2. Antimalaria
Efektivitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama
diketahui, dan obat initelah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk SLE
kulit terutama LE diskoid dan LE kutaneus subakut. Obat ini bekerja dengan
cara mengganggu pemrosesan antigen di makrofag dan sel penyaji antigen yang
lain dengan meningkatkan pH di dalam vakuola lisosomal. Juga menghambat
fagositosis, migrasi netrfil, dam metabolisme membran fosfolipid. Antimalaria
dideposit didalam kulit dan mengabsorbsi sinar UV. Hidrosiklorokuin
menghaambat reaksi kulit karena sinar UV. Bebrapa penelitian melaporkan
bahwa antimalaria dapat menurunkan koSLEterol total, HDL dan LDL, pada
penderita SLE yang menerima steroid maupun yang tidak.
Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia : hidroksiklorokuin (dosis 200400mg/hari), klorokuin (250mg/hari), kuinarkrin (100mg/hari).
Hidroksiklorokuin lebih efektif daripada klorokuin, dan efek sampingnya lebih
ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah efek pada saluran
pencernaan, kembung, mual, dan muntah; efk sam ping lain adalah timbulnya
ruam, toksisitas retin, daan neurologis (jarang).
3. Kortikosteroid
Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekaanisme antiinflamasi dan
amunosuprefit. Dari berbagai jenis steroid, yang paling sering digunakan adalah
prednison dan metilprednisolon.
Pada SLE yang ringan (kutneus, arthritis/arthralgia) yang tidak dapat dikontrol
oleh NSAID dan antimalaria, diberikan prednison2,5 mg sampai 5 mg perhari.
Dosis ditingkatkan 20% tiap 1 sampai 2 minggu tergantung dari respon klinis.
Pada SLE yang akut dan mengancam jiwa langsung diberikan steroid, NSAID
dan antimalaria tidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi serius SLE yang
membaik dengan steroid antara lain : vaskulitis, dermatitis berat ataau SCLE,
poliarthritis, poliserosistis, myokarditis, lupus pneumonitis, glomeruloneftritis
(bentuk proliferatif), anemia hemolitik, neuropati perifer dan krisis lupus.
Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa regimen pemberian steroid:
1. Regimen I: daily oral short acting (prednison, prednisolon,
metilprednisolon), dosis: 1-2 mg/kg BB/hari dimulai dalam dosis terbagi,
lalu diturunkaan secara bertahap (tapering) sesuai dengan perbaikan klinis
dan laboratoris. Regimen ini sangat cepat mengontrol penyakit ini, 5-10
hari untuk manifestasi hemotologis atau saraf, serositis, atau vaskulitas;
3-10 minggu untuk glomerulonephritis.
1. Regimen II : methylprednisolone intravena, dosis: 500-1000 mg/hari,
selama 3-5 hari atau 30 mg/kg BB/hari selam 3 hari. Regimen ini
mungkin dapat mengontrol penyakit lebih cepat dari pada terapi oral
setiaap hari, tetapi efek yang menguntungkan ini hanya bersifat
sementara, sehingga tidak digunakan untuk terapi SLE jangka lama.
2. Regimen III: kombinasi regimen 1 atau 2 dengan obat sitostatik
azayhioprine atau cyclophosphamide.
Setelah kelaainan klinis menjadi tenang dosis diturunkan dengan kecepatan 2,55 mg/minggu sampai dicapai maintenance dose.
4. Methoreksat
Methoreksat adaalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk
penyaakit rematik efek imunosupresifnya lebih lemah daripada obat alkilating
atauazathrioprin. Methorekxate dosis rendah mingguan, 7,5-15 mg, eektif
sebagai steroid sprring agent dan dapat diterima baik oleh penderita, terutama
pada manifestsi kulit dan mukulosketetal. Gansarge dkk. Melakukan percobaan
dengan memberikan Mtx 15 mg/minggu pada kegagalan steroid dan
antimalaria.
Efek samping Mtx yang paling sering dipakai adalah:lekopenia, ulkus oral,
toksisitas gastrointestinal, hepatotoksisitas.untuk pemantauan efek samping
diperlukan pemeriksaan darah lengkap,tes fungsi ginjal dan hepar.pada
penderita dengan efek samping gastrointestinal,pemberian asam folat 5 mg tiap
minggu akan mengurangi efek tersebut.
5. Imunosupresan atau sitostatik yang lain.
Azathhioprine (Imuran AZA)
Cylophosphamide (chitokxan, CTX)
Chlorambucil (leukeran, CHL)
Cyclosporine A
Tacrolimus (FK506)
Fludarabine
Cladribine
Mycophenolate mofetil
6. Terapi hormonal
Dehidroxyepiandrosterone Sulfate (DHEAS)
Danazol
7. Pengobatan Lain
Dapsone
Dapsone, atau 4.4- diaminophenylsulphone, bekerja dengan cara mengganggu
metabolisme folat dan menghambat asam para aminobenzoat, dan menghambat
jalur alternative komplemen serta sitotoksisitas netrofil. Tersedia sejak lebih
dari 50 tahun yang lalu untuk pengobatan lepra. Dapson ternyata efektif untuk
pengobatan Lupus eritematosus kutaneus. Leukopenia, dan trombositopenia
pada SLE, dengan dosis 50-150 mg/hr. hampir semua penderita yang menerima
dapsone akan mengalami anemia hemolitik ringan yang biasanya berhubungan
dengan dosis.
Clofazimine (Lamprene)
Clofazimine adalah anti leprosi juga yang telah terbukti untuk LE kutaneus
yang refrakter. Digunakan dengan dosis antara 100 sampai 200 mg/hr. efek
samping yang terutama adalah warna kulit yang berubah menjadi pink atau
coklat gelap, dan menjadi kering.
Thalidomide
Thalidomide dengan dosis50 sampai 100 mg/hr serta dosis pemeliharaan 25
sampai 5o mg/hr, efektif untuk LE kutaneus refrakter. Obat ini bekerja dengan
menghambat TNF alfa. Obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan karena
banyak laporan mengenai terjadinya malformasi janin (fokomelia).
Immunoglobulin intravena