ginjal, sumsum tulang, dan juga tidak bersifat
teratogenik
Terapi sistemik tetap memiliki peranan penting pada pengobatan psoriasis untuk pasien tertentu
dikarenakan rute administrasi oral yang mudah dan biaya yang lebih murah jika dibandingkan
dengan agen biologi. MTX merupakan agen yang paling umum digunakan sebagai terapi
sistemik konvensional untuk psoriasis, dimana MTX dapat memberikan efek yang dramatis
bahkan pada kasus psoriasis berat sekalipun. MTX saat ini digunakan di dalam kombinasi
dengan semua agen biologi yang telah disetujui penggunaannya untuk psoriasis, dimana efek
yang sangat baik muncul dengan kombinasi terhadap penghambat TNF

CSA merupakan salah satu pilihan untuk pengobatan psoriasis yang efektif, namun pada
penggunaan jangka panjang (3-5 tahun) terdapat beberapa pasien yang kemudian menderita
glomerulosklerosis dalam jumlah yang signifikan. Oleh karena itu, panduan dari Amerika Serikat
membatasi penggunaannya hanya selama 1 tahun, dan di Inggris selama 2 tahun.

MTX bekerja dengan cara memblokade dihydrofolate reductase sehingga menghambat


pembentukan purin dan pyrimidine, memblokade 5-Aminoimidazole-4-carboxamide
ribonucleotide (AICAR) transformylase, dan menyebabkan akumulasi antiinflamasi adenosin.
Penggunaan dapat dimulai dengan dosis percobaan 2.5mg dan ditingkatkan bertahap sampai
level terapetik tercapai (rentang rata-rata 10-15mg perminggu, maksimal 25-30mg/minggu).
CSA bekerja dengan cara berikatan dengan cylophilin yang akan memblokade calcineurin,
sehingga mengurangi efek nuclear factor of activated T cells (NF-AT) pada sel T, sehingga
menghambat IL-2 dan sitokin lain. Pendekatan dosis dapat dilakukan dengan 2 cara. Pada
pendekatan dosis tinggi CSA dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari lalu diturunkan perlahan.
Sedangkan pendekatan lain yang bisa digunakan adalah dengan dosis 2.5mg/kg/hari yang
dinaikkan setiap 2-4 minggu sampai mencapai dosis 5mg/kg/hari. Kemudian, pada kedua
pendekatan ini, penghentian obat dilakukan dengan menurunkan dosis perlahan.
Acitretin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor asam retinoik, sehingga membantu
perbaikan dengan menormalisasi keratinisasi dan proliferasi epidermis. Dosis pengobatan adalah
25-50 mg/hari dengan dosis ditingkatkan secara titrasi sesuai respon pengobatan. Obat ini efektif
sebagai monoterapi, namun harus diperhatikan risiko hepatotoksisitas, kematian atau
abnormalitas janin, abnormalitas lipid, alopesia, toksisitas mukokutaneus, dan hiperostosis.

4. Agen Biologi
Obat ini bekerja dengan menghambat biomolekuler yang berperan dalam tahapan pathogenesis
psoriasis. Terdapat tiga tipe obat yang beredar di pasaran, yaitu recombinant human cytokine,
fusi protein, dan monoclonal antibody. Perkembangan agen biologic ini sangat pesat dan yang
dikenal adalah alefacept, efalizumab, infliximab, dan ustekinumab. Pemakaian terbatas pada
kasus yang berat atau yang tidak berhasil dengan pengobatan sistemik klasik. Efek samping yang
harus diperhatikan adalah infeksi karena agen ini bersifat imunosupresif, reaksi infus dan
pembentukan antibody serta pemakaian jangkan panjang masih harus di evaluasi.

Sumber :
1. Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, Sp.KK(K). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7 ed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
2. Gudjonsson, J. E., & Elder, J. T. (2011). Psoriasis. In L. A. Goldsmith, S. I. Katz, B. A.
Gilchrest, A. S. Paller, D. J. Leffel, & K. Wolff, Fitzpatrick's Dermatology in General
Medicine, 8th Ed, 2V (Vol. 1, pp. 197-231). New York: McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai