Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Uraian Bahan

2.1.1

Sulfadiazin

Rumus bangun

Sulfadiazin mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari
102,0% C10,H10N4O2S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian:
Serbuk, putih sampai kuning; tidak berbau atau hampir tidak berbau; stabil
diudara tetapi pada pemaparan terhadap cahaya perlahan lahan menjadi hitam.
Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam asam mineral encer,
dalam larutan kalium hidroksida, dalam larutan natrium hidroksida dan dalam
aluminium hidroksida; agak sukar larut dalam etanol dan dalam aseton; sukar
larut dalam serum manusia pada suhu 37 (Depkes RI, 1995).
Sulfadiazin mempunyai nama kimia N-2-piridil sulfanilamide dan nama
IUPAC 4-amino-N-pyrimidinyl-2-benzenesulfonamida. Sulfadiazin memiliki
Berat Molekul 250,27. Sulfadiazin mengandung tidak kurang dari 98,0% dan
tidak lebih dari 102,0% C10H10N4O2S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
(Dipkes RI, 1995).
Salah satu cara mengindentifikasi Sulfadiazin adalah dengan spektrum
serapan inframerah zat yang telah dikeringkan pada suhu 105o selama 2 jam dan
didispersikan dalam kalium bromida P, menunjukkan maksimum hanya pada
panjang gelombang yang sama seperti tertera pada Sulfadiazin BPFI. Penetapan
kadar Sulfadiazin dilakukan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi (Dipkes
RI, 1995).
Sulfadiazin dapat juga ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri
ultraviolet dalam larutan asam (HCL 0,1 N) spektrumnya pada panjang
gelombang 215 nm dan 242 nm, pada larutan basa (NaOH 0,1 N) spektrumnya

pada 242 nm dan 254 nm, dan dalam pelarut metanol spektrum maksimumnya
pada 270 nm (Depkes RI, 1995).
Sulfonamida bekerja sebagai antimetabolit, yang mengusir secara
kompetitif asam p-aminobenzoat yang dibutuhkan bakteri untuk pembentukan
asam folat. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa sulfonamida
1

Sebagai pendorong (bolus) harus diberikan dalam dosis tinggi : Untuk


dapat mengusir p-aminobenzoat secara kompetitif, harus dicapai kadar

sulfonamida yang tinggi dalam darah,


Bekerja hanya bakteriostatik dan bukan bakterisid : Walaupun bakteri
membutuhkan asam p-aminobenzoat untuk pertumbuhan, kekurangan

asam p-aminobenzoat ini tidak akan mematikan mikroba,


Untuk hewan dan manusia umumnya tak toksik : Karena sel ini tidak dapat
mensintesis asam folat sendiri, tetapi bergantung pada pasokan asam folat
bersama makanan sebagai vitamin -, karena itu bagi sel manusia dan
hewan sulfonamida tidak merupakan antimetabolit (Mutschler, 2010).
Sulfadiazin, diabsorpsi dengan baik setelah pemberian secar oral.

Sulfonamid dahulu digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih sederhana


tetapi banyak strain Escherichia coli yang resisten dan saat ini banyak tersedia
obat yang kurang toksik. Sulfadiazin dalam kombinasi pirimetamin digunakan
pada infeksi Toxoplasma gondii (Neal, 2006).
Absorbsi di usus terjadi cepat, kadar maksimal dalam darah tercapai dalam
waktu 3-6 jam sesudah pemberian dosis tunggal. Kirakira 15-40% dari obat yang
diberikan diekskresi dalam bentuk asetil yang lebih mudah untk diekskresikan.
Hampir 70 % obat ini mengalami reabsorpsi di tubuli ginjal dan pemberian alkali
memperbesar bersihan ginjal dengan mengurangi reabsorpsi tubuli. Karena
beberapa sulfa sukar larut dalam urin yang asam, maka sering timbul kristaluria
dan komplikasi ginjal lainnya. Untuk mencegah ini pasien dianjurkan minum
banyak air agar produksi urin tidak kurang dari 1200 mL/hari atau diberikan
sediaan alkalis seperti Na-bikarbonat untuk menaikkan pH urin (Setiabudy, 2008).
Efek samping paling sering adalah reaksi alergi dan meliputi ruam kulit
(morbiliformis atau urtikaria), kadang kadang disertai demam. Yang lebih jarang
terjadi adalah reaksi yang lebih serius, misalnya sindrom Steven-Johnson yang

merupakan bentuk eritema multiforme dengan tingkat mortalitas yang tinggi


(Neal, 2006).
Derivat pirimidin ini, bersama sulfametaksazol dan sulfafurazol memiliki
kegiatan atas dasar mg yang terkuat dari semua sulfa. Reabsorpsinya dari usus
agak lambat, sehingga sebagian obat bisa mencapai usus besar. Oleh karena itu,
sulfadiazin berkhasiat terhadap disentri basiler, bahkan lebih efektif dibandingkan
dengan kloramfenikol dan tetrasiklin. Dosis: permulaan 2- 4 g, kemudian 4-6 dd
1g ( Tjay, 2002).
2.1.2 Furosemida
Rumus bangun

Furosemida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
101,0% C12H11CIN2O3S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian:
serbuk hablur, putih sampai hampir kuning; tidak berbau. Kelarutan: paraktis tidak
larut dalam air; mudah larut dalam aseton, dalam dimetilformamida dan dalam
larutan alkali hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut dalam etanol;
sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam kloroform (Depkes RI, 1995).
Furosemid

mempunyai

nama

kimia

Asam-4-kloro-N-furfuril-5-

sulfamoilantranilat dan nama lain furosemid adalah Furosemidum/furosemida.


Furosemid memiliki Berat Molekul 330,74.Dengan rumus kimianya adalah
C12H11ClN2O5S (Depkes RI, 1995).
Spektrum serapan ultraviolet larutan (1 dalam 125.000) dalam natrium
hidroksida 0,02 N menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang
gelombang yang sama seperti pada Furosemida BPFI; daya serap masing
masing dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, pada panjang gelombang
serapan maksimum lebih kurang 271 nm, berbeda tidak lebih dari 3,0% (Depkes
RI, 1995).

Volume cairan dan komposisi elektrolit yang abnormal merupakan hal


yang umum dan penting. Obat yang dapat menghambat fungsi transport dari
tubuli ginjal merupakan pengobatan yang biasa dilakukan (Ives,2007).
Diuretik kuat (High-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretik yang
efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya
dibagian epitel tebal ansa henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut
juga loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah furosemid, torsemid,
asam etakrinat, dan bumetanid. Furosemid atau asam 4-klorpo-N-furfuril-5sulfamoil antranilat masih tergolong derivat sulfonamid. Obat ini merupakan salah
satu obat standar untuk pengobatan gagal jantung dan edema paru (Nafrialdi,
2008).
Diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah dieresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahn volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran (kehilangan) zat- zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretic adalah
untuk memobilisasi cairan edema yang berarti mengubah keseimbangan cairan
sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal
(Gunawan, 2007).
Furosemid merupakan diuretika saluretik yang kuat, aktivitasnya 8-10 kali
diuretika tiazida. Awal kerja obat terjadi dalam 0,5-1 jam setelah pemberian oral
dengan masa kerja yang relatif pendek lebih kurang 6-8 jam. Absorpsi furosemid
dalam saluran cerna cepat ketersedianhayantinya 60-69% pada subyek normal dan
lebih kurang 91-99% obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah maksimal
dicapai 0,5-2 jam setelah pemberian secara oral dengan waktu paro biologis lebih
kurang 2 jam. Furosemid digunakan untuk pengobatan hipertensi ringan dan
moderat karena dapat menurunkan tekanan darah. Dosis : 20-80 mg/hari
(Siswandono,2002).
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi
elektrolit di Ansa Henle asenden bagian epitel tebal. Pada pemberiannya secara iv
obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan
filtrasi glomerulus(Gunawan, 2007).

Walaupun kerjanya pada ginjal, diuretika bukan obat ginjal, artinya


senyawa ini tidak dapat memperbaiki atau menyembuhkan penyakit ginjal,
demikian juga pada pasien penyakit insufisiensi ginjal jika diperlukan dialisis,
tidak akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa
diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil eksresi zat-zat penting urin
dengan mengurangi laju filtrasi glomerulus sehingga akan memperburuk
insufisiensi ginjal (Mutschler, 1991).
Dengan demikian yang dapat digunakan secara terapeutik hanyalah
kemampuannya untuk mempengaruhi gerakan air dan elektrolit dalam organisme.
Pengaruhnya terhadap proses transpor hanya seakan-akan saja khas terhadap
ginjal : karena konsentrasi diuretik pada saat melewati nefron meningkat dengan
hebat, maka efeknya pada ginjal (efek diuretik) dibandingkan dengan efek pada
organ lain, dominan (Mutschler, 1991).
Diuretika meningkatkan ekskresi ion-ion tertentu, terutama ion natrium
dan klorida, dan dengan ini bersamaan akan meningkatkan ekskresi air. Terbaik
adalah jika obat dapat mengatur elektrolit organisme seperti konsentrasi yang ada
dalam cairan intersitium (Mutschler, 1991).
Diuretika semacam ini minimum dalam bentuk senyawa tunggal tidak
ada : saluretika (tiazida dan diuretika jerat henle) menyebabkan hilangnya kalium,
diuretika penahan kalium menyebabkan retensi kalium. Karena itu dengan
menggunakan preparat kombinasi yang cocok dicoba untuk mencapai
kesetimbangan kalium yang netral, dengan pemberian bersama-sama suatu
saluretika dan suatu diuretika penahan kalium, tetapi ekskresi natrium klorida
tetap banyak. Ini hanya mungkin pada sebagian kasus saja (Mutschler, 1991).
Disamping kerja terhadap ginjal, diuretika juga mempunyai kerja terhadap
bagian lain (ekstrarenal), yang besarnya berbeda-beda bergantung pada kelompok
diuretikanya. Setelah pemberian iv (intra vena) diuretika jerat henle tipe
furosemida, efek timbul amat cepat. Efek yang baik pada penanganan insufisiensi
jantung akut ini timbul karena adanya penurunan preload (prabeban) jantung
akibat dilatasi vena. Kerja antihipertensi diuretika, seperti telah dikemukakan
terdahulu

sekurang-kurangnya

sebagian

disebabkan

oleh

berkurangnya

reagibilitas pembuluh. Diuretika penyimpan kalium, triamteren mempunyai kerja

antiaritmik, yang tidak hanya disebabkan oleh adanya retensi kalium saja
(Mutschler, 1991).
2.2

Pereaksi (Reagen)
Pereaksi disingkat P adalah suatu zat digunakan sebagai pereaksi atau

sebagai unsur pokok dari larutan. Larutan pereaksi disingkat LP adalah larutan
dari pereaksi dalam pelarut dan kadar tertentu yang sesuai untuk penggunaan
tertentu. Air jika dalam uji untuk pereaksi atau dalam petunjuk pembuatan larutan
uji dan sebagainya digunakan air tanpa kualifikasi khusus selalu menggunakan Air
Murni seperti yang tertera pada monografi Farmakope Indonesia IV (Depkes RI,
1995).
2.2.1 Air bebas karbon dioksida
Air bebas karbon dioksida adalah air murni yang telah dididihkan kuat
kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai dingin dan tidak boleh
menyerap karbon dioksida dari udara. Air awaudara adalah air murni yang sudah
dikurangi udara terlarut dengan cara yang sesuai seperti dididihkan kuat kuat
selama 5 menit dan didinginkan atau dengan menggunakan penggetar ultrasonik
(Depkes RI, 1995).
2.2.2 Cairan lambung buatan
Cairan lambung buatan LP, larutkn 2,0 g natrium klorida P dan 3,2 g
pepsin P dalam 7,0 ml asam klorida P dan air secukupnya hinggal 1000 ml.
Larutan mempunyai pH lebih kurang 1,2 (Depkes RI, 1995).
2.2.3 Natrium klorida
Natrium klorida mempunyai BM 58,44, murni pereaksi. Pemerian : hablur
bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih; rasa asin. Kelarutan:
mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam air mendidih, larut dalam
gliserin, sukar larut dalam etanol (Depkes RI, 1995).
2.2.4 Natrium hidroksida
Natrium hidroksida LP, larutkan 4,0 g natrium hidroksida P dalam air
hingga 100 ml. Mempunyai BM 40,00. Pemerian: putih atau praktis putih, massa
melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara, akan cepat menyerap

karbon dioksida dan lembab. Kelarutan:

mudah larut dalam air dan etanol

(Depkes RI, 1995).


2.2.5 Larutan dapar fosfat
Larutan dapar merupakan sistem larutan yang dapat mempertahankan pH
lingkungannya dari pengaruh seperti oleh penambahan sedikit asam/basa kuat,
atau oleh pengenceran. Sistem bufer terdiri atas dua komponen, yakni (1)
komponen pelarut (umumnya air), dan (2) komponen zat terlarutnya. Komponen
terakhir ini dapat berupa:
a. Asam lemah dan garam kuatnya,
b. Basa lemah dan garam kuatnya,
c. Sepasang asam-basa konyugat, atau
d. Sepasang pemberi penerima proton (Mulyono, 2009).
Kapasitas suatu bufer merupakan ukuran kemampuan bufer itu untuk
mempertahan pH lingkungannya terutama dari pengaruh-luar oleh penambahan
ion H+ (asam) atau ion OH- (basa). Yang paling menentukan kemampuan bufer
ialah kuantitas atau konsentrasi masing masing campurannya (misalnya
asam/basa-lemah dan garam kuatnya; atau asam dan basa konyugatnya). Makin
tinggi konsentrasi zat zat ini, makin tinggi pula kapasitas bufer untuk
mempertahankan pH-nya terhadap pengaruh dari luar (Mulyono, 2009).
Pemahaman sifat sistem bufer yang didukung dengan perhitungan (analisis
sederhana) dapat membantu di dalam merancang pembuatan bufer dengan
ketepatan seperti yang diinginkan keuntungan lain, ketepatan sistem bufer dapat
menghindarkan pemborosan pemakain zat/pereaksi di samping mengurangi akibat
negatif lain seperti kepekatan larutan karena dapat menurunkan bahkan
mematikan keaktifan sistem hidup (Mulyono, 2009).
Kalium dihidrogen fosfat, atau kalium fosfat monobasa, (MKP) -KH2PO4adalah larut garam yang digunakan sebagai pupuk, sebuah aditif makanan dan
fungisida. Ini adalah sumber fosfor dan kalium. Ini juga merupakan agen
penyangga (Mulyono, 2009).
Pembuatan dapar fosfat untuk mempertahankan PH sediaan pH yang baik
adalah kapasitas dapar yang dimilikinya memungkinkan penyimpanan lama dan
darah dapat menyesuaikan diri serta pH ideal = 7,4 sesuai pH darah. Bila pH > 9

terjadi nekrosis pada jaringan dan bila pH < 3 sangat sakit waktu disuntikkan
(Mulyono, 2009).
2.3

Spektrofotometri

2.3.1

Teori Spektrofotometri ultraviolet


Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dari spektrum


dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Spektrofotometri digunakan
untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,
2008).
Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang
menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih
panjang panjang gelombang tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses
ini memerlukan penggunaan instrumen yang lebih rumit dan karenanya lebih
mahal. Instrumen yang dimaksud ini adalah spektrofotometer dan seperti tersirat
dalam nama ini, instrumen ini sebenarnya terdiri dari dua instrumen dalam satu
kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer (Basset, 1994).
Bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium
homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian diserap dalam
medium itu dan sisanya diteruskan. Jika intensitas sinar masuk dinyatakan oleh I o,
Ia intensitas sinar terserap, It intensitas sinar diteruskan, Ir intensitas sinar
dipantulkan. Hukum lambert, hukum ini menyatakan bahwa bila cahaya
monokromatik melewati medium tembus cahaya, laju berkurangnya intensitas
oleh bertambahnya ketebalan, berbanding lurus dengan intensitas cahaya. Ini
setara dengan menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang
secara eksponansial dengan bertambahnya ketebalan medium yang menyerap.
Atau dengan menyatakan bahwa lapisan manapun dari medium itu yang tebalnya
sama akan menyerap cahaya masuk kepadanya dengan fraksi yang sama (Basset,
1994).

10

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan


spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna
yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut
harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna.
Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan :
1.

Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis


Hal ini diperlukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada

daerah tersebut.
2. Waktu operasional (operating time)
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu
operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran
dengan absorbansi larutan.
3. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang ynag digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu.
4.

Pembuatan kurva baku


Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai

konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi


diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-beer terpenuhi maka kurva baku berupa
garis lurus. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan oleh kekuatan ion
yang tinggi, perubahan suhu dan reaksi ikutan yang terjadi.
Tinggi rendahnya intensitas sinar karakteristik suatu unsur merupakan
representasi dari jumlah atom yang tereksitasi, sedangkan atom yang tereksitasi
sangat ditentukan oleh jumlah atom dalam sampel dan matrik bahan yang diukur.
Oleh sebab itu intensitas yang diperoleh tersebut digunakan sebagai dasar untuk
penentuan kandungan atom dalam bahan yang dianalisis secara kuantitatif.
Kesesuaian antara tinggi intensitas dengan kandungan unsur dalam bahan yang

11

dilakukan dengan pengukuran kesetaraan bahan yang dianalisis dengan


menggunakan suatu bahan standar dikenal dengan istilah kalibrasi (Kriswarini,
dkk, 2013).
Kalibrasi dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara intensitas
dan konsentrasi. kemudian ditentukan daerah linear untuk memberikan batas
pengukuran. Menurut ASTM, suatu kurva dinyatakan linear bila mempunya nilai
regresi lebih besar dari 0,95 dan hasil pengukuran mengikuti garis yang
membentuk persamaan linear
y = ax + b
dengan :
y

: konsentrasi unsur dalam bahan yang dianalisis (% / ppm)

: intercept (Kriswarini, dkk, 2013).

5. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan


Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,8 atau 15 % sampai 70 % jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5
% (kesalahan fotometrik) (Rohman, 2007).
Pada umumnya, metode ini untuk menetapkan kadar sulfonamid dalam
jumlah kecil misalnya pada penetapan hasil pemisahan kromatografi kertas dari
campuran sulfonamid (Rohman ,2007).
Menurut Rohman (2007), metode spektrofotometri UV-Vis digunakan
untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak. Cara
untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan menggunakan perbandingan
absorbansi sampel dengan absorbansi baku, atau dengan menggunakan persamaan
regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi baku dengan
absorbansinya. Persamaan kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung
kadar dalam sampel.
Jika penetapan kadar atau pengujian menggunakan baku pembanding,
lakukan pengukuran spektrofotometri dengan larutan yang dibuat dari baku
pembanding menurut petunjuk resmi dan larutan yang dibuat dari zat uji. Lakukan
pengukuran kedua secepat mungkin setelah pengukuran pertama menggunakan
kuvet dari kondisi pengujian yang sama. Kuvet atau sel yang dimaksudkan untuk

12

diisi larutan uji dan cairan pelarut, bila diisi dengan pelarut yang sama, harus
sama. Jika tidak harus dilakukan koreksi yang tepat. Toleransi bagi tebal kuvet
yang digunakan adalah lebih kurang 0,005 cm. Kuvet harus dibersihkan dan
diperlakukan dengan hati-hati (Depkes RI, 1995).

13

Anda mungkin juga menyukai