Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN

IDENTIFIKASI SENYAWA OBAT GOLONGAN


ALHOHOL, FENOL, ASAM KARBOSILAT, ALKALOID DAN BASA
NITROGEN, SULFONAMIDA DAN BARBITURAT DAN ANTIBIOTIKA

Disusun Oleh :
Afrida Cahya Nirwana
260110160021

LABORATORIUM ANALISIS INSTRUMEN


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJAJARAN
2016
IDENTIFIKASI SENYAWA OBAT GOLONGAN ALKOHOL, FENOL, ASAM
KARBOKSILAT, ALKALOID DAN BASA NITROGEN, SULFONAMIDA
DAN BARBITURAT DAN ANTIBIOTIK

I. Tujuan
Mengetahui cara identifikasi senyawa golongan obat alcohol, fenol, asam
karboksilat, alkaloid dan basa nitrogen, sulfonamide dan barbiturate dan
antibiotic.
II. Prinsip
a. Prinsip Identifikasi Gugus Alkohol (Esterifikasi)
Esterifikasi adalah proses pembentukan ester dari senyawa alcohol dan
asam karboksilat yang memiliki aroma khas. Reaksi ini merupakan
reaksi reversible dengan katalis asam (Fessenden dan Fessenden, 1986).
b. Prinsip Identifikasi Gugus Fenol (Reaksi Pembentukan Kompleks)
Reaksi pembentukan kompleks adalah suatu ion yang terdiri dari satu
atom pusat dengan beberapa ligan yang terikat dengan atom atau ion
pusat tersebut (Petrucci, 1997).
c. Prinsip Identifikasi Gugus Asam Karboksilat (Reaksi Kristal)
Reaksi pembentukan padatan dari atom, molekul atau ion penyusunnya
yang tersusun secara teratur dan polanya berulang melebar tiga dimensi
(Roth, 1995).
d. Prinsip Identifikasi Gugus Alkaloid dan Basa Nitrogen (Reaksi
Identifikasi Alkaloid dan Basa Nitrogen)
Reaksi positif dengan pereaksi dragendroff akan menghasilkan endapan
coklat muda sampai kuning dan dengan uji mayer menghasilkan
endapan putih (Sastroamidjojo, 1996).
e. Prinsip Identifikasi Gugus Sulfonamida dan Barbiturat
(Reaksi Identifikasi Golongan Sulfonamida dan Barbiturat)
Zat antimikroba yang bersifat amfoter bekerja sebagai penghambat
sintesis asam folat. Dengan reagen p-DAB HCl menghasilkan endapan
merah (Gupra, 2014).
Pembentukan kompleks berwarna dengan reagen Parri. Dalam obat zat
ini digunakan sebagai obat penenang atau anestesi (Sudarma dan
Mulyanto, 2008).
f. Prinsip Identifikasi Gugus Antibiotika (Reaksi Identifikasi
Golongan Antibiotika)
Reaksi dengan asam atau basa pekat. Dengan gugus fungsi yang
berbeda maka warna yang dihasilkan juga akan berbeda dengan reagen
yang spesifik (Petrucci, 1997).
III. Reaksi
a. Reaksi Identifikasi Gugus Alkohol
b. Reaksi Identifikasi Gugus Fenol

c. Reaksi Identifikasi Gugus Asam Karboksilat


d. Reaksi Identifikasi Alkaloid dan Basa Nitrogen

e. Reaksi Identifikasi Gugus Sulfonamida dan Barbiturat


f. Reaksi Identifikasi Gugus Antibiotik

IV. Data Pengamatan


a. Data Pengamatan Identifikasi Gugus Alkohol

Nama
No Reagen Prosedur Pustaka Hasil Kriteria Foto
Zat
1. Memasukkan 1 ml
Larutan
Esterifikasi: etanol ke tabung
bening bau
reaksi Bau
1. Etanol balsem Sesuai
2. Menambahkan as. Balsem
(Clark,
As. Salisilat Salisilat atau as.
2007).
Benzoat
3. Menambahkan
H2SO4 perlahan-
As. Benzoat
lahan melalui
dinding tabung.
4. Menutup tutup
mulut tabung dengan
sumbat kapas
1. Memasukkan Tercium
etanol bau
2. Menambahkan iodoform
Warna
NaOH dan iodin dan
kuning
Iodoform terbentuk Sesuai
dan bau
endapan
3. Memanaskan iodoform
kuning
hingga 60C
(Depkes RI,
1979).
1. Masukkan etanol
ke tabung reaksi Larutan
2. Menambahkan berwarna Larutan
K2Cr2O7 Sesuai
larutan jenuh hijau (Clark, hijau
K2Cr2O7 dalam 2007).
H2SO4 50%
1. Mencampurkan
Larutan
larutan gliserin
berwarna Larutan
CuSO4 + dengan 1 tetes
2. Gliserin ungu/biru biru Sesuai
NaOH CuSO4
(Sarker, terang
2. Membasakan
2009).
dengan NaOH
Bau tajam
1. Meletakkan
seperti
mentol di atas plat
minyak
tetes Kristal,
permen rasa
bau
Organoleptik panas dan Sesuai
peppermi
aromatik
2. Mengamati nt
dingin
aromanya
3. Mentol (Depkes RI,
1979).
1. Meletakkan
Larutan
mentol di atas plat
berwarna Larutan
Salisilaldehid tetes
merah/jingg jingga Sesuai
+ H2SO4 2. Menambahakn
a (Depkes kuning
H2SO4 dan
RI, 1979).
salisilaldehid
b. Data Pengamatan Identifikasi Gugus Fenol

No Nama Zat Reagen Prosedur Pustaka Hasil Kriteria Foto


Larutan biru
Menambahkan tua/ungu Larutan
larutan FeCl3 ke (Indrajaya biru tua
1. Fenol FeCl3 Sesuai
dalam larutan femol dan tidak
di atas plat tetes. Nurinda, bercampur.
2015).
Larutan biru
tua lalu
berubah Biru
merah bila kehitaman,
Menambahkan
ditambah merah
Liebermann reagen Liebermann Sesuai
NaOH ketika
ke dalam sampel.
(Indrajaya ditambah
dan NaOH.
Nurinda,
2015).
Larutan
Menambahkan berwarna
Larutan
K2Cr2O7 K2Cr2O7 ke dalam orange Sesuai
orange.
sampel. (Clark,
1997).
1.Membuat larutan
zat dengan
Larutan
pemanasan dalam
kemerahan Warna
tabung reaksi.
FeCl3 (Indrajaya coklat Sesuai
2. Mendinginkan
dan kemerahan
larutan.
Nurinda).
2. Nipagin 3. Menambahkan
FeCl3.

Memanaskan larutan Larutan


zat dalam alkohol berwarna Larutan
Millon Sesuai
dan pereaksi Millon merah orange.
dalam tabung reaksi orange
dengan jumlah sama (Clark,
banyak. 1997)

Larutan
Menambahkan berwarna
Kuning
HNO3 pekat HNO3 pekat ke kuning Sesuai
orange.
dalam sampel. (Clark,
1997).
1. Melarutkan zat
Larutan
dengan air dalam
menjami Larutan
tabung reaksi.
3. Hidrokinon Ag(NH2)NO2 kehitaman abu Sesuai
2. Menambahkan
(Depkes RI, kehitaman.
larutan perak nitrat
1979).
amoniakal.
Larutan biru
tua/ungu
Menambahkan Larutan
(Indrajaya
FeCl3 FeCl3 ke dalam ungu Sesuai
dan
sampel kehitaman.
Nurinda,
2015).
4. Resorsinol Menjadi
Menambahkan Warna
coklat cair Tidak
Maquis reagensia marquis ke merah
(Depkes RI, sesuai
dalam sampel muda
1979)
Melarutkan zat Larutan Larutan
Ag(NH2)NO2 dengan air dalam menjami hitam Sesuai
tabung reaksi. kehitaman keabuan.
(Depkes RI,
2. Menambahkan 1979).
larutan perak nitrat
amoniakal.

c. Data Pengamatan Identifikasi Gugus Asam Karboksilat

No Nama Zat Reagen Prosedur Pustaka Hasil Kriteria Foto


1. Mereaksikan Larutan
senyawa tartrat kuning jernih
CuSO4 + dengan CuSO4. lalu menjadi Larutan
1. As. Tartrat Sesuai
NaOH biru muda biru muda
2. Menambahkan
(Svehla,
NaOH.
1985).
Merah
Warna merah
Menambahakn kecoklatan
darah
Marquis reagen Marquis ke dan Sesuai
(Sulistyo et
dalam sampel. endapan
al., 2015).
kuning.
Larutan
Mereaksikan
warna ungu Larutan
FeCl3 asetosal dengan Sesuai
2. Asetosal (Sulistyo et ungu
FeCl3.
al., 2015).
1. Mendidihkan 200
Menghasilkan
mg sampel dengan 4 Tercium
NaOH + bau minyak
mL NaOH 8% bau
H2SO4 + gandapura Sesuai
selama 3 menit lalu minyak
metanol (Sulistyo et
tambahkan 5 mL gandapura.
al., 2015).
H2SO4 encer.
2. Memfiltrasi
endapan asam
salisilat.
3. Memanaskan
filtrat dengan
metanol dan 2 mL
H2SO4 pekat.
Memanaskan Sublimasi Sublimasi
senyawa benzoat kristal jarum putih pada
H2SO4 Sesuai
dengan H2SO4 di (Svehla, dinding
tabung reaksi. 1985). tabung.
Asam
3. Larutan dan
Benzoat
Menambahkan endapan Endapan
FeCl3 reagen FeCl3 ke kuning muda dan larutan Sesuai
dalam sampel. (Svehla, kuning.
1985).
d. Data Pengamatan Identifikasi Gugus Alkaloid dan Basa Nitrogen

Kriter
No Nama Zat Reagen Prosedur Pustaka Hasil Foto
ia
1. Melarutkan zat
dalam air/alkohol di
atas plat tetes. UV 254 nm
Fluoresensi
2. Menambahkan biru muda
1. Kinin HCl H2SO4 warna biru Sesuai
asam sulfat. (Preaparandi,
muda.
3. Mengamati 2015).
flouresensi di
bawah sinar UV.
Hitam dengan Warna
Menambahkan sedikit hitam
Liebermann Sesuai
reagen Liebermann. endapan dengan
(Clark, 2007). endapan.

Larutan
Menambahkan merah Larutan
Marquis Sesuai
reagen Marquis. kecoklatan coklat
(Clark, 2007).
Papaverin
2. 1. Menambahkan
HCl
10 mg zat dengan 1
Kuning
ml anhidrid as.
kehijauan
Asetat dan 3 tetes
(Fessenden Warna
Fluoresensi H2SO4. Sesuai
dan kuning.
2. Memanaskan dan
Fessenden,
mengamati
1982).
fluoresensi di
bawah sinar UV.
Larutan
orange
berbuih Larutan
Menambahkan
Liebermann (Fessenden orange Sesuai
reagen Liebermann.
dan berbuih.
3. Efedrin Fessenden,
1982).
Campuran
Menambahkan
CuSO4 + biru muda Larutan
larutan CuSO4 dan Sesuai
NaOH (biru laut) biru-ungu
NaOH encer.
pekat
(Rahmawan,
2014).

1. Mencampurkan
Larutan
100 mg sampel
merah tua dan
dengan as. Salisilat Kristal putih
Asam sedikit Tidak
4. Heksamin dalam jumlah sama. (asam
Salisilat endapan sesuai
2. Memanaskan benzoat)
(Auterhoff,
dengan 1 ml
2002).
H2SO4.
e. Data Pengamatan Identifikasi Gugus Sulfonamida dan Barbiturat

No. Nama Zat Reagen Prosedur Pustaka Hasil Kriteria Foto


Putih
Menambahkan Warna
kebiruan Tidak
CuSO4 larutan CuSO4 ke merah
(Sasmita, Sesuai
sampel. muda.
1979).
Menambahkan
Merah jingga
1. Sulfametazin Vanilin + vanilin dan asam Larutan
(Sasmita, Sesuai
H2SO4 salisilat ke jingga
1979).
sampel.

Menambahkan
Koppayl- Warna pink Larutan
reagen Koppayl- Sesuai
Zwikker (Clark, 2007). merah muda
Zwikker.

H2SO4 + Menambahkan Warna jingga Larutan Tidak


2. Luminal
vanilin H2SO4 dan (Clark, 2007). kuning Sesuai
vanilin ke dalam
sampel.

Menambahkan
Koppayl- Warna pink Larutan
reagen Koppayl- Sesuai
Zwikker (Clark, 2007). merah muda
Zwikker.
Jingga
Menambahkan
kekuningan Larutan
Liebermann reagen Sesuai
(Svehla, kuning
Liebermann.
1985).
Menambahkan Warna
Warna
HgNO3 HgNO3 ke kuning- Sesuai
kuning
sampel. orange.
Menambahkan Warna ungu
H2SO4 + Warna
H2SO4 dan alfa (Svehla, Sesuai
alfa naftol keunguan
naftol. 1985).
Warna
Menambahkan
Koppayl- keunguan Larutan
3. Barbital reagen Koppayl- Sesuai
Zwikker (Attaway, keunguan
Zwikker.
2013).
Menambahakn
Abu-abu Larutan Tidak
HgNO3 HgNO3 ke dalam
(Thex, 2010). kuning Sesuai
sampel.
f. Data Pengamatan Identifikasi Gugus Antibiotika

No. Nama Zat Reagen Prosedur Pustaka Hasil Kriteria Foto


Memanaskan di
atas nyala api Bau karet
Bau karet
Aroma/Bau bunsen dan (Kalisthiana, Sesuai
terbakar
mencium 2014).
aroamanya.
1. Amoksisilin
Menambahakan
H2SO4 pekat.
Berwarna hijau Berpendar
H2SO4 Mengamati Sesuai
(Roth, 1985). hijau
fluoresensi di
bawah sinar UV.

Menambahkan Warna
Hijau lumut
Benedict benedict ke hijau Sesuai
(Kelly, 2009).
sampel. lumut

Menambahkan
Warna hitam Larutan
Liebermann reagen Sesuai
(Clark, 2007). hitam
Lieberman.

2. Tetrasiklon
Larutan Larutan
Menambahkan
Mandelin keoranyean kuning Sesuai
reagen Mandelin.
(Clark, 2007). pekat

Larutan warna
Menambahkan Larutan
Marquis hijau (Sasmita, Sesuai
reagen Marquis. kehijauan
1979).
V. Pembahasan
a. Pembahasan Identifikasi Gugus Alkohol
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai identifikasi
senyawa golongan alcohol. Pengujian gugus alcohol ini didasarkan pada
prinsip reaksi esterifikasi dimana reaksi esterifikasi adalah reaksi yang
terjadi antara gugus alcohol yang direaksikan dengan asam karboksilat yang
membentuk hasil akhir berupa ester dan hasil sampingan berupa air. Ester
ini memiliki ciri yang khas yang dapat diuji dari organoleptic saja, yaitu
memiliki aroma yang khas.
Sebelum percobaan dilakukan, alat dan bahan dipersiapkan terlebih
dahulu dan alat-alat dicuci bersih supaya tidak ada pengotor yang dapat
mengganggu hasil akhirnya nanti. Alat yang digunakan secara keseluruhan
pada percobaan identifikasi gugus alcohol ini adalah rak tabung reaksi,
tabung reaksi dan plat tetes karena tabung reaksi yang disediakan tidak
mencukupi. Sedangkan larutan yang akan kita uji identifikasi gugus alcohol
adalah etanol, gliserin dan mentol.
Pada identifikasi etanol digunakan empat reagen/pereaksi, yaitu asam
benzoate, asam salisilat, iodoform dan kalium dikromat. Penggunaan
reagen yang lebih dari satu bertujuan supaya reaksi identifikasi ini lebih
spesifik hingga benar-benar bisa diyakini bahwa larutan yang kita uji hanya
merupakan larutan etanol yang memiliki gugus fungsi alcohol. Identifikasi
dengan reagen asam benzoate dan asam sailisat sama-sama menggunakan
proses reaksi esterifikasi karena kedua reagen itu merupakan gugus asam
karboksilat. Pada reaksi esterifikasi, hal pertama yang dilakukan adalah
menambahkan etanol ke dalam dua tabung reaksi. Kemudian, tabung reaksi
pertama ditambahkan dengan asam benzoate dan tabung reaksi kedua
ditambahkan dengan asam salisilat. Ketika masing-masing tabung reaksi
ditambahkan dengan reagen, terjadi perubahan larutan menjadi sedikit
keruh. Itu menandakan bahwa reaksi esterifikasi sudah mulai berjalan
namun lambat. Sehingga dilakukan penambahan larutan asam sulfat pekat
ke masing-masing dinding tabung reaksi secara perlahan-lahan supaya
terlihat perubahannya. Larutan asam sulfat pekat berfungsi sebagai katalis
karena reaksi esterifikasi cenderung berjalan lambat. Asam sulfat akan
mendonorkan H+ dan bereaksi dengan reaktan, namun bersifat reversible
setelah reaksi berjalan sempurna dan tidak akan mengganggu hasil
akhirnya. Oleh karena reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang bersifat
reversible, maka asam sulfat pekat juga berfungsi sebagai penghidrasi yang
dapat menarik air untuk mendorong reaksi berjalan ke arah produk.
Kemudian tabung reaksi ditutup dengan kapas dan tabung reaksi
dipanaskan di atas penangas air. Pemanasan disini bertujuan untuk
mempercepat proses esterifikasi karena terjadi tumbukan partikel antar
molekuk yang ada dalam larutan sehingga dapat mempercepat reaksi.
Fungsi penutupan tabung reaksi dengan kapas juga berfungsi supaya uap
yang dihasilkan dari larutan yang dipanaskan terjebak di kapas sehingga
aroma dari hasil reaksi dapat diamati. Karena mengingat bahwa ester dapat
diuji hanya lewat aromanya saja. Aroma yang dihasilkan dari reaksi tersebut
adalam aroma balsam dimana aroma tersebut berasal dari etil benzoate
(pada tabung reaksi pertama) dan etil salisilat (pada tabung reaksi kedua)
yang terbentuk. Etil benzoate dan etil salisilat terbentuk karena gugus H+
pada asam benzoate dan asam salisilat digantikan dengan alkil C 2H5 yang
berasal dari etanol. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa identifikasi gugus
alcohol pada etanol dengan pereagen asam benzoate dan asam salisilat
sesuai dengan literature yang kami dapatkan. Reagen selanjutnya yang
dipakai untuk mengidentifikasi gugus alcohol pada etanol adalah KI/I 2.
Reaksi yang terjadi pada identifikasi kedua ini adalah reaksi iodoform.
Reaksi iodoform adalah reaksi yang spesifik untuk senyawa yang memiliki
gugus metil keton sehingga dapat diiodonasi dalam suasan basa dengan
hasil akhir tebentuknya endapan berwarna kuning (CHI3). Etanol memiliki
gugus metil keton sehingga untuk mengidentifikasinya bisa gunakan
dengan reaksi iodoform. Pada reaksi iodorom, pertama-tama tabung reaksi
diisi dengan etanol dan air. Fungsi air dicampurkan terlebih dahulu dengan
etanol karena iodium tidak akan larut dalam air sehingga air harus
direaksikan terlebih dahulu dengan etanol supaya iodium terlarut sempurna.
Setelah etanol dan air dicampurkan, tambahkan NaOH yang tidak akan
menyebabkan perubahan warna. NaOH disi berfungsi sebagai pembawa
suasan basa karena reaksi iodoform akan berjalan dalam suasana basa
supaya etanol dapat diiodonasi. Kemudian tambahkan iodium. Larutan
yang tadinya bening berubah menjadi sedikit kekuningan dibarengi dengan
terbentuknya endapan berwarna kuning. Endapan kuning ini menunjukkan
bahwa adanya alcohol monovalent sekunder. Etanol merupakan alcohol
primer sehingga pada reaksi iodoform tidak diperoleh endapan kuning
(iodoform). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa identifikasi gugus alcohol
pada etanol dengan reagen iodium sesuai dengan literature yang kami
dapatkan. Reagen selanjutnya yang dipaki untuk identifikasi gugus alcohol
pada etanol adalah kalium dikromat (K2Cr2O7). Pada reaksi identifikasi
etanol dengan penambahan kalium dikromat, pertama-tama plat tetes yang
sudah berisikan etanol ditambahkan dengan larutan kalium dikromat jenuh
yang menyebabkan terjadi perubahan warna pada larutan di dalam tabug
reaksi yaitu dari warna bening menjadi kuning. Kemudian ditambahkan
beberapa tetes asam sulfat di ruang asam sehingga terjadi perubahan warna
pada larutan yaitu dari oranye menjadi hijau. Kalium dikromat merupakan
oksidator kuat yang dapat mengoksidasi alcohol primer dan alcohol
sekunder dimana etanol merupakan alcohol primer. Alcohol primer dan
sekunder akan bereaksi positif dengan kalium dikromat dan terjadi reaksi
oksidasi dimana alcohol primer dioksidasi menjadi aldehida perubahan
warna menjadi biru ini menunjukkan adanya proses oksidasi dari etanol.
Kalium dikromat bekerja sebagai oksidator dimana dia akan mengalami
reduksi dari Cr2O72- menjadi Cr3+. Fungsi dari penambahan asam sulfat
adalah sebagai katalisator dimana dia akan mempercepat proses oksidasi
dari etanol yaitu dengan cara mencegah terjadinya hidrolisis produk reaksi
atau mencegah terjadinya reaksi berjalan ke arah reaktan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa identifikasi gugus alcohol pada etanol dengan reagen
kalium dikromat sesuai dengan literature yang kami dapatkan.
Pada identifikasi gliserin, pengujian yang digunakan adalah
penambahan reagen CuSO4 + NaOH dan mengkisatkan gliserin.
Identifikasi gugus alcohol pada gliserin yang pertama adalah dengan
penambahan reagen CuSO4 + NaOH. Pertama-tama gliserin dicampurkan
dengan satu tetes CuSO4 didalam tabung reaksi dimana tidak terjadi
perubahan dan larutan tetap bening. Kemudian ditambahkan larutan NaOH,
sehingga terbentuk perubahan warna dari larutan yang tadinya bening
menjadi biru muda (biru langit terang). Fungsi penambahan NaOH adalah
untuk pembawa suasana basa karena terbukti ketika sebelum ditambahkan
dengan NaOH, tidak terjadi perubahan warna apapun. Itu artinya reaksi
akan berjalan dalam suasana basa. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
identifikasi gugus alcohol pada gliserin dengan reagen CuSO4 + NaOH
sesuai dengan literature yang kami dapatkan. Identifikasi selanjutnya adalah
dengan pengkisatan. Pengkisatan ini dilakukan dengan pemanasan gliserin
yang ada dalam tabung reaksi di atas penangas air. Setelah beberapa saat,
gliserin menjadi lebih encer. Hal ini disebabkan karena struktur gliserin
menjadi tidak stabil karena adanya kenaikan panas sehingga terjadi
perubahan viskositas dimana awalnya kental menjadi agak encer. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa identifikasi gugus alcohol pada gliserin dengan
cara pengkisatan sesuai dengan literature yang kami dapatkan.
Pada identifikasi mentol, pengujian yang dilakukan yaitu uji
organoleptic dan penambahan reagen vanillin + H2SO4. Pada pengujian
organoleptic, mentol beraroma peppermint. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa identifikasi gugus alcohol pada mentol sesuai dengan literature yang
kami dapatkan. Pengujian selanjutnya yaitu dengan penambahan reagen
vanillin + H2SO4. Pertama-tama tambahkan mentol di atas plat tetes lalu
campurkan dengan asam sulfat dan vanillin. Setelah direaksikan terbentuk
larutan berwarna oranye kemerahan yang menandakan bahwa reaksi telah
berjalan. Penambahan asam sulfat berfungsi sebagai pembawa suasana
asam karena reaksi ini akan berjalan dalam suasana asam. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa identifikasi gugus alcohol pada mentol dengan reagen
vanillin + H2SO4 sesuai dengan literature yang kami dapatkan.
b. Pembahasan Identifikasi Gugus Fenol
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai identifikasi
senyawa yang termasuk ke dalam gugus fenol. Reaksi pembentukan
kompleks merupakan prinsip dasar dari identifikasi senyawa fenol. Reaksi
pembentukan senyawa kompleks adalah reaksi yang membentuk kompleks
suatu kompleks, sehingga dapat teridentifikasi dengan adanya perubahan
warna dari larutan.
Alat-alat yang kami gunakan pada uji identifikasi gugus fenol yaitu rak
tabung reaksi, tabung reaksi dan plat tetes apabila tabung reaksi tidak cukup
untuk melakukan semua percobaan. Sedangkan larutan yang kami gunakan
untuk uji identifikasi gugus fenol adalah fenol, nipagin, hidrokinon dan
resorsinol.
Pada identifikasi fenol, reagen yang digunakan adalah FeCl 3, p-DAB,
Lieberman, dan Kalium Dikromat. Identifikasi yang pertama yaitu dengan
penambahan FeCl3 . Pertama-tama dilakukan penambahan sampel pada
tabung reaksi dan larutan FeCl3. Setelah dicampurkan terjadi perubahan
warna kompleks menjadi biru kehitaman. Pembentukan kompleks berwarna
dengan FeCl3 terjadi karena adanya pembentukan senyawa kompleks.
Senyawa kompleks inilah yang menghasilkan suatu warna yang dapat
diidentifikasi. Atom H+ pada gugus OH didalam senyawa fenol digantikan
oleh Fe3+ sehingga membentuk kompleks berwarna biru kehitaman
[Fe(OC6H5)6]-3 dengan hasil samping yaitu HCl. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa identifikasi gugus fenol pada senyawa fenol dengan
reagen FeCl3 sesuai dengan literature yang kami dapatkan. Identifikasi yang
kedua adalah dengan menggunakan p-DAB (para-
dimetilaminobenzaldehida). Namun, pengujian dengan reagen p-DAB ini
tidak kami lakukan karena tidak tersedianya reagen sehingga akan dibahas
sesuai dengan literature yang didapatkan. Pertama tama sampel dilarutkan
dengan air terlebih dahulu, kemudian dipipet ke atas cawan petri kemudian
diteteskan p-DAB kemudian perubahan diamati. Perubahan yang terjadi
adalah terbentuknya larutan berwarna pink oranye dan larutan tidak
berwarna. Hal ini menunjukkan adanya reaksi p-DAB terhadap gugus fenol.
Warna ini terbentuk karena fenol tidak mengikat gugus konjugat yang lain.
Identifikasi yang ketiga adalah dengna menggunakan Lieberman. Sampel
disimpan diatas pelat tetes kemudian ditambahkan larutan NaNO 2 dan
larutan asam sulfat. Hasil yang terjadi adalah terbentuk larutan berwarna
biru kehitaman yang merupakan bentuk senyawa kompleks dari reaksi
sampel dengan reagen. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa identifikasi
gugus fenol pada senyawa fenol dengan reagen Lieberman sesuai dengan
literature yang kami dapatkan. Reaksi selanjutnya adalah dengan
mereaksikan fenol dengan kalium dikromat. Sampel diletakkan di atas pipet
tetes kemudian diteteskan dengan kalium dikromat kemudian perubahan
yang terjadi diamati. Perubahan yang terjadi adalah terbentuknya larutan
berwarnya oranye dan larutan tidak berwarna. Hasil reaksi tersebut
menunjukan adanya aminofenol yang memiliki dua atau lebih gugus
hidroksil pada posisi bersebelahan pada cincin. Sampel uji selanjutnya
adalah nipagin dimana dilakukan 2 percobaan yaitu reaksikan dengan FeCl3
dan di reaksikan dengan HNO3. Pada percobaan pertama, pertama-tama
nipagin dilarutkan terlebih dahulu dalam aquadest namun hasilnya nipagin
sedikit larut. Kemudian larutan dipanaskan sehingga nipagin larut
sempurna. kemudian larutan ditambahkan FeCl3 kemudian amati
perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi adalah larutan berubah
menjadi ungu anggur. Perubahan warna ini menunjukan terbentuknya
kompleks CH3(C6H4(OH)COOFeCl2. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa identifikasi gugus fenol dalam nipagin dengan reagen FeCl 3 sesuai
dengan literature yang kami dapatkan. Pada percobaan kedua, dilakukan
dengan menambahkan HNO3. Hasilnya adalah terbentuk larutan warna
kuning yang merupakan senyawa kompleks yang terbentuk dari reaksi
antara nipagin dengan reagen HNO3. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
identifikasi gugus fenol dalam nipagin dengan reagen HNO3 sesuai dengan
literaatur yang kami dapatkan. Identifikasi selanjutnya yang dilakukan
adalah percobaan dengan sampel hidrokinon. Hidrokinon diuji dengan dua
reagen, yaitu Ag(NH3)NO3 dan FeCl3. Pada uji dengan reagen perak nitrat
amonikal, hidrokinon pertama-tama dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan dilarutkan dengan air. Lalu, ditambahkan dengan perak nitrat amonikal.
Setelah direaksikan, terjadi perubahan warna pada larutan menjadi coklt
kehitaman sedangkan saat diuji dengan reagen FeCl3, dihasilkan larutan
yang berwarna abu-abu gelap. Ini tidak sesuai dengan literature yang kami
dapatkan karena saat pengujian ada beberapa kendala. Senyawa golongan
fenol lainnya yang telah diidentifikasi adalah resorsinol. Resorsinol dapat
diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3, pereaksi p-DAB, dan
pereaksi Marquis. Resorsinol termasuk dalam fenol polivalen yang saat
direaksikan dengan pereaksi FeCl3 akan menghasilkan larutan berwarna
ungu gelap. Hal ini terjadi karena gugus hidroksi yang dimiliki oleh
resorsinol terpecah dan bereaksi dengan Fe3+. Larutan FeCl3 dapat
bereaksi dengan berbagai macam senyawa dan menghasilkan warna yang
berbeda-beda dikarenakan perbedaan penggantian jumlah gugus atom yang
terjadi di dalam senyawa dan adanya perbedaan kalorimetri. Selain itu,
identifikasi resorsinol dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi p-
DAB yang membuat larutan menjadi agak kental dan berwarna merah muda
soft. Identifikasi resorsinol pun dapat dilakukan dengan pereaksi marquis
yang terbuat dari 3 tetes formalin dengan 3 tetes H2SO4. Dengan
menggunakan pereaksi marquis diperoleh pengamatan bahwa terdapat
endapan berwarna pink tua yang cukup menggumpal.
Pada identifikasi senyawa golongan asam karboksilat, beberapa macam
senyawa golongan asam karboksilat yang digunakan untuk dipelajari
identifikasinya adalah asam tartrat, asam asetil salisilat (asetosal), dan asam
benzoat. Identifikasi senyawa asam karboksilat yaitu asam tartrat dapat
dilakukan dengan menggunakan pereaksi CuSO4 dengan NaOH.
Penambahan NaOH menyebabkan reaksi dapat berjalan dan menciptakan
suasana basa. Reaksi pengamatan yang terjadi adalah terbentuk larutan
berwarna biru muda dengan bulir-bulir berwarna biru tua didalamnya yang
tersebar secara tidak merata. Bulirbulir ini menunjukkan terjadinya reaksi
antara asam tartrat dengan logam Cu2+ yang menimbulkan endapan
berwarna biru tua. Selanjutnya akan dilakukan 20 identifikasi terhadap
senyawa asetosal dengan menggunakan pereaksi FeCl3, pereaksi Marquis,
dan reaksi sublimasi. Reaksi yang ditimbulkan antara serbuk asetosal
dengan pereaksi FeCl3 terbentuk larutan berwarna coklat keunguan dengan
serbuk asetosal yang tidak ikut bereaksi terapung diatasnya. FeCl3
mempunyai reaksi yang cukup spesifik dan mampu bereaksi menghasilkan
warna yang spesifik untuk setiap senyawa terutama yang mengandung
cincin aromatis didalamnya. Karena dengan adanya resonansi dalam cincin
aromatis senyawa, perubahan warna dapat ditimbulkan dan bergantung
seberapa aktif FeCl3 dapat bereaksi dengan senyawa. Asetosal pun dapat
diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi marquis yang menghasilkan
pengamatan berupa larutan berwarna merah muda dengan serbuk putih
asetosal yang tidak larut. Pereaksi marquis yang digunakan pada reaksi
inipun harus dibuat segar agar reaksi dapat berlangsung cepat dan baik.
Selain itu, identifikasi asam asetil salisilat dapat dilakukan dengan reaksi
sublimasi. Pada metode ini, praktikan melakukan pengujian terhadap asam
asetil salisilat dengan menggunakan pemanasan untuk mengubah asam
asetil salisilat dari bentuk padat menjadi gas dan membentuk kristal kembali
dalam bentuk padat. Pada tahap ini, praktikan menyiapkan kaca objek dan
ring sublimasi diatasnya yang selanjutnya akan diisi dengan serbuk asam
asetil salisilat kemudian ditutup dengan menggunakan kaca objek kembali
dan diberi kapas yang telah dibasahi air diatas kaca objek penutup untuk
mempercepat proses sublimasi kedua yaitu saat gas berubah kembali
menjadi padat (kristal). Kapas berisi air ini berfungsi sebagai pendingin
agar uap yang dihasilkan dari pemanasan asam asetil salisilat cepat berubah
kembali menjadi padat yaitu kristal. Sebaiknya, kristal yang dihasilkan dari
proses sublimasi ini tidak menempel pada bagian dinding dalam ring karena
yang akan diamati adalah kristal yang menempel pada kaca objek penutup
di mikroskop. Saat dilihat secara mikroskopis dengan perbesaran lensa
okuler 16x dan lensa objektif 10x (perbesaran 160x), bentuk kristal asam
asetil salisilat semakin terlihat yaitu kristal hablur jarum transparan.
Senyawa asam karboksilat yang selanjutnya telah dipelajari proses
identifikasinya adalah asam benzoat. Pada reaksi identifikasi asam benzoat
ini, umumnya ditambahkan pereaksi yang bersifat asam pada awal reaksi
bertujuan 21 untuk memastikan senyawa karboksilat yang akan direkasi
sudah berada dalam keadaan asamnya karena pada umumnya karbosilat
disimpan dalam keadaan garamnya misalnya bersama logam natrium agar
lebih stabil dan dapat digunakan (kualitas keamanan). Reaksi yang cukup
spesifik untuk asam benzoat adalah reaksi esterifikasi yang dilakukan antara
asam karboksilat dengan alkohol. Dalam praktikum ini, digunakan asam
benzoat dengan pereaksi etanol dan katalis H2SO4 pekat. Penjelasan reaksi
ini telah dibahas pada pembahasan awal untuk reaksi spesifik identifikasi
golongan alkohol tepatnya etanol. Cara identifikasi asam benzoat yang
lainnya adalah dengan menggunakan pereaksi FeCl3 yang akan
menyebabkan perubahan warna serbuk asam benzoat yang berwarna putih
menjadi orange. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya gugus yang
terputus karena penambahan Fe3+ atau karena resonansi yang terjadi di
dalam cincin aromatis yang dimiliki asam karboksilat sehingga dapat
menghasilkan warna yang berbeda dengan kalorimetri yang berbeda pula.
c. Pembahasan Identifikasi Asam Karboksilat
Prinsip dari golongan karboksilat sendiri adalah asam dapat
memerahkan lakmus biru. Karena kertas lakmus yang berubah warna
menjadi merah atau tetap merah, mengindikasikan bahwa sampel yang diuji
memiliki sifat asam. Lalu senyawa asam dapat tersublimasi jika dipanaskan.
Senyawa asam dapat menyublim jika dilakukan pemanasan. Selanjutnya
asam karboksilat dapat teresterifikasi dengan alkohol memebntuk senyawa
ester yang memiliki aroma yang khas. Pada sampel asam tartat dilakukan
dua percobaan, yaitu pereaksian dengan CuSO4 dan NaOH dan
dilakukannya sublimasi. Sampel adalah asam benzoat yang akan dilakukan
dua percobaan yaitu sampel direaksikan dengan asam sulfat dan sublimasi.
Pada percobaan pertama sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan asam sulfat ke dalam tabung reaksi, kemudian
tabung reaksi dipanaskan kemudian amati perubahan yang terjadi.
Perubahan yang terjadi adalah terbentuknya endapan putih pada dinging
tabung reaksi. Kemudian pada percobaan kedua dilakukan sublimasi.
Sampel diletakkan di dalam ring sublimasi di atas kaca objek 1 (bagian
bawah) yang kemudian ditutup dengan menggunakan kaca objek 2 (bagian
atas). Di atas kaca objek 2, diletakkan kapas basah dengan posisi tepat di
atas ring sublimasi kemudian dipanaskan di atas kawat kassa di atas spirtus.
Penggunaan kapas basah ini bertujuan untuk mendinginkan gas yang
terbentuk saat pemanasan, sehingga kristal asam salisilat akan terbentuk
kembali dan menempel pada permukaan kaca objek 2.

d. Pembahasan Identifikasi Alkaloid dan Basa Nitrogen


Pada praktikum kali ini percobaan yang dilakukan adalah identifikasi
gugus alkaloid dan basa nitrogen. Prinsip identifikasi nya adalah berupa
reaksi positif dari pereaksi Dragendroff menghasilkan endapan coklat muda
dan dengan uji mayer akan menghasilkan endapan putih.
Larutan sampel yang diuji adalah kinin HCl, papaverin HCl, efedrin dan
heksamin. Identifikasi penggolongan senyawa alkaloid dapat dilakukan
menggunakan pereaksi umum yaitu pereaksi Mayer dan pereaksi
Dragendorf yang akan bereaksi positif membentuk endapan dengan
senyawa alkaloid. Kedua pereaksi tersebut merupakan perekasi yang umum
digunakan untuk identifikasi alkaloid. Senyawa alkaloid mempunyai
kemampuan untuk bereaksi dalam pereaksi Meyer dan Dragendorf,
dikarenakan dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang masih
memiliki satu pasang elektron bebas yang menyebabkan senyawa-senyawa
alkaloid bersifat nukleofilik dan cenderung bersifat basa. Akibat dari hal
itu, senyawa-senyawa alkaloid mampu untuk mengikat ion-ion logam berat
yang bermuatan positif dan membentuk senyawasenyawa kompleks
tertentu yang berwarna. Reagen Meyer dan Dragendorf dibuat dari senyawa
yang mengandung ion-ion logam berat. Hasil yang diperoleh adalah positif
yaitu terbentuknya endapan putih pada pereaksi Mayer. Diperkirakan
endapan putih tersebut merupakan kompleks kalium-alkaloid. Hal tersebut
berdasarkan pada literatur yang menyebutkan bahwa pada uji alkaloid
dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk
kompleks kaliumalkaloid yang mengendap dan pada pereaksi Dragendorff
terbentuk endapan coklat yang diduga merupakan kompleks kalium-
alkaloid. Kompleks kaliumalkaloid tersebut merupakan hasil ikatan antara
nitrogen dengan K+ yang merupakan ion logam kalium tetraiodobismut
membentuk ikatan kovalen koordinat.
Pada identifikasi gugus alkaloid dan basa nitrogen dengan senyawa
kinin HCl, reagen spesifik yang digunakan adalah dengan reagen larutan
asam sulfat. Serbuk kinin dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan
air. Selanjutnya, kinin yang telah dilarutkan diberi pereaksi H2SO4 dan
dilihat dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan
menghasilkan senyawa yang berfluoresensi berwarna biru muda.
Kemampuan kinin dalam berfluoresensi dapat disebabkan karena
konformasi kinin yang memiliki gugus kromofor yang ditunjang pula
dengan gugus auksokrom terutama setelah kinin direaksikan dengan
penambahan H2SO4 sehingga kinin dapat berfluoresensi (memancarkan
sinar) pada panjang gelombang 254 nm. Sehingga, dapat disimpulkan
bahwa pengujian senyawa kinin HCl dengan reagen asam sulfat sesuai
dengan literature yang kami dapatkan. Senyawa yang diidentifikasi
selanjutnya adalah senyawa papaverin. Papaverin dapat diidentifikasi
dengan menggunakan pereaksi Liebermann. Papaverin dapat menimbulkan
reaksi yang positif dengan pereaksi Liebermann karena pereaksi tersebut
spesifik terhadap gugus O-alkil yang berikatan dengan cincin benzena.
Berdasarkan stuktur papaverin, senyawa ini memiliki gugus OCH3 yang
berikatan dengan cincin benzena sehingga menghasilkan larutan hitam
dengan endapan putih. Pada identifikasi dengan reagensia Mandelin
menghasilkan warna hijau kehitaman. Ketika menginterpretasikan hasil uji
dengan mandelin, reaksi dengan asam sulfat harus diperhitungkan. Karena
hidroklorida memberikan warna merah dengan uji ini. Jika warna berbeda
dengan hasil reaksi dengan asam sulfat, uji lieberman menunjukkan adanya
cincin aromatik yang tergabbung dengan cincin jenuh dengan 5,6,7 atom
karbon yang mengandung hanya satu atom nitrogen. Identifikasi papaverin
lainnya adalah dengan menggunakan test fluoresensi pada sinar UV dengan
panjang gelombang 254 nm. Senyawa papaverin dapat diidentifikasi
dengan menggunakan pereaksi asam asetat anhidrida ditambah H2SO4
kemudian dilakukan pemanasan di water bath sebelum dilakukan uji
fluoresensi. Pada saat papaverin ditambahkan asam asetat anhidrida, serbuk
papaverin melarut sempurna. Penambahan asam asetat anhidrida bertujuan
untuk melarutkan papaverin agar lebih mudah bereaksi dengan H2SO4 serta
digunakan asam asetat anhidrida karena pereaksi ini merupakan pendonor
pasangan elektron bebas yang baik dan reaksi dapat berjalan secara
irreversibel. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk membentuk kompleks
berwarna kuning yang akan terstabilkan dengan adanya pemanasan.
Kemampuan papaverin untuk berfluoresensi secara mendasar telah dimiliki
papaverin karena papaverin memiliki gugus yang kromofor yang mampu
untuk berfluoresensi dan menyerap energi pada panjang gelombang tertentu
terutama saat telah terjadi pembentukkan kompleks. Senyawa alkaloid
selanjutnya yang telah diidentifikasi oleh praktikan adalah efedrin.
Senyawa efedrin dapat diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi
Liebermann atau dengan menggunakan metode kuprifil (pereaksi CuSO4
dan NaOH). Efedrin dapat menghasilkan reaksi yang positif dengan
pereaksi Liebermann dikarenakan efedrin memiliki cincin benzena
tersubstitusi tunggal yang tidak bergabung dengan gugus karbonil atau
C=N-O. Oleh karena itu dihasilkan suatu larutan keruh dengan endapan
agak kuning yang menunjukkan reaksi positif. Identifikasi senyawa efedrin
dapat pula dilakukan dengan pereaksi CuSO4 dan NH4OH. Pertama-tama,
praktikan melakukan penggerusan untuk menghomogenkan antara efedrin
dengan CuSO4. Selanjutnya, dilakukan penambahan senyawa NH4OH
untuk menciptakan suasana basa dan reaksi dapat berlangsung. Akan
ditimbulkan suatu reaksi yang spesifik dimana terbentuk kompleks larutan
biru dengan endapan putih karena CuSO4 dapat bereaksi dengan senyawa
yang memiliki cincin heterosiklik berasal dari efedrin. Senyawa alkaloid
selanjutnya yang telah diidentifikasi oleh praktikan adalah heksamin.
Identifikasi senyawa heksamin dapat dilakukan dengan menggunakan
pereaksi marquis dengan lakmus merah, asam salisilat dengan H2SO4, dan
reaksi kristal dengan cincin sublimasi. Senyawa heksamin yang direaksikan
dengan pereksi marquis membuat kertas lakmus merah tetap berwarna
merah. Hal ini menunjukkan sifat suspensi heksamin dengan pereaksi
marquis bersifat asam atau netral. Sebenarnya pereaksi marquis yang terdiri
dari formaldehid dengan H2SO4 telah memiliki sifat yang cenderung asam
pula untuk memengaruhi pH dari suspensi tersebut. Sebenarnya heksamin
tidak mampu berekasi dengan pereksi marquis karena pereaksi marquis
hanya mampu mengidentifikasi senyawa yang memiliki cincin aromatis
terkonjugasi yang dapat melakukan resonansi. Sementara secara
konformasi, heksamin tidak mempunyai ketentuan tersebut. Identifikasi
senyawa heksamin lainnya dapat dilakukan menggunakan asam salisilat
dengan H2SO4. Dihasilkan suatu senyawa kompleks yang cukup kental
(viskositas cukup tinggi) berwarna merah bata. Reaksi ini terjadi akibat
amin aromatik primer yang terdapat dalam heksamin dengan pereaksinya.
Selain itu, identifikasi heksamin dapat dilakukan dengan reaksi sublimasi.
Pada metode ini, praktikan melakukan pengujian terhadap heksamin dengan
menggunakan pemanasan untuk mengubah heksamin dari bentuk padat
menjadi gas dan membentuk kristal kembali dalam bentuk padat. Pada
tahap ini, praktikan menyiapkan kaca objek dan ring sublimasi diatasnya
yang selanjutnya akan diisi dengan serbuk heksamin kemudian ditutup
dengan menggunakan kaca objek kembali dan diberi kapas yang telah
dibasahi air diatas kaca objek penutup untuk mempercepat proses sublimasi
kedua yaitu saat gas berubah kembali menjadi padat (kristal). Kapas berisi
air ini berfungsi sebagai pendingin agar uap yang dihasilkan dari
pemanasan asam asetil salisilat cepat berubah kembali menjadi padat yaitu
kristal. Sebaiknya, kristal yang dihasilkan dari proses sublimasi ini tidak
menempel pada bagian dinding dalam ring karena yang akan diamati adalah
kristal yang menempel pada kaca objek penutup di mikroskop. Saat dilihat
secara mikroskopis bentuk kristal heksamin yaitu kristal heksagonal
beraturan.
e. Pembahasan Identifikasi Gugus Sulfonamida dan Barbiturat
Barbiturat adalah kelas obat yang berasal dari asam barbiturat yang
bertindak sebagai depresan untuk sistem saraf pusat. Obat ini sering
digunakan untuk alasan medis sebagai obat penenang atau anestesi. Secara
kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat
(2,4,6-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi
antara urea dengan asam malonat melalui eliminasi 2 molekul air.
Barbiturat bersifat lipofil, sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam
pelarut-pelarut nonpolar seperti minyak dan koroform. Karena sifat
lipofiliknya, barbiturat mudah menembus SSP dan daya hipnotiknya juga
diperkuat. Dengan meningkatnya sifat lipofilik ini, maka efek dan lama
kerjanya dipercepat. Prinsip yang digunakan menggunakan reagensia parri
(kobal nitrat yang dilarutkan dalam alkohol) yang akan membentuk
kompleks warna dengan golongan barbiturat dengan syarat zat yang akan
diuji harus bebas air. Gugus fungsi yang pertama diuji adalah sulfamezatin.
Sulfamezatin adalah golongan sulfonamide yang memiliki masa kerja
pendek dengan waktu paruh kurang dari 10 jam. Dilakukan lima identifikasi
terhadap sulfamezatin yaitu penambahan reagen pDAB HCl, CuSO4,
vanillin, kopayyi zwikker, dan pengamatan bentuk kristal. Identifikasi
sulfamezatin yang pertama adalah dengan penambahan pDAB HCl.
Penambahan pDAB HCl pada sampel yaitu sulfamezatin terbentuk larutan
orange karena reaksi antara pDAB HCl dengan gugus amin primer pada
sulfamezatin sehingga terjadi perubahan warna pada larutan menjadi
orange. Pada penambahan CuSO4 terjadi perubahan warna dari hijau
bening ke oranye bening. Seharusnya, hasil dari reaksi tersebut adalah
perubahan warna dari hijau menjadi kecoklatan karena tembaga lebih sukar
teroksidasi dibandingkan dengan hidrogen akibat dari senyawa dengan
tingkat oksidasi +1 dan +2 yang dibentuk dari atom tembaga yang potensial
oksidasinya bertanda negatif. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa warna
kecoklatan yang dihasilkan adalah terjadinya hidrolisis dan penyerapan
asam yang diakibatkan oleh larutan tembaga sulfat dalam asam. Kesalahan
ini diakibatkan terburu-buru dalam proses pereaksian karena dibutuhkan
waktu yang lama pada proses perubahan warna dari hijau bening ke
kecoklatan sehingga hasil yang didapatkan hanya sampai warna oranye
bening. Pada penambahan vanillin dan asam sulfat terjadi perubahan warna
menjadi orange kemerahan. Hal ini dikarenakan vanilin dapat aktif dengan
pencampurannya bersamaan dengan asam sulfat sehingga ketika sampel
direaksikan dengan vanillin sulfat terbentuk larutan berwarna orange
kemerahan. Identifikasi selanjutnya yaitu penambahan kopayyi zwikker
pada sulfamezatin. Pada penambahan reagen kopayyi zwikker pada
sulfamezatin, terjadi perubahan warna larutan menjadi warna pink. Hal ini
dikarenakan adanya reaksi antara gugus imida dan SO2NH yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan. Pada pengamatan
kristal, mula-mula sampel diletakkan di atas kaca objek dan dilarutkan
dengan aseton dan air yang kemudian aseton menguap sehingga tersisa
kristal sulfamezatin. Kemudian kristal pada kaca objek tersebut diamati di
bawah mikroskop cahaya. Hasil yang diperoleh adalah kristal berbentuk
bunga. Gugus fungsi kedua yang diuji adalah luminal yang dilakukan tiga
identifikasi. Identifikasi pertama adalah penambahan reagen kopayyi
zwikker dan NaOH, identifikasi kedua adalah penambahan reagen
Liebermann, dan identifikasi ketiga adalah pengamatan kristal luminal.
Identifikasi pertama dari luminal adalah penambahan reagen kopayyi
zwikker dan NaOH. Hasil yang didapatkan adalah endapan ungu dan lama-
kelamaan menguap. Seharusnya, hasil dari reaksi antara luminal dengan
kopayyi zwikker adalah larutan yang berwarna merah muda dan berwarna
biru kehijauan setelah ditambahkan NaOH karena terdapatnya gugus
SONH yang menyebabkan terjadinya perubahan warna yang positif pada
reagen koppayi zwikker. Kopayyi zwikker akan menguap jika tidak
ditambahkan NaOH karena kopayyi zwikker mengandung etanol.
Identifikasi kedua adalah penambahan Liebermann pada luminal yang
dengan warna yang dihasilkan adalah orange kekuningan yang diberikan
oleh senyawa yang mengandung cincin benzen tersubtitusi tunggal yang
tidak bergabung dengan gugus karbonit, amida, atau C=N-O, dan juga
disebabkan oleh adanya gugus O-alkil yang terikat pada cincin benzen
seperti pada Luminal. Pengamatan kristal pada luminal menggunakan
reaksi aseton air yang dilakukan dengan cara luminal diletakkan di atas kaca
objek dan dilarutkan dengan cara ditetesi beberapa tetes aseton. Setelah
ditetesi aseton, sampel larut kemudian ditetesi air, aseton menguap dan
sampel kembali menjadi kristal yang selanjutya diamati dengan
menggunakan mikroskop cahaya. Hasil yang diperoleh adalah kristal
luminal yang tipis dan panjang. Gugus fungsi berikutnya yang diuji adalah
barbital yang dilakukan dua identifikasi. Identifikasi pertama adalah
penambahan kopayyi zwikker dan NaOH dan identifikasi kedua adalah
pengamatan bentuk kristalnya. Pada penambahan kopayyi zwikker dan
NaOH, terbentuk larutan berwarna keunguan. Seharusnya, setelah
penambahan NaOH larutan menjadi hijau keunguan karena SONH yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna yang positif pada reagen koppayi
zwikker.. Sedangkan, jika tidak ditambahkan NaOH reagen koppayi
zwikker akan menguap karena mengandung alkohol. Pada pengamatan
kristal, dilakukan reaksi kristal aseton air yang dilakukan dengan cara
barbital diletakkan di atas kaca objek dan dilarutkan dengan cara ditetesi
beberapa tetes aseton. Setelah ditetesi aseton, sampel larut kemudian
ditetesi air, aseton menguap dan sampel kembali menjadi kristal yang
selanjutya diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hasil yang
diperoleh adalah kristal barbital yang menjarum panjang.
f. Pembahasan Identifikasi Gugus Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
(khususnya fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh
atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain yang bekerja
dengan cara menekan atau memutus mata rantai metabolisme dalam tubuh
mikroorganisme. Antibiotik merupakan salah satu golongan yang terdiri
dari banyak kelompok dan turunannya. Secara umum, antibiotik terdiri dari
golongan obat yang mengandung cincin beta laktam, turunan
aminoglikosida, kloramfenikol, sefalosporin, beta laktam, kuinolon,
turunan tetrasiklin, makrolida, penisilin, dan golongan lain yang secara
kimia mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Prinsip rekasi
identifikasi antibiotic adalah dapat bereaksi dengan asam pekat atau basa
pekat karena asam sulfat pekat yang ditambahkan dapat mengoksidasi
senyawa zat aktif. Sampel yang dipilih pada pengamatan kali ini yaitu
amoksisilin, eritromisin, kloramfenikol, dan tetrasiklin. Golongan ini
termasuk golongan antibiotik dengan berbagai gugus fungsi yang berbeda.
Amoksisilin memiliki bentuk berupa serbuk halus berwarna putih yang
berbau cukup khas seperti bau obat yang sangat kuat.
Pada gugus fungsi amoksisilin dilakukan tiga identifikasi. Identifikasi
pertama adalah uji bau dari pemanasan amoksisilin, identifikasi kedua
adalah penambahan asam sulfat, dan identifikasi ketiga adalah pengamatan
bentuk kristal di bawah mikroskop cahaya. Pengujian bau dari amoksisilin
dilakukan dengan pengamatan bau atau aroma yang dihasilkan dari
amoksisilin yang dipanaskan di atas nyala api bunsen. Mula-mula,
amoksisilin dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan di
atas nyala api bunsen dan diamati. Setelah beberapa detik, bau yang
dihasilkan dari pemanasan amoksisilin adalah bau karet yang terbakar yang
merupakan bau khas dari amoksisilin. Hal ini terjadi karena pada saat
pembakaran, amoksisilin melepas zat-zat yang terdiri dari atom karbon,
nitrogen, dan hidrogen dalam bentuk senyawa gas yang menimbulkan bau
tersebut. Identifikasi kedua dari amoksisilin adalah penambahan asam sulfat
pekat karena pada penambahan asam sulfat pekat struktur antibiotik yang
tidak begitu stabil akan dipecah dan berikatan dengan gugus sulfat dari
asam sulfat sehingga menghasilkan warna-warna yang khas. Mula-mula,
amoksisilin dimasukkan ke dalam plat tetes, kemudian ditetesi dengan 1-3
tetes asam sulfat pekat, diaduk, dan diamati. Setelah diaduk, hasil yang
diperoleh adalah ketidaklarutan amoksisilin dan perubahan warna dari
warna putih amoksisilin menjadi warna kuning terang. Hal ini disebabkan
oleh terbentuknya kompleks antara asam sulfat dengan amoksisilin seingga
menghasilkan warna yang spesifik. Kemudian, hasil yang diperoleh diamati
fluoresensinya di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm.
Fluoresensi adalah proses pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi
setelah tereksitasi oleh berkas cahaya berenergi tinggi. Pada penampakan
sinar UV, terlihat fluoresensi berwarna kuning kehijauan. Fluoresens terjadi
karena proses absorpsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan
atom tereksitasi. Identifikasi dari amoksisilin yang ketiga adalah
pengamatan bentuk kristal amoksisilin. Namun, percobaan yang ketiga ini
belum sempat kami lakukan karena reagen yang tidak tersedia dan waktu
yang kurang mencukupi.
Gugus fungsi berikutnya dari golongan antibiotik yang diamati adalah
eritromisin. Eritromisin termasuk golonga makrolida yang bekerja dengan
menghambat sintesis protein bakteri, bersifat bakteriostatik atau bakterisid,
tergantung dari jenis bakteri dan kadarnya dalam darah. Pada gugus fungsi
eritromisin dilakukan tiga identifikasi. Identifikasi pertama adalah
penambahan aseton, asam klorida, dan kloroform, identifikasi kedua adalah
penambahan asam sulfat, dan identifikasi ketiga adalah pengamatan bentuk
kristal. Namun dari ketiga percobaan belum sempat kami lakukan karena
reagen yang tidak tersedia.
Gugus fungsi ketiga dari golongan antibiotik yang diuji adalah
kloramfenikol. Pada gugus fungsi ini, hanya dilakukan pengamatan Kristal
dari kloramfenikol saja. Namun, percobaan untuk senyawa kloramfenikol
juga tidak kami laksanakan karena reagen yang tidak tersedia.
Gugus fungsi terakhir yang diuji dari golongan antibiotik adalah
tetrasiklin yang merupakan serbuk kristal kuningdan menjadi gelap jika
terkena cahaya. Tetrasiklin umumnya diproduksi oleh beberapa anggota
dari genus Streptomyces dan merupakan antibiotik yang umum digunakan
untuk pengobatan manusia. Cara kerjanya adalah menghambat atau
menginhibisi sintesis protein pada bakteri dengan cara mengganggu fungsi
subunit 30S ribosom. Pada gugus fungsi tetrasiklin dilakukan empat
identifikasi yaitu penambahan reagen benedict, Liebermann, mandelin, dan
asam sulfat. Pada pengujian pertama yaitu dengan benedict, mula-mula
sampel ditempatkan pada tabung reaksi, lalu ditambahkan 0,5 mL reagen.
Kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit dan diamati
perubaha yang terjadi. Hasil yang diperoleh adalah larutan hijau dengan
endapan yang terjad akibat reaksi dengan zat pereduksi dari tetrasiklin yang
mengandung gugus hidroksil pada gugus alifatik. Pengujian kedua adalah
penambahan reagen Liebermann pada tetrasiklin. Mula-mula, sampel
ditempatkan pada plat tetes, lalu ditambahkan pereaksi Liebermann, dan
diamati perubahannya. Hasil yang diperoleh adalah larutan cokelat
kehitaman yang disebabkan oleh senyawa yang mengandung dua cincin
benzen tersubstitusi mono yang tergabung dalam satu atom karbon atau
atom karbon yang berdampingan. Pengujian ketiga adalah penambahan
reagen mandelin yang dilakukan dengan cara penambahan reagen mandelin
pada sampel tetrasiklin yang telah ditempatkan pada plat tetes, kemudian
diamati perubahannya. Hasil yang diperoleh adalah orange kehitaman dari
reaksi dengan cincin aromatik. Pengujian terakhir tetrasiklin adalah
penambahan 2 mL asam sulfat pada 0,5 mg sampel, lalu diamati
perubahannya. Hasil yang diperoleh adalah larutan yang berwarna merah
tua akibat reaksi antara tetrasiklin dan reagen asam sulfat.
VI. Kesimpulan
Dapat mengidentifikasi senyawa-senyawa yang termasuk ke dalam
golongan alcohol, fenol, asam karboksilat, alkaloid dan basa nitrogen,
sulfonamide dan barbiturate dan antibiotic dengan berbagai pereaksi.
VII. Daftar Pustaka
Aksara, et al. 2013 Identifikasi Senyawa Alkaloid dan Ekstrak Metanol
Kulit Bawang. Jurnal entropi: Vol (3) No. 1.
Auterhoff dan Kovar. 2002. Identifikasi Obat. Bandung: Penerbit ITB.
Clark, A.V. 1997. Theory and Practice of Chemistry. London: Sage.
Clark, A.V. 2003. Theory and Practice of Chemistry. London: Sage.
Depkes RI. 1995. Farmakope Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Fessenden dan Fessenden. 1986. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta:
Bina Aksara.
Forank, W. 2013. Identification. Tersedia (online) di http://www.deltausliv-
edu . [Diakses pada tanggal 12 Maret 2017].
Frenika. 2014. Kimia Farmasi. Tersedia (online) di http://chemspider.com .
[Diakses pada tanggal 12 Maret 2017].
Gupta, RIC, Ali S dkk. 2014. PCR-RFLP Differentiation of Multidrug
Resistent Proteus sp. Stains From Row Beef. Microbiology and
Biotechnology Journal: Vol (2) No 4:426-430.
Indrajaya dan Nurnarda. 2015. Analisis Gugus Fungsi. Tersedia (online) di
http://www.chemspider.com . [Diakses pada tanggal 12 Maret 2017].
Iron. 2015. Iron Salts. Tersedia (online) di http://iron-atomistry.com/iron-
salts.html . [Diakses pada tanggal 12 Maret 2017].
Jamaliah. 2011. Sintesis Etanol Melalui Reaksi Hidrogenasi Heksil Asetat
dengan Menggunakan Berbagai Katalis. Jurnal Teknik Kimia: Vol (3)
No.10:421-437.
Kelly. 2009. Extraction Theory. Tersedia (online) di
http://www.faculty.swosu.edu . [Diakses pada tanggal 12 Maret 2017].
Lide, D.R. 2001. CRC Handbook of Chemistry and Physics 80th Edition.
USA: BOCA.
Pettruci, R..H. 1997. General Chemistry. New Jersey: Fretice Hall.
Puspita. 2013. Reaksi Esterifikasi. Tersedia (online) di
http://www.academia.edu/1030317/laporan/reaksi/esterifikasi .
[Diakses pada tanggal 12 Maret 2017].
Rahmawan. 2014. Reaksi Hidrokinon. Tersedia (online) di
http://www.chemdry.com . [Diakses pada tanggal 12 Maret 2017].
Roth, H. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sarker. 2009. Kimia untuk Mahasiswa Farmasi. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Sastronamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam Cetaka I. Yogyakarta:
Liberty.
Sasmita. 1979. Organic Chemistry. Jakarta: Shah Alam.
Sudarma, I dan Mulyanto. 2008. Studi Kasus tentang Analog Sufanilamid
dari Senyawa Bahan Alam Papaverin. Jurnal Ilmiah: Vol 9 No. 2.
Sulistyo, et al. 2015. Sintesis Salisilanida dari Komponen Utama Minyak
Gandapura. Jurnal Kimia Studet: Vol 1 No 1:805-811.
Svehla. 1985. Vogels Quantitative Inorganic Analysis. London: Pretince
Hall.

Anda mungkin juga menyukai