Anda di halaman 1dari 48

PENDEKATAN DIAGNOSIS DEMAM DAN RUAM PADA ANAK

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada pasien anak yang datang dengan keluhan demam disertai kemerahan

pada kulit, tidak sedikit dokter mengalami kesukaran dalam menentukan diagnosis

dan tatalaksana.1 Keluhan berupa ruam eruptif kulit yang berhubungan dengan

demam atau gejala sistemik lain, disebut dengan eksantema. Hal ini menjadi sulit

didiagnosis disebabkan eksantema memiliki berbagai macam penyebab, termasuk

patogen infeksius, reaksi obat, dan kombinasi keduanya.2

Pada anak kejadian eksantema yang berhubungan dengan infeksi sering

disebabkan oleh virus.2 Ruam pada kulit yang terlihat pada kelompok penyakit

eksantema akut biasanya sulit dibedakan secara klinis, namun adanya bentuk-

bentuk pola dan sifat yang khas membuat penyakit mudah dideteksi.3 Pada

umumnya pendekatan diagnostik yang dilakukan adalah dengan mengenali pola

perjalanan klinik yang khas, misalnya anamnesis yang teliti tentang lama waktu

sakit, gejala klinis penderita, urutan munculnya gejala, dan pola klinik ruam

misalnya timbulnya ruam, dimana, kapan, distribusinya, ada tidaknya rasa gatal,

dimensi waktu hubungan antara ruam dan panas, serta obat-obatan, baik oral

maupun topikal.4

Pendekatan diagnostik terhadap penderita dengan tampilan utama

eksantema memerlukan strategi yang cermat agar penanganannya sesuai dan tidak

terjadi kesalahan diagnosis.3 Oleh karena itu, selain ditinjau dari karakteristik
morfologi, distribusi, dan waktu terjadi erupsi; juga penting menentukan kontak

infeksi, status imunisasi, serta pemeriksaan klinis.2


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Demam dan Ruam Anak

Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai

akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-

1.3 Rentang suhu tubuh normal cukup luas, 35,5—37,7C (96—100F) dan

diantara 36,6—37,9C (97,9—100,2F) melalui rektum, sehingga demam disebut

juga suhu rektum dengan lebih dari 38C (100F) dan dikatakan hiperpireksia bila

diatas 40C (104F).5

Eksantema merupakan penyakit yang bermanifestasi sebagai ruam eruktif

difus pada kulit yang berhubungan demam atau gejala sistemik lain.2,6

Penyebabnya termasuk patogen infeksius, reaksi obat, dan kombinasi keduanya. 2

Mekanisme terjadinya lesi kulit adalah kerusakan sel akibat invasi organisme

patogen, produksi toksin oleh organisme, dan respon imun pejamu. 6 Virus dikenal

sebagai penyebab terbanyak penyakit eksantema akut.2

Ruam yang terjadi kebanyakan berupa makulopapula yang secara umum

dibagi dalam tiga golongan besar:

1. Ruam klasik, terdiri atas 6 macam: measles (morbili), scarlet fever

(demam scarlatina), rubella, erythema infectiosum, exanthema subitem,

dan varicella (bukan eksantema makulopapula)

2. Ruam nonspesifik

3. Erupsi paravirus.7
2.2 Klasifikasi Demam dan Ruam Anak

Untuk kepentingan diagnosis, penyakit demam dan ruam digolongkan

dalam 2 kelompok besar. Kelompok ini didasarkan atas gambaran

kemerahan/kelainan kulit yang ada yaitu adanya kemerahan di kulit atau bentolan

merah dan umumnya ditandai dengan gambaran makulopapular; atau kelompok

lain yang ditandai dengan gambaran papulovesikular3. Secara rinci dapat terlihat

pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Kelompok penyakit eksantema berdasarkan gambaran kemerahan/kelainan


kulit.

Sumber : Buku Ajar lnfeksi & Pediatri Tropis3

Selain daripada 2 kelompok besar makulopapular dan papulovesikular,

terdapat juga kelompok demam dan ruam lainnya, seperti eritema difus, petekie

dan purpura, yang bergantung pada karakteristik morfologi, distribusi, dan gejala

penyerta. Berdasarkan distribusinya, terbagi menjadi sistemik atau terlokalisasi,

dan berdasarkan penyebab, terbagi ke dalam ruam akibat infeksi (akibat

mikrobiologi virus, bakteri, dan fungi) dan non infeksi.13


2.3 Pendekatan Diagnosis Demam dan Ruam Anak

Penyakit demam dan ruam pada dasarnya dapat didekati dengan mengenal

beberapa kriteria, antara lain:

1. Riwayat penyakit adanya penyakit infeksi serta data imunisasi pasien

2. Gambaran gejala masa prodromal

3. Gambaran/karakteristik dari ruam, baik lokasi maupun pola

penyebarannya

4. Adanya gejala patognomonik atau ciri tertentu

5. Hasil laboratorium uji diagnostik.3

Pendekatan diagnosis demam dan ruam pada anak perlu dilakukan secara

sistimatis agar kesalahan diagnosis dapat dihindari. Dapat dilakukan dengan

memperhatikan data demografi, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang.

1. Data demografi

a. Umur penderita

Usia dapat menjadi alat untuk mempersempit kemungkinan

diagnosis banding.4 Misalnya, ruam makulopapula akut pada bayi dan

anak biasanya disebabkan oleh infeksi virus seperti measles dan

roseola. Pada demam dan ruam makulopapula lainnya, umum terjadi

pada usia anak sekolah (misalnya rubella, eritema infeksiosum, dan

demam skarlatina).1,3,5,12

Pada kelompok ruam papulovesikular, usia bayi bisa berupa

penyakit enterovirus. Pada ruam papulovesikular lainnya dapat terjadi

di semua usia.
b. Jenis kelamin

Umumnya perempuan dan laki-laki sama, namun pada penyakit

eritema infeksiosum tinggi pada perempuan.5

c. Musim

Umumnya infeksi terjadi sepanjang tahun, namun pada penyakit

eritema infeksiosum tinggi pada akhir musim dingin dan musim

gugur.5 Pada varisela, tinggi pada musim hujan ke musim panas, atau

sebaliknya.3

2. Anamnesis

Hal yang diperhatikan:

a. Pola perjalanan klinik yang khas:

Tanyakan tentang:

- Lama waktu sakit

- Gejala klinis penderita

- Urutan munculnya gejala.

b. Pola klinik ruam:

Tanyakan tentang:

- Letak timbulnya ruam

- Sejak kapan timbul ruam

- Distribusi ruam

- Ada tidaknya rasa gatal

- Lesi apakah terasa sakit.1,4

c. Gejala sistemik, terutama demam. Tanyakan mengenai dimensi waktu

hubungan antara ruam dan demam


d. Riwayat lainnya

Tanyakan tentang:

- Perjalanan terakhir ke tempat lain yang telah dilakukan

- Terdapat paparan terhadap serangga dan tanaman

- Kontak dengan orang yang sakit

- Paparan obat (baik oral maupun topikal)

- Paparan kimia

- Penyakit kronik

- Riwayat atopi dalam keluarga (misalnya asma, rhinitis atau ekzem)

- Status imunisasi. 1,3

3. Pemeriksaan klinik

a. Pemeriksaan umum

Adanya kelainan yang bersifat sistemik, seperti tanda vital,

limfadenopati, pembesaran hepar dan lien, tanda dan gejala susunan

syaraf mempunyai poin sangat penting selain juga tingkat kegawatan

klinik penderita.4

b. Tanda dermatologis

Berikut batasan-batasan gambaran kelainan kulit:

- Makula adalah ruam yang ditandai oleh perubahan warna kulit

tanpa elevasi maupun depresi, diameter <1 cm.

- Patch adalah macula dengan diameter >1cm.


Sumber : Practical Strategies in Pediatric Diagnosis and
Therapy 2nd 8

- Papula yang disertai elevasi permukaan kulit, diameter <1cm.

- Nodul melibatkan proses di kulit lebih dalam, yang

membedakannya dilakukan dengan palpasi, diameter >1cm.

Sumber : Practical Strategies in Pediatric Diagnosis and


Therapy 2nd 8

- Plak yaitu penggabungan papula-papula

- Pustula yang mengandung cairan

- Vesikula yaitu papula yang mengandung cairan dengan diameter <

0.5 Cm

- Bulla yaitu papula yang diameternya > 0.5 Cm.4,8,10


Sumber : Practical Strategies in Pediatric Diagnosis and
Therapy 2nd 8
c. Pola klinik ruam

- Lokasi ruam, meliputi telapak tangan, telapak kaki, membran

mukosa, muka, kulit kepala, atau permukaan ekstensor, atau

fleksor ekstremitas.1 Lokasi dapat bersifat sentralisasi atau hanya di

bagian perifer.3

- Tanda-tanda patognomonik, misalnya bercak Koplik sangat berarti

dalam diagnosis campak, fenomena Koebner khas pada psoriasis

dan lichen palnus. Tanda nikolsky, berhubungan dengan

staphylococcal scalded skin syndrome. Nilai tanda auspitz untuk

diagnosis psoriasis. Blanching khas untuk erupsi obat, eksantema

virus, penyakit Kawasaki, roseola, dan demam scarlatina.

Sedangkan lesi meningococcemia tidak terdapat blanching.9

4. Pemeriksaan penunjang

Pada eksantema yang disebabkan oleh virus umumnya ditandai

dengan leukositopenia disertai neutropenia maupun limfositopenia,

misalnya pada penyakit measles, rubella, dan roseola infantum. Pada

eksantema yang disebabkan oleh demam, umumnya ditandai dengan

leukositosis, seperti pada demam skarlatina.


Selain pemeriksaan darah rutin, bisa didiagnosis dengan tes

serologik IgM dan IgG spesifik, PCR, Laju Endap Darah, sampai kultur

virus ataupun bakteri. 3,5,6,12

2.4 Diagnosis Banding

1. Etiologi berdasarkan Bentuk Ruam


Berdasarkan bentuk ruam makula, papula, vesikula, bulla, ptekie, dan

eritroderma, dapat diperkirakan etiologi pada demam dan ruam yang sering

ditemukan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Diagnosis banding etiologi demam dan ruam berdasarkan bentuk ruam

Dikutip dari: Pendekatan Diagnosis Demam dan Ruam pada Anak 11

2. Penyakit Demam dan Ruam pada Anak


Pada demam dan ruam pada anak, terdapat jenis-jenis penyakit yang
dikelompokkan berdasarkan bentuk ruam. Bentuk-bentuk tersebut berupa makula,
makulo-papula, vesiko-bula, dan ptekie/pupura. Beberapa penyakit demam dan ruam
pada anak yang sering ditemukan dapat dilihat di tabel 2.3 sampai dengan tabel 2.6.
Tabel 2.3 Diagnosis banding demam dengan ruam makula dan makulopapular
Dikutip dari: Pendekatan Diagnosis Demam dan Ruam pada Anak 11

Tabel 2.4 Diagnosis banding demam dan ruam vesikel dan vesiko-bolusa
Dikutip dari: Pendekatan Diagnosis Demam dan Ruam pada Anak 11

Tabel 2.5 Penyakit berat dengan demam dan ruam eritroderma 11


Dikutip dari : Pendekatan Diagnosis Demam dan Ruam pada Anak 11

2.5 Penyakit Demam dan Ruam Makula dan Makulo-papular

2.5.1 Measles/Campak/Morbili

1. Definisi

Penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus

yang umumnya menyerang anak .3

2. Epidemiologi

- Penyakit endemis, terutama negara berkembang. Di negara barat

menurun karena tersebarnya vaksinasi.


- Menurut WHO, insiden campak tahunan global yang dilaporkan

menurun 75% dari tahun 2000 hingga 2015.

- Di Indonesia, menurut SKRT menduduki tempat ke-5 dalam urutan

10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam

urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1—4 tahun

(0,77%).5

3. Etiologi

Measles disebabkan virus rantai tunggal RNA dari famili

paramyxoviridae, genus morbillivirus. Mempunyai dua dari enam protein

yang paling penting, yaitu protein hemagglutinin (H) dan proten fusion

(F).5

4. Transmisi

Adanya droplet yang masuk ke traktus respiratorius atau

konjungtiva. Pasien infeksius mulai dari 3 hari sebelum sampai 4—6 hari

sesudah mulai ruam.5

5. Manifestasi Klinis

Berikut grafik yang

dilihat

berdasarkan fase-fase dalam measles.


Gambar 2.1 Perjalanan penyakit pada measles/campak/morbilli
Dikutip dari: Sari Pediatri, Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada
Anak6

Measles memilik empat fase, tediri atas:

a. Periode inkubasi

Virus berpindah ke kelenjar limfe regional dan system

retikuloendotelial dan terjadi viremia primer. Pada viremia sekunder,

virus menyebar ke permukaan tubuh. masa inkubasi 10—12 hari.5,12

b. Periode prodromal

Gejala meninggi selama 1—4 hari sebelum ruam.

- Demam tinggi

- Enantema (Koplik spot, yaitu papula berwarna abu putih pada

mukosa bukal), sebagai tanda patognomonik.

- 3 C (cough/batuk, coryza/rhinorrhea, conjunctivitis)

- Eksantema yang menonjol2,3,5,12


Gambar 2.2 Koplik spot pada measles/campak/morbilli
Dikutip dari: Nelson Textbook of Pediatrics5

c. Periode eksantema/eruptif

Saat demam mencapai puncak, timbul ruam berupa ruam makulo-

eritrematous, dimulai dari belakang telinga lalu menyebar ke leher

bagian atas, lengan, dan tungkai pada 50% kasus. Dalam tiga hari ruam

sudah tersebar ke seluruh tubuh.2,3,5,12

Gambar 2.3 Makula eritematous pada measles/campak/morbilli


Dikutip dari: Nelson Textbook of Pediatrics5
d. Periode penyembuhan

Gejala mulai berkurang, ruam memudar lebih kurang 7 hari sesuai

dengan ruam yang pertama kali muncul, dan sering meninggalkan

deskuamasi yang dapat bertahan sampai 7—14 hari. Batuk

berlangsung lebih lama sampai 10 hari dari gejala hari pertama.2,3,5,12

6. Diagnosis

- Hampir selalu berdasar atas penemuan klinis dan epidemiologis.

- Hasil uji laboratorium: leukositopenia, limfositopenia, neutropenia.

Tanpa komplikasi, CRP dan laju endap darah normal.

- Antibodi IgM timbul 1—2 hari sesudah mulai ruam, dapat

terdeteksi 1 bulan.5,12

7. Diagnosis banding

- Rubella

- Eksantema subitem (pada bayi)

- Erythema infectiosum (anak lebih besar)

- Sindrom Kawasaki.5,12

8. Komplikasi

- Pneumonia (50-75%)

- Otitis nedia akut (10-15%)

- Miokarditis dan perikarditis

- Ensefalitis 3,5,12

9. Manajemen

Suportif, terdiri atas:


- Pemberian cukup cairan

- Kalori dan jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran

serta penyulit

- Suplemen nutrisi

- Antibiotic bila terdapat infeksi sekunder

- Antikonvulsan bila terjadi kejang

- Pemberian vitamin A 100.000 IU bila malnutrisi

Indikasi rawat inap bila hiperpireksia, dehidrasi, kejang, atau ada

penyulit lain seperti pneumonia.12

10. Prognosis

Angka kematian menurun sampai 1/1000 kasus measles.5

2.5.2 Rubella (German measles/3-day measles)

1. Definisi

Rubella merupakan suatu penyakit virus yang umum pada anak

dan dewasa muda, yang ditandai oleh suatu masa prodromal yang pendek,

pembesaran kelenjar getah bening servikal, suboksipital, dan postauricular,

disertai erupsi yang berlangsung 2-3 hari.3 Manifestasi klinis yang utama

adalah infeksi transplasenta dan kelainan fetus yang bersifat teratogenik,

disebut sebagai sindrom rubella kongenital.3,5

2. Epidemiologi

- Pada era prevaksinasi, rubella terjadi berupa epidemis, tersering

pada anak prasekolah dan usia sekolah.


- Sesudah pemakaian vaksin, insidensi rubella turun>99% dengan

persentase infektif yang relative lebih besar dilaporkan pada usia

>19 tahun.

- Pada tahun 2016 di seluruh dunia, dilaporkan 22.106 kasus rubella

dan 358 kasus rubella kongenital.5

3. Etiologi

Rubella disebabkan oleh RNA virus famili Togaviridae, spesies

genus Rubivirus. Virus ini merupakan rantai tunggal RNA dengan amplop

lipid dan tiga protein structural, dan dua glikoprotein, E1 dan E2 yang

berhubungan dengan amplop.5

4. Faktor Risiko

Faktor risiko terpenting untuk defek kongenital berat, yaitu stadium gestasi

pada saat infeksi:

- 90% infeksi maternal sebelum 11 minggu gestasi (8 minggu

terberat)

- 33% pada 11—12 minggu

- 11% pada 13—14 minggu

- 24% pada 15—16 minggu gestasi.5

5. Manifestasi Klinis Rubella Didapat


Berikut grafik yang dilihat berdasarkan fase-fase dalam rubella.

Gambar
2.4
Perjalanan
penyakit
pada
rubella
Dikutip
dari: Sari Pediatri,
Gambaran Klinis
Penyakit Eksantema
Akut pada Anak6

a. Masa inkubasi

Berkisar 14—21 hari.

b. Masa prodromal

- Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya,

jarang disertai gejala dan tanda.3 50% individu yang terinfeksi

asimtomatik.5
- Pada remaja dan dewasa muda, berlangsung 1—5 hari, timbul

demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, kemerahan

konjungtiva, rhinitis, batuk, myalgia, dan limfadenopati.2,3,5

- Pada 20% penderita, timbul enantema forschheimer spot, yaitu

makula atau petekia pada palatum mole (orofaring).3

Gambar 2.5 Ruam Rubella


Dikutip dari: Nelson Textbook of Pediatrics5

c. Masa eksantema

Eksantema makula atau makulopapula terjadi 2—5 hari.2 ruam ini

bervariasi, dimulai pada muka dan leher sebagai makula kecil,

irregular berwarna merah muda yang Bersatu, dan menyebar

sentrifugal melibatkan badan dan esktremitas. Durasi ruam biasanya 3

hari dan sembuh tanpa deskuamasi.5

6. Manifestasi Klinis Rubella Kongenital

- Retardasi pertumbuhan intrauterine


- Auditori: tuli sensorineural

- Oftalmogik: katarak, retinopati

- Kardiak: defek pada septum, PDA

- Neurologik: meningoensefalitis, retardasi mental.5

7. Diagnosis

a. Anamnesis

Terdapat keluhan demam, ruam, dan pembesaran kelenjar.12

b. Pemeriksaan fisis

Adanya gejala prodromal dan eksantema. Bentuk ruam biasanya

eritematosus dan makulopapular, tetapi dapat pula scarlatiniform,

morbilliform atau makula.12

c. Pemeriksaan penunjang

- Pada laboratorium, ditemukan leukopenia, neutropenia, dan

trombositopenia ringan

- Titer antibodi igG meningkat sebanyak 4x antara specimen serum

fase akut dan konvalesens

- Tes serologik igM rubella positif

- Kultur virus rubella positif (diambil dari spesimen hidung,

tenggorok, darah, dan urin 1-2 minggu sesudah timbul ruam).5,12

8. Diagnosis banding

Berupa eksantema makulopapular lain, seperti measles, roseola,

erythema infectiosum, juga erupsi obat.2,5

9. Tatalaksana
Dikarenakan bersifat self-limited, hanya terapi suportif tidak ada

terapi spesifik. Pada rubella didapat mungkin perlu antipiretik dan

analgesik. Tatalaksana rubella kongenital lebih kompleks dan perlu

evaluasi periodic jantung, audiologik, oftalmologik, dan neurologik.5,12

10. Komplikasi

Jarang terjadi dan pada umumnya tidak mengancam jiwa.

- Trombositopenia posinfeksi

- Artralgia dan artritis

- Ensefalitis

- Sindrom rubella kongenital (triad berupa tuli, katarak, dan penyakit

jantung)

11. Prognosis

Rubella didapat mempunyai prognosis baik. Outcome jangka

Panjang sindrom rubella kongenital kurang baik.5

2.5.3 Eritema Infeksiosum/slapped-cheek disease/fifth disease

1. Definisi

Eritema infeksiosum merupakan penyakit eksantematosus, sering

pada anak, biasanya ringan dan sembuh sendiri, disebabkan oleh

parvovirus B19.5

2. Epidemiologi

- Prevalensi tinggi pada usia sekolah (70% terjadi pada anak 5—15

tahun)

- Tinggi pada akhir musim dingin dan musim semi, infeksi

sepanjang tahun.
- Wanita lebih sering terkena daripada laki-laki.5

3. Etiologi

Parvovirus B19 tidak mempunyai amplop, berupa virus rantai

tunggal DNA famili Parvoviridae. Virus ini satu-satunya parvovirus yang

berhubungan langsung dengan penyakit manusia. Penularannya melalui

rute respiratorius bentuk droplet besar, juga dapat ditularkan melalui darah

dan produk darah.5

4. Manifestasi klinis

a. Masa inkubasi

Periode inkubasi 4—28 hari (rerata 16—17 hari).

b. Masa prodromal

Demam ringan pada 15—30% kasus, sakit kepala, dan rhinitis ringan.

c. Karakteristik ruam tipikal yang terbagi ke dalam tiga stadium:

- Stadium 1

Eritema pada muka yang sangat merah, berupa papula yang

Bersatu membentuk edema ringan, bilateral, erysipelas-like, plak

simetris pada pipi. Keadaan ini disebut “slapped-cheek”.

Gambar 2.6 Slapped-cheek pada Eritema Infeksiosum


Dikutip dari: Nelson textbook of pediatrics5
- Stadium 2

Ruam menyebar cepat, makula berupa jala atau eksantema urtikaria

1—4 hari sesudah erupsi pada pipi dan ruam ini terutama terlihat

pada ekstremitas proksimal. Ruam cenderung menonjol pada

permukaan ekstensor, kecuali telapak. Anak yang lebih besar

sering mengeluh pruritus ringan. Ruam menyembuh spontan tanpa

deskuamasi, berkurang setelah 1—3 minggu.

Gambar 2.7 Eritema ekstremitas proksimal pada Eritema Infeksiosum


Dikutip dari: Nelson textbook of pediatrics5

- Stadium 3

Eksantema berlangsung selama 1—6 minggu dan ditandai dengan

hilang timbul dalam respons terhadap stimuli berupa iritasi lokal,

suhu tinggi, olahraga, dan stres emosional.

d. Ruam atipikal kebanyakan berupa petekia atau purpura.

e. Artropati dapat terjadi sampai 60% pada remaja lebih tua, sedangkan

anak hanya 10% timbul gejala. Gejala sendi bervariasi dari

poliartralgia difus dengan morning stiffness sampai artritis. Gejala

sembuh sendiri dalam 2—4 minggu.5,6

5. Diagnosis
Diagnosis ditentukan berdasar atas karakteristik klinis presentasi

ruam tipikal dan tes serologis yaitu antibodi IgM dan IgG spesifik B19.2,5,6

6. Diagnosis Banding

Termasuk reaksi obat, measles,rubella, infeksi enterovirus, roseola

infantum, dan sunburn.2,5

7. Tatalaksana

Tidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk infeksi B19. Terapi

bersifat simtomatis.5,6

8. Komplikasi

Sering disertai artralgia atau artritis pada remaja dan dewasa muda

setelah ruam menghilang. Secara jarang, dapat menyebabkan

trombositopenia purpura, aseptic meningitis, dan ensefalitis pada pasien

imunokompromais.5

2.5.4 Roseola Infantum/Eksantema Subitum/sixth disease

1. Definisi

Roseola infantum adalah penyakit virus pada bayi dan anak kecil

yang bersifat akut yang disebabkan oleh human herpesvirus 6 (HHV-6)

dan human herpesvirus 7 (HHV-7). 3

2. Epidemiologi

- 95% anak terinfeksi HHV-6 usia 2 tahun

- Puncak infeksi HHV-6 primer pada usia 6—9 bulan dengan infeksi

sporadik tanpa predileksi musim.

- Infeksi HHV-7 75% terjadi pada usia 3—6 tahun.15

3. Etiologi
HHV-6 dan HHV-7 merupakan genus Roseolovirus dari subfamili

Betaherpesvirinae. HHV-6 sebagai penyebab utama roseola infantum

dibandingkan sedikit HHV-7 yang menyebabkan infeksi primer pada

anak.15 Terdapat 2 jenis HHV-6, yaitu jenis HHV-6A dan HHV-6B.

Transmisi yang mungkin terjadi adalah saat intrauterin atau perinatal.3

4. Manifestasi klinis

Gambar 2.8 Perjalanan penyakit pada roseola infantum/eksantema subitum


Dikutip dari: Sari Pediatri, Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada
Anak6
Roseola infantum ditandai dengan:

- Masa inkubasi 5—15 hari.2

- Demam mendadak tinggi (39,4—41,2C) dan disertai rewel.

Demam biasanya menyembuh setelah 72 jam (krisis), tetapi dapat

berangsur berkurang (lisis).3,5

- Pada masa lisis, timbul ruam morbilifirom 2—3mm pada tubuh

yang berwarna merah muda atau seperti bunga mawar dan tidak

gatal, berlangsung 1-3 hari. Ruam sering digambarkan sebagai


ruam kecil sekali yang hanya terlihat beberapa jam, menyebar ke

muka dan ekstremitas.5

- Tanda-tanda lainnya sering tidak tampak, namun umumnya

limfadenopati servikal dan oksipital posterior pada 3 hari infeksi.3

- Di Asia, didapatkan ulkus pada pertemuan uvulo-palatoglasal

(Nagayama spots).5

- Lama penyakit rerata karena HHV-6 adalah 6 hari.5

Gambar 2.9 Ruam Blanching Makulopapular pada Roseola


Infantum
Dikutip dari: Nelson textbook of pediatrics5

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinik dan pemeriksaan

penunjang.

a. Manifestasi Klinik

Demam menurun pada hari ke 3—4, lalu timbul erupsi makula dan

maculopapular di seluruh tubuh yang dimulai pada dada, menyebar


ke ekstremitas dan muka. Ruam kemudian menghilang, jarang

menetap dan jarang deskuamasi.

b. Pemeriksaan laboratorium

- Pemeriksaan darah rutin: selama 24—36 jam pertama panas,

leukositosis (16000-20000/mm3). Pada hari ke-3—4, timbul

leukositopenia (8.900/mm3), limfositopenia, dan neutrofilia.

- Kultur virus merupakan gold standard untuk memnunjukkan

terjadi replikasi aktif virus.

- Deteksi DNA virus dengan PCR pada saliva dan kelenjar liur.3,5

6. Diagnosis Banding

Measles, rubella, dan eksantema virus lain.5

7. Tatalaksana

Tidak ada terapi spesifik yang direkomendasikan, karena umumnya

sembuh sempurna hanya dengan pengobatan asimtomatik saja.3

8. Komplikasi

Paling sering berupa kejang pada 1/3 pasien, dengan puncak usia

12—15 bulan.5

9. Prognosis

Umumnya baik.

2.5.5 Demam Skarlatina/Scarlet Fever

1. Etiologi

Streptococcus beta haemolyticus group A yang menghasilkan eksotosin

pirogenik.5
2. Epidemiologi

Insidensi tertinggi pada usia anak 5—15 tahun, terutama usia anak

sekolah.5

3. Masa Inkubasi

Periode inkubasi 1—7 hari (rerata 3 hari).5,6

4. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gambar 2.10 Perjalanan penyakit pada Demam Skarlatina


Dikutip dari: Sari Pediatri, Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada
Anak6
a. Anamnesis

Gejala faringitis (demam, muntah, nyeri kepala, sakit menelan,

menggigil).

b. Pemeriksaan fisik

- Faring dengan/tanpa pembesaran tonsil, hiperemis, sering ditandai

dengan dentritus dan eksudat. Ditemukan petekie di daerah

palatum mole (Forchheimer spot)

- Tonsilofaringitis berat, terdapat eksudat


- White strawberry tongue pada permukaan penyakit yang berubah

menjadi red strawberry tongue beberapa hari kemudian

- Ruam timbul 34—48 jam sesudah onset gejala, berwarna merah,

berupa pungtata (punctate) atau papula (fine sandpaper rash),

memucat pada penekanan (blanching), mula-mula pada ketiak

sekitar leher dalam menyebar ke dada dan ekstremitas

- Pada penyakit berat, ruam berupa vesikula kecil (milliaria

sudamina)

- Ruam diakhiri dengan deskuamasi setelah 3—4 hari, dapat terjadi

sesudah infeksi luka dan luka bakar. Deskuamasi mengelupas

dalam minggu 1—6.

Gambar 2.11 Ruam eritema pungtata, white strawberry tongue, red


strawberry tongue pada Demam Skarlatina
Dikutip dari: Nelson textbook of pediatrics5
c. Laboratorium

- Leukositosis

- Titer Anti Streptolisin O (ASTO) meningkat

- Laju endap darah meningkat

- PCR positif
- Biakan apus tenggorok: positif Streptococcus beta haemolyticus

group A.5,6,12

5. Diagnosis Banding

Eksantema virus lainnya, penyakit Kawasaki, dan erupsi obat.5

6. Tatalaksana

Mengurangi gejala dan mencegah penyulit.

a. Antibiotik:

- Pilihan pertama: Penisilin V, 125—250 mg/kali, 3x/hari per oral

selama 10 hari, atau long-acting benzathine penicillin G 600.000

IM dosis tunggal. Bila keadaan berat, pemberian IV dosis dapat

sampai 400.000 IU/kgBB/hari

- Pilihan kedua:

 Eritromisin: 20—40 mg/kgBB/hari per oral selama 10 hari

 Linkomisin: 40 mg/kgBB/hari per oral

 Klindamisin: 30 mg/kgBB/hari per oral

b. Suportif.6,12

2.6 Penyakit Demam dan Ruam Vesikel dan Vesikel-bulosa

2.6.1 Varisela/chickenpox

1. Epidemiologi

- Sangat menular, terutama melalui kontak langsung. Transmisi ke

individu rentan (65—86%).5

- Di Indonesia, menyerang pada musim peralihan antara musim

panas ke musim hujan, atau sebaliknya.3


- Dapat menyerang semua umur termasuk neonatus, 90% kasus

berumur 10 tahun dan terbanyak umur 5—9 tahun.3

2. Etiologi

Varisela disbebakan oleh varicella-zoster virus (VZV), merupakan

virus dua rantai DNA. VZV merupakan satu dari 8 herpes virus yang

menginfeksi manusia.2

3. Manifestasi klinis

a. Masa inkubasi

Periode inkubasi 10—21 hari.12

b. Masa prodromal

Gejala mulai 14—16 hari sesudah terpapar. Timbul ruam serta

demam moderat dan malaise. Pada anak lebih besar, ruam didahului

oleh demam selama 2—3 hari sebelumnya, mengigil, malaise, nyeri

kepala, anoreksia, nyeri punggung, dan beberapa nyeri tenggorok dan

batuk.

c. Masa erupsi/eksantema

Ruam muncul di muka dan kulit kepala, menyebar ke badan atau

ekstremitas. Eksantema awal berupa makula eritematosa purpura yang

berkembang melalui stadium papula sampai vesikel yang berisi cairan

jernih, dengan cepat mengeruh dan menjadi pustula, dan akhirnya

menjadi krusta. Sambil lesi awal mengalami krusta, maka lesi yang

baru dibentuk di tubuh, lalu ekstremitas.


Gambaran vesikel khas, superfisial, dinding tipis dan terlihat

seperti tetesan air. Krusta akan lepas dalam waktu 1—3 minggu

bergantung kedalamannya. Bekasnya akan membentuk cekungan

dangkal berwarna merah muda lalu menghilang.

Vesikel juga dapat timbul pada mukosa orofaring dan vagina

berupa lesi ulseratif berukuran 2—3 mm. Lesi vesikular pada kelopak

mata dan konjungtiva pun banyak pada anak.3,5,12

Gambar 2.12 Varisela


Dikutip dari: Nelson textbook of pediatrics5
4. Diagnosis12
a. Anamnesis
- Riwayat terpajan dari lingkungan rumah, sekolah, atau tempat

penitipan anak 

- Diawali oleh demam tidak begitu tinggi selama 1—2 jam sebelum

timbul ruam, disertai malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri tenggorok,

dan batuk 

- Ruam mulai dari kulit kepala, wajah,  leher, kemudian menyebar ke

seluruh tubuh, serta terasa gatal 

- Faktor risiko: neonatus, penderita keganasan, dan status

imunompromais 
- Ruam dapat ringan, dengan lesi baru muncul hingga beberapa hari,

gejala neuritis akut minimal dan resolusi komplet terjadi dalam 1-2

minggu.  Pascaherpetik neuralgia jarang pada anak 

b. Pemeriksaan Fisik 

- Ruam isi: berupa vesikel 

- Pada anak sehat, lesi sekitar 250-500 (10–1.500) 

- Mula-mula berupa makula eritematosa kemudian bergradasi mulai

papula-pustula-krusta 

- Beberapa lesi dapat muncul di orofaring dan mata 

- Gambaran vesikel, superfisial, dinding tipis, dan terlihat seperti

tetesan udara

- Khas semua tingkatan lesi kulit dalam waktu bersama pada satu

area 

- Lesi baru terus muncul sampai 3—5 jam 

- Lesi biasanya menjadi krusta pada hari ke-6 (2—12 jam) dan

sembuh sempurna  pada hari ke-16 (7—34 hr) 

- Erupsi lesi baru yang berkepanjangan atau krusta dan

penyembuhan terjadi bila ada gangguan imunitas selular 

- Varisela neonatal 

o Berat penyakit bergantung pada apakah hanya virus atau

beserta antibodi yang melewati plasenta 

o Bila varisela maternal terjadi 5 hari sebelum sampai 2 hari

sesudah kelahiran. Melalui plasenta, bayi akan terpajan

viremia sekunder ibu tanpa antibodi protektif. Tanpa


profilaksis/terapi dengan imunoglobulin dan asiklovir,

angka kematian dapat mencapai 30%, terutama akibat

pneumonia dan hepatitis fulminan 

o Bila varisela maternal terjadi 5 hari antepartum, bayi cukup

bulan bila terinfeksi sering kali ringan dan pemberian

asiklovir sesuai dengan klinis 

c. Laboratorium 

Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting, karena diagnosis

dapat dilakukan secara klinis 

d. Pemeriksaan Penunjang 

- Staining imunohistokemikal melalui kerokan lesi kulit dapat mem

buktikan varisela Apus Tzank dari dasar. Lesi menunjukkan sel

raksasa multinuclear.

- Pemeriksaan serologis merupakan pemeriksaan yang paling

sensitif, terdiri atas: Indirect Fluorescent Antibody (IFA),

Fluorescent Antibody to Membrane Antigen (FAMA), dan

Radioimmunoassay (RIA). 

- Cara pemeriksaan cepat dan sensitif yaitu Latex Agglutination

(LA) dan ELISA. 

e. Pencitraan

Bila penderita demam tinggi dengan gejala gangguan pernapasan,

pemeriksaan foto Rontgen toraks dilakukan untuk mengetahui

pneumonia.12

5. Diagnosis Banding
Ruam vesikula yang disebabkan oleh agen infeksius seperti herpes

simplex virus, monkey pox, rickettsial pox, dan reaksi obat.5

6. Tatalaksana

a. Manajemen Umum 

- Mandikan penderita untuk mengurangi gatal dan mencegah infeksi

sekunder 

- Hindari menggaruk dengan memotong kuku dan memakai sarung

tangan saat tidur 

- Banyak minum terutama bila menerima asiklovir dan diet tanpa

restriksi 

- Orangtua mengetahui tanda bahaya yaitu ruam yang hebat dan

nyeri, tidak mau minum, terdapat tanda dehidrasi, kelemahan

tungkai, kesadaran J, nyeri kepala hebat, kuduk kaku, muntah-

muntah, sesak napas, demam >4 hr, atau demam ↑ kembali 

b. Manajemen Khusus

-  Bila demam: asetaminofen 10-15 mg/kgBB p.o. tiap 4—6 jam

(maks. 60 mg/kgBB/hari).

- Asiklovir 80 mg/kgBB/hari terbagi atas 4-5 dosis selama 5 hari

(maks. 3.200 mg/hari) 

- Pada kasus berat (ensefalitis, pneumonia, penderita imuno-

kompromais): asiklovir 1.500 mg/m²/hari i.v. terbagi tiap 8 jam

selama 7—10 hari

- Mengurangi rasa gatal dengan pemberian difenhidramin 5

mg/kgBB/hari p.o. terbagi 3 atau 4 (maks. 300 mg/hari) 


- Rawat eonates dengan ibu mengalami varisela 5 hari sebelum

sampai 2 hari sesudah partus.12

2.6.2 Hand-foot-mouth Disease (HFMD)

1. Definisi

Hand-foot-mouth Disease merupakan eksantema monomorfosa

yang jelas disebabkan oleh virus famili Picornaviridae, dari genus

Enterovirus.5

2. Etiologi

Kumpulan virus yang disebut enterovirus. Kelompok virus ini adalah

poliovirus, coxsackievirus, echovirus, dan enterovirus, tetapi paling sering

disebabkan coxsackievirus A16 (CA16) dan enterovirus 71 (EV71).

Biasanya penyakitnya ringan dengan atau tanpa demam derajat rendah.5,12 

3. Manifestasi Klinis dan Diagnosis5,12  

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik 

- Masa inkubasi 3—7 hari 

- Gejala sama dengan penyakit flu yaitu demam, batuk, malaise, dan nyeri

tenggorokan 

- Diikuti dengan munculnya vesikel dan ruam di tangan, kaki, dan mulut

(lidah, gusi, dan pipi bagian dalam) yang kemudian melepuh, 

- Lesi biasanya ditemukan pada mukosa mulut, faring posterior, palatum,

dan lidah dalam bentuk makulopapula dengan diameter 2—10 mm dan

berubah menjadi vesikel. Lesi berbentuk oval, berwarna keabuan, terasa

sakit, dan dikelilingi oleh batas tegas hiperemis. Lesi dapat ditemukan di


seluruh tubuh termasuk pada ujung lidah dan gusi, dapat menghilang

dalam 5—10 hari. Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi. 

- Dengan terdapat lesi pada mulut dapat → anak sulit makan dan minum,

sehingga dapat → dehidrasi dan asupan makanan yang kurang 

- Lesi ini biasanya menyembuh dalam waktu 1 minggu dan menghilang

dalam 10—14 hari. Lesi pada tangan muncul 1—2 hari sesudah lesi di

mulut. Pada awalnya berbentuk makula, diameter 3—10 mm dan secara

cepat berubah menjadi bentuk vesikel. Lesi dapat ditemukan pada falang

distal jari dan ulna, biasanya disertai nyeri. Lesi pada kaki dapat muncul

bersamaan dengan lesi pada tangan, awalnya berbentuk papula yang

berubah menjadi vesikel. Lesi dapat ditemukan pada batas pinggir kaki,

bagian distal jari, dan rongga interfalang. Penderita dapat mengeluh nyeri

ketika berjalan dan melangkah 

Gambar 2.13 Vesikula pada HMFD


Dikutip dari: Nelson textbook of pediatrics5

b. Pemeriksaan Laboratorium

- Pada kasus ringan tidak diperlukan


- Pada kasus berat → jumlah leukosit ↑ dengan neutrofilia relatif,

hiperglikemia, dan laktat dalam cairan serebrospinal ↑. Kadar kreatinin

kinase dan troponin ↑ ditemukan pada penderita dengan penyulit

kardiopulmonal. 

c. Pemeriksaan Rontgen toraks diperlukan apabila ditemukan gejala edema

paru. 

d. Pemeriksaan pungsi lumbal penting dilakukan pada penderita dengan

gejala keterlibatan SSP seperti kejang mioklonik atau meningitis

e. Isolasi EV71 dengan apus tenggorokan, feses, apus rektum, apus vesikel,

dan cairan serebrospinal. Isolasi EV71 merupakan baku emas dalam

diagnosis enterovirus 

f. Tes serologis → RT-PCR, IFA, dan PCR 

4. Tatalaksana

Terapi primer bersifat suportif, karena HFMD bersifat self-limiting,

sembuh spontan dengan terapi simtomatik. Gejala dapat diobati untuk

mengurangi rasa sakit akibat ulkus di mulut dan demam serta nyeri: 

- Demam dapat diterapi dengan antipiretik 

- Nyeri dapat diobati dengan asetaminofen, ibuprofen, atau obat

penghilang nyeri lainnya 

- Penyegar mulut atau spray/semprotan yang dapat mematirasakan

nyeri dapat digunakan untuk mengurangi nyeri mulut 


Asupan cairan sebaiknya cukup untuk mencegah dehidrasi

(kurang- nya cairan tubuh). Jika terjadi dehidrasi sedang-berat, dapat

diterapi medis dengan pemberian cairan melalui vena. Kumur air garam (2

sendok teh garam dalam 1 gelas air hangat) dapat mengurangi rasa nyeri

jika anak dapat berkumur tanpa ditelan.12

5. Komplikasi

Meningitis, ensefalitis, paralisis dan kelumpuhan.5

2.7 Penyakit Demam dan Ruam Eritema Difus

2.7.1 Staphylococcal Toxic Syndrome

1. Etiologi 

Toxic shock syndrome toxin 1 (TSST-1) dan enterotoksin B atau C

yang dihasilkan Staphylococcus aureus . TSST-1 adalah superantigen

yang diinduksi oleh produksi IL-1 dan TNF, yang menyebabkan hipotensi,

demam dan melibatkan multisistem.5,12

2. Manifestasi Klinis 

Karakteristik: 

- Demam 

- Hipotensi 

- Ruam eritema dengan deskuamasi pada tangan dan kaki 

- Nyeri otot dan tulang

- Keterlibatan multisistem: muntah, diare, mialgia, abnormalitas

neurologikal nonfokal, konjungtiva hiperemia, dan stawberry

tongue.5,12,13 
3. Diagnosis 

a. Kriteria Diagnostik Mayor (Semuanya Harus Ada) 

- Demam akut (suhu >38,8 °C) 

- Hipotensi (ortostatik, syok di bawah nilai normal berdasarkan

usia) 

- Ruam (eritroderma dengan deskuamasi konvalesens) 

b. Kriteria Diagnostik Minor (>3) 

- Inflamasi membran mukosa (hiperemia vagina, orofaring, kon-

jungtiva, stawberry tongue) 

- Muntah, diare 

- Gangguan hepar (bilirubin/transaminase >2x batas atas nilai

normal) 

- Gangguan renal (nitrogen urea/kreatinin >2x batas atas nilai

normal atau >5 leukosit/LPB) 

- Gangguan otot (mialgia/kreatinin fosfokinase >2x batas atas

nilai normal) 

- Gangguan SSP (gangguan kesadaran tanpa tanda neurologis

fokal) 

- Trombositopenia (s100.000/mm') 

c. Kriteria Eksklusi 

- Tidak terdapat kriteria yang sudah dijelaskan

- Kultur darah (-), kecuali untuk S. aureus 

d. Pemeriksaan Penunjang 
Tidak ada pemeriksaan spesifik. Kultur bakteri dari fokus infeksi

(vagina, abses) sebelum pemberian antibiotik semestinya menunjukkan

S. aureus.5,12

4. Tatalaksana

a. Terapi parenteral → B-laktamase-resisten antistafilokokal: nafsilin,

oksasilin, sefalosporin generasi 1, atau vankomisin bila curiga MRSA

(Methicillin-Resistant S.aureus). Klindamisin: untuk mengurangi

produksi toksin.

b. Terapi cairan untuk hipotensi, gagal ginjal, dan kardiovaskular 

c. Agen inotropik bila terjadi syok. Kortikosteroid dan IVIG mungkin

bermanfaat pada kasus berat.5,12

2.7.2 Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSS)

1. Etiologi

Disebabkan oleh toksin epidermolisin A atau B yang dihasilkan

oleh Staphylococcus yang bersifat eksfoliatif.6,13

2. Faktor Risiko

Faringitis purulen, rhinitis, konjungtivitis, luka atau infeksi

umbilikal pada neonatus.6

3. Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Gambar 2.14 Nikolsky’s sign pada Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS)
Dikutip dari: Sari Pediatri6

Gejala prodromal berupa demam dan iritabel.

- Ruam berupa makula eritema tampak pertama kali di sekitar

mulut dan hidung. Kulit tampak halus yang kemudian

menyebar generalisata dan kemudian tampak seperti

“sandpaper”.

- Lesi terutama pada daerah fleksor, terutama lipat paha, aksila,

dan leher.

- Setelah 1—2 hari, kulit menjadi berkerut dan dapat terjadi bula,

mudah mengelupas (Nikolsky’s sign), kulit nyeri bila disentuh.

Selanjutnya 2—3 hari permukaan kulit menjadi kering dan

berkrusta.

- Penyembuhan terjadi setelah 10-14 hari.

Diagnosis dapat dilakukan dengan kultur dari kulit dan cairan bula.5,6

4. Tatalaksana

- Terapi suportif untuk mencegah sepsis

- Antibiotik resisten penisilinase

- Krim emolien dapat mengurangi rasa nyeri pada kulit yang

terkelupas.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna H. Demam dan Ruam (Exanthems Rash) pada Anak. Bandung:

P2U-LPPM; 2018. 1–58 p.

2. Lam J. Characterizing Viral Exanthems. Pediatr Heal. 2010;4(6):623–35.

3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, Dokter I, Indonesia

A. Buku Ajar lnfeksi & Pediatri Tropis. 2012.

4. Ismoedijanto. Demam dan Ruam di Daerah Tropik. Div penyakit infeksi

Dep Ilmu Kesehat Anak Fak Kedokt Airlangga. 2011;

5. Kliegman RM, St Geme JW. Nelson Textbook of Pediatrics. 21st ed.

Canada: Elsevier; 2020.

6. Rahayu T, Tumbelaka AR. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut

Pada Anak. Sari Pediatr. 2016;4(3):104.

7. Garcia J. Differential Diagnosis of Viral Exanthema. Open Vaccine J.


2010;3:65–8.
8. Robert K, Greenbaum L, Lye P. Practical Strategies in Pediatric Diagnosis

and Therapy. Practical Strategies in Pediatric Diagnosis and Therapy.

2004.

9. Ely JW, Stone MS. The generalized rash: part II. Diagnostic approach. Am

Fam Physian. 2010 Maret 15;81(6):753—9.

10. Hay WW, Deterding RR, Levin MJ, Abzug MJ. Current Diagnosis and

Treatment Pediatrics. 23rd ed. McGraw-Hill Companies; 2016.

11. Djatnika S. Pendekatan Diagnosis Demam dan Ruam pada Anak. Div

Infeksi dan Penyakit Trop Departemen/SMF Ilmu Kesehat Anak Fak

Kedokt Univ Padjadjaran. 2015


12. Garna H., Nataprawira HM. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak. Edisi ke-5. Dep/SMF Ilmu Kesehat Anak Fak Kedokt

Univ Padjadjaran. 2014;419—520.

13. Kang JH. Febrile Illnes with Skin Rashes. Department of Pediatrics,

College of Medicine, The Catholic University of Korea, Seoul, Korea.

2015;47(3):155—66.

Anda mungkin juga menyukai