Anda di halaman 1dari 115

FARMAKOLOGI

"Penggolongan Obat"

Oleh :

Kelompok 5

D-IV Keperawatan Tingkat I

Putu Yeni Yunitasari (P07120214004)


Dewa Gede Sastra Ananta Wijaya (P07120214005)
Ni Putu Erna Libya (P07120214014)
Ni Kadek Dian Inlam Sari (P07120214018)
Made Wahyu Riantini (P07120214024)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2015
1. Penggolongan dan Penamaan Obat Kemoterapi (Antikanker)
A. Defenisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-obatan
yang bertujuan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel-sel
Kanker. Banyak obat yang digunakan dalam Kemoterapi. Kemoterapi adalah
upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu fungsi reproduksi
sel. Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan memberikan
zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker.
Kemoterapi bermanfaat untuk menurunkan ukuran kanker sebelum
operasi, merusak semua sel-sel kanker yang tertinggal setelah operasi, dan
mengobati beberapa macam kanker darah. Kemoterapi Merupakan bentuk
pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat
yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.

B. Jenis Obat Anti Kanker Dan Kemoterapi Kanker


Golongan Alkilator
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan alkilator yaitu :
1. Siklofosfamid
- Sediaan : Siklofosfamid tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500
mg dan 1,2 gram untuk suntikan, dan tablet 25 dan 50 gram untuk
pemberian per oral.
- Indikasi : Leukemia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, Limfoma
non Hodgkin, Mieloma multiple, Neuro Blastoma, Tumor Payudara,
ovarium, paru, Cerviks, Testis, Jaringan Lunak atau tumor Wilm.
- Mekanisme kerja : Siklofosfamid merupakan pro drug yang dalam
tubuh mengalami konversi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi 4-
hidroksisiklofosfamid dan aldofosfamid yang merupakan obat aktif.
Aldofosfamid selanjutnya mengalami perubahan non enzimatik
menjadi fosforamid dan akrolein. Efek siklofosfamid dipengaruhi
oleh penghambat atau perangsang enzim metabolismenya.
Sebaliknya, siklofosfamid sendiri merupakan perangsang enzim
mikrosom, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas obat lain.
2. Klorambusil
- Sediaan : Klorambusil tersedia sebagai tablet 2 mg. Untuk leukemia
limfositik kronik, limfoma hodgkin dan non-hodgkin diberikan 1-3
mg/m2/hari sebgai dosis tunggal (pada penyakit hodgkin mungkin
diperlukan dosis 0,2 mg/kg berat badan, sedangkan pada limfoma
lain cukup 0,1 mg/kg berat badan).
- Indikasi : Leukimia limfositik Kronik, Penyakit Hodgkin, dan
limfoma non Hodgkin, Makroglonbulinemia primer.
- Mekanisme kerja : Klorambusil (Leukeran) merupakan mustar
nitrogen yang kerjanya paling lambat dan paling tidak toksik. Obat
ini berguna untuk pengobatan paliatif leukemia limfositik kronik dn
penyakin hodgkin (stadium III dan IV), limfoma non-hodgkin,
mieloma multipel makroglobulinemia primer (Waldenstrom), dan
dalam kombinasi dengan metotreksat atau daktinomisin pada
karsinoma testis dan ovarium.
3. Prokarbazin
- Sediaan : Prokarbazin kapsul berisi 50 mg zat aktif. Dosis oral pada
orang dewasa : 100 mg/m2 sehari sebagai dosis tunggal atau terbagi
selama minggu pertama, diikuti pemberian 150-200 mg/m2 sehari
selama 3 minggu berikutnya, kemudian dikurangi menjadi 100
mg/m2 sehari sampai hitung leukosit dibawah 4000/m2 atau respons
maksimal dicapai. Dosis harus dikurangi pada pasien dengan
gangguan hati, ginjal dan sumsum tulang.
- Indikasi : Limfoma Hodgkin.
- Mekanisme kerja : Mekanisme kerja belum diketahui, diduga
berdasarkan alkilasis asam nukleat. Prokarbazin bersifat non spesifik
terhadap siklus sel. Indikasi primernya ialah untuk pengobatan
penyakit hodgkin stadium IIIB dan IV, terutama dalam kombinasi
dengan mekloretamin, vinkristin dan prednison (regimen MOPP).
4. Karboplatin
- Sediaan : Serbuk injeksi 50 mg, 150 mg, 450 mg.
- Indikasi : Kanker ovarium lanjut.
- Mekanisme kerja : Mekanisme pasti masih belum diketahui dengan
jelas, namun diperkirakan sama dengan agen alkilasi. Obat ini
membunuh sel pada semua tingkat siklus, menghambat biosintesis
DNA dan mengikat DNA melalui ikatan silang antar untai. Titik ikat
utama adalah N7 guanin, namun juga terjadi interaksi kovalen
dengan adenin dan sitosin.

Golongan Antimetabolit
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan antimetabolit yaitu :
1. 5-fluorourasil (5-FU)
- Sediaan : Obat ini tersedia sebagai larutan 50 mg/mL dalam ampul
10 mL untuk IV.
- Indikasi : Kanker payudara, kolon, esofagus, leher dan kepala,
Leukimia limfositik dan mielositik akut, Limfoma non-Hodgkin.
- Target enzim untuk 5-FU ini adalah timidilat sintetase. Perbedaan
respon ini berkaitan erat dengan adanya polimorfisme gen yang
bertanggungjawab terhadap ekspresi enzim timidilat sintetase (TS).
Enzim ini sangat penting dalam sintesis DNA yaitu merubah
deoksiuridilat menjadi deoksitimidilat. Diketahui bahwa sekuen
promoter dari gen timidilat sintetase bervariasi pada setiap individu.
Ekspresi yang rendah dari mRNA TS berhubungan dengan
meningkatnya kemungkinan sembuh dari penderita kanker yang
diobati dengan 5-FU.
2. Gemsitabin
- Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk larutan infus 1-1,2 g/m2.
- Indikasi : Kanker paru, pankreas dan ovarium.
- Mekanisme kerja : Sebelum menjadi bahan aktif, gemsitabin
mengalami fosforilasi oleh enzim deoksisitidin kinase dan kemudian
oleh nukleosida kinase menjadi nukleotida di- dan trifosfat yang
dapat menghambat sintesis DNA. Gemsitabin difosfat dapat
menghambat ribonukleotida reduktase sehingga menurunkan kadar
deoksiribonukleotida trifosfat yang penting untuk sintesis DNA.
3. 6-Merkaptopurin
- Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 50 mg.
- Indikasi : Leukimia limfositik akut dan kronik, leukemia
mieloblastik akut dan kronik, kariokarsinoma.
- Mekanisme kerja : Merkaptopurin dimetabolisme oleh hipoxantin-
guanin fosforibosil transferase (HGPRT) menjadi bentuk nukleotida
(asam-6-tioinosinat) yang menghambat enzim interkonversi
nukleotida purin. Sejumlah asam tioguanilat dan 6-
metilmerkaptopurin ribotida (MMPR) juga dibentuk dari 6-
merkaptopurin. Metabolit ini juga membantu kerja merkaptopurin.
Metabolisme asam nukleat purin menghambat proliferasi sel limfoid
pada stimulasi antigenik.
4. Methotrexat
- Sediaan : Tablet 2,5 mg, vial 5 mg/2ml, vial 50 mg/2ml, ampul 5
mg/ml, vial 50 mg/5ml.
- Indikasi : Leukimia limfositik akut, kariokarsinoma, kanker
payudara, leher dan kepala, paru, buli-buli, Sarkoma osteogenik.
- Mekanisme kerja : Metotreksat adalah antimetabolit folat yang
menginhibisi sintesis DNA. Metotreksat berikatan dengan
dihidrofolat reduktase, menghambat pembentukan reduksi folat dan
timidilat sintetase, menghasilkan inhibisi purin dan sintesis asam
timidilat. Metotreksat bersifat spesifik untuk fase S pada siklus sel.
Mekanisme kerja metotreksat dalam artritis tidak diketahui, tapi
mungkin mempengaruhi fungsi imun. Dalam psoriasis, metotreksat
diduga mempunyai kerja mempercepat proliferasi sel epitel kulit.
5. Sitarabin
- Sediaan : Vial 100 mg/ml, dan Vial 1 g/10 ml.
- Indikasi : Termasuk zat paling aktif untuk leukemia, juga untuk
limphoma, leukemia meningeal, dan limphoma meningeal. Sedikit
digunakan untuk tumor solid.
- Mekanisme kerja : Inhibisi DNA sintesis. Sitosin memasuki sel
melalui proses carrier dan harus mengalami perubahan menjadi
senyawa aktifnya : arasitidin trifosfat. Sitosin adalah analog purin
dan bergabung ke dalam DNA, sehingga cara kerja utamanya adalah
inhibisi DNA polimerase yang mengakibatkan penurunan sintesis
dan perbaikan DNA. Tingkat toksisitasnya mempunyai korelasi
linear dengan masuknya sitosin ke dalam DNA, bergabungnya DNA
dengan sitosin berpengaruh terhadap aktivitas obat dan toksisitasnya.
Golongan Produk Alamiah
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan Produk Alamiah yaitu :
1. Vinkristin (VCR)
- Sediaan : Tersedia dalam bentuk vial berisi larutan 1, 2, dan 5 mL
yang mengandung 1 mg/mL zat aktif untuk penggunaan IV.
- Indikasi : Leukimia limfositik akut, neuroblastoma, tumor Wilms,
Rabdomiosarkoma, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
- Mekanisme kerja : Berikatan dengan tubulin dan inhibisi formasi
mikrotubula, menahan sel pada fase metafase dengan mengganggu
spindel mitotik, spesifik untuk fase M dan S. Vinblastin juga
mempengaruhi asam nukleat dan sintesis protein dengan memblok
asam glutamat dan penggunaannya.
2. Vinblastin (VLB)
- Sediaan : Tersedia dalam bentuk vial 10 mg/10 ml.
- Indikasi : Penyakit Hodgkin, limfosarkoma, kariokarsinoma dan
tumor payudara.
- Mekanisme kerja : Vinblastin berikatan pada tubulin dan
menghambat formasi mikrotubula, kemudian menahan sel pada fase
metafase dengan cara mengganggu spindel mitotik, spesifik untuk
fase M dan S. Vinblastin juga mempengaruhi asam nukleat dan
sintesis protein dengan memblok asam glutamat dan penggunaannya.
3. Paklitaksel
- Sediaan : Anzatax (vial), Ebetaxel (vial), Paxus kalbe farma (vial)
- Indikasi : Kanker ovarium, payudara, paru, buli-buli, leher dan
kepala.
- Mekanisme kerja : Obat ini berfungsi sebagai racun spindel dengan
cara berikatan dengan mikrotubulus yang menyebabkan polimerisasi
tubulin. Efek ini menyebabkan terhentinya proses mitosis dan
pembelahan sel kanker.
4. Etoposid
- Sediaan : Tersedia dalam bentuk kapsul dan larutan injeksi.
- Indikasi : Kanker testis, paru, payudara, limfoma Hodgkin dan non-
Hodgkin, leukimia mielositik akut, sarkoma kaposi.
- Mekanisme kerja : Etoposid bekerja untuk menunda transit sel
melalui fase S dan menahan sel pada fase S lambat atau fase G2
awal. Obat mungkin menginhibisi transport mitokrondia pada level
NADH dehidrogenase atau menginhibisi uptake nukleosida ke sel
Hella. Etoposid merupakan inhibitor topoisomerase II dan
menyebabkan rusaknya strand DNA.
5. Irinotekan, Topotekan
- Indikasi : Karsinoma ovarium, karsinoma paru sel kecil, karsinoma
kolon.
- Mekanisme kerja : Irinotekan merupakan bahan alami yang berasal
dari tanaman Camptotheca acuminata yang bekerja menghambat
topoisomerase I, enzim yang bertanggung jawab dalam proses
pemotongan dan penyambungan kembali rantai tunggal DNA.
Hambatan enzim ini menyebabkan kerusakan DNA.
6. Daktinomisin ( AktinimisinD)
- Sediaan : Tersedia dalam bentuk Injeksi, bubuk untuk rekonstitusi :
0,5 mg (mengandung manitol 20 mg).
- Indikasi : Kariokarsinoma, tumor Wilms, testis, rabdomiosarkoma,
sarkoma Kaposi.
- Mekanisme kerja : Terikat pada posisi guanin pada DNA,
mengalami interkalasi antara pasang basa guanin dan sitosin
sehingga menginhibisi sintesis DNA dan RNA serta protein.
7. Antrasiklin : Daunorubisin, Doksorubisin, Mitramisin
- Sediaan : Daunorubisin tersedia dalam bentuk 20 mg daunorubisin
hidroklorida dengan mannitol 100 mg. 2 mg/mL (50 mg)
daunorubisin dengan 10 : 5 : 1 rasio molar distearofosfatidilkolin :
kolesterol : daunorubisin. Doksorubisin tersedia dalam bentuk vial
10 mg dan 50 mg.
- Indikasi : Leukimia limfositik dan mielositik akut sarkoma jaringan
lunak, sarkoma ostiogenik, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin,
leukemia akut, karsinoma payudara, genitourinaria, tiroid, paru,
lambung, neuroblastoma dan sarkoma lain pada anak-anak.
- Mekanisme kerja : Interkalasi dengan DNA, mempengaruhi
transkripsi dan replikasi secara langsung. Selain itu, obat ini juga
mampu membentuk kompleks tripartit dengan topoisomerase II dan
DNA. (Topoisomerase II adalah enzim dependen ATP yang terikat
pada DNA dan memisahkan untai DNA dimulai dari 3 fosfat,
menyebabkan DNA terpisah dan kemudian menggabungkannya lagi,
fungsi penting dalam replikasi DNA dan repair). Formasi kompleks
tripartit dengan antrasiklin dan etoposid menghambat pengikatan
kembali untai DNA rusak, mengakibatkan apoptosis. Efek ini
memungkinkan sel rusak karena obat ini, sementara adanya
overekspresi repair DNA terkait transkripsi menunjukkan resistensi.
Antrasiklin juga membentuk radikal bebas dalam larutan pada
jaringan normal dan maligna. Intermediat semikuinon yang
dihasilkan dapat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal anion
superoksida yang membentuk radikal hidroksil dan hidrogen
peroksida yang menyerang dan mengoksidasi basa DNA
(~kardiotoksisitas). Produksi ini dipicu interaksi antrasiklin dengan
besi. Antrasiklin berik atan dengan membran sel mempengaruhi
fluiditasdan transpor ion.
- Inhibisi sintesis DNA dan RNA dengan interkalasi antara basa DNA
oleh inhibisi topoisomerase II dan obstruksi sterik. Doksurubisin
menginterkalasi pada titik lokal uncoiling dari ikatan heliks ganda.
Meskipun mekanisme aksi yang pasti belum diketahui,
mekanismenya diduga melalui ikatan langsung DNA (interkalasi)
dan inhibisi pembentukan DNA (topoisomerase II) yang selanjutnya
memblokade sintesis DNA dan RNA dan fragmentasi DNA.
Doksorubisin merupakan logam khelat yang kuat, komplek logam
doksorubisin dapat mengikat DNA dan sel membran dan
menghasilkan radikal bebas yang akan merusak DNA dan membran
sel dengan cepat.
8. Bleomisin
- Sediaan : Bleomisin sulfat terdapat dalam vial berisi 15 unit untuk
pemberian IV, IM, atau kadang-kadang SK atau intraarterial.
- Indikasi : Kanker paru, lambung dan anus karsinoma testis dan
serviks, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
- Mekanisme kerja : Menghambat sintesis DNA, ikatan-ikatan DNA
untuk selanjutnya terjadi pemutusan untai tunggal dan ganda.
9. L-asparaginase
- Sediaan : Obat ini tersedian dalam bentuk serbuk untuk Injeksi.
- Indikasi : Leukemia limfositik akut.
- Mekanisme kerja : Asparaginase menghambat sintesis protein
melalui hidrolisis asparaginase menjadi asam aspartat dan amonia.
Sel leukimia, terutama limfoblast, memerlukan asparaginase
eksogen, sel normal dapat memproduksi asparaginase. Asparaginase
adalah daur spesifik untuk fase G1.

Golongan Hormon dan Antagonis


Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan Hormon dan Antagonis
yaitu :
1. Prednison
- Sediaan : Obat tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan kaptab 5 mg.
- Indikasi : Leukemia limfositik akut dan kronik, limfoma Hodgkin
dan non-Hodgkin, tumor payudara.
- Mekanisme kerja : Sebagai glukokortikoid, bersifat menekan sistem
imun, anti radang.
2. Medroksiprogesteron asetat
- Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 5 mg, 10 mg, 100
mg.
- Indikasi : Tumor endometrium.
- Mekanisme kerja : Mencegah sekresi gonadotropin pituitari yang
akan menghambat maturasi follicular yang menyebabkan penebalan
endometrial.
3. Etinil estradiol
- Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 0,02 mg, 0,03 mg,
0,05 mg dan 0,5 mg.
- Indikasi : Gejala vasomotor sedang atau parah yang dihubungkan
dengan menopause (Tidak ada bukti bahwa estrogen efektif
mengatasi gejala kecemasan atau depresi yang mungkin terjadi
selama atau sebelum menopause, oleh sebab itu tidak boleh
diberikan untuk indikasi tersebut). Hipogonadism pada wanita.
Terapi paliatif karsinoma prostat yang tak dapat dioperasi, pada
tahap lanjut terapi paliatif kanker payudara yang tak dapat dioperasi,
hanya dilakukan dengan pertimbangan khusus : misalnya pada
wanita yang sudah lebih 5 tahun postmenopause dengan penyakit
yang makin parah dan resisten terhadap radiasi.
4. Tamoksifen
- Sediaan : Tamoksifen tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan 20 mg.
- Indikasi : Tumor payudara.
- Mekanisme kerja : Berikatan secara kompetitif dengan reseptor
estrogen pada tumor atau target lain, membentuk kompleks nuklear
yang menurunkan sintesis DNA dan menghambat efek estrogen,
agen nonstreroidal dengan sifat antiestrogenik yang berkompetisi
dengan estrogen untuk berikatan di bagian aktif pada payudara dan
jaringan lain, sel terakumulasi pada fase Go dan G1. Sehingga
tamoksifen lebih sifat sitostatik daripada sitosidal.
5. Testosteron propionate
- Sediaan : Obat ini tersedia dalam bentuk kapsul, injeksi, topikal,
mucoadhesive, pellet, dan transdermal.
- Indikasi : Tumor payudara.
- Mekanisme kerja : Androgen endogen bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan dan perkembangan organ seks pria dan
mempertahankan karakteristik seks sekunder pada pria yang
mengalami defisiensi androgen.

C. Macam Macam Obat Kemoterapi


Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di
inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes
bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan
mitosis sel.
4. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA
dari sel-sel kanker tersebut.

D. Indikasi Dan Kontraindikasi Obat Anti Kanker Dan Kemoterapi


Indikasi
Persyaratan Pasien yang Layak diberi Kemoterapi :
Pasien dengan keganasan memiliki kondisi dan kelemahan kelemahan, yang
apabila diberikan kemoterapi dapat terjadi untolerable side effect. Sebelum
memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut :
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG)
yaitu status penampilan <= 2
2. Jumlah lekosit >=3000/ml
3. Jumlah trombosit>=120.0000/ul
4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam) ( Tes Faal
Ginjal )
6. Bilirubin <2 mg/dl. , SGOT dan SGPT dalam batas normal ( Tes Faal
Hepar ).
7. Elektrolit dalam batas normal.
8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan
pada usia diatas 70 tahun.
9. Status Penampilan Penderita Ca (Performance Status).
Status penampilan ini mengambil indikator kemampuan pasien, dimana
penyait kanker semakin berat pasti akan mempengaruhi penampilan
pasien. Hal ini juga menjadi faktor prognostik dan faktor yang
menentukan pilihan terapi yang tepat pada pasien dengan sesuai status
penampilannya.

Kontra Indikasi Kemoterapi


Kontra indikasi absolut:
- pada stadium terminal
- Kehamilan trimester pertama
- Kondisi septikemia dan koma.
- Kontra indikasi relatif :
- Bayi <>8g/dl, leukosit > 3000/mm

E. Efek Samping Kemoterapi


Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain:
1. Lemas
Efek samping yang umum timbul. Timbulnya dapat mendadak atau perlahan.
Tidak langsung menghilang dengan istirahat, kadang berlangsung terus hingga
akhir pengobatan.
2. Mual dan Muntah
Ada beberapa obat Kemoterapi yang lebih membuat mual dan muntah. Selain
itu ada beberapa orang yang sangat rentan terhadap mual dan muntah. Hal ini
dapat dicegah dengan obat anti mual yang diberikan sebelum,selama, atau
sesudah pengobatan Kemoterapi. Mual muntah dapat berlangsung singkat
ataupun lama.
3. Gangguan Pencernaan
Beberapa jenis obat Kemoterapi berefek diare. Bahkan ada yang menjadi diare
disertai dehidrasi berat yang harus dirawat. Sembelit kadang bisa terjadi. Bila
diare: kurangi makanan berserat, sereal, buah dan sayur. Minum banyak untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila susah BAB: perbanyak makanan berserat,
olahraga ringan bila memungkinkan.
4. Rambut Rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu
setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah di dekat
kulit kepala. Dapat terjadi setelah beberapa minggu terapi. Rambut dapat
tumbuh lagi setelah kemoterapi selesai.
5. Otot dan Saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari
tangan atau kaki serta kelemahan pada otot kaki. Sebagian bisa terjadi sakit
pada otot.
6. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan
jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak
merah di kulit.
7. Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai oleh penurunan
Hb (hemoglobin). Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah. Akibat anemia
adalah seorang menjadi merasa lemah, mudah lelah dan tampak pucat.
8. Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitive terhadap matahari. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis
putih melintang.

2. Penggolongan dan Penamaan Obat Anti Mikroba

A. Definisi
Antibiotika /antimlkroba adalah suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisma secara alamiah. Fungsi utamanya adalah melawan pertumbuhan
atau kehidupan mikroorganisma yang lain, contoh: penisilin, kloramfenikol,
tetrasiklin. Antimikroba adalah semua bahan kemoterapetik yang digunakan untuk
melawan efek mikroorganisma. Sulfonamida, isoniazid, dan kuinin termasuk
dalam kelompok antimikroba.

B. Klasifikasi
Secara umum antibiotika dan antimikroba dapat dikelompokkan
berdasarkan

(1) efek utamanya, yaitu apakah tergolong bersifat bakteriostatik atau


bakterisida,
(2) mekanisme aksinya. Disebut bersifat bakteriostatik jika efek utamanya
menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan bakterisida jika efek
utamanya membunuh bakteri. Namun demikian pembagian cara ini sering
tidak tepat, karena beberapa antibiotika dapat bersifat bakteriostatik dan
bakterisid sekaligus, tergantung pada konsentrasinya. Berikut adalah
pembagian antibiotika dan antimikroba berdasarkan efek utamanya.
1. Berdasarkan mekanisme kerjanya
1. 1. Bersifat sebagai antimetabolit/ penghambatan metabolisme sel.
Koenzim asam folat di perlukan untuk sintesis purin dan pirimidin (prekursor
DNA dan RNA) dan senyawa-senyawa lain yang dipelukan untuk pertumbuhan
seluler dan replikasi. Untuk banyak mikroorganisme, asam p-amino benzoate
(PABA) merupakan metabolit utama. Antimikroba seperti sulfonamide secara
struktur mirip dengan PABA, asam folat, dan akan berkompetisi dengan PABA
untuk membentuk asam folat, Jika senyawa antimikroba yang menang bersaing
dengan PABA maka akan terbentuk asam folat non fungsional yang akan
mengganggu kehidupan mikroorganisme. Contoh obat: Sulfonamid, trimetoprim,
asam p-aminosalisilat
1. 2. Penghambatan sintesis dinding sel
Antimikroba golongan ini dapat menghambat biosintesis peptidoglikan,
sisntesis mukopeptida atau menghambat sintesis peptide dinding sel , sehingga
dinding sel menjadi lemah dank arena tekanan turgor dari dalam, dinding sel akan
pecah atau lisis sehingga bakteri akan mati.
Contoh obat: penisilin, sefalosforin, sikloserin, vankomisin, basitrasin, dan
antifungi gol. Azol.
1. 3. Penghambatan fungsi permeabilitas membrane sel
Antimikroba bekeja secara langsung pada membrane sel yang mempengarui
permeabilitas dan menyebabkan keluarnya senyawa intraseluler mikroorganisme,
sehingga sel mengalami kerusakan bahkan mati.
Contoh Obat : polimiksin, nistatin, dan amfoteresin B
1. 4. Penghambatan sintesis protein yang reversible
Mempengaruhi fungsi sub unit 50S dan 30S. Antimikroba akan menghambat
reaksi transfer antara donor dengan aseptor atau menghambat translokasi t-RNA
peptidil dari situs aseptor kesitus donor yang menyebabkan sitesis protein terhenti.
Contoh obat : kloramfenikol, gol. Tetrasiklin, eritromisin, klindamisin, dan
pristinamisin
1. 5. Pengubahan sintesis protein
Berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein, yang
pada akhirnya akan mengakibatkan kematian sel. Contoh obat : aminoglikosida
1. 6. Penghambatan asam nukleat
Antimikroba mempengaruhi metabolis asam nukleat bakteri, contoh obat :
gol. Rifamisin, yang menghambat RNA polimerase, dan yang menghambat
topoisomerase Contoh obat : golongan kuinolon
1. 7. seny. Antivirus yang terdiri beberapa gol :
a. Analog asam nukleat, secara selektif menghambat DNA polimerase virus
(asiklovir ), menghambat transkriptase balik (zidovudin)
b. Inhibitor transkriptase balik non-nukleosida (nevirapin)
c. Inhibitor enzim2 esensial virus lainnya, mis.inhibitor protease HIV atau
neuranidase influenza.
Cat :
Mekanisme kerja pasti beberapa seny. Antimikroba masih belum diketahui.

2. Berdasarkan spektrumnya
2.1 Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif maupun
gram negatif
Contoh obat: tetrasiklin, amfenikol, aminoglikosida, makrolida, rifampisin,
turunan penisilin (ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbanesilin, hetasilin,
pivampisilin, sulbenisilin, dan tirkasilin), dan sebagian besar turunan sefalosporin
2.2 Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram positif
Contoh obat: basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin sprt
benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenetilisin K, metisilin Na, turunan
linkosamida, asam fusidat, dan beberapa turunan sefalosporin.
2.3 Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram negatif
Contoh obat: kolkistin, polimiksin B sulfat, dan sulfomisin
2.4 Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan thdp Mycobacteriae
(antituberkulosis)
Contoh obat: streptomisin, kanamisin, sikloserin, rifampisin, viomisin, dan
kapreomisin
2.5 Antibiotik yang aktif terhadap jamur (antijamur),
Contoh obat: griseofulvin, dan antibiotik polien seperti nistatin, amfoterisin B, dan
kandisidin
2.6 Antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker)
Contoh obat: aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, mitomisin, dan mitramisin
3. Berdasarkan Struktur kimianya
3.1 Antibiotik -laktam
3.2 Turunan amfnikol
3.3 Turunan tetrasklin
3.4 Aminoglikosida
3.5 Makrolida
3.6 Polipeptida
3.7 Linkosamida
3.8 Polien
3.9 Ansamisin
3.10 Antrasiklin

4. Berdasarkan Aksi utamanya


4.1 Bakteriostatik : menghambat pertumbuhan mikroba
Contoh obat : Penisilin, Aminoglikosid, Sefalosporin, Kotrimoksasol, Isoniasid,
Eritromisin (kadar tinggi), Vankomisin
4.2 Bakterisida : membunuh / memusnahkan mikroba
Contoh obat : Tetrasiklin, Asam fusidat, Kloramfenikol, PAS, Linkomisin,
Eritromisin kadar rendah), klindamisin

5. Berdasarkan Tempat kerjanya


5.1 Dinding sel, menghambat biosintesis peptidoglikan, Contoh obat: penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin.
5.2 Membran sel, fungsi dan integritas membran sel, Contoh obat: nistatin,
amfoteresin, polimiksin B.
5.3 Asam nukleat, menghambat biosintesis DNA, mRNA, biosintesis DNA dan
mRNA Contoh obat: mitomisin C, rifampisin, griseofilvin
5.4 Ribosom, menghambat biosintesis protein (subunit 30S prokariotik contoh:
aminosiklitol, tetrasiklin, subunit 50S prokariotik contoh: amfenicol, makrolida,
linkosamida.

C. Mekanisme aksi antimikroba


Secara umum mekanisme aksi antimikroba dapat dikelompokkan dalam
beberapa hal berikut,
a. Menghambat sintesis dinding sel
Lapisan terluar dari bakteri, yaitu dinding sel, tersusun atas komponen
peptidoglikan, yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel bakteri dan
melindungi bakteri dari pengaruh luar. Adanya dinding sel ini memungkinkan
bakteri untuk menjaga tekanan osmotik internal tetap tinggi. Beberapa jenis
antibiotika seperti penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin
mampu menghambat sintesis dinding sel ini, sehingga sel menjadi lisis dan
akhirnya mati.

b. Mengubah permeabilitas membrana sel atau transport aktif sepanjang


membrana sel
Sitoplasma dikelilingi oleh membrana sitoplasma, yang berfungsi
mempertahankan permeabilitas sel dan mengendalikan komposisi internal sel.
Kematian sel dapat terjadi bila integritas membrana sitoplasma ini terganggu.
Polimiksin, amfoterisin B, nistatin, imidazol, dan kolistin berefek dengan cara
mengubah permeabilitas membrana sel. Namun demikian meskipun antibiotika
tersebut mempunyai toksisitas selektif terhadap sel bakteri, tetapi ternyata juga
sering memberi efek toksik pada sel mamalia. Sebagai contoh: polimiksin dapat
menyebabkan kerusakan tubulus renalis jika diberikan pada dosis yang lebih besar
dari dosis terapetiknya.

c. Menghambat sintesis protein


Kloramfenikol, eritromisin, tetrasiklin, antibiotika golongan
aminoglikosida, dan linkomisin menghambat sintesis protein sel bakteri dengan
aksi utamanya pada ribosom bakteri.

d. Menghambat sintesis asam nukleat


Beberapa antibiotika seperti misalnya aktinomisin, menghambat sintesis
DNA dengan cara membentuk kompleks dengan DNA, dan selanjutnya memblok
pembentukan mRNA. Asam nalidiksat, trimetroprim, rifampisin, sulfonamida,
pirimetamin, dan novobiosin mengganggu pertumbuhan bakteri juga dengan cara
menghambat sintesis asam nukleat.

D. Resistensi bakteri terhadap antibakteri


Antibakteri tidak selamanya selalu efektif membunuh bakteri atau
menghambat pertumbuhannya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain telah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibakteri tertentu.
Resistensi bakteri dapat berupa
(1) drug tolerant, yaitu jika bakteri tetap dapat hidup setelah pemberian
antibakteri,
(2) drug destroying, yaitu jika bakteri dapat merusak aktivitas antibakteri,
misalnya stafilokokus yang dapat menghasilkan enzim penisilinase.

Resistensi dapat pula bersifat


(1) genetik, jika berasal dari kromosom;
(2) non genetik, jika berkaitan dengan bakteri yang tidak sedang melakukan
aktivitas multiplikasi (sebagai contoh: penisilin memberi efek optimal
sebagai antibakteri jika bakteri mengalami multiplikasi secara cepat, dan
umumnya terjadi pada suhu 37oC. Saat bakteri secara aktif mensintesis
dinding sel, bakteri tidak akan mati pada pemberian penisilin).

Resistensi bakteri terhadap antibakteri dapat terjadi melalui beberapa


mekanisme, antara lain yang disebut sebagai plasmid origin, yaitu:
1. Inaktivasi oleh suatu enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Sebagai contoh,
penisilin dan sefalosporin mengandung cincin beta-laktam, yang dapat
diinaktivasi oleh enzim betalaktamase yang dihasilkan oleh bakteri tertentu.
2. Perubahan tempat aksi antibakteri, misalnya ribosom, dapat berubah sifatnya
karena adanya mutasi gen.
3. Perubahan permeabilitas bakteri terhadap antibiotika, sehingga dapat
mencegah akumulasi obat dalam sel.
4. Memproduksi suatu enzim yang analog dengan enzim bakteri yang menjadi
target obat. Contoh: golongan sulfa yang berkompetisi dengan PABA (Para
Amino Benzoic Acid) dalam metabolismenya.

Sedangkan resistensinya yang terjadi karena adanya mutasi gen kromosom


bakteri disebut chromosomal origin.
Berikut ini penjabaran mengenai beberapa antimikroba atau antibiotika.

A. PENISILIN
Sejak pertama kali diteliti oleh Fleming pada tahun 1929 melalui koloni
stafilokokus yang terkontaminasi Penisilium, penisilin menjadi antibiotika pertama
yang digunakan dalam klinik secara luas. Batas antara dosis terapi dan dosis toksik
sangat lebar, sehingga relatif aman dibanding antibiotika yang lain. Penisilin
kurang poten terhadap bakteri gram negatif, dan sebagian besar dirusak oleh beta-
laktamase (penisilinase). Beta-laktamase biasanya dihasilkan oleh Stafilokokus
aureus, beberapa E. coli, Proteus mirabilis, dan Pseudomonas aeruginosa.

Secara umum penisilin didistribusikan dengan baik ke seluruh bagian


tubuh, mencapai kadar terapetik di pleura, peritoneal, abses, dan cairan sinovial.
Distribusi ke mata dan otak relatif sedikit, sedangkan kadarnya di urin cukup
tinggi. Kadar penisilin di cairan serebrospinal kurang dari 1% dari nilai plasma
pada kondisi meninges yang tidak inflamasi, dan kadar ini meningkat hinggga 5%
kadar dalam plasma, selama proses inflamasi.

Farmakokinetika
Sebagian besar penisilin hanya dapat diberikan per parenteral karena
dirusak oleh asam lambung, kecuali penisilin V, amoksisilin, ampisilin, dan
flukloksasilin yang dapat diberikan per oral. Ampisilin sebaiknya diberikan pada
saat perut kosong atau di antara 2 makan, karena absorpsinya terganggu oleh
adanya makanan dalam lambung.

Di dalam tubuh, penisilin terdistribusi secara luas ke seluruh jaringan dan


cairan tubuh, dengan penetrasi ke persendian, pleura, dan mata, terutama jika
terjadi radang (inflamasi). Seperti halnya antibiotika pada umumnya, konsentrasi
penisilin di dalam cairan serebrospinal (CSS) dan penetrasinya ke jaringan
tergantung pada ikatan obat pada protein serum. Sebagai contoh protein binding
dari oksasilin dan nafsilin relatif tinggi (>90%), dengan penetrasi ke CSS yang
buruk. Sedangkan protein binding dari ampisilin ( 30%) relatif rendah, dan
penetrasi ke CSS jauh lebih baik.

Penisilin termasuk very low dose-related toxicity (efek toksik obat karena
penambahan dosis, relatif kecil). Dengan demikian, penambahan dosis untuk
meningkatkan konsentrasinya dalam jaringan yang inflamsi jarang menimbulkan
efek samping.
Sebagian besar penisilin mengalami sirkulasi enterohepatik (setelah
ekskresi bilier, diabsorpsi di usus halus dan diekskresi melalui ginjal). Dengan
demikian kadarnya di kandung empedu relatif tinggi, kecuali jika terjadi obstruksi
bilier. Ekskresi penisilin melalui sekresi tubular dapat dihambat oleh probenesid.
Dengan menambahkan probenesid 1 gr tiap 12 jam, kadar penisilin di dalam darah
dapat dipertahankan tetap tinggi, dan ekskresinya di tunda. Keadaan ini
menguntungkan untuk mengatasi infeksi yang memerlukan kadar antibiotika yang
tetap tinggi dalam satu periode waktu.

Efek samping
Hampir semua penisilin dapat memberi risiko efek samping alergi atau
hipersensitivitas, mulai dari yang tipe cepat (dimediasi oleh IgE) seperti urtikaria,
wheezing, dan anafilaksi, hingga yang tipe lambat seperti ruam kulit dan sindroma
serum sickness. Efek samping yang lain dapat berupa nefritis interstitial, anemia
hemolitik, netropenia, pansitopenia, eosinofilia, drug fever, dan vaskulitis.

Riwayat alergi sebelumnya terhadap penisilin dan derivatnya harus selalu


ditanyakan ke pasien sebelum memberikan terapi dengan penisilin untuk
menghindari risiko efek samping tersebut.

Penisilin G dan V
Penisilin G tidak stabil dalam kondisi asam dan secara cepat terhidrolisis di
dalam lambung yang berisi makanan. Penisilin yang tidak dapat terabsorpsi ini
akan dirusak oleh bakteri dalam colon. Oleh sebab itu penisilin G hanya dapat
diberikan per parenteral. Sebaliknya, penisilin V tahan dalam suasana asam dan
diabsorpsi dengan baik di lambung, meskipun terdapat makanan di dalamnya.

Setelah pemberian injeksi i.m, kadar puncak penisilin-G dicapai dalam


waktu 15-30 menit tetapi segera turun karena obat secara cepat dieliminasi melalui
ginjal. Waktu paruh (t 1/2 ) sekitar 30 menit. Penisilin-prokain merupakan
campuran equimolar antara penisilin dengan prokain. Dalam bentuk ini kadar
puncak tertunda hingga 1-3 jam.

Kadar penisilin-G dalam serum dan jaringan masih tetap ada hingga 12 jam
pada pemberian 300.000 unit dan hingga bebeerapa hari pada pemberian 2,4 juta
unit. Benzatin penisilin merupakan kombinasi antara 1 mol penisilin dan 2 mol
basa amonium, yang kadarnya masih tetap dapat terdeteksi dalam plasma hingga
15-30 hari. Penisilin G didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh dengan volume
distribusi yang ekuivalen dengan yang terdapat dalam cairan ekstraseluler. Sekitar
10% dari penisilin-G dieliminasi melalui filtrasi glomeruler sedangkan yang 90%
via sekresi tubuler. Ekskresi penisilin dapat dicegah oleh adanya probenesid,
sehingga dapat memperpanjang waktu paruhnya. Eliminasi renal penisilin

B. SEFALOSPORIN (CEPHALOSPORIN)
Sefalosporin merupakan antibiotika yang bersifat bakterisid yang aksi
utamanya mirip dengan penisilin. Sefalosporin bekerja dengan menghambat
pembentukan dinding sel bakteri pada fase akhir dengan terikat pada satu atau
lebih Penicillin Binding Proteins (PBPs) yang terdapat pada membrana sitoplasma
di bawah dinding sel bakteri.

Sebagian besar sefalosporin tersedia dalam bentuk parenteral. Meskipun


distribusinya cukup luas di seluruh tubuh, hanya beberapa yang dapat menembus
CSS dan mencapai kadar terapetik di otak pada kondisi meningitis. Semua
sefalopsorin, termasuk yang eliminasi utamanya melalui mekanisme hepatal,
memberikan konsentrasi yang cukup di dalam urin untuk terapi infeksi saluran
kencing. Kadar sefalosporin di dalam kandung empedu dapat lebih tinggi
dibandingkan dengan kadarnya dalam plasma. Sefalosporin aminothiazolyl dapat
menembus humor aqueous sehingga bermanfaat untuk terapi infeksi pada mata.
Dalam Tabel 3 dipresentasikan parameter farmako-kinetika sefalosporin generasi I
s/d III.

Sefalosporin umumnya dieliminasi melalui mekanisme renal dengan


berbagai tingkat sekresi tubuler dan filtrasi glomeruler. Tidak demikian halnya
dengan sefoperazon dan seftriakson yang sebagian besar diekskresi melalui rute
bilier (empedu).

Sefalosporin diklasifikasikan menurut generasi berdasarkan aktivitas


antimikrobanya. Sefalosporin Generasi I terutama aktif terhadap kuman Gram
positif dan sedikit Gram negatif, menghambat E. coli, P. mirabilis, dan K.
pneumoniae. Beberapa sefalosporin Generasi II, aktivitasnya meningkat terhadap
Haemophilus dan menghambat lebih banyak kuman Gram negatif. Dibandingkan
dengan Generasi I, aktivitasnya lebih lemah untuk stafilokokus.

Sefalosporin Generasi III makin lemah efeknya terhadap stafilokokus,


tetapi lebih aktif terhadap streptokokus, Enterobacteriaceae, Nisseria, dan
Heamophilus sp. Seftasidim dan sefoperazone juga menghambat P. aeruginosa.

Efek samping
Efek samping hampir sama dengan penisilin, tetapi relatif lebih jarang. Insidensi
syok anafilaksi juga rendah. Sekitar 5% individu yang pernah mengalami reaksi
anafilaksi dengan penisilin akan memiliki risiko reaksi anafilaksi pada
pemberian sefalosporin. Sefalosporin sebaiknya tidak diberikan kepada
penderita yang pernah mengalami reaksi hipersensitivitas tipe cepat dan berat
setelah pemberian penisilin.
Sekitar 1% penderita yang diterapi dengan sefaklor mengalami demam, nyeri
sendi, dan oedema lokal.
Sefoperazon dan moksalaktam dapat menyebabkan terjadinya reaksi disulfiram
jika pasien mengkonsumsi alkohol dan dapat juga menyebabkan
hipoprotrombinemia.
Meskipun jarang, nefritis interstisialis bisa saja terjadi.

C. VANKOMISIN, TEIKOPLANIN, BASITRASIN


Vankomisin dan basitrasin juga termasuk penghambat sintesis dinding sel
bakteri. Vankomisin merupakan antibiotika glikopeptida dengan berat molekul
1450. Vankomisin menghambat sintesis dinding sel bakteria dengan cara terikat
pada bagian akhir karboksil bebas dari pentapeptida.

Teikoplanin merupakan produk dari Actinoplanus teichomyceticus.


Mekanisme kerjanya menghambat polimerisasi peptidoglikan melalui interaksinya
dengan akhiran d-Ala-d-Ala dari muramilpentapeptida.

Farmakokinetika
Vankomisin tidak diabsorpsi melalui traktus gastrointestinal dan bersifat
iritatif pada pemberian i.m. Oleh sebab itu cara pemberiannya adalah melalui
injeksi i.v. Vankomisin dapat mencapai berbagai cairan tubuh termasuk empedu,
pleura, perikardium, periteneum dan sinovia serta menembus meninges jika dalam
keadaan inflamasi.

Vankomisin tidak dimetabolisme tetapi dieliminasi melalui filtrasi


glomeruler. Sekitar 90% dari obat dieliminasi melalui urin. Oleh sebab itu
penyesuaian dosis perlu dilakukan pada penerita yang mengalami penurunan
fungsi ginjal, yaitu didasarkan pada klirens kreatinin.

Teikoplanin dapat diberikan secara i.m atau per oral, memiliki waktu paruh
yang panjang, yaitu 50-100 jam. Sama halnya dengan vankomisin, teokoplanin
juga mencapai berbagai cairan tubuh, tetapi untuk mencapai kadar tunak (steady
state) diperlukan dosis pembebanan yang besar. Untuk menghindari efek toksiknya
maka pemberian vankomisin dan teikoplanin harus selalu dimonitor.

Basitrasin tidak dapat diberikan per parenteral karena terlalu toksik dan
hanya dapat diberikan secara topikal.

Penggunaan
Vankomisin dan teikoplanin hanya dianjurkan untuk infeksi berat,
khususnya yang disebabkan oleh stafilokokus pada penderita yang tidak tahan
terhadap penisilin. Kedua obat ini juga cocok pada infeksi stafilokokus yang
resisten terhadap metisilin. Infeksi yang memberi respon baik dengan vankomisin
antara lain adalah pneumonia, endokarditis, emfisema, osteomyelitis dan luka
infeksi. Pemberian per oral hanya dianjurkan untuk enterokolitis
pseudomembranosa, terutama yang disebabkan oleh Clostridium difficile. Karena
terapi i.v untuk C. difficile tidak adekuat maka pada pasien yang tidak bisa minum
obat per oral dianjurkan untuk diberikan metronidazol i.v.

Efek samping
Efek samping vankomisin dan basitrasin dapat dilihat pada Tabel 4 berikut

Tabel 4. Efek samping vankomisin dan basitrasin

Obat Efek samping


Vankomisin Ototoksik
Iritasi pada tempat injeksi
Ruam kulit, hipotensi, nyeri dada
Nefrotoksik jika diberikan bersama
aminoglikosida

Basitrasin Nefrotoksik apabila memasuki sirkulasi sistemik

D. ERITROMISIN
Merupakan antibiotika golongan makrolida yang didapat dari Streptomyces
erythereus. Terutama efektif untuk bakteri Gram +/-, mikoplasma, klamidia, dan
treponema. Eritromisin menjadi DOC untuk C. diphtheriae, Mycoplasma
pneumoniae, E. hystolitica, dan Chlamydia.

Farmakokinetika
Eritromisin tersedia dalam bentuk estolat, stearat, etilsuksinat, dan basa.
Absorpsinya melalui traktus gastrointestinal baik, sehingga dapat diberikan per
oral. Eliminasi eritromisin terjadi melalui metabolisme hepatal. Penetrasi ke dalam
jaringan cukup baik dan kadarnya dalam CSS pada keadaan inflamasi sekitar 25%
dari kadarnya dalam darah.

Waktu paruh eritromisin sekitar 1 2 jam, dan kadarnya dalam darah


dipertahankan tetap hingga 6 jam. Mengingat ekskresi utamanya adalah melalui
hepar maka penggunaannya pada penderita periodontal hepar sebaiknya
dihindarkan atau jika harus diberikan harus ekstra hati-hati.

Pada anak, eritromisin estolat diabsorpsi lebih baik, jarang menyebabkan


hepatitis, dan lebih ditoleransi dibanding sediaan yang lain. Pada pasien dewasa,
eritromisin estolat tidak lagi dianjurkan karena menyebabkan hepatitis kholestatik.

Dosis oral pada penderita dewasa adalah 4 x 250 500 mg per hari, sedang
pada anak 30 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian. Dosis yang lebih
besar akan meningkatkan efek iritasi lambung dari eritromisin. Karena efek
iritasinya terhadap lambung, maka sebaiknya diberikan sesudah makan.

Pemberian per parenteral dianjurkan secara i.v, pada vena yang relatif
besar, melalui cairan infus untuk mencegah risiko tromboflebitis, dengan dosis 1
4 g/hari (dewasa) atau 50 mg/kgBB/hari (anak). Eritromisin meningkatkan efek &
toksisitas antikoagulan oral, karbamazepin, dan digoksin. Oleh sebab itu pemberian
bersama obat-obat tersebut perlu dihindari.

Efek samping

Efek samping yang sering terjadi adalah GI upset (iritasi lambung).


Hepatitis kolestatik, rash, demam, dan eosinofilia jarang terjadi.

E. ROKSITROMISIN (ROXITHROMYCIN)
Roksitromisin diabsorpsi dengan baik di saluran gastrointestinal, memiliki
ikatan yang tinggi dengan protein serum dan waktu paruhnya panjang.

F. LINKOSAMID (LINCOSAMIDES)
Antibiotika yang termasuk dalam kelompok linkosamid adalah linkomisin
dan klindamisin. Linkosamid terutama bersifat bakteriostatik, tetapi dapat juga
bakterisid, tergantung pada kadar antibiotika, organisme penyebab dan besarnya
inokulum. Linkosamid aktif terhadap sebagian besar bakteria Gram positif dan
Gram negatif yang anaerobik.

Klindamisin lebih dipilih daripada linkomisin karena memiliki potensi


antibakteri yang lebih besar dan diabsorpsi lebih baik pada pemberian per oral.
Obat ini menjadi alternatif terapi untuk artritis septik dan osteomyelitis yang
disebabkan oleh S. aureus pada penderita umur lebih dari 3 tahun yang alergi
terhadap penisilin maupun sefalosporin.

Kombinasi antara klinidamisin dan pirimetamin bermanfaat untuk terapi


toksoplasmosis pada sistema saraf pusat.

G. TETRASIKLIN
Tetrasiklin berasal dari spesies streptomises. Sejak diperkenalkannya
antibiotika ini penggunaannya sangat luas, terutama karena harganya yang murah,
spektrumnya luas (broad spectrum), dan absorpsinya dalam traktus gastrointestinal
baik.

Tetrasiklin bersifat bakteriostatik, terutama efektif untuk Gram (+) aerob


koken, kecuali beberapa stafilokokus, streptokokus, & pneumokokus, resisten
untuk Gram (-) aerob, kecuali pseudomonas & enterobacteriaceae. Juga efektif
untuk riketsia, klaidia, dan treponema.

Farmakokinetika

Absorpsi melalui GI tract umumnya tidak sempurna ( 70%), kecuali


doksisiklin dan minosiklin ( 90%). Pemberian per oral sebaiknya antara 2 makan.
Absorpsi dalam lambung memburuk dengan adanya susu atau antasida dan
membentuk khelat inaktif (tetrasiklin + logam). Waktu paruh antara tetrasiklin
yang satu dengan yang lain berbeda, sebagai contoh waktu paruh tetrasiklin dan
oksitetrasiklin adalah 8 jam, sedangkan minosiklin 12 jam, dan doksisiklin sekitar
18 jam.

Setelah pemberian per oral, tetrasiklin akan didistribusi secara luas dalam
tubuh, terutama di gigi dan tulang yang sedang berkembang. Akibatnya jika
diberikan pada anak umur kurang dari 8 tahun dapat menimbulkan diskolorisasi
gigi dan hipoplasi enamel serta menghambat pertumbuhan tulang-tulang panjang.

Penetrasi ke jaringan cukup baik, meskipun tidak terdapat inflamasi, namun


tidak dianjurkan untuk meningitis karena kadarnya di CSS hanya sekitar 10%
dibanding kadarnya dalam darah. Setelah pemberian per oral, kadarnya di dalam
tulang dan gigi cukup tinggi dan mampu mengikat kalsium. Oleh karena itu
tetrasiklin tidak dianjurkan pada anak kurang dari 8 tahun.

Penggunaan Klinik
Dibandingkan dengan tetrasiklin dan oksitetrasiklin, minosiklin dan
doksisiklin mempunyai efek antibakteri yang lebih baik, absorpsi dalam traktus
gastrointestinal juga lebih baik, dan lebih lama berada dalam darah. Dengan
demikian frekuensi pemberian minosiklin dan doksisiklin adalah 2 kali sehari, dan
ini meningkatkan ketaatan penderita untuk minum obat, meskipun harganya lebih
mahal.

Ketidakrasionalan penggunaan tetrasiklin sering terjadi terutama pada


pengobatan infeksi saluran pernafasan akut maupun diare akut non spesifik yang
sebagian besar disebabkan oleh virus. Untuk infeksi saluran pernafasan, pemberian
tetrasiklin hanya dianjurkan jika bakteri penyebabnya adalah M. pneumoniae, atau
penderita bronkhitis kronis yang mengalami eksaserbasi akut sebagai akibat dari
infeksi virus. Sedangkan untuk diare, tetrasiklin sebaiknya hanya diberikan jika
penyebabnya adalah shigela (shigelosis), atau vibrio cholerae (kolera).

Efek samping
Efek samping tetrasiklin meliputi iritasi gastrointestinal (nausa, vomitus),
dan stomatitis. Penekanan pertumbuhan tulang (sementara), dikolorisasi gigi, dan
hipoplasia enamel terutama terjadi pada bayi dan anak < 8 tahun. Diskolorisasi gigi
hanya terjadi jika tetrasiklin diberikan pada periode mineralisasi pembentukan gigi
permanen. Mengingat bahwa tetrasiklin juga dapat menembus plasenta dan
mencapai sirkulasi janin, maka pemberiannya setelah trimester I kehamilan harus
dihindari.

H. KLORAMFENIKOL (CHLORAMPHENICOL)
Sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1947, kloramfenikol yang
berasal dari spesies streptomises telah digunakan secara luas, karena spektrum
antibakterinya yang luas. Namun dalam perkembangannya, penggunaannya
menjadi terbatas karena ternyata menginduksi terjadinya aplasia sumsum tulang,
yang insidensinya diperkirakan sekitar 1 di antara 40.000 60.000 pengguna.

Efek samping
Penekanan sumsum tulang (dose-related bone marrow supression)
terutama terjadi pada kelompok risiko tinggi, yaitu (1) pemberian pada dosis
tinggi (> 4kg/hari); (2) terapi jangka panjang; (3) kadar kloramfenikol bebas
dalam darah > 20-25 ug/ml; (4) neonatus & penderita penyakit liver.
Untuk menghindari terjadinya penekanan sumsum tulang perlu
dilakukan monitoring terhadap setiap penderita yang mendapat kloramfenikol.
Pemeriksaan darah tepi setiap 2-3 hari sangat dianjurkan. Jika dalam monitoring
ditemukan tanda-tanda penekanan sumsum tulang, dosisi dikurangi atau obat
dihentikan sama sekali. Meskipun jarang yaitu 1 diantara 25.000, dapat pula
terjadi anemia aplastika setelah minum kloramfenikol selama beberapa waktu.

Gray baby syndrome dapat terjadi pada bayi prematur atau umur kurang
dari 2 bulan karena (1) hepar belum matur, aktivitas glukoronil transferase
untuk mengkonjugasi kloramfenikol belum adekuat dan (2) ekskresi obat yang
tidak terkonjugasi melalui ginjal belum sempurna sehingga obat terakumulasi
dalam darah. Gray baby syndorme ditandai dengan vomitus, respirasi tidak
normal, sianosis, distensi abdomen, diikuti kolaps vasmotor, hipotermia, dan
bayi menjadi keabu-abuan akhirnya 40% diantaranya meninggal.

I. METRONIDAZOL
Merupakan antibiotik yang bakterisid untuk Trichomonas vaginalis,
Giardia lamblia, dan Entamoeba hystolitia. Metronidazol aktif terhadap bakteri
anaerob seperti B. fragilis, Bacteroides sp, dan Clostridium.

Absorpsi setelah pemberian oral baik dan tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan dalam lambung. Obat mencapai cairan tubuh, pleura, vagina, dan CSS
(dengan inflasi) dn air susu dimetabolisme di hepar dan ekskresi utama melalui
ginjal.

Trikhomoiasis: single dose 2 g per oral memberi efek klinik yang sama
dengan dosis 3250 mg 7 hari; terapi yang sama juga dilakukan terhadap
partnernya.

Amoebiasis: 3250 mg selama 5 hari. Jika disertai amoebasis hepar:


3750 mg selama 10 hari. Giardiasis: 3250 mg (dewasa) atau 35 mg/kg BB
(anak) selama 5 hari.
Mengingat bahwa pada hewan uji pemberian metronidazol memberi
efek karsio-genik dan teratogenik, maka penggunaan pada wanita hamil sangat
tidak dianjurkan untuk menghindari efek tersebut.

Farmakokinetika
Absorpsi setelah pemberian oral baik dan tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan dalam lambung. Obat mencapai cairan tubuh, pleura, vagina, dan CSS
(dengan inflasi) dn air susu dimetabolisme di hepar dan ekskresi utama melalui
ginjal.

Penggunaan klinik
Trikhomoiasis: single dose 2 g per oral memberi efek klinik yang sama
dengan dosis 3250 mg 7 hari; terapi yang sama juga dilakukan terhadap
partnernya.

Amoebiasis: 3250 mg selama 5 hari. Jika disertai amoebasis hepar:


3750 mg selama 10 hari. Giardiasis: 3250 mg (dewasa) atau 35 mg/kg BB
(anak) selama 5 hari.

Mengingat bahwa pada hewan uji pemberian metronidazol memberi


efek karsio-genik dan teratogenik, maka penggunaan pada wanita hamil sangat
tidak dianjurkan untuk menghindari efek tersebut.

Efek samping
Alcohol intolerance, erjadi jika selama minum obat penderita mengkonsumsi
alkohol. Ditandai dengan nausea, vomitus, kejang abdomen, dan nyeri kepala.
Gejala gastrointestinal juga sering timbul (nausea, vomitus), oleh sebab itu
dianjurkan diminum sesudah makan.
Neuropati perifer dapat terjdi pada pemberian dosis yang tinggi.

J. AMINOGLIKSOIDA
Aminoglikosida berasal dari Streptomyces griceus. Obat-obat yang
tergolong dalam kelompok aminoglikosida antara lain streptomisin, gentamisin,
amikasin, kanamisin, neomisin, dan paramomisin. Struktur kimia tidak berbeda
antara yang satu dengan yang lain, dengan efek utama sebagai bakterisid.

Pada keadaan aerobik aminoglikosida bersifat bakterisid, tetapi bagaimana


mekanisme sebenarnya, belum diketahui. Mekanisme kerjanya didasarkan pada
studi terhadap streptomisin. Streptomisin memblok sintesis protein bakteri dengan
terikat pada subunit ribosom 30s. Streptomisin yang terikat pada ribosom ini
menyebabkan urutan asam amino yang ada dibaca secara salah pada rantai peptid
bakteri. Protein yang abnormal ini kemudian memberi efek yang fatal bagi bakteri.

Aminoglikosoida larut di dalam air dan tidak dapat menembus barier


jaringan lipoprotein. Absorpsi di traktur gastrointestinal buruk, sehingga hanya
dapat diberikan per parenteral, kecuali neomicin dan paramomisin yang terdapat
dalam bentuk topikal. Waktu paruhnya berkisar 2-5 jam, eliminasi melalui filtrasi
glomeruler dalam bentuk yang tidak berubah. Penyesuaian dosis perlu dilakukan
untuk usia lanjut dan penderita kelainan ginjal untuk mencegah efek nefro-toksik
akibat akumulasi obat pada ginjal.

Aminoglikosida bersifat narrow toxic-therapeutic margin, yaitu batas antara


kadar terapik dan toksik sangat pendek, sehingga penggunaannya harus hati-hati
dan pemantauan yang terus menerus perlu dilakukan.

Kadar teritinggi dideteksi di korteksi ginjal, endolimfe & perilimfe telinga


bagian dalam, sehingga dapat bersifat nefrotoksik & ototoksik.

Farmakokinetika
Aminoglikosoida larut di dalam air dan tidak dapat menembus barier
jaringan lipoprotein. Absorpsi di traktur gastrointestinal buruk, sehingga hanya
dapat diberikan per parenteral, kecuali neomicin dan paramomisin yang terdapat
dalam bentuk topikal. Waktu paruhnya berkisar 2-5 jam, eliminasi melalui filtrasi
glomeruler dalam bentuk yang tidak berubah. Penyesuaian dosis perlu dilakukan
untuk usia lanjut dan penderita kelainan ginjal untuk mencegah efek nefro-toksik
akibat akumulasi obat pada ginjal.
Aminoglikosida bersifat narrow toxic-therapeutic margin, yaitu batas
antara kadar terapik dan toksik sangat pendek, sehingga penggunaannya harus hati-
hati dan pemantauan yang terus menerus perlu dilakukan.

Kadar teritinggi dideteksi di korteksi ginjal, endolimfe & perilimfe telinga


bagian dalam, sehingga dapat bersifat nefrotoksik & ototoksik.

Efek samping
Ototoksik, karena t 1/2 di cairan 5-6 x > besar dari plasma sehingga dapat
merusak bagian vestibuer dan auditori N VIII.
Efek samping streptomisin & gentamisin terutama pada vestibuler, sedangkan
amikasin, kanamisin, neomisin pada fungsi auditus.
Tobramisin memberi efek samping pada vestibule dan auditori, tetapi lebih
ringan dibanding gentimisin.
Nefrotoksik, dimana 8-26% menyebabkan fungsi renal memburuk, namun
bersifat reversible, jika obat dihentikan. Mengingat bahwa neomisin sangat
nefrotoksik maka tidak digunakan secara sistemik, tetapi secara topikal.

K. GENTAMISIN
Terutama efek untuk Ps. Aeruginosa, E. coli, Proteus, Stafilokokus. Jika
fungsi ginjal normal, dosis per hari adalah 35 mg/kg BB i.m., dibagi dalam 3 dosis.
Efektif dalam kombinasi dengan penisilin, untuk septisemia oleh karena Gram (-),
atau jika ada kecurigaan bakteri anaerob terlibat, dapat dikombinasi dengan
metronidazol.

Untuk meningitis oleh karena Gram (-) diperlukan pemberian intra tekal
oleh karena obat tidak menembus CSS. Karena kadarnya dalam kornea dan humor
aqueous baik, gentamisin banyak digunakan untuk terapi topikal infeksi pada mata.
Pemberian secara topikal pada infeksi kulit dlam waktu lama perlu
dipertimbangkan, karena meningkatkan resiko resistensi.

Efek nefrotoksik gentamisin meningkat jika diberikan bersama sefaloporin


atau diuretika. Efek ototoksik meningkat pada pemberian bersama diuretika. Bukti
in vitro menunjukkan bahwa gentamisin menjadi inaktif oleh adanya karbenisilin,
penisilin, dan sefaleksin, sehingga jangan diicampur.
L. TOBRAMISIN
Sangat mirip gentamisin, dengan indikasi klinik terutama untuk
bakteriemia, osteomyelitis dan pneumonia karena pseudomonas. Dibandingkan
dengan gentamisin efek nefrotoksisik dan ototoksiknya lebih rendah. Secara in
vitro tobramisin 2-5 kali lebih baik dibandingkan dengan gentamisin khususnya
untuk infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Tobramisin
digunakan untuk terapi infeksi berat yang disebabkan oleh basili Gram negatif,
misalnya enterobakter dan P. aeruginosa.

M. KUINOLON (QUINOLONES)
Sejak diperkenalkannya fluorinated quinolone yang pertama yaitu
norfloksasin, telah dikembangkan beberapa kuinolon baru. Kuinolon baru
merupakan antibiotika sintetik, yang secara struktural berkaitan erat dengan
kuinolon pendahulunya, asam nalidiksat (nalidixic acid). Yang termasuk dalam
kelas ini antara lain adalah siprofloksasin yang memiliki indikasi klinik terlebar.

N. FLUOROKUINOLON
Fluorokuinolon masuk ke dalam sel secara difusi pasif. Di dalam sel,
fluorokuinolon menghambat replikasi DNA bakteri dengan mempengaruhi aksi
DNA gyrase. Ini terjadi selama fase pertumbuhan dan reproduksi bakteri.

Semua antibiotika yang termasuk fluorokuinolon bersifat bakterisidal,


terutama efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti
enterobakter dan pseudomonas. Bakteri lain yang juga sensitif adalah H.
influenzae, M. catarrhalis, Legionella, Chlamydia, dan mikobakteria. Obat dalam
golongan ini juga efektif untuk gonorea tetapi tidak untuk sifilis. Tidak dianjurkan
untuk infeksi yang disebabkan oleh pneumokokus atau enterokokus.

Merupakan golongan fluorokuinolon yang paling poten dengan spektrum


antibakteri yang sama dengan norfloksasin. Obat ini efektif untuk terapi cystic
fibrosis yang disebabkan oleh pseudomonas. Meskipun efektif untuk berbagai
infeksi sistemik, obat ini tidak dianjurkan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh
MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus), enterokokus dan
pneumokokus. Obat ini banyak digunakan sebagai pengganti aminoglikosida yang
relatif lebih toksik. Siprofloksasin mempunyai efek sinergis dengan -laktam.
Obat ini efektif baik terhadap bakteri Gram negatif (termasuk Pseudomonas
aeruginosa) dan Gram positif untuk terapi infeksi saluran kencing yang disertai
maupun yang tidak disertai komplikasi, dan juga prostatitis, tetapi tidak digunakan
untuk infeksi sistemik.

Seperti halnya dengan norfloksasin, ofloksasin terutama digunakan untuk


terapi prostatitis yang disebabkan oleh E. coli dan penyakit seksual menular,
kecuali gonorea. Obat ini juga efektif untuk terapi infeksi pada kulit dan traktus
respiratorius bagian bawah.

Farmakokinetika
Hanya sekitar 35-70% norfloksasin diabsorpsi setelah pemberian per oral,
dibandingkan fluorokuinolon yang lain yang sekitar 70-90%. Dari seluruh
fluorokuinolon hanya siprofloksasin dan ofloksasin yang tersedia dalam bentui
injeksi i.v. Absorpsi fluorokuinolon dalam lambung terpengaruh oleh adanya
sukralfat, antasida berisi aluminium dan magnesium atau suplemen yang
mengandung besi atau zinc.

Fluorokuinolon didistribusi secara luas di dalam cairan tubuh. Kadarnya


tinggi di tulang, urine, ginjal, dan jaringan prostat. Kadarnya dalam paru melebihi
kadarnya dalam serum. Penetrasi ke dalam cairan serebrospinal rendah, kecuali
ofloksasin yang kadarnya bisa mencapai 90% kadar dalam serum. Fluorokuinolon
juga terakumulasi di makrofag dan leukosit polimorfonuklear.

Kecuali ofloksasin dan lomefloksasin, hanya sebagian dari fluorokuinolon


yang dimetabolisme menjadi komponen yang kurang aktif sebagai antimikroba.
Obat utama dan metabolit fluorokuinolon diekskresi melalui urin pada kadar yang
cukup tinggi. Waktu paruh obat adalah 3-5 jam, kecuali lomefloksasin yang
mencapai 8 jam. Gagal ginjal akan memperpanjang waktu paruh fluorokuinolon.

Efek samping
Efek samping yang menonjol adalah nausea, sakit kepala, dizziness dan
lightheadedness, dan fototoksik. Oleh sebab itu penggunaannya pada penderita
dengan gangguan sistema saraf pusat seperti misalnya epilepsi, penggunaannya
harus sangat hati-hati. Efek samping kristaluria juga dilaporkan pada pemberian
dosis yang tinggi.

Fluorokuinolon tidak boleh diberikan pada wanita hamil, ibu menyusui dan
anak umur kurang dari 18 tahun karena dari studi pada binatang ditemukan adanya
erosi kartilako artikuler (artropati).

Siprofloksasi dan ofloksasin dapat meningkatkan kadar teofilin dengan


menghambat metabolismenya. Selain itu juga dapat meningkatkan kadar warfarin,
kafein dan siklosporin.

O. ASAM NALIDIKSAT (NALIDIXIC ACID)


Merupakan nonfluorinated quinolone yang memiliki mekanisme aksi yang
sama dengan fluorokuinolon. Obat ini efektif terhadap bakteri Gram negatif,
terutama yang sering menyebabkan infeksi saluran kencing. Penggunaan klinik
obat ini relatif terbatas karena sering ditemukannya strain yang resisten. Absorpsi
pada pemberian oral baik, >90% terikat pada protein, sedangkan kadar obat bebas
dalam darah tidak cukup adekuat untuk mengatasi infeksi sistemik.

Efek samping obat ini meliputi nausea, vomitus, nyeri abdominal,


fototoksik dan demam. Pemberian lebih dari 2 minggu dapat mempengaruhi fungsi
hepar.

P. NITROFURANTOIN

Karena efek toksik dan termasuk antimikroba spektrum sempit, tidak lagi
digunakan untuk infeksi saluran kencing. Obat ini bersifat bakteriostatik, terutama
efektif untuk E.coli. Sebagian besar bakteri Gram negatif penyebab infeksi traktus
urinarius resisten terhadap obat ini. Saat ini penggunaan nitrofurantoin sangat
terbatas, dan lebih banyak digunakan sebagai antiseptik pada traktus urinarius.

Obat ini diabsorpsi seccara lengkap setelah pemberian per oral dan
ekskresinya terjadi secara cepat melalui filtrasi glomeruler. Keberadaan obat ini
menyebabkan urin berwarna kecoklatan, yang ini sering mengejutkan penderita
jika tidak diberitahu sebelumnya.
Efek samping nitrofurantoin cukup beragam, mulai dari gangguan
gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare. Salah satu efek samping yang
cukup serius adalah pneumonitis akut, selain dapat juga menyebabkan fibrosis
pulmoner interstitial, khususnya jika terapi diberikan dalam jangka lama. Efek
samping neurologis juga sering dilaporkan, meliputi sakit kepala, nistagmus, dan
polineuropati..

Nitrofurantoin tidak boleh diberikan pada pasien dengan defisiensi glukosa-


6 fosfat dehidrogenase, neonatus dan wanita hamil.

Q. ANTAGONIS FOLAT
Koenzim asam folat diperlukan untuk sintesis purin dan pirimidin
(prekursor RNA dan DNA) dan komponen lain yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan replikasi sel. Jika tidak terdapat asam folat maka sel tidak dapat
tumbuh atau membelah diri. Obat golongan sulfa menghambat sintesis asam folat,
sehingga bakteri tidak dapat tumbuh.

R. SULFONAMIDA (SULFONAMIDES)
Semua sulfonamida yang digunakan dalam klinik secara struktur
merupakan analog sintetik dari PABA (para aminobenzoic acid). Selain perbedaan
dalam sifat fisik maupun kimia, obat-obat sulfonamida berbeda dari segi sifat
farmakokinetikanya.

Farmakokinetika
Sebagian besar obat golongan sulfa diabsorpsi dengan baik setelah
pemberian per oral. Tidak demikian dengan sulfasalazine yang tidak diabsorpsi di
traktus gastrointestinal, sehingga lebih efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit
radang usus kronis (penyakit Crohn atau kolitis ulserativa). Ini terjadi karena flora
intestinum memecah sulfasalazin menjadi sulfapiridin dan 5-aminosalisilat. Yang
terakhir inilah yang memberikan efek sebagai antiinflamasi. Karena risiko
sensitisasi, sulfa tidak diberikan secara topikal.

Sulfa didistribusikan melalui cairan tubuh dan penetrasinya ke CSS baik,


meskipun tidak terdapat inflamasi di meninges. Obat-obat sulfa dapat menembus
barier plasenta dan ditemukan pula di air susu ibu. Sulfa terikat pada albumin
serum dalam sirkulasi.

Sulfa diekskresi melalui filtrasi glomeruler. Oleh sebab itu penekanan


fungsi ginjal akan menyebabkan akumulasi, baik obat utama maupun metabolitnya.

Efek samping
Efek nefrotoksik terjadi karena timbulnya kristaluria, yang ini sebetulnya
dapat dicegah dengan cara minum yang banyak dan alkalinisasi urin. Sediaan obat
yang baru seperti fulfisoksazol dan sulfametoksazol lebih larut dalam pH urin
dibandingkan sulfonamida yang ada, di samping juga lebih kecil risikonya untuk
terjadinya kristaluria.

Reaksi hipersensitivitas seperti ruam, angioedema, dan sindroma Stevens-


Johnson relatif sering terjadi. Untuk sindroma Stevens-Johnson umumnya terjadi
setelah pemberian sulfa aksi panjang. Anemia hemolitik dapat terjadi pada
penderita dengan defisiensi G-6 PD (glucose 6-phosphate dehydrogenase), selain
dapat juga terjadi granulositopenia dan trombositopenia.

Jika diberikan pada bayi baru lahir, sulfa dapat menyebabkan terjadinnya
kernikterus karena sulfa memindahkan bilirubin dari tempat ikatannya pada
albumin serum. Akibatnya bilirubin akan berada bebas di dalam darah dan
memasuki sistema saraf sentral.

Sulfa tidak boleh diberikan pada bayi baru lahir dan bayi umur kurang dari
2 bulan, ibu hamil aterm karena risiko terjadinya kern ikterus.

S. TRIMETOPRIM
Trimetoprim bekerja dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase
bakteri. Efek antibakterinya sama dengan sulfonamid, tetapi dalam klinik lebih
sering digabung dengan sulfametoksazol menjadi kotrimoksazol.
Farmakokinetika
Sifat farmakokinetika trimetoprim mirip dengan sulfametoksazol, tetapi
kadarnya dapat jauh lebih tinggi pada keadaan prostat yang pHnya asam dan cairan
vagina.

Efek samping
Efek samping trimetoprim meliputi anemia megaloblastik, leukopenia dan
granulositopenia.

T. KOTRIMOKSAZOL (CO-TRIMOXAZOLE)
Kotrimoksazol yang berisi sulfametoksazol dan trimetoprim memberikan
efek antibakteri yang lebih besar dibandingkan jika masing-masing diberikan
sendiri. Kombinasi ini didasarkan antara lain pada kesamaan sifat
farmakokinetikanya. Kombinasi antimikroba ini memperluas spektrum
antibakterinya.

Trimetoprim lebih bersifat larut dalam lemak dibandingkan dengan


sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih luas. Pemberian 1
bagian trimetoprim dan 5 bagian sulfametoksazol menghasilkan rasio obat dalam
plasma berupa 1 bagian trimetoprim dan 20 bagian sulfametoksazol. Perbandingan
ini memberikan efek yang optimal sebagai antimikroba. Kotrimoksazol umumnya
diberikan dalam bentuk oral. Sediaan injeksi i.v. hanya diberikan untuk pneumonia
berat, yang terutama disebabkan oleh Pneumocystis carinii.

3. Penggolongan dan Penamaan Obat Anti Parasit

3.1 ANTELMINTIK

1. PIPERAZINE
a. Struktur obat
Piperazine merupakan senyawa organik yang terdiri dari sebuah cincin
beranggota enam yang mengandung dua atom nitrogen pada posisi yang
berlawanan di atas ring. Piperazine ada sekecil kristal deliquescent alkali
dengan rasa garam.
b. Sifat obat
Piperazine berupa gumpalan atau lempeng, putih atau hampir putih,
bau seperti amonia. Piperazine efektif terhadap A.lumbricoides dan
E.vermicularis. Mekanisme kerjanya menyebabkan blokade respon otot
cacing terhadap asetilkolin _ paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh
peristaltik usus. Absorpsi melalui saluran cerna, ekskresi melalui urine.
(Anonim.2010).
Piperazin sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga
didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini
bersifat stabil non higroskopis, berupa kristal putih yang sangat larut
dalam air, larutannnya bersifat sedikit asam. (Anonim.A).
Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap
asetilkolin sehinggga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh
peristaltik usus. Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik.
Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar.
Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500
mg/ml, sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg.
Dosis dewasa pada askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak
75 mg/kgBB (maksimum 3,5 g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari
berturut-turut. Untuk cacing kremi (enterobiasis) dosis dewasa dan anak
adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali sehari selama 7 hari. Terapi
hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. (Anonim.A)

- Efek samping
Pada dosis terapi umumnya tidak menyebabkan efek samping,
kecuali kadang-kadang nausea, vomitus, diare, dan alergi. Pemberian i.v
menyebabkan penurunan tekanan darah selintas. Dosis letal menyebabkan
konvulsi dan depresi pernapasan.
c. Pengaruh lingkungan
Obat ini harus terlindung dari cahaya sehingga wadah yang
digunakan harus kedap udara, terlindung dari udara dan di simpan
ditempat kering dibawah suhu 30o. Sebuah bentuk yang piperazine
umumnya tersedia industri adalah sebagai heksahidrat, C4H10N2. 6H2O,
yang meleleh pada 44 C dan mendidih pada 125-130 C.

d. Cara pembuatan
Piperazine disintesis dengan mereaksikan amonia beralkohol dengan
1,2-dikloroetan, dengan aksi natrium dan etilena glikol etilen diamin
hidroklorida pada, atau dengan pengurangan pyrazine dengan natrium
dalam etanol.

2. MEBENDAZOLE
a. Struktur obat

b. Sifat obat
Mebendazole berupa serbuk putih sampai agak kuning, hampir tidak
berbau, melebur pada suhu lebih kurang 290 derajat. Obat ini merupakan
benzimidazole sintetis yang memiliki aktifitas antelmintik brspektrum luas dan
mempunyai tingkat kemunculan efek yang tidak diinginkan yang rendah.
(Katzung, 2004).
Mebendazole menghalangi sintesis-mikrotubulus dalam nematoda, dan
dengan demikian menghentikan ambilan glukosa secara irreversible. Parasit-
parasit intestinal dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan, dan pembersihannya
dari saluran gastrointestinal belum dapat terpenuhi hingga beberapa hari setelah
pengobatan. Mebendazole membasmi cacing tambang, ascaris, dan telur-telur
trichuris. Pada manusia, mebendazole cenderung tidak giat.
Di Amerika Serikat, penggunaan mebendazole telah diakui untuk
penanganan ascariasis, trichuriasis, serta infeksi cacing tambang dan pinworm.
Obat ini dapat dikonsumsi sebelum dan sesudah makan; tablet harus dikunyah
sebelum ditelan. Tidak diperlukan pembersihan sebelum ataupun sesudah
pengobatan. Angka kesembuhan menurun pada pasien pengidap hipermotilitas
gastrointestinal. Untuk penanganan trichinosis dan dracontiasis, obat harus
dikonsumsi dengan makanan berlemak untuk meningkatkan absorbsi. (Katzung,
2004).
Berikan 10 mg sekaligus dan ulangi dosis dalam 2-4 minggu. Dosis yang
diberikan pada anak sama dengan orang dewasa. Angka kesembuhan berkisar
antara 90-100%. (Katzung, 2004).

c. Pengaruh lingkungan
Stabil dalam keadaan terbuka.

3. PIRANTEL PAMOAT
a. Struktur obat

b. Sifat obat
Pirantel Pamoate merupakan anthelmentik berspektrum luas yang
sangat efektif untuk penanganan infeksi-infeksi pinworm dan ascaris. Obat ini
cukup efektif terhadap kedua spesies cacing tambang, namun tidak seberapa
untuk N. americanus. Obat ini tidak efektif dalam trichuriasis atau
strongyloidiasis. Oxantel pamoate, suatu analog dari pirantel, telah berhasil
digunakan dalam pengobatan trichuriasis, kedua obat tersebut telah
dikombinasikan atas dasar aktivitas antelmentik mereka yang berspektrum
luas. (Katzung, 2004).
Obat ini merupakan agen penyekat neuromuscular yang sifatnya
mendepolarisasi, sehingga menimbulkan rilis acetylcholine dan penghambatan
cholinesterase, hal ini menyebabkan stimulasi reseptor-reseptor ganglionik
dan pelumpuhan cacing-cacing yang diikuti dengan pembuangan dari saluran
intestinal manusia. (Katzung, 2004)
Dosis standar adalah 11 mg (base)/kg (maksimum 1 g), diberikan
dengan atau tanpa makanan.
Enterobius vermicularis
Pirantel diberikan sebagai dosis tunggal dan diulang dalam 2 dan 4 minggu.
(Katzung, 2004)
Ascaris lumbricoides
Pirantel diberikan sebagai dosis tunggal. Pengobatan harus dilanjutkan apabila
masih dijumpai telur-telur dua minggu sesudahnya. (Katzung, 2004).

4. ALBENDAZOLE
a. Struktur obat

b. Sifat obat
Albendazole, suatu antelmintik oral berspektrum luas, merupakan obat
pilihan dan telah diakui di Amerika Serikat untuk pengobatan penyakit
hydatid dan cysticercosis. Obat ini juga merupakan obat utama untuk
pengobatan infeksi Pinworm, Ascariasis, Trichuriasis, Strongyloidiasis, dan
infeksi-infeksi yang disebabkan oleh kedua spesies cacing tambang
(hookworm).
Albendazole dan metabolitnya, Albendazole Sulfoxide, diperkirakan
bekerja dengan jalan menghambat sintesis mikrotubulus dalam nematoda, dan
dengan demikian mengurangi ambilan glukosa secara irreversibel. Akibatnya,
parasit-parasit usus dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan. Pembersihan
mereka dari saluran cerna belum dapat menyeluruh hingga beberapa hari
setelah pengobatan. Obat ini juga memiliki efek larvicid (membunuh larva)
pada penyakit hydatid, cysticercosis, ascariasis, dan infeksi cacing tambang
serta efek ovocid (membunuh telur) pada ascariasis, ancylostomiasis, dan
trichuriasis. (Katzung, 2004). Obat ini (yang bersifat teratogenik dan
embriotoksik pada beberapa spesies hewan) tidak diketahui tingkat
keamanannya pada wanita hamil. (Katzung, 2004).
Albendazole diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan
parasit-parasit intraluminal. Namun untuk penanganan terhadap parasit-
parasit jaringan, obat ini harus diberikan bersama dengan makanan berlemak.
(Katzung, 2004).
Untuk infeksi-infeksi pinworm, ancylostomiasis, dan ascariasis ringan,
necatoriasis, atau trichuriasis, pengobatan untuk orang dewasa dan anak-anak
di atas usia 2 tahun adalah dosis tunggal 400 mg secara oral. Untuk infeksi
pinworm, dosis harus diulang dalam dua minggu. Tindakan ini menghasilkan
tercapainya angka kesembuhan 100% dalam infeksi pinworm dan angka
kesembuhan tinggi untuk infeksi-infeksi lain, atau pengurangan besar
terhadap jumlah telur bagi yang tidak tersembuhkan. Untuk mencapai angka
kesembuhan tinggi dalam ascariasis atau untuk mengurangi jumlah cacing
secara memuaskan untuk meringankan necatoriasis atau trichuriasis berat,
ulangi pemberian 400 mg/hari dalam 2-3 hari. (Katzung, 2004)

c. Pengaruh lingkungan
Obat ini akan berkurang aktivitasnya dan akan rusak sediaannya jika
berada pada daerah yang basah atau lembab. Oleh karena itu, obat ini harus
disimpan ditempat yang sejuk dan tempat yang kering dan terhindar dari
cahaya matari langsung.
3.2 ANTIMALARIA
Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap semua jenis
dan stadium parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, efek samping
ringan dan toksisitas rendah. Obat antimalaria dikelompokkan menurut rumus
kimia dan efek atau cara kerja obat pada stadium parasit.
Berdasarkan titik kerjanya dalam tubuh (eritrosit atau hati), obat malaria
dapat dikelompokan menjadi :
1. Obat schizontisid darah, contohnya: kuinin, kloroquin, mefloquuin, dan lain-lain.
Berkasiat mematikan bentuk darah (schizont) dan digunakan pada serangan
demam, juga untuk pencegahan .
a. Kuinin
Obat malaria tertua, terutama berkhasiat pada bentuk eritrositer parasit
malaria. Kuinin adalah alkaloid utama dari kulit pohon kina, sejenis pohon yang
ditemukan di Amerika Selatan. Calancha, seorang Rahib dari Lima Peru pertama
kali menulis kegunaan pengobatan dengan tepung kina pada demam yang
berulang pada awal tahun 1633. Pada tahun 1820, Pelletier dan Caventou
memisahkan kinin dan kinkonin dari cinchona. Hingga sekarang kina diperoleh
secara utuh dari sumber alam disebabkan sulitnya mensintesa kompleks
molekulnya.
Obat ini bekerja dengan menghambat hemepolimerase, Obat ini bekerja
dengan menghambat hemepolimerase, sehingga mengakibatkan penumpukan zat
sitotoksik yaitu heme.

Struktur Kimia Kuinin :

Mekanisme kerja Obat


Memblok sintesis asam nukleat dengan pembentukan kompleks DNA atau
dengan kata lain Menekan pengambilan oksigen dan metabolisme karbohidrat,
membentuk khelat dengan DNA, mengganggu duplikasi dantranskripsi parasit,
berfek terhadap distribusi kalsium dalam jaringan otot dan menurunkan
eksitabilitas pada akhir syaraf motorik, efek terhadap kardiovaskular mirip
dengan kuinidin. Kuinin juga menghambat metabolisme karbohidrat. Kuinin
bersifat toksik terhadap berbagai bakteri dan organisme bersel tunggal seperti
tripanosoma, plasmodium dan spermatozoa, serta mempunyai daya iritasi kuat.

Sifat Obat
Kuinin adalah alkaloid utama dari kulit pohon kina,yang berwarna putih
dengan rasa sangat pahit.di gunakan sebagai terapi untuk malaria yang di
sebabkan oleh P. Falciparum.

Pengaruh lingkungan
Kuinin akan menghitam jika kontak dengan cahaya. Kapsul kuinin
disimpan dalam tempat yang rapat dan terlindung oleh cahaya, sehingga
sebaiknyaquinin disimpan pada suhu kurang dari 40 C, lebih baik apabila
disimpan pada suhu antara 15-30 C (McEvoy, 2002).

Cara pembuatan
Kuinin diisolasi pada tahun 1820 dari batang Cinchona sp. karena sifat
antimalaria pada tanaman ini telah diketahui selama beberapa abad.Kina disintesis
dari triptofan melalui 16 tahap dengan menggunakan membutuhkan 16 enzim
untuk menghasilkan Kina yang kemudian mensistesis beberapa senyawa yang
memiliki khasiat sebagai antimalaria seperti Kuinin (Song Y,1998)

Efek Samping
Efek samping dari obat Kuinin antara lain : Sakit kepala, telinga
berdenging, gangguan keseimbangan, penglihatan kabur, mual, muntah, ruam
kulit, gangguan darah, karena diyakini berkhasiat oksitosik maka banyak
disalahgunakan untuk abortus, juga berkhasiat analgetik-antipiretik.
Kuinin tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul berisi 300 dan 600 mg
basa. Juga tersedia dalam bentuk injeksi mengandung 300 mg/ml. Dosis oral
adalah 10 mg/kg berat badan/8 jam selama 4 hari pertama dan dilanjutkan 15
mg/kg berat badan/8 jam selama 4 hari.
b. Klorokuin
Suatu turunan 4-amonokuinolin adalah obat skizon darah yang sangat
kuat, dan selama tidak ada resistensi, merupakan obat pilihan pertama pada
serangan malaria akut. Senyawa ini adsorpsi oleh usus dengan cepat dan
sempurna dan disimpan dalam hati, limpa, ginjal, paru-paru, leukosit, dan
eritrosit. Klorokuin dengan cepat mengakhiri demam dalam 24-48 jam.

Struktur kimia :

Mekanisme Kerja Obat


Klorokuin berikatan pada DNA dan RNA sehingga menghambat
polimerase DNA dan RNA, mempengaruhi metabolisme dan kerusakan
haemoglobin oleh parasit, menghambat efek prostaglandin, klorokuin
mempengaruhi keasaman cairan sel parasit dan menaikkan pH internal sehingga
menghambat pertumbuhan parasit, berpengaruh terhadap agregasi
feriprotoporpirin IX pada reseptor kloroquin sehingga merusak membran parasit
dan juga berpengaruh pada sintesis nulkeoprotein.

Sifat Obat
Klorokuin merupakan antimalaria berupa Serbuk kristal berwarna putih
atau kekuningan, tidak berbau, titik leleh antara 87-92C.Sangat sedikit larut
dalam air, larut dalam kloroform, dalam eter dan larutan asam. Simpan dalam
suhu kamar 25C.Biasanya efektif untuk mengobati malaria infeksi P.
Falciparum.

Pengaruh Lingkungan
Klorokuin fosfat akan mengalami perubahan warna secara lambat jika
terpapar matahari. Tablet klorokuin fosfat sebaiknya disimpan pada wadah
tertutup pada suhu 25C, masih bisa stabil pada suhu 15-30C. Injeksi kloroquin
hidroklorida sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 30C.

Cara Pembuatan
Tanaman sebagai sumber potensial obat antimalaria dimulai dengan
ditemukannya kinina, alkaloid yang berasal dari kulit batang Cinchona sp, yang
dilanjutkan dengan artemisinin dari tumbuhan Artemisia annua. Dari beberapa
tumbuhan yang telah berhasil diisolasi senyawa bioaktifnya terhadap Plasmodium
diketahui bahwa senyawa alkaloid masih merupakan golongan senyawa yang
potensial sebagai antimalaria salah satunya adalah klorokuin.

Efek Samping
Efek samping dari obat Klorokuin antara lain : gangguan saluran cerna,
sakit kepala, kejang, gangguan penglihatan, over dosis, sangat toksis.

Klorokuin tersedia sebagai tablet klorokuin fosfat 250 mg yang


mengandung 150 mg basa. Klorokuin dihidroklorida injeksi mengandung 40 mg
basa tiap ml. Dosis oral diberikan pada hari pertama dengan dosis 10 mg/kg berat
badan, diikuti 6 jam kemudian dengan dosis 5 mg/kg, serta pada hari kedua dan
ketiga dengan dosis 5 mg/kg. Pemberian secara intra vena dengan dosis 10 mg/kg
berat badan selama 8 jam, dilanjutkan 15 mg/kg selama 24 jam (pemberian
dalam 10 ml NaCl 0,9%/dekstrosa 5%).

c. Meflokuin
Strukturnya mirip kuinin. Sama seperti kuinin dan klorokuin merupakan
skizontisida darah yang kuat. Obat ini dikembangkan untuk penanganan malaria
tropika yang resisten terhadap klorokuin.
Struktur kimia meflokuin :

Mekanisme kerja obat


Diperkirakan sama dengan efek kerjanya dengan klorokuin yaitu berikatan
pada DNA dan RNA sehingga menghambat polimerase DNA dan RNA,
mempengaruhi metabolisme dan kerusakan haemoglobin oleh parasit,
menghambat efek prostaglandin.

Sifat obat
Senyawa ini dugunakan terhadap malaria yang telah resisten terhadap
klorokuin dan kuinin. Juga digunakan sebagai obat profilaksis karena efek
preventif baru tercapai setelah tercapai steady state dalam darah.

Pengaruh lingkungan
Meflokuin sebaiknya di simpan di dalam wadah tertutup baik, terlindung
dari sinar dan kelembaban.

Cara Pembuatan
Meflokuin dibuat dengan cara sintesis dari kinin menjadi senyawa 4-
kinolon yang berkhasiat schizontisid darah dari semua plasmodium.

Efek Samping
Efek samping dari obat Meflokuin antara lain : Mual, muntah, diare sakit
perut, pusing, gangguan keseimbangan.

2. Obat schizontisid hati, diantaranya proguanil dan primaquin. Khusus digunakan


sebagai profilaksis kasual, karena memusnahkan bentuk EE (merozoit dan
hipnozoit) dalam sel-sel parenchym hati. Obat ini menghindarkan penetrasi
kedalam eritrosit dengan demikian menghalangi serangan.
a. Proguanil
Derivat biguanida ini adalah antagonis-folat, berkhasiat mematikan bentuk
EE-Primer P. falciparum tapi tidak begitu aktif terhadap P. vivax. Juga tidak aktif
terhadap bentuk EE-Seuknder, sehingga tidak dapat menghindarkan serangan
delayed dari P. vivax. Sebagai schizontisida darah, efeknya jauh lebih lemah
daripada kloroquin dan kinin sehingga kurang efektif terhadap serangan malaria
akut.

Struktur Kimia Proguanil :

Mekanisme Kerja Obat :


Proguanil menghambat aktivitas enzim dihidrofolat-reduktase,sehingga
parasit tidak dapat mensintesa asam folat yang merupakan unsur mutlat bagi asam
nukleat (DNA/RNA), sehingga pembelahan intinya terhenti.

Sifat Obat
Memiliki sifat yang jauh lebih rendah di bandingkan klorokuin dan kinin,
sehingga sehingga urang efektif terhadap malaria akut. Berdasarkan sifat ini,
proguanil diguanakan sebagai profilaktikum kausal,terutama untuk daerah dimana
tidak terdapat resistensi.
Pengaruh lingkungan
Proguanil sebaiknya di simpan di dalam wadah tertutup baik, di tempat
yang kering terlindung dari sinar dan kelembaban.

Cara pembuatan
Proguanil merupakan obat malaria yang dibuat dengan cara sintesis
sebagai penggatin kinina.

Efek samping
Efek samping dari obat Proguanil antara lain :Depresi sistem
hematopoesis, dosis besardapat menyebabkan ruam kulit, insomnia.

b. Primakuin
Senyawa 8-aminokinon ini merupakan obat satu-satunya yang berkhasiat
mematikan bentuk EE-sekunder dari P. vivax dengan demikian dapat
menimbulkan penyembuhan radikal. Zat ini juga aktif terhadap bentuk EE-primer
terutama dari P. Falciparum, tapi kerjanya terlalu lambat sehingga tidak layak
untuk terapi, selain itu bekerja gametosid pada semua jenis plasmodium, sehingga
dapat mencegah penyebaran infeksi dari manusia ke nyamuk.

Struktur Kimia Primakuin :

Mekanisme Kerja Obat :


Bekerja gametosid pada semua jenis plasmodium,sehingga dapat mencegah
penyebaran infeksi dari manusia ke nyamuk.
Sifat Obat
Primakuin bekerja terlalu lambat sehingga kurang efektif untuk
terapi,selain itu primakuin kurang efektif terhadap bentuk darah.

Pengaruh Lingkungan
Primakuin harus disimpan dalam wadah yang tertutup baik, tahan terhadap
cahaya serta disimpan dalam suhu kurang dari 40C diutamakan antara suhu 15-
30C.

Cara Pembuatan
Sama halnya dengan proguanil, primakuin juga merupakan obat malaria
yang dibuat dengan cara sintesis sebagai penggatin kinina.

Efek Samping
Efek samping dari obat Primakuin antara lain: Mual, muntah, sakit perut,
anemia hemolitik.

3.3 ANTIAMUBA

Adalah obat-obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang


disebabkan oleh mikroorganisme bersel tunggal (protozoa) yaitu Entamoeba
histolytica yang dikenal dengan dysentri amuba(siswandono,2000). Bila
pengobatannya tidak tepat penyakit ini dapat menjalar ke organ-organ lain
khususnya hati dan menyebabkan amubiasis hati yang berciri radang hati
(hepatitis amuba). Sebagian tropozoid ada yang menjadi kista, akan keluar
bersama tinja penderita, dengan perantaraan lalat, tangan yang kotor atau
makanan dapat masuk lagi ke tubuh manusia yang lain.
a. Penggolongan Obat
Dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1. Obat amubiasid kontak, meliputi senyawa-senyawa metronidazol dan
tinidazol, antibiotika antara lain tetrasiklin dan golongan aminoglikosida.
2. Obat amubiasid jaringan, meliputi senyawa nitro-imidazol (metronidazol
tinidasol) yang berkhasiat terhadap bentuk histolitika di dinding usus dan
jaringan-jaringan lain. Obat golongan ini merupakan obat pilihan dalam
kasus amubiasis. Bila metronidazol dan tinidazol tidak efectif dapat
digunakan dihidroemetin.

Obat antiamuba dibagi atas beberapa kelompok yaitu :


1. Turunan 4-aminokuinolin
Contoh:klrokuin dan garam garamnya
a. Klorokuin
Sifat Obat
Klorokuin digunakan sebagai antimalaria juga digunakan sebagai antiamuba
berupa Serbuk Kristal berwarna putih atau kekuningan, tidak berbau, titik
leleh antara 87-92C.Sangat sedikit larut dalam air, larut dalam kloroform,
dalam eter dan larutan asam. Simpan dalam suhu kamar 25C.Biasanya efektif
untuk mengobati malaria infeksi P. Falciparum. Klorokuin digunakan untuk
amubiasis sistemik,terutama abses hati

Pengaruh Lingkungan
Klorokuin fosfat akan mengalami perubahan warna secara lambat jika
terpapar matahari. Tablet klorokuin fosfat sebaiknya disimpan pada wadah
tertutup pada suhu 25C, masih bias stabil pada suhu 15-30C. Injeksi
kloroquin hidroklorida sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 30C.

Cara penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik,terlindung dari sinar matahari dan kelembaban

Cara pembuatan
Tanaman sebagai sumber potensial obat antimalaria dimulai dengan
ditemukannya kinina, alkaloid yang berasal dari kulit batang Cinchona sp,
yang dilanjutkan dengan artemisinin dari tumbuhan Artemisia annua.Dari
beberapa tumbuhan yang telah berhasil diisolasi senyawa bioaktifnya terhadap
Plasmodium diketahui bahwasenyawa alkaloid masih merupakan golongan
senyawa yang potensial sebagai antimalaria salah satunya adalah klorokuin.

b. Antibiotika
Eritromisin
Sifat
Eritromisin yang bersifat bakteriostatik ini berikatan dengan ribosom
50s dan menghambat tRNA-peptida dari lokasi asam amino kelokasi
peptida. Antibiotik ini memiliki sifat lebih peka terhadap bakteri gram
positif. Serbuk atau hablur putih, putih atau agak kuning, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, rasa pahit, agak higroskopik

Pengaruh Lingkungan
Simpan pada suhu kamar (25 - 30oC) terlindung dari cahaya. Simpan di
tempat sejuk dan kering

Efek Samping
Mual, muntah, hilang nafsu makan, nyeri perut, hepatitis kolestatis, kulit
kemerahan.

Mekanisme Kerja
Menghambat sintesa protein sel mikroba dengan berikatan pada ribosom
50S yang mengganggut RNA.

Cara Pembuatan Antibiotika


Eritromisin dibentuk oleh prekusor pokok propionol-KoA dan metal
malonil KoA yang terkondensasi membentuk bagian aglikon(gula
deoksi).
Tetrasiklin

Sifat :
Tetrasiklin umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan bakteri yang
berspektrum luas.Tetrasiklin memperlihatkan spectrum anti bakteri luas yang
meliputi kuman gram-positif dan negatif, aerobic dan anaerobik. Antibiotik ini
memiliki mekanisme masuk kedalam sel bakteri yang diperantai oleh
transport protein.karena mempunyai sifat pembentuk khelat, diduga aktivitas
antibakterinya disebabkan kemampuan untuk menghilangkan ion-ion logam-
logam yang penting bagi kehidupan bakteri.

Pengaruh Lingkungan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.

Cara Pembuatan
Tetrasiklin sendiri dibuat secara semi sintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga
dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain. Kemudian ditemukan
Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus.

c. Alkaloida Ipeka
Contoh : emetin HCL dan dehidroemetin diHCL

Emetin HCL
d. Turunan nitroimidazol
Turunan nitroimidazol dibagi menjadi dua kelompok:
- Turunan 2-nitroimidazol,contoh :benznidazol dan misonidazol
- Turunan 5-nitroimidazol,contoh : metronidazol,nim,orazol,ornidazol

Metronidazol

e. Turunan 8-hidroksikuinolon

Contoh kiniofon,kliokuinol dan iodokuinol

Kliokuinol

3.4 ANTIFUNGI

Antifungi adalah obat-obatan yang berdaya menghentikan pertumbuhan


atau mematikan jamur yang menghinggapi manusia. Berdasarkan cara kerjanya,
antifungi dibagi menjadi 2 jenis yaitu yang bekerja membunuh jamur atau
disebut sebagai fungisida dan penghambat pertumbuhan jamur disebut
fungistatid.

PENGGOLONGAN OBAT ANTI FUNGI

Terbagi 3 yaitu :
1. Antibiotik (Griseofulvin, Nyastatin)
2. Asam asam organic ( Asam salisilat)
3. Derivat Imidazol ( Ketokonazol, mikonazol)

Griseofulvin
Griseofulvin dihasilkan oleh Penicilium griseofulvin dan pada
penggunaan oral berkhasiat fungistatis terhadap banyak dermatofit. Namun zat
ini tidak aktif terhadap Candida, Pityriasis versicolor, ragi dan bakteri.

Sturuktur Kimia

Mekanisme Kerja
Griseofulvin menunjukan efek antijamur dengan membatasi pertumbuhan
jamur, yaitu dengan menghambat mitosis jamur. Senyawa ini mengikat protein
mikrotubuli dalam sel, kemudian merusak struktur spindle mitotic dan
menghentikan metafasa pembelahan sel jamur.

Sifat
Griseofulvin berwarna putih atau putih cream , mempunyai rasa pahit dan
merupakan zat yang termostabil. Griseofulvin merupakan antibiotic yang
bersifat fungistatid.

Pengaruh Lingkungan
Griseofulvin harus disimpan dalam suhu kamar (di bawah 30O C dan di tempat
yang kering)
Cara Pembuatan
Diisolasi dari jalur tertentu Penicilium griseofulvum , efektif pada pemberian
secara oral , dan hanya bekerja pada jamur yang tumbuh aktif.

Efek Samping
Griseofulvin kadang-kadang menimbulkan efek samping antara lain : urtikaria,
sakit kepala, ketidaknyaman lambung, granulositopenia, dan leucopenia.

Nystatin

Nistatin berasal dari Streptomyces noursei ; namanya diambil dari New York
State Departement Health (1951) dan memiliki sturuktur kimia yang
menyerupai amfoterisin B.

Struktur Kimia

Mekanisme Kerja
Nystatin memiliki aktivitas antifungi (anti jamur), yaitu dengan mengikat sterol
(terutama ergosterol) dalam membran sel fungi. Nistatin tidak stabil melawan
organism (contohnya : bakteri) yang tidak mempunyai sterol pada membrane
selnya. Hasil dari ikatan ini membuat membrane tidak dapat berfungsi lagi
sebagai rintangan yang selektif (selective barrier) dan kalium serta komponen
sel yang lainnya akan hilang. Aksi utama nistatin adalah melawan Candida
(Monilia) sp.

Sifat
Nistatin bersifat higroskopis, serbuk berwarna kuning hingga coklat
bercahaya,dengan bau seperti sereal.
Pengaruh Lingkungan
Sediaan nistatin dapat menjadi rusak oleh panas , cahaya, kelembaban atau
udara. Nistatin suspense oral dan tablet harus disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Tablet oral dan suspense oral : simpan pada
suhu kamar yang terkontrol 15OC hingga 25OC. Paparan tablet terhadap suhu
lebih dari 40OC dan penyimpanan suspense oral pada suhu dingin harus
dihindari . Serbuk nistatin harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, kedap
cahaya dan disimpan pada suhu 2-8OC. Penyiapan suspense oral nistatin yang
tidak mengandung pengawet, harus segera digunakan sesudah pencampuran.
Sediaan melalui vagina : simpan dalam refrigerator : lindungi dari temperature
ekstrim , udara lembab dan cahaya.

Asam Salisilat
Asam organis ini berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada
konsentrasi 3-6% dalam salep. Di samping itu, zat ini berkhasiat bakteriostatis
lemah dan berdaya keratolis, yaitu dapat melarutkan lapisan tanduk kulit pada
konsetrasi 5-10%.

Stuktur Kimia

Mekanisme kerja
Menghambat sintesis Prostaglan dengan menghambat kerja enzim
siklooksigenase pada pusat termoregulator dihipothalamus dan perifer. Salisilat
sudah digunakan lebih dari 100 tahun.

Sifat
Keratolitik (melarutkan lapisan tanduk kulit), konsentrasinya 5-10% . Bersifat
bakteriostatik dan fungisid.

Pengaruh Lingkungan
Disimpan dalam wadah tertutup baik

Ketokonazol
Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per
oral (1981). Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi
patogen ( ragi, dermatofit, termasuk Pityrosporum ovale)

Struktur Kimia

Mekanisme Kerja
Ketokonazol berkerja dengan menghambat enzim cytochrom P.450 jamur dengan
mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran
sel jamur

Sifat
Ketokonazol bersifat lipofilik yang mengarah pada akumulasi dalam jaringan
lemak. Yang kurang beracun dan lebih efektif triazole senyawa flukonazol dan
itrakonazole ketokonazole sebagian besar telah digantikan untuk penggunaan
internal. Ketokonazol terbaik sangat diserap di asam tingkat, sehingga antacid atau
penyebab lain menurunnya kadar asam lambung akan menurunkan penyerapan
obat ketika diambil secara lisan.

Pengaruh Lingkungan
Simpan pada temperature 15 300C dan di hindarkan dari kelembaban.
Cara Pembuatan
Ketokonazol adalah suatu derivate imidazol dioxolan sintesis memiliki akitivitas
antimikotik yang paten terhadap dermatoksifit

Efek samping: Gangguan alat cerna (mual, muntah, diare) nyeri kepala, pusing-
pusing, gatal-gatal dan exanthema.

Cara Pembuatan
Dibuat dengan cara esterifikasi

Efek samping : Iritasi kulit dan kulit kering

Mikonazol

Mikonazol nitrat , sintesis turunan dari 1-phenethyl-imidazole. Adalah


antijamur spectrum luas dan bacreicidal agen. Ini menggabungkan aktivitas
antijamur terhadap Common dermathophytes, ragi dan jamur dengan berbagai
aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri gram positif dan cocci Miconazole
telah terbukti efektif dalam mycoises sekunder infeksi yang kambuh atau resisten
dengan pengobatan lainnya. Tidak ada perlawanan terhadap Mikonazole.

Struktur kimia

Mekanisme Kerja
Mikanozol berkerja dengan menghambat enzim cytochrom P.450 jamur dengan
mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran
sel jamur
Sifat
Bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah kuman Gram positif, kecuali basil
basil Dodrelen yang terdapat dalam vagina. Larut dalam air,bersifat amfoter artinya
dapat berfungsi baik sebagai asam dan basis.

Pengaruh Lingkungan
Simpan pada suhu kamar dibawah 30OC

Cara Pembuatan
Mikonazol adalah suatu derivate imidazol dioxolan sintesis memiliki akitifitas
antimikotik yang paten terhadap dermatoksifit

Efek samping : Berupa iritasi,reaksi alergi dan rasa terbakar di kulit.

4. Penggolongan Obat Imunosupresan


A. Pengertian Imunosupresan
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan
respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun
dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat
sitotokis dan digunakan sebagai antikanker. Immunosupresan merupakan zat-zat
yang justru menekan aktivitas sistem imun dengan jalan interaksi di berbagai titik
dari sistem tersebut.
Titik kerjanya dalam proses-imun dapat berupa penghambatan transkripsi
dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun diperlemah.
Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang
dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa
diinaktifkan atau dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ,
penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.

B. Mekanisme Kerja dan Pilahan Obat Imunosupresan


Kerja obat imunosupresan berdasarkan penghambatan/supresi reaksi umum
secara dini. Pada gambar 48-3 menunjukkan tempat kerja obat imunosupresan
dalam mengatasi Selain dengan obat, imunosupresi dapat juga diperoleh dengan
memanipulasi jumlah Ag dan Ab dalam tubuh. Penggunaan imunosupresan
bertujuan untuk mendapatkan toleransi spesifik (terarah), yaitu toleransi terhadap
suatu antigen tertentu saja. Alasan dikehendakinya suatu toleransi spesifik, dan
bukan umum, ialah karena toleransi umum dapat membahayakan individunya;
khusunya memudahkan timbulnya penyakit infeksi berat. Tetapi sayangnya
toleransi spesifik seringkali sulit dicapai. Perlu dimengerti bahwa bila Ag masih
terdapat dalam tubuh, reaksi imunologik akan muncul kembali dengan penghentian
pemberian imunosupresan. Efek imunosupresi dapat dicapai dengan salah satu cara
berikut: (1) Menghambat proses fagositosis dan pengolahan Ag menjadi Ag
imunogenik oleh makrofag; (2) Menghambat pengenalan Ag oleh sel limfoid
imunokompeten; (3) Merusak sel limfoid imunokompeten; (4) Menekan
diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, sehingga tidak terbentuk sel plasma
penghasil Ab, atau sel T yang tersensitisasi untuk respons imun selular; dan (5)
Menghentikan produksi Ab oleh sel plasma, serta melenyapkan sel T yang
tersensitisasi yang telah terbentuk. Beberapa imunosupresan mempengaruhi
berbagai reaksi respons imun, umpamanya reaksi inflamasi.
Secara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu
pemberiannya. Untuk itu respons imun dibagi dalam dua fase. Fase pertama
adalah fase induksi, yang meliputi: (1) Fase pengolahan Ag oleh makrofag, dan
pengenalan Ag oleh limfosit imunokompeten; (2) Fase proliferasi dan diferensiasi
sel B dan sel T, masing-masing untuk respons imun humoral dan selular. Fase
kedua: fase produksi, yaitu fase sintesis aktif Ab dan limfokin.
Berdasarkan fase-fase tersebut di atas, imunosupresan dibagi dalam tiga
kelas. Imunosupresan kelas I harus diberikan sebelum fase induksi, yaitu sebelum
terjadi perangsangan oleh Ag. Jadi kerjanya adalah merusak limfosit
imunokompeten (limfolitik). Contohnya: alkilator radiomimetic dan kortikosteroid
(sinar X juga bekerja pada fase ini). Jika diberikan setelah terjadi perangsangan
oleh Ag, biasanya tidak diperoleh efek imunosupresif sehingga respons imun dapat
berlanjut terus.
Imunosupresan kelas II adalah yang harus diberikan dalam fase induksi;
biasanya satu atau dua hari setelah perangsangan oleh Ag berlangsung. Obat
golongan ini bekerja menghambat proses diferensiasi dan proliferasi sel
imunokompeten, misalnya antimetabolit. Jika diberikan sebelum adanya
perangsangan oleh Ag, umumnya tidak memperlihatkan efek imunosupresif;
malahan sebaliknya, beberapa obat tersebut justru dapat meningkatkan respons
imun, umpamanya azatioprin dan metotreksat. Bagaimana mekanisme terjadinya
hal yang disebut belakangan belum diketahui dengan pasti.
Imunosupresan kelas III memiliki sifat imunosupresan kelas I maupun
kelas II. Jadi golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi bila diberikan
sebelum maupun sesudah adanya perangsangan oleh Ag.

Pilahan imunosupresan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.


Kelas I Kelas II Kelas III
Busulfan Klorambusil Siklofosfamid
L-Melfalan Metotreksat Prokarbazin
D-Melfalan Azatioprin
Glukokortikoid: 6-Merkaptopurin (6-
D. Prednison MP)
E. Prednisolon Sitarabin (ARA-C)
F. Glukokortikoid 5-Bromo-
lainnya deoksiuridin (5-
Mitomisin C BUdR)
Kolkisin 5-Fluoro-
Fitohemaglutinin deoksiuridin (5-
Sinar-X FUdR)
5-Fluorourasil (5-
FU)
Vinblastin (VBL)
Vinkristin (VCR)
Siklosporin*

*paling efektif bila diberikan bersamaan dengan antigen

Dari obat yang tertera dalam tabel tersebut hanya beberapa saja yang telah
lazim digunakan sebagai imunosupresan, yaitu: (1) alkilator: siklofosfamid dan
klorambusil; (2) antimetabolit: aztioprin dan 6-merkaptopurin (analog purin),
metotreksat (analog folat); (3) kortikosteroid: prednisolon, prednison; dan (4)
siklosporin.
Obat yang digunakan sebagai imunosupresan sebagian besar termasuk dalam
golongan obat kelas II, contohnya azatioprin, 6-merkaptopurin, klorambusil dan
metotreksat. Efek utama obat kelompok ini ialah menghancurkan sel yang sedang
berproliferasi, maka tahap proliferasi dan diferensiasi umumnya merupakan fase
yang lebih sensitif daripada tahap lainnya. Obat-obat ini paling efektif diberikan
beberapa hari setelah berlangsungnya stimulasi Ag yaitu pada periode dengan
sensitivitas maksimal.
Imunosupresan kelas III yang telah banyak digunakan sampai kini hanyalah
sikolofosfamid. Efek imunosupresif dapat diperoleh bila diberikan sebelum
maupun sesudah berlangsungnya stimulasi Ag, tetapi efek ini terkuat pada
pemberian beberapa hari setelah stimulasi Ag berlangsung.
Golongan imunosupresan kelas I yang telah digunakan sampai kini hanyalah
glukokortikoid, khususnya prednisolon dan prednison.

C. Obat Imunosupresan
1. Azatioprin
Azatioprin sudah digunakan selama 20 tahun untuk menekan penolakan
cangkok organ ginjal dan sudah merupakan prosedur yang diterima. Juga digunakan
untuk pengobatan artritis reumatoid berat yang refrakter.
Toksisitas terhadap darah seperti leukopenia dan trombositopenia harus dimonitor
dengan baik sebagai petunjuk penentuan dosis azatioprin.
Mekanisme kerja.
Azotioprin adalah antimetabolit golongan purin yang merupakan prekursor 6-
merkaptopurin. Azotioprin dalam tubuh diubah menjadi 6-merkaptopurin(6-MP)
yang merupakan metabolit aktif dan bekerjaMenghambat sintesis de novo purin.
Interaksi
Penggunaan bersama allopurinol menyebabkan hambatan Xantin oksidase yang
juga merupakan enzim penting dalam metabolisme 6-merkaptopurin,sehingga
kombinasiIni meningkatkan toksisitas azotioprin dan merkaptopurin.
Penggunaan klinis
Azotioprin digunakan antara lain untuk mencegahPenolakan transplantasi,lupus
nefritis.GNA, AR,Penyakit Crohn,dan sklerosis multipel.Obat ini kadang2
digunakan untuk ITP dan AIHA yangRefrakter terhadap steroid.Untuk profilaksis
digunakan dosis 3-10 mg/KgBB per hari1 atau 2 hari sebelum transplantasi.Dosis
pemeliharaan 1-3 mg/KgBB per hari.Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 50 mg
dan iv100mg/vial
Efek Samping
Menghambat proliferasi sel-sel yang cepat tumbuh sepertiMukosa usus,dan
sumsum tulang dengan akibatleukopeni dan trombositopeni.Ruam kulit,mual.mutah
dan diare.Dapat terjadi peningkatan enzim transaminase,kolestasis. Efek samping
lain dapat terjadi peningkatan risikoInfeksi dan efek mutagenisitas dan
karsinogenisitas.

2. Metotreksat (MTX)
Digunakan sebagai obat tunggal atau kombinasi dengan siklosporin dalam
mencegah penolakan cangkok sumsum tulang. MTX juga berguna untuk penyakit
autoimun dan peradangan tertentu. Saat ini disetujui untuk digunakan dalam
pengobatan artritis reumatoid yang aktif dan berat pada orang dewasa dan pada
psoriasis yang sudah refrakter terhadap obat lain.
o Nama : 4-amino-4-deoxy10-methylpteoryl-L-glutamic acid.
o Struktur kimia : C20H22N8O5
o Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna kuning atau oranye, higroskopis. Praktis
tidak larut dalam air, alkohol, diklorometan, terurai dalam larutan asam mineral,
basa hidroksida dan karbonat.
o Golongan/Kelas Terapi
Antineoplastik, Imunosupresan dan obat utnuk terapi.
o Nama dagang
Emthexate-Combiphar/Pharmachemie,Methotrexat-Ebewe,
Methotrexate Kalbe.
o Indikasi :
Pengobatan untuk neoplasma trofoblatik, leukemia, psoriasis, reumatoid artritis,
termasuk terapi poliartikular juvenile reumatoid artritis (JDR); karsinoma payudara,
karsinoma leher dan karsinoma kepala,karsinoma paru, osteosarkoma, sarcoma
jaringan lunak, karsinoma saluran gastrointestinal, karsinoma esofagus, karsinoma
testes, karsinoma limfoma.
o Dosis, cara pemberian dan lama pemberian :
Dosis 100 500 mg/m membutuhkan leucovorin rescue, > 500 mg/m harus
menggunakan leucovorin rescue baik secara iv, im, maupun oral. Leucovorin 10
mg/m setiap 6 jam untuk 6-8 dosis dimulai 24 jam setelah pemberian metotreksat.
Pemberian leucovorin dilanjutkan sampai kadar metotreksat dalam darah sebesar <
0.1 micromolar. Jika kadar metotreksat setelah 48 jam > 1 mikromolar atau setelah
72 jam > 0.2 micromolar,berikan leucovorin 100 mg/m setiap 6 jam sampai kadar
metotreksat sebesar < 0.1 micromolar.

o Farmakologi :
Onset kerja : Antirematik: 3-6 minggu; tambahan perbaikan bisa dilanjutkan lebih
lama dari 12 minggu.
Absorpsi : Oral: cepat : diserap baik pada dosis rendah (<30 mg/m2); tidak lengkap
setelah dosis tinggi ; I.M.: Lengkap
Distribusi : Penetrasi lambat sampai cairan fase 3 (misal pleural efusi, ascites), eksis
lambat dari kompartemen ini (lebih lambat dari plasma), melewati plasenta, jumlah
sedikit masuk kelenjar susu, konsentrasi berangsur-angsur dikeluarkan di ginjal dan
hati.
Ikatan protein: 50%
Metabolisme: <10%: Degradasi dengan flora intestinal pada DAMPA dengan
karboksipeptida, oksidasi aldehid konversi metotreksat menjadi 7-OH metotreksat
di hati; poliglutamat diproduksi secara mempunyai kekuatan samadengan
metotreksat, produksinya tergantung dosis, durasi dan lambat dieliminasi oleh sel.
T eliminasi: Dosis rendah: 3-10 jam; I.M.: 30-60 menit.
Ekskresi : Urin (44%-100%); feses (jumlah kecil)
Stabilitas penyimpanan :
Tablet dan vial disimpan pada suhu kamar (15-25C), hindari cahaya matahari
langsung.
o Kontra Indikasi :
Hipersensitifitas dari metotreksat dan komponan lain dari sediaan; kerusakan hebat
ginjal dan hati,pasien yang mengalami supresi sum-sum tulang dengan psoriasis
atau reumatoid artritits, penyakit alkoholik hati, AIDS, darah diskariasis,
kehamilan, menyusui.
o Efek samping :
Efek samping beragam sesuai rute pemberian dan dosis.
1. Hematologi dan/atau toksisitas gastrointestinal : sering terjadi pada penggunaan
umum dari dosis umum metotreksat; reaksi ini lebih sedikit terjadi ketika digunakan
pada dosis topikal untuk reumatoid artritis.
2. SSP : (dengan pemberian intratekal atau terapi dosis tinggi): Arachnoides:
Manifestasi reaksi akut sebagai sakit kepala hebat, rigidity nuchal, muntah dan
demam, dapat alleviated dengan pengurangan dosis.
3. Subakut toksisitas: 10% pasien diobat dengan 12-15 mg/m2 dari intratekal
metotreksat bisa membuat ini dalam minggu kedua atau ketiga dari terapi; konsis
dari paralisis motor dari ekstremites,palsy nerve kranial, seizure, atau koma.Hal ini
juga terlihat pada pediatrik yang menerima dosis tinggi IV metotreksat.
4. Demyelinating enselopati: telihat dalam bulan atau tahun setelah menerima
metotreksat; biasanya diasosiasikan dengan iradiasi kranial atau kemoterapi
sistemik yang lain.
5. Dermatologi: Kulit menjadi kemerahan.Endokrin dan metabolik:
Hipoerurikemia,detektif oogenesis, atau spermatogenesis.
6. GI: Ulserativ stomatitis, glossitis, gingivitis, mual, muntah, diare, anoreksia,
perforasi intestinal, mukositis (tergantung dosis; terlihat pada 3-7 hari setelah terapi,
terhenti setelah 2 minggu).
7. Hematologi: Leukopenia, trombositopenia.Ginjal: Gagal ginjal,
azotemia,nefropati.Pernafasan: Faringitis. 1%-10%.
8. Kardiovaskular: Vaskulitis.SSP, pusing, malaise, enselopati, seizure, demam, chills.
9. Myelosupresif : Terutama faktor batas-dosis (bersama dengan mukositis) dari
metotreksat, terjadi sekitar 5-7 hari setelah terapi, dan harus dihentikan selama 2
minggu.
10. WBC : Ringan, Platelet: Sedang, Onset: 7 hari, Nadir: 10 hari, Recovery: 21 hari.
11. Hepatik : Sirosis dan fibrosis portal pernah diasosiasikan dengan terapi kronik
metotreksat, evaliasi akut dari enzym liver adalah biasa terjadi setelah dosis tinggi
dan biasanya resolved dalam 1 hari.Neuromuskular dan skeletal: Arthalgia. Okular:
Pandangan.
12. Renal : Disfungsi ginjal. Manifestasi karena abrupt rise pada serum kreatinin dan
BUN dan penurunan output urin, biasa terjadi pada dosis tinggi dan berhubungan
dengan presipitasi dari obat.
13. Respirator (Penumositis) : Berhubungan dengan demam, batuk, dan interstitial
pulmonari infitrates; pengobatan dengan metotreksat selama reaksi akut; interstitial
pneumisitis pernah dilaporkan terjadi dengan insiden dari 1% pasien dengan RA
(dosis 7.5-15 mg/minggu) <1% (terbatas sampai penting untuk penyelamatan
hidup): Neurologi akut sindrom (pada dosis tinggi- simptom termasuk kebingungan,
hemiparesis, kebutaan transisi,dan koma); anafilaksis alveolitis; disfungsi kognitif
(pernah dilaporkan pada dosis rendah),penurunan resistensi infeksi,eritema
multiforma, kegagalan hepatik, leukoenselopati (terutama mengikuti irasiasi spinal
atau pengulangan terapi dosis tinggi),disorder limpoproliferatif, osteonekrosis dan
nekrosis jaringan lunak (dengan radioterapi), perikarditis, erosions plaque
(Psoriasis), seizure (lebih sering pada pasien dengan ALL),sindrom Stevens
Johnson, tromboembolisme.

o Interaksi :
1. Dengan Obat lain
Efek meningkatkan/toksisitas: Pengobatan bersama dengan NSAID telah
menghasilkan supresi sum-sum tulang berat, anemia aplastik dan toksisitas pada
saluran gastrointestinal. NSAID tidak boleh digunakan selama menggunakan
metotreksat dosis sedang atau tinggi karena dapat meningkatkan level metotreksat
dalam darah (dapat menaikkan toksisitas):
NSAID digunakan selama pengobatan dari reumatoid artritis tidak pernah amati,
tapi kelanjutan dari regimen terdahulu pernah diikuti pada beberapa keadaan,
dengan peringatan monitoring. Salisilat bisa meningkatkan level metotreksat,
bagaimanapun penggunaan salisilat untuk profilaksis dari kejadian kardiovaskular
tidak mendapat perhatian.
2. Dengan Makanan
Level metotreksat bisa menurun jika bersama dengan makanan. Makanan
dengan banyak susu dapat menurunkan absorpsi metotreksat. Folat dapat
menurunkan respons obat. Hindari echinacea (mempunyai sifat sebagai
imunostimulan).

o Pengaruh :
Kehamilan
Faktor resiko X
Ibu menyusui
Metotreksat didistribusikan ke dalam air susu, dikontraindikasikan untuk ibu
menyusui.
Bentuk Sediaan : Tablet 2.5 ml, Vial 5 mg/2ml, Vial 50 mg/2 ml, Ampul 5
mg/ml, Vial 50mg/5ml.

3. Siklofosfamid
Secara umum siklofosfamid mengurangi respon imun humoral dan
meningkatkan respon imun selular. Selain pada bedah cangkok, obat ini juga digunakan
pada artritis reumatoid, sindrom nefrotik dan granulomatosis Wegener.

4. Kortikosteroid
Yang digunakan sebagai imunosupresan adalah golongan glukokortikoid yaitu
prednison dan prednisolon. Kortikosteroid (glukokortikoid) digunakan sebagai
obatTunggal atau dalam kombinasi dengan imunosupresanLain untuk mencegah reaksi
penolakan transplantasi danUntuk mengatasi penyakit aoutoimun.
a. Mekanisme Kerja
Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah limfosit secaraCepat, terutama bila
diberikan dalam dosis besar.Studi terbaru menunjukkan bahwa kortikosteroid
menghambatProliferasi sel limfosit T,imunitas seluler.
b. Penggunaan Klinik
Kortikosteroid biasanya digunakan bersama imunosupresanLain dalam mencegah
penolakan transplantasi.Untuk ini diperlukan dosis besar untuk beberapa
hari.Kortikosteroid juga digunakan untuk mengurangi reaksi Alergi yang bisa
timbul pada pemberian antibodi monoklonal Atau antibodi antilimfosit.juga
digunakan untuk berbagai Penyakit autoimun
c. Toksisitas
Penggunaan steroid dalam jangka panjang seringMenimbulkan berbagai efek
samping,seperti meningkatnyaRisiko infeksi.

5. Siklosporin (Cyclosporin A)
Berasal dari jamur Tolypocladium inflatum gams. Siklosporin punya efek
imunosupresan karena mempunyai kemampuan yang selektif dalam menghambat sel T.
Siklosporin digunakan terutama dalam kombinasi denga prednison untuk
mempertahankan ginjal, hati dan cangkok jantung pada transplantasi.
Siklospurin (sandimun).Sediaan iv terdapat dalam bentuk larutan
dalamEthanol-polyxyethylated castor oil dengan kadar 50 mg/ml.Dan sediaan oral
berupa kapsul lunak 25-100 mg dan larutan100 mg/mlPemberian peroral kadar puncak
tercapai setelah 1,3-4 jam. Adanya makanan berlemak sangat mengurangi
absorbsiSiklospurin kapsul lunak.Waktu paruh kurang lebih 6 jam.Ekskresi terutama
melalui empedu dan feces,hanya 6%Yang melalui urin

6. Rho (D) imunoglobulin


Antibodi ini merupakan bentuk spesifik dalam pengobatan imunologi untuk
ibu dengan Rho (D) negatif yang terpapar darah Rho (D) positif pada perdarahan
karena abortus, amniosintesis, trauma abdomen atau kelahiran biasa dari janin.

7. Tacrolimus (prograf)
Senyawa makrolida ini diekstraksi dari jamur streptomyces tsukubaensis
(1993). Khasiat dan mekanisme immunosupressivenya sama dengan sikolosporin,
tetapi ca lebih kuat 50x dalam hal pencegahan sintesa IL-2 yang mutlak perlu untuk
proliferasi sel T. Juga bersifat sangat lipofil dan sama efektifnya dengan siklosporin
pada transplantasi hati, jantung, paru-paru, dan ginjal. Terutama digunakan bersama
kortikosteroida. Lebih sering menimbulkan efek samping berupa toksisitas bagi ginjal
dan saraf. Dosis : infuse i.v. 0,05-0,1 mg /kg/hari, 6 jam setelah transplantasi selama 2-
3 hari, lalu dilanjutkan oral 0,15-0,3 mg/kg/hari dalam 2 dosis.

8. Mycofenolat-mofetil (CellCept)
Obat terbaru ini (1996) adalah prodrug dengan khasiat menekan perbenyakan
dari khusus limfosit melalui inhibisi enzim dehidrogenasi yang diperlukan untuk sintese
purin (DNA/RNA). Ternyata sangat efektif untuk melawan penolakan akut setelah
transplantasi ginjal. Dibandingkan dengan obat-obat lainya , yaitu azatioprin dan
siklosporin ( dan prednisone), persentase penolakan dikurangi sampai 50%. Lagi pula
efek sampingnya lebih sedikit. Mungkin berdaya pula untuk menghambat penolakan
menahun (jangka panjang) yang smpai kini merupakan maslah besar.
Resorpsinya dari usus baik, dengan BA 90%. Dalam hati segera diubah
menjadi asam mycofenolat aktif . Ekskresinya berlangsung melaluiurin sebagai
glukuronidanya (inaktif), sesudah mengalami resirkulasi enterohepatis. Plasma t1/2
mycofenolat adalah ca 16 jam. Dosis : dalam waktu 72 jam setelah transplantasi 2 dd
1ga.c dengan minyak air.

9. Talidomida (synovir)
Derivat-piperidin ini (1957) adalah obat tidur dengan efek teratogen sangat
kuat (peristiwa softenon, 1962, lihat edisi empat), yang berdasarkan khasiat anti-
angiogenesisnya. Juga berdaya imunosupresif (anti-TNF). Dan antiradang. Setelah
dilarang peredaranya selama lebih dari 25 tahun, sejak awal tahun 1990-an talidomida
mulai digunakan lagi antara lain untuk menekan reaksi lepra dan meringankan gejala
AIDS seperti (aphtae) dimulut , kerongkongan, dan kemaluan, serta diare dan
kehilangan bobot serius. Di AS penggunaanya pada lepra disahkan kembali sejak akhir
tahun 1997 dengan syarat- syarat ketat. Dewasa ini efektivitasnya sedang diselidiki
secara klinis untuk berbagai penyakit auto-imun.

10. Sulfalazin (sulcolon)


Sulfalazin adalah persenyawaan sulfapiridin dengan 5- ASA yang bersifat
antiradang dengan jalan blokade siklo-oksigenase serta lipoksigenase dan dengan
demikian mencegah sintesis prostaglandin dan leukotrien . Sulfalazin mempengaruhi
fungsi limfosit, mungkin lewat cytokine, juga berdaya antioksidans ( Menangkap
radikal bebas O2). Zat ini digunakan khusus pada penyakit usus beradang kronis
(crohn, colitis) dan pada rema.

D. Contoh Penyakit
Salah satu penyakit yang dapat diobati dengan imunosupresan adalah Penyakit
Lupus.
a. Pengertian
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun,
artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ
tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit.
Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke
dalam tubuh.
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan
organ tubuh yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan. Kelainan ini
dikenal dengan autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa membuat kulit
seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada kasus lain ketika
sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan
kelumpuhan (lupus SLE).
SLE (Sistemics lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai
macam autoimun dalam tubuh.Pada penderita lupus, sistem imunitasnya tidak
mampu membedakan antara substansi asing dan sel-sel dan jaringan tubuh.
Antibodi yang dihasilkan justru melawan sel-sel yang seharusnya dibutuhkan oleh
tubuh.

b. Etiologi
Sehingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi
tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus,
sinaran ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.Penyakit Sistemik
Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini
menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar,
walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan
hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit
keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan
lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).

c. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1) Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus
yang menyerang kulit.
2) Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam
tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf.
Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3) Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu.
Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat
dihentikan.Pengaruh kehamilan terhadap SLE, Eksaserbasi terjadi karena
hormone estrogen meningkat selama kehamilan.
d. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini
ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana
terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan
lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam
penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel
T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya
serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

e. Manifestasi Klinis
Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan
purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah
atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk
penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

f. Pemeriksaan lupus :
Untuk menguji apakah seseorang menderita lupus, maka dilakukan sebuah
pengujian dengan menggunakan tes darah bernama Anti Nuclear Antibody (ANA).
Tes ini akan mengidentifikasi autoantibodi (antibodi perusak) yang memakan sel-
sel berguna di dalam tubuh. Hasil positip tes ini belum bisa dikatakan seseorang
menderita lupus. Dibutuhkan data-data lain seperti gejala-gejala, catatan fisik
pasien, dan tes lengkap laboratorium hingga dipastikan si pasien apakah menderita
lupus.

g. Gejala-gejala awal lupus :


Rasa ngilu yang luar biasa di bagian persendian
Penderita mengalami kelelahan yang ekstrim.
Muncul semacam bekas luka di sekujur tubuh.
Pipi dan hidung penderita tampak menyerupai kupu-kupu (butterfly effects).
Mengalami anemia yang amat parah.
Saat bernapas, penderita mengalami tekanan yang berati.
Timbul permasalahan di sekitar hidung dan mulut.
Sensitif terhadap cahaya, sinar matahari maupun kilatan foto.

h. Perawatan bagi penderita lupus :


Salah satu perawatan yang dilakukan untuk penderita lupus adalah pengobatan
medis. Ada beberapa jenis obat yang bisa mengurangi gejala lupus, akan tetapi,
penggunaannya akan menimbulkan efek samping. Gejala dan efek samping yang
dialami oleh masing-masing pasien sangan variatif dan tak bisa diprediksi. Jadi
dibutuhkan pendampingan oleh petugas kesehatan dalam kasus ini.

i. Obat-obatan yang diberikan bagi penderita lupus:


Steroid
Immunosuppressant
Antimalarial (Plaquenil/Hydroxychloroquine)
Non-Steroidal anti-inflammatories
j. Lupus bisa dicegah dengan:
Mengurangi kontak dengan sinar matahari
Menerapkan hidup sehat dan menghindarkan diri dari stres
Tidak merokok
Berolahraga secara teratur
Melakukan diet nutrisi

5. Penggolongan dan Penamaan Obat Hematologi

A. Pengertian
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang marfologi darah dan jaringan
pembentuk darah. Salah satu contoh penyakit yang berhubungan dengan kekurangan darah
adalah Anemia. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah
merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit hingga di bawah normal (Smeltzer, 2002 :
935).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh
dan perubahan patofisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesa yang
seksama, pemeriksaan fisik, dan informasi laboratorium. Penyebab tersering dari anemia
adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain: besi,
vitamin B12 dan asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti
perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan lain-lain. Batas bawah
dari nilai normal untuk wanita dan laki laki dewasa berbeda yaitu:
1. Untuk laki laki dewasa: 13,0 gr/dl.
2. Untuk wanita dewasa: 11,5 gr/dl.
Sel darah merah (eritrosit) dibuat dalam sumsum tulangtulang pipih dan
pembentukan eritrosit ini memerlukan zat besi (FerumFe) untuk pembentukan warna sel
darah merah (hemopoese), sedang asam folat dan vitamin B12 untuk pembentukan sel darah
merah (eritropoese).
B. Farmakokinetik Fe di dalam Tubuh
Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum; makin ke
distal absorbsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah di absorbsi dalam bentuk fero.
Transportnya melalui sel mukosa usus secara aktif. Ion fero yang sudah di absorbsi akan
diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion fero akan masuk ke dalam
plasma dengan perantara transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel
mukosa usus. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap
akan segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Absorbsi dapat
ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCl, sucsinat dan senyawa asam
lainnya. Absorbsi ini meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan
meningkatnya eritropoesis.
Setelah di absorbsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderifilin), sel beta
1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke
sumsum tulang dan depot Fe. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut
Fe, yaitu untuk keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Jika tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai cadangan dalam
bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel retikuloendotelial (di
hati, limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum
tulang dalam proses eritropoesis: 10%, diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat
dapat di kerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah
kosong. Bila Fe diberikan melalui IV, akan sangat cepat diikat oleh apoferitin (protein yang
membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati sedangkan setelah pemberian
peroral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Penimbunan Fe dalam jumlah
abnormal tinggi dapat terjadi akibat transfuse darah.
Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg/hari.
Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang berkelupas,
selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang di potong. Pada
wanita usia subur siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid
diperkirakan sebanyak 0,5-1mg/hari.

C. Farmakokinetik Vitamin B12 di dalam Tubuh


Sianokobalamin diabsorbsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan (subkutan)
SK. Hidroksokobalamin dalam koenzim B12 lebih lambat di absorbs karena ikatannya yang
lebih kuat dengan protein.
Absorbsi dengan perantara FIC, sangat penting dan sebagian besar pasien anemia
megaloblastik disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. FIC hanya mampu mengikat
sejumlah 1,5-3 mcg vitamin B12. Vitamin ini masuk ke ileum dan di sini melekat pada
reseptor khusus di sel mukosa ileum untuk diabsorbsi. Intrinsic konsentrat (eksegen) yang
diberikan bersama vitamin B12 hanya berguna untuk penderita yang kurang mensekresi FIC
dan penderita menolak untuk disuntik. Absorbsi secara langsung, tidak begitu penting
karena baru terjadi bila kadar vitamin B12 yang tinggi, dan berlangsung secara difusi.
Setelah diabsorbsi hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan protein
plasma. Sebagian besar terikat pada beta globulin (transkobalamin II), sisanya terikat pada
alfaglikoprotein (transkobalamin I) dan interalfa glikoprotein (transkobalamin III).

D. Jenis Jenis Obat


a. Koagulansia
Koagulansia merupakan zat atau obat untuk menghentikan pendarahan. Golongan obat
koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Obat ini berguna untuk
menekan atau menghentikan perdarahan. Yaitu dengan mempercepat perubahan protombin
menjadi thrombin dan secara langsung mengumpalkan fibrinogen. Misalnya: Anaroxil,
Adona AC, Coagulen, Transamin, vitamin K.

b. Antikoagulan
Antikoagulan dapat digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah.
Atas dasar ini antikongulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus
dan emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah di luar tubuh pada pemeriksaan
laboratorium atau tranfusi.
E. Sediaan Kongulansi
a. Sediaan Oral
Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas ferosus (FeSO4.7 H2O) 300
mg yang mengandung 20% Fe. Untuk anemia berat biasanya diberikan 3 x 300 mg Sulfas
Ferosus sehari selama 6 bulan. Dalam hal ini mula-mula absorpsi berjumlah 45 mg/hari,
dan setelah depot Fe terpenuhi, dosis diturunkan menjadi 510 mg/hari. Berbeda dengan
Fero Sulfat, Fero Fumarat tidak mudah mengalami oksidasi pada udara lembap; dosis
efektifnya 600800 mg/hari adalah dosis terbagi.

b. Sediaan Parenteral
Iron-dekstran (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap ml-nya (larutan 5%) untuk
penggunaan intra muskular (IM) atau intra vena (IV). Total yang diperlukan dihitung
berdasarkan tingkat kekurangan Hbnya, yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan
Hb. Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh
melebihi 25 mg, dan dengan peningkatan bertahap untuk 23 hari sampai mencapai dosis
100 mg/hari. Obat harus diberikan perlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 2050
mg/menit.

c. Sediaan Antikongulansia
Vitamin B12 diindikasikan untuk penderita defisiensi vitamin B12 misalnya anemia
pernisiosa. Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan larutan
untuk suntik. Penggunaan sediaan oral pada pengobatan anemia pernisiosa kurang
bermanfaat dan biasanya terapi oral lebih mahal dari pada terapi pariteral. Tetapi sediaan
oral dapat bermanfaat sebagai supplement diet, namun kecil manfaatnya untuk penderita
yang kekurangan faktor intrinsik atau penderita dengan penyakit pada ileum, karena
absorbsi secara difusi tidak dapat diandalkan sebagai terapi efektif. Maka cara pemberian
yang terbaik adalah secara IM atau SK. Dikenal tiga jenis suntikan vitamin B12 yaitu: (1)
Sianokobalamin yang berkekuatan 10-1000 ncg/ml, (2) Larutan ekstrak hati dalam air, (3)
Suntikan depot vitamin B12. Suntikan larutan sianokobalamin jarang sekali menyebabkan
reaksi alergi dan iritasi di tempat suntikan, adapun manfaat larutan ekstrak hati terhadap
anemia pernisiosa di sebabkan oleh vitamin B12 yang terkandung di dalamnya penggunaan
suntikan ekstrak hati ini dapat menimbulkan reaksi alergi lokal maupun umum, dan dari
yang ringan sampai berat. Dosisianokobalamin untuk penderita anemia pernisiosa
tergantung dari berat anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respon trhadap pengobatan.
Pada terapi awal, di berikan dosis 100 mcg sehari parenteral selama 5-10 hari.
Dengan terapi ini respon hematologi baik sekali, tetapi respon depot kurang memuaskan
terdapat keadaan yang menghambat hematopoesis misalnya, infeksi, urenia atau
penggunaan kloramfenikol. Respon yang buruk dengan dosis 100 mcg/hari selama 10 hari,
mungkin juga disebabkan oleh salah diagnosis atau potensi obat yang kurang.
Terapi penunjang, dilakukan dengan memberikan dosis penunjang 100-200
mcg/bulan sampai diperoleh remisi yang lengkap yaitu jumlah eritrosit dalam darah 4,5
juta/mm3 dan morfologi hematologik berada dalam batas-batas normal.

F. Contoh-Contoh Obat Hematologi


1. Adfer
Komposisi : Fe glukonat 250 mg, Mangan sulfat 200 g, Tembaga sulfat 200 g,
Vitamin C 50 mg, Asam folat 1000 g, Vitamin B12 7,5 g, dan Sorbitol 25 mg.
Indikasi : Anemia yang disebabkan oleh kekurangan Fe, anemia akibat traumatik
atau anemia endogenik, anemia akibat perdarahan selama masa pertumbuhan, usia
lanjut dan masa penyembuhan, kehamilan, menyusui, dan anemia yang disebabkan
malnutrisi umum atau diet.
Kontra Indikasi : Penumpukan Fe, gangguan penggunaan Fe.
Efek Samping : Gangguan saluran pencernaan.
Kemasan : Kapsul 100 biji.
Dosis : Dosis awal 1-2 kapsul sehari.

2. Bufiron
Komposisi : Fe (II) Fumarat 250 mg, Vitamin B12 10 ug, Mn (II) Sulfat 0,2 mg, Cu
(II) Sulfat 0,2 mg, dan Dioktil Natrii Sulfosuccinate 20 mg.
Indikasi : Pencegahan dan penyembuhan berbagai bentuk anemia seperti anemia
makrositik, anemia hipokromik, anemia pernisiosa. Untuk mengobati keadaan
kurang darah yang disebabkan oleh karena kekurangan zat besi yaitu karena
pendarahan, pada wanita hamil dan pada masa pertumbuhan karena kebutuhan akan
zat besi meningkat.
Kontra Indikasi : -
Efek Samping : -
Kemasan : Dus 10x10 kapsul
Dosis : Pencegahan 1 x 1 kapsul/hari, pengobatan 3 x 1 kapsul/hari

3. Dasabion Kapsul
Komposisi : Besi (II) Fumarat 360 mg, Kalsium 20 mg, Asam Folat 1,5 mg,
Vitamin B12 15 mkg, Vitamin C 75 mg, Vitamin D3 400 SI, dan Sorbitol 25 mg.
Indikasi : Segala macam anemia
Kontra Indikasi : -
Efek Samping : Nyeri pada saluran pencernaan disertai mual, muntah dan diare.
Pemberian secara terus menerus dapat menyebabkan konstipasi dan feses menjadi
hitam.
Kemasan : Dus 100 kapsul
Dosis : Sehari 1 kapsul atau menurut resep dokter

4. Emineton
Komposisi : Ferrous Fumarate 90 mg, Cupric Sulfate 0,35 mg, Cobaltous Sulfate
0,15 mg, Manganese Sulfate 0,05 mg, Pyridoxine Hydrochloride 0,192 mg,
Cyanocobalamine 5 mg, Ascorbicacid 60 mg, Dl-A-Tocopherol Acetate 5 mg,
Folicacid 400 mg, Calcium Phosphate Dibasic 60 mg.
Indikasi : Membantu mengurangi gejala anemia
Kontra indikasi :
Efek Samping : Pemakaian Emineton secara berlebihan dapat menyebabkan
gangguan gastroenterik seperti diare atau gastritis, mual dan muntah.
Dosis : Dewasa (12 tablet/hari pada waktu atau sesudah makan), Anak-anak (1
tablet/hari pada waktu atau sesudah makan).

5. Ferro Glukonat
Komposisi : Besi (II) sulfat 525 mg
Indikasi : Untuk mencegah dan mengobati kekurangan vitamin dan mineral seperti
kekurangan darah (anemia) dan membantu pembentukan darah.
Kontra indikasi :
Efek Samping: Konstipasi, diare, mual, dan muntah.
Kemasan : Botol 100 tab
Dosis : Sehari 1 kapsul pada waktu atau sesudah makan, sesuai petunjuk dokter.

6. Fercee
Komposisi : Besi (II) Fumarat 275 mg, Asatn Askorbat 100 mg, Natrium
Dioktilsulfosuksinat 20 mg, dalam bentuk pelepasan yang diperlambat
Indikasi : Penyakit kurang darah, yang esensial dan sekunder yang disebabkan oleh
kekurangan zat besi, penyakit kurang darah yang disebabkan oleh pendarahan, masa
akil balik, masa hamil dan pada anak-anak.
Kontra Indikasi : Terapi besi kontra indikasi untuk pasien dengan iron storage
disease atau pasien yang cenderung ke arah penyakit tersebut yang disebabkan oleh
chronic hemolytic anemia (seperti anomali keturunan dari struktur/sintesa
hemoglobin dan/atau defisiensi enzim darah merah). Anemia oleh kekurangan
piridoksina hidroklorida sirosis hati.
Efek Samping : Reaksi sensitivitas dan gangguan saluran pencernaan dapat terjadi.
Kemasan : Dus 100 kapsul lepas lambat
Dosis : 1 kapsul tiap hari sesudah makan pagi bila perlu dapat sampai 2 kapsul
tiap hari.

7. Hemobion
Komposisi : Ferrous 360 mg, Asam Folat 1,5 mg, Vitamin B12 15 mcg, Kalsium
Pantotenat 200 mg, Kolekalsiferol 400 UI, dan Vitamin C 75 mg.
Indikasi : Sebagai vitamin pada anemia pada masa kehamilan dan laktasi, pada masa
kehamilan, dan anemia karena kehilangan darah oleh berbagai sebab
Kontra indikasi : -
Efek samping : -
Kemasan : 10 x 10 kapsul
Dosis : 1 Kapsul/hari

8. Livron B. Plex
Komposisi : Vitamin B1 1,5 mg, Vitamin B2 0,25 mg, Vitamin B12 0,5 mcg, Vitamin
C 12,5 mg, Kalsium Pantotenant 1,5 mg, Nikotinamid 10 mg, Asam Folat 0,5 mg,
Besi (II) Glukonat 7,5 mg, Tembaga (II) Sulfat 0,65 mg, dan Hati Kering 100 mg
Indikasi : Anemia makrositik hiperkromik, seperti: anemia megaloblasnak tropikal.
Anemia hiperkromik. Anemia yang bertalian dengan gangguan fungsi hati,
perdarahan pada gusi. Anemia hiperkromik sehabis keracunan. Untuk segalat macam
penyakit oleh karena kekurangan vitamin B. Sesudah pengobatan dengan antibiouka,
sulfonamida dan sebagai tambahan vitamin. Dalam halhal yang tak memungkinkan
penyunukan dengan preparat hati, misalnya oleh karena terlalu peka. Sebagai
tonikum umum untuk pertumbuhan anakanak yang tidak sehat. Sesudah mengalami
berbagai penyakit infeksi dan dalam masa sembuh dari suatu penyakit.
Kontra indikasi : -
Efek Samping : Nausea, Nyeri Lambung, Konstipasi, Diare dan Kolik.
Kemasan : Dus 10 x 10 tablet
Dosis : Dewasa 3x sehari 1-2 Tablet Salut Gula, Anak-anak 3x sehari 1
Tablet Salut Gula.

6. Penggolongan Obat yang Mempengaruhi Air dan Elektrolit

Diuretik

a. Definisi

Diuretik merupakan obat-obatan yang dapat


meningkatkan laju aliran urin. Golongan obat ini
menghambat penyerapan ion natrium pada
bagian-bagian tertentu dari ginjal. Oleh karena itu,
terdapat perbedaan tekanan osmotik yang
menyebabkan air ikut tertarik, sehingga produksi
urin semakin bertambah.

Terdapat golongan-golongan dari diuretik yang memiliki efektivitas yang


bervariasi, mulai dari golongan diuretik hemat kalium yang hanya
mengekskresikan 2% ion natrium sampai golongan diuretik loop yang dapat
mengekskresikan sampai 20% ion natrium. Selain mempengaruhi ekskresi
(pembuangan) ion natrium, diuretik juga mempengaruhi kemampuan ginjal
mengatasi ionion lain seperti kalium, hidrogen, kalsium, magnesium, klor,
bikarbonat, fosfat, dan asam urat. Diuretik juga mempengaruhi secara tidak
langsung sirkulasi darah.

b. Fungsi

Fungsi dari diuretik secara umum sesuai dengan definisi yaitu meningkatkan
laju aliran urin yang selanjutnya meningkatkan produksi urin. Akantetapi, fungsi
secara khusus bergantung pada masingmasing golongan dari diuretik. Terdapat 5
golongan diuretik

1. diuretik tiazid
2. diuretik loop
3. diuretik hemat kalium
4. penghambat karbonik anhidrase
5. diuretik osmotik

a) Diuretik tiazid merupakan golongan yang umum digunakan. Seluruh obat-


obatan golongan ini bekerja pada tubulus distal ginjal dan memiliki efek
diuretik yang sama. Peningkatan dosis pada obat-obatan golongan ini tidak
akan meningkatkan respon peningkatan produksi urin. Salah satu obat yang
termasuk golongan ini adalah hydrochlorothiazide (HCT).
b) Diuretik loop bekerja pada lengkung henle ginjal. Dibandingkan dengan
diuretik golongan lain, diuretik loop memiliki efektivitas tertinggi dalam
mengeluarkan ion natrium dan clor dari tubuh yang selanjutnya tentu diikuti
dengan meningkatnya jumlah produksi urin. Obat yang paling sering digunakan
dari golongan diuretik loop adalah furosemide.
c) Diuretik hemat kalium bekerja pada tubulus pengumpul ginjal untuk
mencegah penyerapan kembali ion natrium dan pengeluaran ion kalium. Obat
golongan ini lebh sering digunakan untuk mengobati hipertensi, dan sering
dikombinasikan dengan diuretik tiazid. Sangat penting memonitor kadar kalium
dalam darah pada pasien yang mengkonsumsi obat ini. Spironolactone
merupakan obat dari golongan ini yang sering digunakan.
d) Acetazolamide merupakan obat yang bekerja sebagai penghambat enzim
karbonik anhidrase pada tubulus proksimal ginjal. Obat golongan ini lebih
sering digunakan untuk fungsi lain (seperti : pengobatan glaukoma) selain
diuretik karena efektivitasnya yang lebih rendah dibandingkan diuretik tiazid.
e) Diuretik osmotik merupakan substansi kimia sederhana (seperti : mannitol
dan urea) yang disaring dan keluar melalui ginjal. Obat golongan ini dapat
memberikan efek diuretik karena kemampuannya dalam membawa cairan
bersamaan dengan keluarnya substansi ini ke tubulus ginjal. Hanya sebagian
kecil ion natrium yang ikut keluar bersamaan dengan substansi ini. Diuretik
osmotik merupakan tatalaksana utama dalam mengatasi peningkatan tekanan di
dalam otak, keracunan obat, trauma.

c. Kelainan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, diuretik merupakan obat-obatan /


substansi yang berfungsi untuk meningkatkan produksi urin. Obat-obatan ini dapat
membantu pasien dengan gejala bengkak seperti pada penurunan fungsi ginjal,
sindrom nefrotik, sirosis hati, gagal jantung kongestif.

Efek samping dari penggunaan obat ini tergantung pada golongan yang
digunakan. Golongan diuretik loop dan tiazid dapat menyebabkan reaksi alergi
pada kulit dan radang pada ginjal. Diuretik loop juga dapat menyebabkan
berkurangnya fungsi pendengaran, terutama pada pasien dengan pengobatan dosis
tinggi yang dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang juga dapat merusak
saraf pendengaran seperti antibiotik golongan aminoglikosida. Efek samping yang
paling serius dari penggunaan diuretik adalah kelainan cairan dan elektrolit.

Penggunaan diuretik bersamaan dengan obat anti-inflamasi non-steroid dapat


mengurangi efektivitas diuretik dan juga meningkatkan kadar ion kalium dalam
darah (hiperkalemia)

A. Penggolongan Obat Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral membuat tubuh manusia bekerja dengan baik. Meskipun tubuh
mendapatkan vitamin dan mineral dari makanan yang dimakan setiap hari, beberapa
makanan memiliki lebih banyak vitamin dan mineral daripada yang lain. Vitamin
terbagi dalam dua kategori: yang larut dalam lemak dan larut air. Vitamin yang larut
lemak A, D, E, dan K larut dalam lemak dan dapat disimpan dalam tubuh Anda.
Vitamin yang larut air seperti vitamin B6, B12, niacin, riboflavin, dan folat) perlu
larut dalam air sebelum tubuh dapat menyerapnya. Karena itu, tubuh Anda tidak bisa
menyimpan vitamin ini. Setiap vitamin C atau B bahwa tubuh tidak menggunakan saat
melewati sistem anda hilang sebagian besar saat buang air kecil. Jadi tubuh
memerlukan pasokan segar vitamin ini setiap hari.
Sedangkan vitamin adalah zat organik (dibuat oleh tanaman atau hewan), mineral
adalah elemen anorganik yang berasal dari tanah dan air dan diserap oleh tanaman atau
dimakan oleh hewan. Tubuh membutuhkan jumlah yang lebih besar dari beberapa
mineral, seperti kalsium, untuk tumbuh dan tetap sehat. Mineral lain seperti kromium,
tembaga, yodium, besi, selenium, dan seng disebut trace mineral karena Anda hanya
perlu jumlah yang sangat kecil dari mereka setiap hari.

1) Vitamin

Terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk dapat bertumbuh
dan berkembang dengan baik. Vitamin tersebut antara lain vitamin A, C, D, E, K,
dan B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, vitamin B6, vitamin
B12, dan folat).[Walau memiliki peranan yang sangat penting, tubuh hanya dapat
memproduksi vitamin D dan vitamin K dalam bentuk provitamin yang tidak aktif.
Oleh karena itu, tubuh memerlukan asupan vitamin yang berasal dari makanan
yang kita konsumsi. Buah-buahan dan sayuran terkenal memiliki kandungan
vitamin yang tinggi dan hal tersebut sangatlah baik untuk tubuh. Asupan vitamin
lain dapat diperoleh melalui suplemen makanan.

Vitamin adalah sekelompok senyawa organik amina berbobot molekul kecil


yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme setiap organisme,yang tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh. Nama ini berasal dari gabungan kata bahasa Latin vita yang
artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang
memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian.
Kelak diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom N.
Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor
dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Pada dasarnya, senyawa vitamin
ini digunakan tubuh untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara normal.

Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula memberikan
manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh dapat
mengalami suatu penyakit.Tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah
sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka metabolisme di dalam tubuh kita
akan terganggu karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa
lain.Gangguan kesehatan ini dikenal dengan istilah avitaminosis.Contohnya
adalah bila kita kekurangan vitamin A maka kita akan mengalami kerabunan. Di
samping itu, asupan vitamin juga tidak boleh berlebihan karena dapat
menyebabkan gangguan metabolisme pada tubuh

a) Vitamin A

Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan vitamin


yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang baik, terutama di
malam hari, dan sebagai salah satu komponen penyusun pigmen mata di
retina. Selain itu, vitamin ini juga berperan penting dalam menjaga kesehatan
kulit dan imunitas tubuh.Vitamin ini bersifat mudah rusak oleh paparan panas,
cahaya matahari, dan udara. Sumber makanan yang banyak mengandung
vitamin A, antara lain susu, ikan, sayur-sayuran (terutama yang berwarna
hijau dan kuning), dan juga buah-buahan (terutama yang berwarna merah dan
kuning, seperti cabai merah, wortel, pisang, dan pepaya). Apabila terjadi
defisiensi vitamin A, penderita akan mengalami rabun senja dan katarak.
Selain itu, penderita defisiensi vitamin A ini juga dapat mengalami infeksi
saluran pernapasan, menurunnya daya tahan tubuh, dan kondisi kulit yang
kurang sehat. Kelebihan asupan vitamin A dapat menyebabkan keracunan
pada tubuh.Penyakit yang dapat ditimbulkan antara lain pusing-pusing,
kerontokan rambut, kulit kering bersisik, dan pingsan.Selain itu, bila sudah
dalam kondisi akut, kelebihan vitamin A di dalam tubuh juga dapat
menyebabkan kerabunan, terhambatnya pertumbuhan tubuh, pembengkakan
hati, dan iritasi kulit.

b) Vitamin B
Secara umum, golongan vitamin B berperan penting dalam metabolisme
di dalam tubuh, terutama dalam hal pelepasan energi saat beraktivitas.Hal ini
terkait dengan peranannya di dalam tubuh, yaitu sebagai senyawa koenzim
yang dapat meningkatkan laju reaksi metabolisme tubuh terhadap berbagai
jenis sumber energi. Beberapa jenis vitamin yang tergolong dalam kelompok
vitamin B ini juga berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit).
Sumber utama vitamin B berasal dari susu, gandum, ikan, dan sayur-sayuran
hijau.
c) Vitamin B1

Vitamin B1, yang dikenal juga dengan nama tiamin, merupakan salah
satu jenis vitamin yang memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan
kulit dan membantu mengkonversi karbohidrat menjadi energi yang
diperlukan tubuh untuk rutinitas sehari-hari. Di samping itu, vitamin B1 juga
membantu proses metabolisme protein dan lemak. Bila terjadi defisiensi
vitamin B1, kulit akan mengalami berbagai gangguan, seperti kulit kering dan
bersisik.Tubuh juga dapat mengalami beri-beri, gangguan saluran pencernaan,
jantung, dan sistem saraf. Untuk mencegah hal tersebut, kita perlu banyak
mengonsumsi banyak gandum, nasi, daging, susu, telur, dan tanaman kacang-
kacangan. Bahan makanan inilah yang telah terbukti banyak mengandung
vitamin B1.

d) Vitamin B2

Vitamin B2 (riboflavin) banyak berperan penting dalam metabolisme di


tubuh manusia.[1] Di dalam tubuh, vitamin B2 berperan sebagai salah satu
kompenen koenzim flavin mononukleotida (flavin mononucleotide, FMN)
dan flavin adenine dinukleotida (adenine dinucleotide, FAD). Kedua enzim
ini berperan penting dalam regenerasi energi bagi tubuh melalui proses
respirasi. Vitamin ini juga berperan dalam pembentukan molekul steroid, sel
darah merah, dan glikogen, serta menyokong pertumbuhan berbagai organ
tubuh, seperti kulit, rambut, dan kuku.[6] Sumber vitamin B2 banyak
ditemukan pada sayur-sayuran segar, kacang kedelai, kuning telur, dan susu.
Defisiensinya dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh, kulit kering
bersisik, mulut kering, bibir pecah-pecah, dan sariawan.

e) Vitamin B3

Vitamin B3 juga dikenal dengan istilah niasin. Vitamin ini berperan


penting dalam metabolisme karbohidrat untuk menghasilkan energi,
metabolisme lemak, dan protein.Di dalam tubuh, vitamin B3 memiliki
peranan besar dalam menjaga kadar gula darah, tekanan darah tinggi,
penyembuhan migrain, dan vertigo. Berbagai jenis senyawa racun dapat
dinetralisir dengan bantuan vitamin ini.[20] Vitamin B3 termasuk salah satu
jenis vitamin yang banyak ditemukan pada makanan hewani, seperti ragi, hati,
ginjal, daging unggas, dan ikan.[17] Akan tetapi, terdapat beberapa sumber
pangan lainnya yang juga mengandung vitamin ini dalam kadar tinggi, antara
lain gandum dan kentang manis. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan
tubuh mengalami kekejangan, keram otot, gangguan sistem pencernaan,
muntah-muntah, dan mual.

f) Vitamin B5

Vitamin B5 (asam pantotenat) banyak terlibat dalam reaksi enzimatik di


dalam tubuh. Hal ini menyebabkan vitamin B5 berperan besar dalam berbagai
jenis metabolisme, seperti dalam reaksi pemecahan nutrisi makanan, terutama
lemak.[6] Peranan lain vitamin ini adalah menjaga komunikasi yang baik
antara sistem saraf pusat dan otak dan memproduksi senyawa asam lemak,
[20]
sterol, neurotransmiter, dan hormon tubuh. Vitamin B5 dapat ditemukan
dalam berbagai jenis variasi makanan hewani, mulai dari daging, susu, ginjal,
dan hati hingga makanan nabati, seperti sayuran hijau dan kacang hijau.
Seperti halnya vitamin B1 dan B2, defisiensi vitamin B5 dapat menyebabkan
kulit pecah-pecah dan bersisik. Selain itu, gangguan lain yang akan diderita
adalah keram otot serta kesulitan untuk tidur.[1]

g) Vitamin B6

Vitamin B6, atau dikenal juga dengan istilah piridoksin, merupakan


vitamin yang esensial bagi pertumbuhan tubuh. Vitamin ini berperan sebagai
salah satu senyawa koenzim A yang digunakan tubuh untuk menghasilkan
energi melalui jalur sintesis asam lemak, seperti spingolipid dan
fosfolipid.Selain itu, vitamin ini juga berperan dalam metabolisme nutrisi dan
memproduksi antibodi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen
atau senyawa asing yang berbahaya bagi tubuh.Vitamin ini merupakan salah
satu jenis vitamin yang mudah didapatkan karena vitamin ini banyak terdapat
di dalam beras, jagung, kacang-kacangan, daging, dan ikan. Kekurangan
vitamin dalam jumlah banyak dapat menyebabkan kulit pecah-pecah, keram
otot, dan insomnia.
h) Vitamin B12

Vitamin B12 atau sianokobalamin merupakan jenis vitamin yang hanya


khusus diproduksi oleh hewan dan tidak ditemukan pada tanaman. Oleh
karena itu, vegetarian sering kali mengalami gangguan kesehatan tubuh akibat
kekurangan vitamin ini.Vitamin ini banyak berperan dalam metabolisme
energi di dalam tubuh. Vitamin B12 juga termasuk dalam salah satu jenis
vitamin yang berperan dalam pemeliharaan kesehatan sel saraf,
pembentukkan molekul DNA dan RNA, pembentukkan platelet darah.Telur,
hati, dan daging merupakan sumber makanan yang baik untuk memenuhi
kebutuhan vitamin B12. Kekurangan vitamin ini akan menyebabkan anemia
(kekurangan darah), mudah lelah lesu, dan iritasi kulit.

i) Vitamin C

Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi kesehatan


tubuh kita. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai senyawa
pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan kulit,
sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya. Vitamin C merupakan
senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari
polusi di sekitar lingkungan kita. Terkait dengan sifatnya yang mampu
menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi
dalam tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti
kanker, dapat diturunkan.Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga
bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot.
Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan
memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen.Melalui
mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran tubuh dan
membantu mencegah berbagai jenis penyakit. Defisiensi vitamin C juga dapat
menyebabkan gusi berdarah dan nyeri pada persendian. Akumulasi vitamin C
yang berlebihan di dalam tubuh dapat menyebabkan batu ginjal, gangguan
saluran pencernaan, dan rusaknya sel darah merah.
j) Vitamin D

Vitamin D juga merupakan salah satu jenis vitamin yang banyak


ditemukan pada makanan hewani, antara lain ikan, telur, susu, serta produk
olahannya, seperti keju. Bagian tubuh yang paling banyak dipengaruhi oleh
vitamin ini adalah tulang. Vitamin D ini dapat membantu metabolisme
kalsium dan mineralisasi tulang.Sel kulit akan segera memproduksi vitamin D
saat terkena cahaya matahari (sinar ultraviolet). Bila kadar vitamin D rendah
maka tubuh akan mengalami pertumbuhan kaki yang tidak normal, dimana
betis kaki akan membentuk huruf O dan X.Di samping itu, gigi akan mudah
mengalami kerusakan dan otot pun akan mengalami kekejangan.Penyakit
lainnya adalah osteomalasia, yaitu hilangnya unsur kalsium dan fosfor secara
berlebihan di dalam tulang. Penyakit ini biasanya ditemukan pada remaja,
sedangkan pada manula, penyakit yang dapat ditimbulkan adalah
osteoporosis, yaitu kerapuhan tulang akibatnya berkurangnya kepadatan
tulang. Kelebihan vitamin D dapat menyebabkan tubuh mengalami diare,
berkurangnya berat badan, muntah-muntah, dan dehidrasi berlebihan.

k) Vitamin E

Vitamin E berperan dalam menjaga kesehatan berbagai jaringan di


dalam tubuh, mulai dari jaringan kulit, mata, sel darah merah hingga hati.
Selain itu, vitamin ini juga dapat melindungi paru-paru manusia dari polusi
udara. Nilai kesehatan ini terkait dengan kerja vitamin E di dalam tubuh
sebagai senyawa antioksidan alami. Vitamin E banyak ditemukan pada ikan,
ayam, kuning telur, ragi, dan minyak tumbuh-tumbuhan. Walaupun hanya
dibutuhkan dalam jumlah sedikit, kekurangan vitamin E dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang fatal bagi tubuh, antara lain kemandulan baik bagi
pria maupun wanita. Selain itu, saraf dan otot akan mengalami gangguan yang
berkepanjangan.

l) Vitamin K

Vitamin K banyak berperan dalam pembentukan sistem peredaran


darah yang baik dan penutupan luka. Defisiensi vitamin ini akan berakibat
pada pendarahan di dalam tubuh dan kesulitan pembekuan darah saat terjadi
luka atau pendarahan. Selain itu, vitamin K juga berperan sebagai kofaktor
enzim untuk mengkatalis reaksi karboksilasi asam amino asam glutamat. Oleh
karena itu, kita perlu banyak mengonsumsi susu, kuning telur, dan sayuran
segar yang merupakan sumber vitamin K yang baik bagi pemenuhan
kebutuhan di dalam tubuh

Daftar senyawa-senyawa yang tergolong vitamin alami

Tahun penemuan Vitamin Nama biokimia Ditemukan di


1909 Vitamin A Retinol Wortel
1912 Vitamin B1 Tiamin Susu
1912 Vitamin C Asam askorbat Jeruk sitrun
1918 Vitamin D Kalsiferol Keju
1920 Vitamin B2 Riboflavin Telur
1922 Vitamin E Tokoferol Minyak mata bulir gandum,
1926 Vitamin B12 Sianokobalamin Telur
1929 Vitamin K Filokuinona Kuning telur
1931 Vitamin B5 Asam pantotenat Susu
1931 Vitamin B7 Biotin Hati
1934 Vitamin B6 Piridoksin Kacang
1936 Vitamin B3 Niasin Ragi
1941 Vitamin B9 Asam folat Hati

a. Senyawa serupa vitamin

Selain vitamin, tubuh juga memproduksi senyawa lain yang juga berperan
dalam kelancaran metabolisme di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki
karakteristik dan aktivitas yang mirip dengan vitamin sehingga seringkali
disebut dengan istilah senyawa serupa vitamin.Perbedaan utamanya dengan
vitamin adalah senyawa ini diproduksi tubuh dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa senyawa ini pernah diklasifikasikan
ke dalam kelompok vitamin B kompleks karena kemiripan fungsi dan sumber
makanannya. Akan tetapi, secara umum peranan senyawa serupa vitamin ini
tidaklah sepenting vitamin.
Kolina merupakan salah satu senyawa yang termasuk dalam golongan
senyawa serupa vitamin. Senyawa ini dapat ditemukan di setiap sel mahluk
hidup dan berperan dalam pengaturan sistem saraf yang baik dan beberapa
metabolisme sel.Mioinositol (myoinositol) juga termasuk dalam golongan
senyawa serupa vitamin yang larut dalam air. Peranannya dalam tubuh secara
spesifik belum diketahui. Contoh lain dari senyawa serupa vitamin ini adalah
asam para-aminobenzoat (4-aminobenzoic acid, PABA) yang berperan sebagai
senyawa antioksidan dan penyusun sel darah merah. Karnitina merupakan
senyawa lain yang berperan dalam sistem transportasi asam lemak dan
pembentukkan otot tubuh.

b. Vitamin sebagai antioksidan

Semua jenis kehidupan di bumi memerlukan energi untuk dapat bertahan


hidup. Untuk menghasilkan energi ini, makhluk hidup memerlukan bantuan
berbagai substansi, salah satunya adalah oksigen. Oksigen terlibat secara
langsung dalam metabolisme energi di dalam tubuh. Sebagai produk
sampingannya, oksigen dilepaskan dalam bentuk yang tidak stabil. Molekul
inilah yang dikenal dengan nama radikal bebas (free radicals).[30] Oksigen yang
tidak stabil memiliki elektron bebas yang tidak berpasangan sehingga bersifat
reaktif. Kereaktifan oksigen ini sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat
mengoksidasi dan merusak DNA, protein, karbohidrat, asam lemak, dan
membran sel di dalam tubuh. Sumber radikal bebas lainnya adalah asap rokok,
polusi lingkungan, dan sinar ultraviolet.

Tubuh memiliki beberapa mekanisme pertahanan terhadap senyawa radikal


bebas ini untuk menetralkan efek negatifnya. Kebanyakan diantaranya adalah
senyawa antioksidan alami, seperti enzim superoksida dismutase, katalase, dan
glutation peroksidase. Antioksidan sendiri berarti senyawa yang dapat
mencegah terjadinya peristiwa oksidasi atau reaksi kimia lain yang melibatkan
molekul oksigen (O2). Senyawa lain yang juga dapat berperan sebagai
antioksidan adalah glutation, CoQ10, dan gugus tiol pada protein, serta
vitamin.Beberapa jenis vitamin telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan
yang cukup tinggi. Contoh vitamin yang banyak berperan sebagai senyawa
antioksidan di dalam tubuh adalah vitamin C dan vitamin E.
Vitamin E dapat membantu melindungi tubuh dari oksidasi senyawa radikal
bebas. Vitamin ini juga mampu bekerja dalam kondisi kadar senyawa radikal
bebas yang tinggi sehingga mampu dengan efisien dan efektif menekan reaksi
perusakan jaringan di dalam tubuh melalui proses oksidasi. Di samping vitamin
E, terdapat satu jenis vitamin lagi yang juga memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi, yaitu vitamin C. Vitamin ini berinteraksi dengan senyawa radikal
bebas di bagian cairan sel. Selain itu, vitamin C juga dapat memulihkan kondisi
tubuh akibat adanya reaksi oksidasi dari berbagai senyawa berbahaya.

Bila kadar radikal bebas di dalam tubuh menjadi sangat berlebih dan tidak
lagi dapat diantisipasi oleh senyawa antioksidan maka akan timbul berbagai
penyakit kronis, seperti kanker, arterosklerosis, penyakit jantung, katarak,
alzhemeir, dan rematik. Bagi orang yang memiliki sejarah penyakit kronis
tersebut dalam garis keturunannya, dianjurkan untuk mengonsumsi banyak
makanan yang mengandung vitamin C dan E sebagai sumber senyawa
antioksidan. Selain itu, suplemen makanan juga dapat turut membantu
mengatasi masalah tersebut.

2) Mineral

Mineral adalah nutrisi penting untuk pemeliharaan kesehatan dan


pencegahan penyakit. Mineral dan vitamin bertindak secara interaksi. Anda
perlu vitamin agar mineral dapat bekerja dan sebaliknya. Tanpa beberapa
mineral / vitamin, beberapa vitamin / mineral tidak berfungsi dengan baik.
Perbedaan terbesar antara vitamin dan mineral adalah bahwa mineral
merupakan senyawa anorganik, sedangkan vitamin organik.

Mineral dapat diklasifikasikan menurut jumlah yang dibutuhkan tubuh


Anda. Mineral utama (mayor) adalah mineral yang kita perlukan lebih dari
100 mg sehari, sedangkan mineral minor (trace elements) adalah yang kita
perlukan kurang dari 100 mg sehari. Kalsium, tembaga, fosfor, kalium, natrium
dan klorida adalah contoh mineral utama, sedangkan kromium, magnesium,
yodium, besi, flor, mangan, selenium dan zinc adalah contoh mineral minor.
Pembedaan jenis mineral tersebut semata-mata hanya berdasarkan jumlah
yang diperlukan, bukan kepentingan. Mineral minor tak kalah penting
dibandingkan mineral utama. Kekurangan mineral minor akan menyebabkan
masalah kesehatan yang juga serius.

Ketika pola makan sehat dan bervariasi, tubuhmendapatkan cukup mineral.


Namun, bila pola makan tidak seimbang atau memiliki gangguan penyerapan
mineral, tubuh dapat mengalami kekurangan mineral. Dalam kondisi tersebut,
mungkin perlu mengambil suplemen mineral dan vitamin.

Berikut adalah jenis-jenis mineral terpenting bagi tubuh kita:

a. Kalsium
Susu memang makanan yang baik karena mengandung banyak
kalsium. Meminum susu secara teratur memastikan memiliki tulang
yang kuat dan tumbuh dengan baik. Hingga usia 30 tahun tulang terus
tumbuh dan berkembang. Setelah berusia 30 tahun, pertumbuhan
tulang tidak secepat penyusutannya. Jika tidak mendapatkan cukup
kalsium, tulang akan keropos di usia 50 tahun. Kalsium dapat
memperlambat proses ini. Kalsium adalah mineral terbesar yang
dibutuhkan tubuh. Sekitar 2-3 persen dari berat badan adalah kalsium,
di mana 98% tersimpan di dalam tulang dan gigi dan 1% di darah.
Selain untuk pemeliharaan tulang dan gigi, kalsium juga membantu
kontraksi dan relaksasi otot, pembekuan darah, fungsi hormon, sekresi
enzim, penyerapan vitamin B12 dan pencegahan batu ginjal dan
penyakit jantung. Sumber: susu dan produk susu (keju, yoghurt, dll),
telur, ikan, kacang-kacangan, dan sayuran hijau gelap.
b. Magnesium
Magnesium membantu mengatur kadar kalium dan natrium dalam
tubuh, yang terlibat dalam pengendalian tekanan darah. Magnesium
berperan penting dalam pemeliharaan jaringan gigi, tulang dan otot,
mengatur suhu tubuh, produksi dan transportasi energi, metabolisme
lemak, protein dan karbohidrat, kontraksi dan relaksasi otot. Sebagian
besar magnesium disimpan dalam tulang dan gigi, sebagian lain di
dalam darah dan otot. Jika Anda tidak memiliki cukup magnesium
dalam darah, tubuh Anda akan mengambilnya dari tulang Anda, yang
pada gilirannya juga dapat menyebabkan tulang keropos. Sumber:
susu, sayur-sayuran berdaun hijau, alpukat, pisang, coklat, produk
kedelai seperti tempe atau tahu, biji-bijian dan kacang-kacangan.
c. Besi
Disimpan dalam hemoglobin (sel darah merah), zat besi membawa
oksigen ke sel-sel tubuh dan membawa karbon dioksida keluar tubuh,
mendukung fungsi otot, enzim, protein dan metabolisme energi.
Kekurangan zat besi menyebabkan anemia, kelelahan, kelemahan,
sakit kepala dan apatis. Ada dua jenis zat besi dalam makanan: besi
heme mudah diserap tubuh dan ditemukan dalam daging, unggas dan
ikan. Besi non-heme lebih sulit diserap tubuh dan terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, brokoli, bayam dan
kangkung. Tubuh Anda dapat menyerap 20-40 persen besi dari sumber
hewani dan 5-20 persen besi dari sumber nabati. Anda perlu makan
lebih banyak sayuran untuk mendapatkan zat besi yang Anda
butuhkan. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, Anda perlu
bantuan vitamin C.

d. Zinc (seng)

Zinc terdapat di semua sel tubuh Anda, terutama di kulit, kuku,


rambut dan mata. Jika Anda pria, Anda juga menyimpan zinc di
prostat Anda. Zinc berperan penting dalam sintesis DNA dan RNA,
produksi protein, insulin dan sperma, membantu dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, protein dan alkohol, berperan dalam mengeluarkan
karbon dioksida, mempercepat penyembuhan, pertumbuhan,
perawatan jaringan tubuh, dan mendukung indera seperti penciuman
dan perasa. Kekurangan zinc menyebabkan gangguan pertumbuhan,
kehilangan nafsu makan, penyembuhan lambat, rambut rontok, libido
seks rendah, kehilangan rasa dan bau dan kesulitan beradaptasi dengan
cahaya malam. Sumber: air, makanan berprotein tinggi seperti daging
sapi, kambing, dan unggas, kerang, kepiting, lobster, kacang-kacangan
dan biji-bijian.
e. Selenium

Tubuh membutuhkan selenium dalam jumlah kecil tetapi teratur


untuk kesehatan liver (hati). Selenium banyak ditemukan dalam tanah,
sehingga jumlah yang ditemukan dalam sayuran dan buah tergantung
pada tempat penanaman dan metode pertanian yang digunakan.
Tanaman yang dibudidayakan pada tanah yang terlalu sering diolah
akan memiliki selenium yang rendah. Sumber: daging, ikan dan
kacang-kacangan, susu dan produk susu, telur, susu ayam, bawang
putih, bawang merah dan sayuran hijau.

f. Kalium, Natrium dan Klorida

Kalium (potasium), natrium dan klorida adalah mineral yang larut


dalam darah dan cairan tubuh lainnya. Mereka terpecah menjadi ion-
ion. Ketiga mineral tersebut membuat cairan dalam tubuh Anda tetap
konstan dan tidak berfluktuasi. Mereka juga berperan penting dalam
transportasi glukosa ke dalam sel dan pembuangan limbah, tekanan
darah, transmisi impuls saraf, irama jantung dan fungsi otot.
Kekurangan mineral-mineral ini menyebabkan mengantuk,
kecemasan, mual, kelemahan, dan detak jantung tidak teratur.
Sumber: hampir semua makanan kecuali minyak, lemak dan gula,
tetapi dapat rusak/hilang jika makanan dimasak.

g. Mineral lainnya

Selain mineral-mineral di atas, mineral lain yang dibutuhkan tubuh


adalah boron, kromium, tembaga, flor, yodium, mangan, molibdenum,
nikel, silikon, timbal, dan vanadium. Selain itu, tubuh juga
membutuhkan dosis yang sangat kecil dari lithium dan aluminium.
Tidak ada yang tahu mengapa tubuh membutuhkan mineral-mineral
tersebut dan berapa jumlah yang tubuh butuhkan. Hal itu tidak begitu
penting karena hampir tidak ada orang yang mengalami kekurangan
nutrisi tersebut.
B. Penggolongan Obat Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung
melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernakan (Wiryana, 2007). Nutrisi
parenteral diberikan apabila usus tidak dipakai karena suatu hal misalnya: malformasi
kongenital intestinal, enterokolitis nekrotikans, dan distress respirasi berat.
Nutrisi parsial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat
mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ( Setiati, 2000).
Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat dipenuhi
dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi enteral walaupun
parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi
parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi
enteral secepat mungkin. Pada pasien IRIN, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat
infuse secara kontinyu dalam 24 jam. Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis
harus dilakukan secara ketat. Hal yang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi
parenteral total (TPN) melalui vena sentral adalah infeksi (Ery Leksana, 2000).
Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas: nutrisi
parenteral sentral dan nutrisi parenteral perifer (Wiryana, 2007). Indikasi Nutrisi
Parenteral :
1) Gangguan absorbs makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal,
colitis infeksiosa, obstruksi usus halus.
2) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pancreatitis berat, status pre
operatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, diare berulang.
3) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan
4) Makan, muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemisis gravidarum
(Wiryana, 2007).

Jenis-jenis cairan nutrisi parenteral

1. ASERING
Indikasi: Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis
akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi
berat, trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:


Na 130 mEq
K 4 mEq
Cl 109 mEq
Ca 3 mEq
Asetat (garam) 28 mEq

Keunggulan:

a) Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang
mengalami gangguan hati
b) Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih
baik dibanding RL pada neonatus
c) Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada
anestesi dengan isofluran
d) Mempunyai efek vasodilator
e) Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000
ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil
risiko memperburuk edema serebral.

2. KA-EN 1B

Indikasi:

a) Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada
kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)
b) < 24 jam pasca operasi
c) Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
d) Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100
ml/jam

3. KA-EN 3A & KA-EN 3B

Indikasi:
a) Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada
keadaan asupan oral terbatas
b) Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c) Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A
d) Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B

4. KA-EN MG3

Indikasi :

a) Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada
keadaan asupan oral terbatas
b) Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c) Mensuplai kalium 20 mEq/L
d) Rumatan untuk kasus dimana suplemen NPC dibutuhkan 400 kcal/L

5. KA-EN 4A

Indikasi :

a) Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak


b) Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan
berbagai kadar konsentrasi kalium serum normal
c) Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi (per 1000 ml):

Na 30 mEq/L
K 0 mEq/L
Cl 20 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 40 gr/L

6. KA-EN 4B

Indikasi:
a) Merupakan larutan infus rumatan untuk bayi dan anak usia kurang 3 tahun
b) Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko
hypokalemia
c) Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi:

Na 30 mEq/L
K 8 mEq/L
Cl 28 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 37,5 gr/L

7. Otsu-NS

Indikasi:

a) Untuk resusitasi
b) Kehilangan Na > Cl, misal diare
c) Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikal, luka bakar)

8. Otsu-RL

Indikasi:

a) Resusitasi
b) Suplai ion bikarbonat
c) Asidosis metabolik

9. MARTOS-10

Indikasi:

a) Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetic


b) Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi
berat, stres berat dan defisiensi protein
c) Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
d) Mengandung 400 kcal/L

10. AMIPAREN

Indikasi:

a) Stres metabolik berat


b) Luka bakar
c) Infeksi berat
d) Kwasiokor
e) Pasca operasi
f) Total Parenteral Nutrition
g) Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

11. AMINOVEL-600

Indikasi:

a) Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI


b) Penderita GI yang dipuasakan
c) Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca
operasi)
d) Stres metabolik sedang
e) Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

12. PAN-AMIN G

Indikasi:

a) Suplai asam amino pada hiponatremia dan stres metabolik ringan


b) Nitrisi dini pasca operasi
c) Tifoid

7. Vaksin Dan Imunisasi Serta Napza

A. VAKSIN
Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan
vaksin tunggal yaitu : BCG, Folio, Hepatitis B, HIB, Campak . contoh kemasan vaksin
kombinasi : DPT (Diphteri Pertusis Tetanus), MMR (campak, gondong, campak
jerman), Tetravaccine (kombinasi DPT dan polio suntik).
Beberapa vaksin yang dikemas tunggal dapat diberikan bersama-sama, aman dan
proteksinya memuaskan, misalnya :
Vaksin BCG bersama cacar
Vaksin BCG bersama polio
Vaksin BCG bersama Hepatitis B
Vaksin DPT bersama BCG
Vaksin DPT bersama polio
Vaksin DPT bersama hepatitis B
Vaksin DPT bersama polio dan campak
Vaksin DPT bersama MMR
Vaksin campak bersama polio
Penggolongan vaksin :
a. Freeze sensitive vaccine (FS) yaitu vaksin yang akan rusak bila terkena paparan suhu
beku seperti : Hepatitis B, DPT/HB, DT, dan TT.
b. Heat sensitive vaccine (HS) yaitu vaksin yang mudah rusak apabila terkena paparan
suhu panas berlebihan, seperti : Campak, BCG, Polio.
Jenis-jenis vaksin :
1) Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Vaksin BCG mengandung kuman BCG atau Myobacterium bovis yang masih
hidup namun telah dilemahkan.
Penyimpanan : lemari es, suhu 2-80 C
Dosis : 0,05 ml
KemasaN : ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCL Faali)
Masa kadaluarsa : satu tahun setelah tanggal pengeluaran
Reaksi imunisasi : biasanya tidak demam
Efek samping : jarang dijumpai, bisa terjadi pembengkakan
kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan
biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat
Indikasi kontra : tidak ada larangan, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan
adanya penyakit kulit berat/menahun
2) Vaksin DPT (Diphteri Pertusis Tetanus)
Di Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi
DT (Diphteri Tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin
kuman diphteri yang telah dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas
bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin
tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk
imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah
dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin tetanus yaitu
tunggal, kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan pertusis.
Vaksin pertusis terbuat dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan.
Penyimpanan : lemari es, suhu 2-8 C
Dosis : 0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 mg
Kemasan : Vial 5 ml
Masa kadaluarsa : Dua tahun setelah tanggal pengeluaran
Reaksi imunisasi : demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat
suntikan selama 1-2 hari
Efek samping : Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti
lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan.
Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih
berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang
biasanya disebabkan unsur pertusisnya.
Indikasi kontra : Anak yang sakit parah, anak yang menderita
penyakit kejang demam kompleks, anak yang
diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita
penyakit gangguan kekebalan. Batuk, pilek,
demam atau diare yang ringan bukan merupakan
kontra indikasi yang mutlak, disesuaikan dengan
pertimbangan dokter.
3) Vaksinasi Campak
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk
program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin
dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella
(campak jerman) disebut MMR.
Penyimpanan : Freezer, suhu -20 C
Dosis : setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml
Kemasan : vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan,
beserta pelarut 5 ml (aquadest)
Masa kadaluarsa : 2 tahun setelah tanggal pengeluaran
Reaksi imunisasi : biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam
ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga
pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan
pada tempat penyuntikan.
Efek samping : sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan
tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan.
Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi
angka kejadiannya sangat rendah.
Kontra Indikasi : sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan,
kurang gizi dalam derajat berat, gangguan
kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula
pemberian pada ibu hamil
4) Vaksin Hepatitis B
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan
antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian
imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis
B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin,
bahkan akan membekali janin dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan
setelah lahir.
Reaksi imunisasi : nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa
panas atau pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan : HB PID
Efek samping : selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang
berarti
Indikasi kontra : anak yang sakit berat.
5) Vaksin DPT/HB (Combo)
Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan
dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin
virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali
Kemasan : Vial 5 ml
Efek samping : gejala yang bersifat sementara seoerti lemas,
demam, pembengkakan dan kemerahan daerah
suntikan. Kadang terjadi gejala berat seperti
demam tinggi, iritabilitas, meracau yang terjadi 24
jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat
ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari
Kontra indikasi : gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau
gejala serius keabnormalan pada saraf yang
merupakan kontraindikasi pertusis, hipersensitif
terhadap komponen vaksin, penderia infeksi berat
yang disertai kejang
6) Vaksin TT (Tetanus Toxoid)
Mengandung toxoid tetanus yang dimurnikan.
Memberikan kekebalan aktif thd tetanus.
Dosis 0,5 ml,intra musculair.
Kadaluarsa 24 bln
Vaksin dpt rusak pada suhu 0 oC
7) Vaksin Polio
Mengandung virus Polio type 1,2,3 yang dilemahkan.
Memberi kekebalan thd poliomyelitis
Dosis 2 tetes, oral, 4 kali.
Kadaluarsa dg peyimpanan suhu
+2 s/d +8oC 6 bln,
-15 s/d -25 oC 2 tahun

B. IMUNISASI
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
Ada 2 jenis imunisasi, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Berikut ini akan
diuraikan perbedaan kedua jenis imunisasi tersebut.
Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif ialah:
Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh
harus meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih
lama untuk membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif.
Kekebalan yang terdapat pada imunisasi aktif bertahan lama (bertahun-
tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya berlangsung untuk 1 2
bulan.
Imunisasi aktif: tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan
selama bertahun-tahun.
Imunisasi pasif: tubuh anak tidak membuat sendiri zat anti. Si anak
mendapatnya dari luar tubuh dengan cara penyuntikan bahan/serum yang
telah mengandung zat anti.
Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama.

Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :


a. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
c. Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.
d. Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
e. Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.
f. Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan
dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).

Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :


a. Program imunisasi
Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin
diberikan kepada bayi di bawah umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita
berusia 15 hingga 39 tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada
bayi disebut dengan imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah
dasar dan wanita usia subur disebut dengan imunisasi lanjutan. Vaksin yang
diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG, Polio, DPT,
dan campak. Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak dan Tetanus
Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita usia subur diberikan Tetanus
Toksoid. Pada kejadian wabah penyakit tertentu di suatu wilayah dan waktu tertentu
maka Imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi tambahan
diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan sering dilakukan misalnya
ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu tertentu
misalnya, pemberian polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian
imunisasi campak pada anak sekolah.
b. Program imunisasi Meningitis Meningokus
Seluruh calon/jemaah haji dan umroh, petugas Panitia Penyelenggaraan Ibadah
Haji (PPIH) di Arab Saudi, Tim Kesehatan Haji Indonesia yang bertugas menyertai
jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/ debarkasi.
c. Program imunisasi Demam Kuning
Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi dibawah 9 bulan dan ibu
hamil trimester pertama, berasal dari negara atau ke 11 negara yang dinyatakan
endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan oleh WHO yang selalu di
update).
d. Program imunisasi Rabies
Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan yang berindikasi rabies,
terutama pada lokasi tertular (selama 2 tahun terakhir pernah ada kasus klinis,
epidemiologis, dan laboratoris dan desa-desa sekitarnya dalam radius 10 km).

Kebijakan dan Strategi:


1. Program Imunisasi
a. Kebijakan
Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak
terkait
Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap
sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah
Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu
Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan
program dan anggaran terpadu
Perhatian khusus diberikan pada wilayah rawan sosial, rawan penyakit
(KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis
b. Strategi
Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat
Membangun kemitraan dan jejaring kerja
Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin da alat
suntik
Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk
menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan
Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih
Pelaksanaa sesuai standar
Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif,
berkualitas dan efisien.
Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan
2. Program imunisasi Meningitis Meningokokus
Sesuai International Health regulation setiap calon jemaah haji harus sudah
diimunisasi Meningitis Meningokokus, dengan dibuktikan International Certificate
of Vaccination (ICV) yang berlaku maksimal 2
tahun. Kekebalan terjadi 2 minggu setelah penyuntikan.
3. Program imunisasi demam kuning
Sesuai International Health Regulation setiap orang yang masuk Indonesia
berasal atau melewati daerah diduga terjangkit demam kuning serta daerah terjangkit
telah diimunisasi demam kuning, yang dibuktikan dengan International Certificate
of Vaccination (ICV) yang berlaku, masa berlaku 10 tahun. Kekebalan terjadi 10
hari setelah penyuntikan.
4. Program imunisasi Rabies
a. Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan pada seluruh kasus gigitan hewan
penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga kemungkinan kematian akibat
rabies dapat dicegah
b. Pemberdayaan Puskesmas dalam penatalaksanaan kasus gigian yaitu cuci setiap
luka gigitan akibat digigit hewan penular rabies dengan menggunakan sabun/
detergen selama 10-15 menit pada air mengalir, kemudian dibilas dengan
alkohol atau betadine.
Di Indonesia, untuk pelayanan kesehatan pemerintah, vaksin yang termasuk dalam
program imunisasi dasar diberikan secara gratis, kadang-kadang di beberapa unit pelayanan
kesehatan hanya membayar kartu masuk puskesmas atau rumah sakit tergantung pada
kebijakan daerah. Vaksin yang termasuk program imunisasi dasar adalah : Hepatitis B,
Diptheri, Pertusis, Tetanus, polio, BCG dan vaksin campak. Untuk vaksin yang tidak
termasuk program imunisasi dasar, seperti HiB, Pneumoni, MMR maka harus membayar
vaksin yang diberikan. Untuk pelayanan swasta, bila vaksin bukan berasal dari vaksin
pemerintah maka yang bersangkutan harus membayar biaya vaksin dan konsultasi
pada pihak swasta.

Jadwal Imunisasi di Puskesmas


a. Imunisasi wajib pada bayi
Vaksin Pemberian Internal Umur Keterangan
BCG 1x - 0-11 bulan Minimal,
tidak ada
batasan
maksimal
DPT 3x 4 mg 2-11 bulan -
(minimal)
Polio (OPV) 4x 4 mg 0-11 bulan Lengkapi
(minimal) sebelum umur
1 tahun
Campak 1x - 9-11 bulan -
Hepatitis B 3x 1 sampai 6 0-11 bulan -
bulan dari
suntikan
pertama

b. Bila bayi lahir di rumah


Umur bayi Vaksin yang diberikan
0 bulan/langsung setelah dilahirkan Hepatitis B-1
1 bulan BCG, Polio-1
2 bulan DPT-1, Hepatitis B-2, Polio-2
3 bulan DPT-2 Hepatitis B-3 Polio-3
4 bulan DPT-3, Polio-4
9 bulan Campak
c. Bila bayi lahir di tempat pelayanan
Umur bayi Vaksin yang diberikan
0 bulan/langsung setelah dilahirkan Hepatitis B-1, BCG, Polio-1
2 bulan DPT-1, Hepatitis B-2, Polio-2
3 bulan DPT-2 Hepatitis B-3 Polio-3
4 bulan DPT-3, Polio-4
9 bulan Campak

d. Apabila tersedian vaksin kombinasi DPT dan Hepatitis B (vaksin DPT/HB),


maka ada perubahan jadwal imunisasi yaitu vaksin Hepatitis B diberikan
segera pada bayi lahir dengan kemasan monovalent
Umur bayi Vaksin yang diberikan
0 bulan/langsung setelah dilahirkan Hepatitis B-1 (dosis terpisah), BCG,
Polio-1
2 bulan DPT/Hepatitis B-1, Polio-2
3 bulan DPT/Hepatitis B-2 Polio-3
4 bulan DPT/Hepatitis B-3 Polio-4
9 bulan Campak

e. Imunisasi pada anak sekolah dasar (SD)


Kelas Vaksin yang diberikan
1 Difteri, tetanus, campak masing-masing
0,5 cc
2 Tetanus toksoid 0,5 cc
3 Tetanus toksoid 0,5 cc

f. Imunisasi Tetanus toksoid pada Wanita Usia Subur


Vaksin Dosis Pemberian Masa
tetanus perlindungan
T-1 0,5 cc - -
T-2 0,5 cc 4 minggu 3 tahun
setelah T-1
T-3 0,5 cc 6 minngu 5 tahun
setelah T-2

T-4 0,5 cc 1 tahun 10 tahun


setelah T-3

T-5 0,5 cc 1 tahun 25 tahun


setelah T-4

c. NAPZA
Napza merupakan singkatan dari narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif
lainnya.
Narkotika merupakan zat-zat alamiah maupun sintetik dari bahan candu/kokaina
atau turunannya dan padanannya yang mempunyai efek psikoaktif
(menurunkan/mengubah kesadaran). Alkohol merupakan Zat aktif dalam berbagai
minuman keras, mengandung etanol yang berfungsi menekan syaraf pusat. Psikotropika
merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif (perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku). Sedangkan, zat adiktif
merupakan zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan dan sangat berbahaya karena
bisa merusakkan sel otak.Napza dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu :

Berdasarkan proses pembuatannya di bagi ke dalam 3 Golongan :


1. Alami yaitu jenis ata zat yang diambil langsung dari alam tanpa adanya proses
fermentasi atau produksi mslnya : Ganja, Mescaline, Psilocybin, Kafein, Opium.
2. Semi Sintesis yaitu jenis zat/obat yang diproses sedemikian rupa melalui proses
fermentasi mslnya : Morfin, Heroin, Kodein, Crack.
3. Sintesis yaitu jenis zat yang dikembangkan untuk keperluan medis yang juga untuk
menghilangkan rasa sakit misalnya : petidin, metadon, dipipanon,
dekstropropokasifen

Menurut efek yang di timbulkan di bagi dalam 3 golongan:


1. Depresan adalah zat atau jenis obat yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional
tubuh. Jenis ini dapat membuat pemakai merasa tenang bahkan tertitur atau tak
sadarkan diri misalnya opioda, opium atau putau , morfin, heroin, kodein opiat
sintesis.
2. Stimulan adalah zat atau obat yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan gairah kerja serta kesadaran misalnya : kafein, kokain, nikotin
amfetamin atau sabu-sabu.
3. Halusinogen zat atau obat yang menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah
perasaan dan fikiran misalnya : Ganja, Jamur Masrum Mescaline, psilocybin, LSD.

Pengguna napza terbagi dalam 3 tingkatan :


1. User yaitu seseorang yang menggunakan napza sesekali
2. Abuser yaitu seseorang yang menggunakan napza karena alasan tertentu.
3. Addict yaitu seseorang yang menggunakan napza atas dasar kebutuhan artinya jika
tidak di penuhi maka akan timbul efek secara fisik maupun psikis.

Dampak penyalahgunaan Napza :


1. Jasmaniah
Gangguan pada sistem syaraf; kejang-kejang,halusinasi,gangguan
kesadaran,kerusakan syaraf
Gangguan pada jantung dan pembuluh darah; imfeksi akut jantung gangguan
peredaran darah
Gangguan pada kulit; alergi abses pernanahan
Gangguan pada paru-paru; penekanan fungsi pernafasan, pengerasan jaringan
paru2
Gangguan pada hemopeotik gastrointestinal, penurunan fungsi sistem
reproduksi,gagal
ginjal,gangguan pada otot dan tulang serta berpotensi tertular HIV-AIDS
2. Kejiwaan
Intoksitasi (keracunan) gejala dimana seseorang telah merasakan efek
penggunaan narkobanya
(Mabuk)
Toleransi istilah yang digunakan untuk menunjukkan kebutuhan zat seseorang
yang lebih
banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang.
Withdrawal Syndrome (gejala Putus Zat) biasa dikenal oleh pecandu dengan
sebutan sakau
gejala ini akan hilang jika menggunakan
3. Depedensi (ketergantungan) keadaan dimana seseorang selalu membutuhkan zat
tertentu
4. Dampak Sosial
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa prosentase kriminalitas yang
terjadi lebih besar di timbulkan oleh penyalahgunaan zat psikoaktif yang dapat
meningkatkan perilaku agresif seseorang baik fisik maupun psikis.
DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2014.Penggolongan Obat dan Cara Mendapatkannya. (Online). Available:


http://dkk.sukoharjokab.go.id/read/penggolongan-obat-dan-cara-mendapatkannya.
(Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 20.00 WITA

Anonim. Antimikroba. (Online). Available :


https://www.scribd.com/doc/119237884/Antimikroba#download (Diakses pada tanggal 26
April 2015 pukul 14.25 WITA)

Anonym. 2014. Penggolongan Obat dan Cara Mendapatkannya. (Online). Available:


http://www.pengertianahli.com/2014/01/pengertian-obat-dan-penggolongan-
obat.html#_ (Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 20.15 WITA)

Anonym. 2012. Manfaat Vitamin dan Mineral yang Dibutuhkan Tubuh Manusia. (Online).
Available: http://pickyeatersclinic.com/2012/04/04/manfaat-vitamin-dan-mineral-
yang-dibutuhkan-tubuh-manusia/. (Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 12.15
WITA)

Anonim. Makalah Obat Antimikroba. (Online). Available :


https://www.scribd.com/doc/110974940/Makalah-Obat-Anti-Mikroba#download (Diakses
pada tanggal 26 April 2015 pukul 14.30 WITA)

Anonim. Kemoterapika Antiparasit. (Online). Available :


https://tintusfar.files.wordpress.com/2013/06/kemoterapika-antiparasit-poltekes-kemenkes-
ri.pdf (Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 14.33 WITA)

Anonim. Pengelompokan Obat Antimikroba. (Online). Available :


https://www.academia.edu/8856737/PENGELOMPOKAN_OBAT_ANTIMIKROBA
(Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 14.35 WITA)

Google. Napza. Online : Available


https://www.k4health.org/sites/default/files/NAFZA%20LENGKAP.pdf (Diakses
pada tanggal 25April pukul 07.31 Wita)

Michael,Winata.Satyadharma.2014.Diuretik.(Online).Available:http://www.kerjanya.net/fa
q/5205-diuretik.html. (Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 20.30 WITA
Natalia Probandari, Ari, Handayani, Selfi dkk. 2013. Imunisasi. Online : Available http
://fk.uns.ac.id/static/filebagian/Imunisasi.pdf (Diakses pada tanggal 24 April pukul
18.16 Wita)

Setyo, Kriswanto Erwin. Napza. Online : Available


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/06%20NAPZA.pdf (Diakses pada tanggal
25April pukul 07.15 Wita)

Vannisa. 2011. Nutrisi Parenteral. (Online).Available: http://vannisa-


vannisa.blogspot.com/2011/11/nutrisi-parenteral.html (Diakses pada tanggal 26 April
2015 pukul 14.00 WITA)

Anda mungkin juga menyukai