Anda di halaman 1dari 9

I.

DEFINISI
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang terjadi pada epitel
nasofaring.1 Tumor ini merupakan tumor ganas kepala dan leher terbanyak di
Indonesia.2 Karsinoma nasofaring merupakan entitas yang berbeda mengenai
epidemiologi, presentasi klinis, penanda biologis, faktor risiko karsinogenik, dan
faktor prognostik.3 Karsinoma nasofaring berkaitan dengan infeksi Epstein-Barr
Virus (EBV).3
Kemoterapi merupakan suatu terapi untuk menghambat pertumbuhan sel
kanker. Kemoterapi pada nasofaring merupakan pengobatan tambahan.
Kemoterapi pilihan terbaik untuk terapi adjuvan.2

Gambar 1. Anatomi Nasofaring4

II. TUJUAN KEMOTERAPI


Kemoterapi mempunyai 3 tujuan yaitu, untuk mengobati kanker, dengan
kemoterapi kanker dapat sembuh secara total. Selanjutnya kemoterapi pada
kanker yang tidak dapat disembuhkan bertujuan untuk pengendalian kanker yaitu
memperlambat ataupun menghentikan penyebaran kanker sehingga penderita
dapat bertahan hidup lebih lama.5,6 Ketiga, terapi paliatif untuk kanker pada
stadium lanjut, obat kemoterapi digunakan untuk meringankan gejala yang
disebabkan oleh kanker. Terapi paliatif adalah pengobatan tertentu yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup tetapi tidak mengobati penyakit itu sendiri.5,7

1
III. PEMBERIAN KEMOTERAPI
Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori :8,9
1. Kemoterapi adjuvan.
2. Kemoterapi neoadjuvant
3. Kemoterapi concurrent
1. Kemoterapi adjuvant
Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi.
Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan
kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki
indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata:
- Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.
- Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti
secara makroskopis.
- Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi. (oleh karena tingginya
resiko kekambuhan dan metastasis jauh)8
2. Kemoterapi neoadjuvan
Pemberian kemoterapi neoadjuvant yang dimaksud adalah pemberian
sitostatika lebih awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan
pemberian kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan tumor yang sensitif
sehingga setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani dengan radiasi.
Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker
kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal
perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada
saat terdapat sel tumor yang resisten.6
3. Kemoterapi concurrent
Kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis
kemoterapi yang diberikan lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer.
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada KNF ternyata dapat meningkatkan
hasil terapi terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps. Hasil
penelitian menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala
dan leher termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin
dapat bertindak sebagai agen sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal

2
optimal cisplatin masih belum dapat dipastikan, namun pemakaian seharihari
dengan dosis rendah, pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis menengah,
atau 1 kali 3 minggu dengan dosis tinggi telah banyak digunakan. 14 Agen
kemoterapi telah digunakan pada pasien dengan rekarens lokal dan metastatik
jauh. Agen yang telah dipakai yaitu metothrexat, bleomycin, 5 FU, cisplatin
dan carboplatin merupakan agen yang paling efektif dengan respon berkisar
15-31%. Agen aktif yang lebih baru meliputi paklitaxel dan gemcitibine.6

IV. KEMOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING


Kemoterapi merupakan suatu terapi untuk menghambat pertumbuhan sel
kanker. Kemoterapi juga bisa mengatasi tumor local dan yang metastasis jauh.
Pada penatalaksanaan KNF, radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan
ditekankan pada penggunan megavoltage dan pengaturan dengan komputer.
Pengobatan tambahan yang dapat diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian
tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin, dan anti
virus.2
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam tahap pengembangan,
sedangkan kemoterapi masih digolongkan sebagai terapi terbaik untuk ajuvan
(tambahan).2
Obat-obat anti kanker dapat digunakan sebagai terapi tunggal, tetapi juga
berupa kombinasi karena dapat meningkatkan sitotoksik terhadap sel kanker. Sel-
sel yang resisten terhadap suatu obat mungkin akan sensitive terhadap obat
lainnya.10
Beberapa sitostatika yang direkomendasikan dari FDA (Amerika) untuk
digunakan sebagai terapi keganasan didaerah kepala dan leher yaitu Cisplatin,
Carboplatin, Methotrexate, 5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea, Doxorubicin,
Cyclophosphamide, Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan Paclitaxel. Akhir-
akhir ini dilaporkan penggunaan Gemcitabine untuk keganasan didaerah kepala
dan leher.10
1. Cisplatin
Cisplatin merupakan obat utama dan paling sering dipakai pada
terapi kanker kepala dan leher. Obat ini merupakan golongan
alkilator. Cisplatin dapat membunuh sel pada semua tahap siklus sel

3
dengan menghambat biosintesis DNA, mengikat DNA melalui
pembuatan cross link pada ikatan utama N7 guamin dan juga terjadi
interaksi kovalen dengan adenin dan sitosin sehingga menghambat
perbaikan DNA.6
Cisplatin biasanya diberikan dalam waktu 2-6 jam dengan dosis
60-120 mg/m2. Efek toksik pada renal biasanya terjadi, termasuk
terjadinya azotemia moderat, kebocoran elektrolit khususnya
magnesium dan potassium. Efek toksik lainnya adalah mual dan
muntah, neurotoksik perifer, ototoksik, dan mielosupresi yang terjadi
setelah diberikan beberapa kali kemoterapi. Dosis pemberian berkisar
60-120 mg/m2 yang diberikan setiap 3-4 minggu dengan respon
parsial lebih kurang 15-30 %.6
2. Carboplatin
Carboplatin merupakan obat antikanker golongan alkilator. Dosis
carboplatin yaitu 5-7 mg/menit/ml. Carboplatin memiliki mekanisme
kerja yang sama dengan cisplatin, namun memiliki efek yang lebih
kecil dalam membunuh sel kanker dibandingkan cisplatin serta efek
samping berupa ototoksitas juga lebih rendah. Carboplatin biasanya
digunakan sebagai terapi paliatif.6
3. Methotrexate
Methotrexate merupakan golongan antimetabolit. Mekanisme kerja
methotrexate yaitu mempengaruhi metabolisme folate intraseluler
dengan cara berikatan dengan enzim dyhidrofolate reduktase. Ikatan
tersebut akan menghambat konversi asam folat menjadi
tetrahydrolate. Hasilnya adalah pengurangan jumlah folat dalam sel
dan penghambatan sintesis DNA. Obat ini aktif hanya selama siklus
sel fase S. Hal ini secara selektif akan menyebabkan perubahan
jaringan menjadi lebih cepat.11
Efek samping methotrexate dapat diminimalisir dengan pemberian
folat dalam bentuk leucovirin dalam waktu 36 jam setelah pemberian
obat. Untuk pemberian tunggal methotrexate biasanya diberikan
dalam dosis mingguan 40-50 mg/m2. Reaksi toksik dapat berupa

4
myelosupresi, mucositis, mual, muntah, diare dan fibrosis hepar.
Lesi pada renal terjadi pada pemberian dosis tinggi. Methotrexate
menghasilkan tingkat respon parsial lebih kurang 10% dengan durasi
respon 1-6 bulan.11
4. 5-Fluorouracil
5-flurouracil merupakan obat antikanker golongan antimetabolit.
Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat enzim thymidylate
sinthase dan konversi uridine menjadi thymidine. Sel akan
kekurangan thymidine dan tidak dapat mensintesa DNA. Dosis
pemberian 5-fluourourasil yaitu 15 mg/kg/hari dengan infus kontinyu
selama 5 hari atau 15 mg/kg secara intravena sekali seminggu.
Indikasi penggunaan 5-fluourorasil adalah untuk kanker payudara,
kolon, esophagus, leher dan kepala, leukimia limfositik dan mielositik
akut, limfoma non-hodgkin. Efek sampingnya antara lain
mielosupresi, mucositis, diare, dermatitis, dan kardiak toksik.11
5. Paclitaxel and Docetaxel
Paclitaxel dan Docetaxel merupakan obat golongan taksan yang
termasuk kedalam produk alamiah. kedua obat tersebut adalah obat
yang paling efektif melawan kanker kepala dan leher. Paclitaxel pada
awalnya didapat dari kulit pohon yew Pacific, tetapi saat ini sudah
dibuat sintetis. Golongan taxan ini menstabilkan polimerisasi tubulin
dan menghambat pemisahan sel. Docetaxel mempunyai aktivitas yang
hampir sama dengan Paclitaxel. Paclitaxel diberikan dalam dosis 135-
175 mg/m2 per 24 jam infuse atau 175 mg/m2 per 3 jam infus,
sedangkan dosis docetaxel yaitu 100 mg/m2 selama 1 jam dengan
interval waktu 3 minggu. Indikasi penggunaan kedua obat ini adalah
kanker ovarium, payudara, paru-paru, buli-buli, leher, kepala.11

V. KOMPLIKASI PADA KEMOTERAPI KARSINOMA NASOFARING


Kemoterapi dapat menyebabkan komplikasi karena dapat merusak sel sehat
karena membunuh sel kanker. Komplikasi ini bisa berkembang kapan saja,
berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah kemoterapi.5 Berikut beberapa

5
komplikasi yang terjadi setelah penggunaan kemoterapi pada karsinoma
nasofaring:5
a. Penekanan sumsum tulang
Penekanan sumsum tulang adalah suatu kondisi di mana satu atau lebih
jenis utama sel darah menurun.12
 Jumlah sel darah putih menurun disebut leukopenia. Jika hal ini
terjadi maka akan meningkatkan risiko infeksi.
 Jumlah trombosit yang menurun disebut trombositopenia. Jika hal ini
terjadi maka akan meningkatkan risiko memar dan perdarahan.
 Jumlah sel darah merah yang menurun disebut anemia. Hal itu
menyebabkan kelelahan, pucat dan malaise.
Penurunan pada sejumlah sel darah terjadi karena kemoterapi
mempengaruhi sumsum tulang, di mana tempat sel darah diproduksi. Jumlah sel
darah sering mencapai tingkat terendah 7-14 hari setelah kemoterapi.12
b. Kerusakan sistem saraf
Beberapa obat kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker
nasofaring, terutama cisplatin (Platinol AQ), dapat mempengaruhi sistem saraf.
Komplikasi akibat kerusakan saraf meliputi gangguan pendengaran, tinnitus
(dering atau dengungan di telinga) dan vertigo. Kebanyakan orang mengalami
masalah sistem saraf sementara, namun terkadang hal itu bisa menjadi masalah
jangka panjang. Kerusakan sistem saraf dapat terjadi selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun setelah perawatan dan mungkin memerlukan beberapa bulan untuk
pulih kembali.13
c. Gangguan pada ginjal
Beberapa obat kemoterapi, seperti cisplatin, dapat merusak ginjal.
Kerusakan ini bisa menjadi masalah jangka pendek yang bisa pulih kembali.
Tetapi hal itu bisa menjadi masalah permanen bila dosis obat terlalu tinggi
digunakan atau jika kemoterapi diberikan untuk jangka waktu yang lama.13
Pemberian lebih banyak cairan selama perawatan kemoterapi mengurangi
kemungkinan kerusakan ginjal. Jika ditemukan kerusakan pada ginjal, maka
dianjurkan untuk menghentikan atau menurunkan dosis obat kemoterapi.13

6
d. Gangguan pada jantung
Beberapa obat kemoterapi, seperti 5-fluorouracil (Adrucil, 5-FU),
dilaporkan dapat berbahaya bagi jantung. Perubahan elektrokardiogram (EKG),
angina, aritmia , infark miokard atau gagal jantung dapat terjadi dalam 72 jam
siklus pertama 5-fluorourasil. Jika pemberian kemoterapi telah dilakukan
hendaknya dilakukan kembali pemeriksaan terhadap jantung. Jika ditemukan
masalah, maka hendaknya pengobatan kemoterapi dihentikan terlebih dahulu agar
kerusakan jantung tidak makin parah.12
e. Kehilangan rambut
Kerontokan pada rambut atau alopecia, adalah efek samping atau
komplikasi yang umum dari obat kemoterapi. Folikel rambut sensitif terhadap
obat kemoterapi karena tumbuh cepat. Hal ini juga berdasarkan pada jenis dan
dosis obat yang digunakan. Kerontokan pada rambut bisa terjadi pada seluruh
bagian tubuh, termasuk wajah dan kulit kepala. Hal ini bisa terjadi beberapa hari
atau 2-3 minggu setelah kemoterapi dimulai. Rambut biasanya tumbuh kembali
setelah perawatan kemoterapi berakhir.5
Sering disarankan agar rambut tidak dikeriting, diluruskan atau diwarnai
selama perawatan. Cara terbaik adalah menunggu sampai pertumbuhan rambut
baru dan rambut kembali ke kondisi semula. Hal ini mungkin memakan waktu
selama 6 bulan atau lebih setelah perawatan.10
f. Diare
Obat-obat kemoterapi dapat menyebabkan timbulnya diare. Hal itu terjadi
karena obat kemoterapi sering mempengaruhi sel yang melapisi usus. Banyak
faktor yang meningkatkan risiko diare, termasuk jenis dan dosis obat kemoterapi
yang digunakan. Diare seringkali lebih buruk bila obat-obat kemoterapi diberikan
secara kombinasi. Diare terjadi segera setelah kemoterapi dimulai dan bisa
berlanjut sampai 2 minggu setelah perawatan selesai.14
g. Sindroma tangan-kaki
Sindroma tangan-kaki disebut juga dengan palm-plantar
erythrodysesthesia. Ciri-cirinya antara lain: kulit di telapak tangan dan telapak
kaki bisa menjadi kering, merah, lembut dan dapat juga mengelupas. Tangan dan
kaki dirasakan sering ditemukan adanya kebas.14

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Arnold.C.P. Nasopharingeal cancer. General medicine [cited 2018


September]. 17 Nov 2016. Avaible from :
http://www.Nasopharyngeal.Cancer_Background,Pathophysiology,Epide
miology.html

2. Roezin A, Adham M. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Buku ajar ilmu


kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Edisi keetujuh.
Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia. 2012: 158-2.

3. Marlina Adham et al. Nasopharingeal carcinoma in indonesia:


epidemiology, incidence, sign and syntomp at presentation. Chines journal
of cancer. 2012(21):185-96

4. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, Clinical oriented anatomy. 7 Ed.
Tokyo. 2014;130-7

5. Edward C, Vincent TD. Physicians’ cancer chemotherapy drug manual.


USA: Jones and Barlett Publishers. 2008: 1-3.

6. Firdaus MA, Prijadi J. Kemoterapi neoadjuvan pada karsninoma


nasofaring. Othorinolaringology head and neck surgery Bagian THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2012:6-8. [Dikutip pada :
September 2018] Diambil dari : http://tht.fk.unand.ac.id/

7. American Cancer Society. How Is Chemotherapy Used to Treat Cancer?.


2016:1. [Cited 2018 September]. Available from :
http://www.cancer,org/treatment/

8. Ballenger JJ. Leher, orofaring dan nasofaring. Dalam. Penyakit telinga


hidung tenggorok kepala leher, Alih bahasa Samsurizal, ed 13, jilid 1,
Jakarta: Bina Rupa Aksara;1994. 295-416.

9. Forastiere A.A . Chemotherapy For Head and Neck Cancer. In: Paul
W.Flint. editors. Cummings otolaryngology head and neck Surgery, 4th
ed. Philadelphia 1998:p.114-139.

10. Tabuchi K, Nakayama M, Nishimura B, Hayashi K, Hara A. Early


detection of nasopharyngeal carcinoma. international journal of
otolaryngology. 2011; 2011:1-6

11. Witte M.C, Neel . Nasopharyngeal cancer. Dalam: Byron J.Bailey, editors.
Head and neck otolaryngology, 2nd ed. Lippincot-Raven.Philadelphia
1998 :1637-53.

8
12. Yong W, Virginia P, Daohong Z. Cancer therapy-induced residual bone
marrow injury-mechanisms of induction and implication for therapy.Curr
cancer ther Rev. 2006 August 1; 2(3): 271–79.

13. Pierre G, Mark RG. Neurologic complications of cancer and its treatment.
Curr Oncol Rep. 2010 January ; 12(1): 50–59.

14. Stein A, Voigt W, Jordan K. Chemotherapy-induced diarrhea:


pathophysiology, frequency and guideline-based management. Ther Adv
Med Oncol 2010; 2(1): 51-63.

Anda mungkin juga menyukai