Anda di halaman 1dari 59

OBAT ANTI INFEKSI

Obat antiinfeksi adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh spesies tertentu dari golongan serangga, metazoa, protozoa, jamur,
bakteri, riketsia atau virus.
Berdasarkan kegunaannya obat antiinfeksi dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
ektoparasitisida, obat antiinfeksi setempat ( antiseptika dan desinfektan), anthelmintik, obat
antimikobakteri ( antituberkulosis dan antilepra), antiseptik saluran seni, obat antijamur, obat
antivirus dan obat antiprotozoa ( antiamuba, antileismania, antirikomonas, antitripanosoma
dan antimalaria)

A. Ektoparasitisida
Ektoparasitisida adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan berbagai kelainan
yang disebabkan oleh Ektoparasit, seperti skabies dan pedikulosis. Ektoparasit adalah
parasit yang terdapat pada kulit tubuh, kuku, rambut, dan kulit kepala. Skabies
disebabkan oleh kutu Sarcoptes scabiei var. homonis, sedang pedikulosis oleh kutu
Pediculus capitis (pada kepala), Pediculus humanus (pada tubuh) dan Phthirus pubis
(pada daerah pubis).

Berdasarkan struktur kimianya ektoparasitisida dibagi menjadi empat kelompok, yaitu


hidrokarbon terklorinasi, turunan piretin, senyawa sulfur dan turunan lain-lain.

1. Hidrokarbon Terklorinasi
Contoh turunan hidrokarbon terhalogenasi yang digunakan sebagai antiskabies
adalah lindan.

Heksaklorsikloheksan didapat sebagai hasil fotoklorinasi benzen, terdiri dari 8


isomer, yaitu isomer , , , , ,,, dan . Ekstraksi dengan pelarut organik tertentu
dapat diisolasi isomer (lindan) 10-13%, yang mempunyai aktivitas 100-1000
kali lebih besar dibanding isomer lainnya.
Lindan (Gammexan) adalah perangsang sistem saraf pusat bila diserap sistemik.
Setelah obat diserap ke tubuh antropoda, akan merangsang sistem saraf,
menimbulkan kejang dan menyebabkan kematian parasit. Lindan mempunyai
waktu paruh 20 jam dan merupakan obat pilihan untuk pengobatan skabies.
Dosis lotion, salep atau krim : 1% dioleskan 2kali sehari, selama 1 minggu.
Lindan terdapat sebagai bahan aktif dalam krim Scabicid, Topicide dan Peditox.
2. Turunan Piretrin
Turunan piretrin adalah kandungan aktif dari bunga Pyrethrum atau analog
sintetiknya, digunakan sebagai insektisida dan ektoparasitisida yang selektif,
terutama untuk antropoda.
Contoh: sinerin I dan II, jamolin I dan II, piretrin I dan II, aletrin I dan II,
resmetrin dan tetrametrin.
Mekanisme Kerja
Turunan piretrin bersifat selektif karena ada perbedaan kandungan mielin dalam
serat saraf vertebrata dan antropoda. Pada serat saraf vertebrata kandungan mielin
jauh lebih bayak dibanding antropoda sehingga piretrin, yang mempunyai
kelarutan dalam lemak tinggi, akan tertahan dalam mielin dan mencegah
interaksinya dengan serat saraf. Pada antropoda, kandungan mielin dalam serat
saraf sangat rendah, piretrin langsung berinteraksi dengan serat saraf, terjadi
pemblokan dan menyebabkan paralitis serangga.

Kombinasi piretrin dengan piperonil butoksida sangat efektif sebagai obat


antikutu dan dapat meningkatkan aktivitas insektisidnya 2-12 kali. Piperonil
butoksida aktivitas insektisidnya rendah, tetapi kombinasi dengan piretrin
menyebabkan efek potensial, karena senyawa dapat menghambat enzim hidrolitik
mikrosom yang mengkatalisis metabolisme piretrin.

3. Senyawa Sulfur
Contoh : sulfur, sulfur presipitatum dan sulfur sublimatum.
Sulfur (belerang), mempunyai aktivitas sebagai insektisida karena oleh antropoda
akan diubah menjadi asam pentationat (HO3S-S-S-S-SO3H) yang bersifat toksik.
Sulfur digunakan sebagai antiskabies dalam bentuk salep dengan kadar 6%.
Sulfur terdapat pula sebagai bahn aktif dalam sabun, seperti JF Sulfur dan Deo
Sulfur, dan pada sampo, seperti Selsun.

4. Turunan Lain-lain
Contoh : benzil benzoat, malation dan krotamiton.
a. Benzil benzoat, adalah antiskabies yang cukup kuat, dapat merangsang sistem
saraf pusat, menyebabkan kejang dan kematian antropoda. Benzil benzoat
digunakan sebagai antoskabies, dalam bentuk emulsi dengan kadar 25%.
b. Malation, adalah penghambat enzim kolinesterase, dalam tubuh serangga
diubah menjadi malaokson, yang mempunyai aktivitas penghambat
kolinesterase 10.000 kali lebih besar dibanding senyawa induknya. Pada
manusia malation dihidrolisis menjadi asam malation, suatu penghambat
kolinesterase lemah. Malation digunakan pada bidang pertanian sebagai
insektisida.
c. Krotamiton (Eurax), digunakan sebagai ektoparasitisida dalam bentuk lation:
10%, dioleskan 2-3kali per hari.
B. Obat Anti infeksi setempat / lokal (germisida)

Obat antiinfeksi setempat adalah senyawa yang digunakan secara setempat untuk
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme, baik pada jaringan hidup
maupun jaringan mati.
Obat antiinfeksi setempat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu antiseptik dan
desinfektan

Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan


atau membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup, mempunyai efek membatasi
dan mencegah infeksi agar tidak menjadi lebih parah. Antiseptika digunakan pada
permukaan mukosa, kutan dan luka yang terinfeksi. Antiseptika yang ideal adalah
dapat menghambat pertumbuhan dan merusak sel-sel bakteri, spora bakteri jamur,
virus dan protozoa, tanpa merusak jaringan tubuh.

Antiseptika digunakan dalam bentuk sediaan tunggal atau digabungkan dengan


detergen, sabun, serbuk tabur, deodoran dan pasta gigi. Pada penggunaan secara
setempat, obat kadang-kadang menyebabkan iritasi kulit atau mukosa, dan
menimbulkan reaksi alergi atau dermatitis. Bila terserap obat menimbulkan toksisitas
sistemik.
Antiseptik ideal adalah :
cepat bekerja terhadap jasad renik, mikroorganisme (baik spektrum rendah
ataupun spektrum luas tergantung pada penggunaanya).
tegangan permukaan rendah.
tetap aktif dengan adanya cairan tubuh.
tidak bersifat iritasi terhadap jaringan.
tidak menimbulkan alergi.
tidak menimbulkan toksisitas sistemik bila digunakan pada kulit atau jaringan
lunak.
Desinfektan adalah senyawa klorida yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme (bakterisid), biasanya pada benda mati, dan dengan cepat
menghasilkan efek letal yang tak terpulihkan.
Desinfektan digunakan secar luas untuk sanitasi atau rumah sakit.
Desinfektan ideal adalah :
Cepat membasmi mikroorganisme patogen yang potensial termasuk spora
Mempunyai daya penetrasi yang baik kedalam bahan organik.
Dapat bercampur dengan bahan organik (terutama sabun-sabun)
Tidak menjadi in aktif oleh jaringan hidup.
Tidak korosif.
Mempunyai nilai estetika (tidak menimbulkan noda, tidak berbau dan lain-
lain).
Antiseptika dan desinfektan dapat merusak sel dengan cara koagulasi atau denaturasi
protein protoplasma sel, atau menyebabkan sel mengalami lisis, yaitu dengan
mengubah struktur membran sel sehingga menyebabkan kebocoran isi sel.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja senyawa antiseptika dan desinfektan sangat beragam dan secara skematik
dapat dilihat pada gambar

Fenol Fenol Fenol


Formaldehid Sabun Etilen oksida
Hg++
Hg++ Klorheksidin Cu++, Ag++
Klorheksidin
Timerodal alkohol Formaldehid H2O2
Glutaraldehid
NaOCl Glutaraldehid I2
Etilen oksida Klorofor
Kadar rendah Kadar tinggi

lixis Dinding sel

Membran Sitoplasma

gugus-NH2 gugus-SH
Konstituen
Sitoplasma Koagulasi
Sitoplasma

Kekuatan daya tahan Proton


vvvvvvv ADN gugus-COOH

ATPase membran

Sistem transpor elektron

Turunan akridin
klorheksidin Senyawa kationik
2,4-Dinitrofenol heksaklorofen
Karbanilida
Salisilamida
Beberapa fenol
Gambar : gambaran skematik mekanisme kerja dan sasaran utama antiseptika dan
Desinfektan
Mekanisme kerja antiseptika dan desinfekta dikelompokan sebagai berikut :
a. Penginaktifan enzim tertentu
Penginaktifan enzim tertentu adalah mekanisme umum dari senyawa antiseptika dan
desifektan, seperti turunan aldehida, anida, karbanilida, etilen oksida, halogen,
senyawa merkuri dan senyawa amonium kuartener.
Aldehida dan eltilen oksida bekerja dengan mengalkilasi secara lagsung gugus
nukleofil, seperti gugus-gugus amino, karboksil, hidroksil, fenol dan tiol, dari protein
sel bakteri.
Reaksi alkilasi di atas dijelaskan sebabagi berikut :

R CHO + ROH R CH OR
Aldehida gugus nukleotida
(hidroksil) OH

H2C
O + ROH ROCH2CH2OH
H2C
Etil oksida

Reaksi alkilasi tersebut menyebabkan pemblokan sisi aktif dan pengubahan


konfirmasi enzim sehingga terjadi hambatan pertumbuhan sel bakteri.
Klorin dan senyawa terklorinasi (klorofor) akan berubah menjadi asam hipoklorit
(HOCl) yang dapat :
1. Mengikatkan Cl pada bagian protein
2. Menghasilkan asam hidroklorida (HCl) dan oksigen asam (O), yang kemudian
mengoksidasi gugus SH enzim penting tertentu atau konstituen sel bakteri.

Akibatnya protein dan enzim tidak dapat berfungsi secara normal dan bakteri
mengalami kematian .
Mekanisme reaksi kerja klorin dan klorofor dijelaskan sebagai berikut:

-HCl
Cl2 + H2 O

O
-OH
OCl- + H2 O HOCl + RCNR RCNR + H2O

R Cl
-RRNH
RNCl + H2 O HCl + O+ (oksidator)
Iodin secara langsung dapat mengadakan iodinasi rantai polipeptida protein sel
bakteri, mengoksidasi gugus tirosin dan sulfhidril protein, dan menyebabkan
penginaktifan protein enzim tertentu sehingga bakteri mengalami kematian.
Mekanisme reaksinya dijelaskan sebagai berikut :
OH
1 1

+ I2

OH R

O
O
+ I2
CH2
R
-(NH-CH-CO)
OH

+ I2

CH2

-(N-CH-CO)

b. Denaturasi protein

Turunan alkaloid, halogen dan halogenofor, senyawa merkuri, peroksida, turunan


fenol dan senyawa amonium kuarterner bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan
dengan cara denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri .

Turunan alkohol dapat menimbulkan denaturasi protein sel bakteri dan proses
tersebut memerlukan air. Hal ini ditunjang oleh fakta bahwa alkohol absolut, yang
tidak mengandung air, mempunyai aktivitas antibakteri jauh lebih rendah dibanding
alkohol yang mengandung air. Selain itu turunan alkohol juga menghambat sistem
fosforilasi dan efeknya terlihat jelas pada mitokondria, yaitu pada hubungan subtrat-
nikotinamid adenin dinukleotida (NAD).

Senyawa merkuri, pertama-tama membentuk ion R-Hg+, dan kemudian bereaksi


membentuk ikatan kovalen dengan gugus tiol enzimatik sel (misal pada sistein dan
glutation) melalui pembentukan merkaptid.
Mekanisme reaksinya dijelaskan sebagai berikut :

CH2SH CH2S Hg+

CH2 + Hg++ CH2 atau R-S-Hg-R

-(NH-CH-CO) -(NH-CH-CO)

Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang
melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol
dengan ikatan yang menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar
tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis.

Turunan peroksida adalah senyawa pengoksidasi dan kerjanya tergantung pada


kemampuan pelepasan oksigen aktif. Reaksi oksidasi ini mampu membunuh banyak
mikroorganisme.

Senyawa perak, mekanisme kerjanya mirip dengan senyawa merkuri, yaitu:


1. Ion perak berinteraksi dengan protein bakteri, menyebabkan terjadinya presipitasi
protoplasma bakteri sehingga bakteri mengalami kematian.
2. Pemecahan dan ionisasi perak proteinatum, menghasilkan ion dengan efek
bakteriostatik ringan dan masa kerja yang panjang.

Ion perak menimbulkan efek antibakteri karena dapat berinteraksi dengan gugus-
gugus amino, karboksil, fosfat dan tiol, serta membentuk kompleks yang tidak larut
dengan ARN, ADN, riboflavin dan lain-lain makromolekul dalam sel bakteri.

Bentuk kompleks ion perak dengan guanosin 3- monofosfat dan riboflavin


digambarkan sebagai berikut:

Kompleks ion perak dengan Kompleks ion perak dengan


guanosin -3- monofosfat riboflavin

Senyawa amonium kuarterner, merupakan kation aktif yang dapat berinteraksi dengan
gugus anion sel bakteri membentuk kompleks yang stabil, sehingga terjadi kekacauan
membran sel, denaturasi protein dan penghambatan enzim. Pada kadar optimal
senyawa menyebabkan sel mengalami lisis. Pada kadar yang tinggi senyawa tidak
menyebabkan lisis tetapi terjadi denaturasi protein enzim bakteri.

c. Mengubah permeabilitas membran sel bakteri


Ini adalah model kerja turunan amin dan guanidin, turunan fenol dan senyawa
amonium kuarterner. Dengan mengubah permeabilitas membran sel bakteri,
senyawa-senyawa diatas menimbulkan kebocoran konstituen sel yang esensial
sehingga bakteri mengalami kematian.
Klorheksidin, suatu katoin aktif, dapat berikatan dengan gugus-gugus yang bermuatan
negatif pada dinding sel bakteri, menghasilkan netralisasi muatan, obat kemudian
diabsorpsi dan menyebabkan kerusakan dinding sel. Selain mekanisme kerja di atas
klorheksidin juga menyebabkan presipitasi protein plasma sel bakteri.

d. Interkalasi ke dalam ADN


Beberapa zat warna, seperti turunan trifenilmetan dan akridin, bekerja sebagai
antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat, menghambat sintesis ADN dan
menyebabkan perubahan kerangka mutasi pada sintesis protein.

Turunan trifenilmetan, seperti gentian violet dan turunan akridin, seperti akriflavin
adalah karbon aktif, dapat berkompetisi dengan ikatan hidrogen membentuk kompleks
yang tak terionisasi dengan gugus bermuatan negatif dari konstituen sel, terjadi
pemblokan proses biologis yang penting untuk kehidupan bakteri sehingga bakteri
mengalami kematian.

e. Pembentukan kelat
Beberapa turunan fenol, seperti heksaklorofen dan oksikuinolin, dapat membentuk
kelat dengan ion Fe dan Cu, kemudian bentuk kelat tersebut masuk ke dalm sel
bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion logam didalam sel menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim sehingga mikroorganisme mengalami kematian

1. Antiseptika
Senyawa yang mempunyai aktivitas antiseptik dibagi menjadi sembilan kelompok,
yaitu turunan alkohol, amidin dan guanidin, zat warna, halogen, senyawa merkuri,
senyawa fenol, senyawa amonium kuarterner, senyawa perak dan turunan lain-lain.
a. Turunan alkohol
Turunan alkohol terutama digunakan untuk :
1. Antisrptik pada pembedahan dan pada kulit, contoh : etanol dan isopropil
alkohol
2. Pengawet, contoh: benzil alkohol, fenetil alkohol dan klorbutanol
3. Mensterilkan udara, dalam bentuk aerosol, contoh: etilen glikol, propilen
glikol dan trimetilen glikol

Hubungan struktur dan aktivitas


a. Pada turunan alkohol alifatik, dengan bertambahnya jumlah atom C, kelarutan
senyawa dalam air akan menurun dan kelarutan dalam lemak meningkat. Hal
menyebabkan kemampuan penetrasi ke dalam membran sel bakteri meningkat
sehingga meningkat pula aktivitas antiseptiknya, sampai pada jumlah atom C
tertentu.
Contoh : terhadap Stophylococcus aureus, jumlah atom C optimal = 5, sedang
terhadap Bacillus thyposus, jumlah ataom C optimal=8. Bila jumlah atom C
ditingkatkan lagi, aktivitasnya menurun secara drastis.

b. Adanya percabangan dapat meningkatkan kelarutan dalam air dan


menurunkan kelarutan dalam lemak sehingga penembusan membran sel
menurun dan aktivitasnya juga menurun .
Contoh : akibat primer lebih aktif dibanding alkohol sekunder, dan alkohol
sekunder lebih aktif dibanding alkohol tersier.
c. Adanya ikatan rangkap mempunyai efek serupa dengan adanya percabangan.
Contoh : alilalkohol mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih rendah
dibanding n-propilalkohol.

Turunan alkohol yang sering digunakan sebagai antiseptik adalah etil alkohol dan
isopropil alkohol.
1. Etil alkohol (etanol) CH3CH2OH, mempunyai kerja bakterisid yang cepat
dan digunakan sebagai antiseptik kulit. Etil alkohol juga digunakan sebagai
pengawet, adstringen, pendingin (kompres), hipnotik ringan dan sebagai
pelarut eliksir atau minuman .
Etil alkohol efektif sebagai antiseptik pada kadar 60-95%, dan aktivitas
bakterisidanya optimal pada kadar 70%.
2. Isopropil alkohol, CH3CH2CH2OH mempunyai aktivitas bakterisid lebih
besar dibanding etil alkohol, karena lebih efektif dalam menurunkan
tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi protein .
Isopropil alkohol efektif sebagai antiseptik pada kadar 50-95%. Larutan 40%
daya antiseptikya sama dengan larutan 60% etanol.

b. Turunan amidin dan Guanidin


Contoh : klorheksidin glukonat ( Hibiscruh, Hibisol) dan klorheksidin asetat
(Hibitane, Bactigras).
Klorheksidin, adalah senyawa kationik, terutama digunakan sebagai antiseptik
kulit sebelum operasi, antiseptik luka dan desifektan alat-alat bedah. Klorheksidin
efektif terhadap bakteri gram-positif, gram-negatif dan jamur, terhadap spora
bakteri hanya efektif pada suhu tinggi.
Dosis : klorheksidin glukonat, larutan 4% dalam air atau larutan 0,5% dalam 70%
isopropil alkohol.
Klorheksidin asetat, larutan 0,02-0,5% dalam air, gliserin atau 70%alkohol .

Cl Cl
NH NH NH NH

NH-C-NH-C-NH-(CH2)6-NH-C-NH-C-NH

Klorheksidin

c. Zat warna
Golongan zat warna dibagi menjadi dua kelompok yaitu turuna akridin dan
turunan difenilmetan.
1. Turunan Akridin
Contoh : akriflavin, aminakrin HCl dan proflavin
Turunan akridin adalah senyawa kation aktif, digunakan sebagai antiseptik
setempat pada permukaan mukosa kulit dan antiseptik luka. Turunan ini
efektif terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif.
Hubungan struktur dan aktivitas
a) Aktivitas antibakteri turunan akridin tergantung pada derajat ionisasi
senyawa.
3-Aminoakridin dan 9-aminoakridin bersifat lebih basa dibanding turunan
aminoakridin yang lain karena terjadi stabilisasi resonansi dari bentuk
terprotonasi. Bentuk terionisasinya makin besar (91% dan 100%) sehingga
makin efektif interaksinya dengan gugus anion protein sel bakteri.
Bentuk resonansi dari 3 dan 9- aminoakridin dijelaskan sebagai berikut:

b) Turunan akridin juga memerlukan bentuk dan ukuran molekul tertentu


serta kedudukan planar untuk memberikan aktivitas antibakteri maksimal.
Untuk menimbulkan aktivitas didapat bahwa luas daerah planar minimal
adalah 38 kuadrat.
4-Aminokuinolin dan 4-aminotetrahidroakridin mempunyai luas daerah
28 kuadrat, ternyata tidak menimbulkan efek antibakteri.
2. Turunan Trifenilmetan
Contoh : gentian violet dan malachite green.
Larutan 1-2% dari gentian violet digunakan secara setempat untuk pengobatan
kandidiasis (infeksi Candida albicans) pada vagina dan mulut bayi.

Hubungan struktur dan aktivitas


a) Bila salah satu gugus fenil dihilangkan aktivitasnya akan menurun.
b) Untuk aktivitas optimal diperlukan adanya gugus dimetilamino atau
dietilamino. Bila gugus tersebut diganti dengan gugus amonium kuartener
atau gugus lain, aktivitasnya akan menurun .
d. Halogen dan Halogenofor
Halogenofor adalah kompleks antara halogen dengan senyawa organik. Kompleks
klorin dan iodin dengan senyawa organik dinamakan klorofor dan iodofor.
Halogen dan halogenofor digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan.
Klorin dan klorofor terutama digunakan sebagai difinfektan air, seperti air minum
dan air kolam renang, sedang iodin dan iodofor untuk antiseptik kulit sebelu
pembedahan dan antiseptik luka.
Contoh senyawa yang mengandung klorin : klorin dioksida, kloroksilenol,
oksiklorosen, natrium dan kalsium hipoklorit, dan triklosan.
Contoh senyawa yang mengandung iodin : larutan iodium, tingtura iodii dan
povidon-iodin.
1. Triklosan (septisol), 5-kloro-2-(2,4-diklorofenoksi)-fenol, adalah antibakteri
dengan spektrum luas, efektif terhadap Gram-positif dan Gram-negatif,
dermatofites dan Candida albicans.
Dosis setempat : krim 1%.

2. Larutan iodin, mengandung 2% iodin dan 2,4% NaI atau KI dalam air, sedang
tingtura iodii adalah larutan iodin yang mengandung 44-50% etanol. Larutan
iodin digunakan sebagai antiseptik kulit sebelum pembedahan dan antiseptik
luka.

3. Povidon-iodin (Betadine, isodine, Dansepta, Polydine), adalah kompleks


antara iodin dan polivinilpirolidon (PVP) yang mengandung 10% iodin. Tidak
seperti iodin, kompleks ini mudah larut dalam air dan dapat melepas iodin
secara perlahan-lahan sehingga masa kerja obat lebih panjang.

e. Senyawa Merkuri
Senyawa merkuri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Merkuri anorganik, contoh : merkuri klorida (HgCl2), merkuro klorida
(kalomel = Hg2Cl2), merkuri oksida (HgO) kuning dan merkuri amonium
klorida (NH2HgCl).
2. Merkuri organik, contoh : fenilmerkuri nitrat, merbromin (merkurokrom),
nitromersol dan timerosal.

Senyawa merkuri mempunyai aktivitas antiseptik dan disinfektan. Merkuri


anorganik bersifat toksik, dan menimbulkan iritasi kulit sehingga sekarang jarang
digunakan sebagai antiseptik, tetapi masih digunakan sebagai pengawet dalam
industri. Senyawa merkuri organik dapat melepaskan ion merkuri secara perlahan-
lahan sehingga menunjukkan efek samping (toksisitas dan iritasi) yang lebih kecil
dibanding senyawa merkuri anorganik.

Contoh:
1. Fenilmerkuri nitrat, digunakan sebagai pengawet pada sediaan parenteral,
dengan kadar 1:10.000-50.000.
2. Merbromin, adalah kompleks organik merkuri yang pertama kali digunakan
sebagai antiseptik. Merupakan zat warna merah yang mudah larut dalam air
dan digunakan dalam bentuk larutan dengan kadar 2%, untuk antiseptik kulit
dan luka.
3. Nitromersol, terutama efek terhadap kokus Gram-positif. Efek iritasi obat
terhadap kulit dan mukosa rendah. Nitromersol digunakan untuk antiseptik
kulit dan mata dalam bentuk larutan dengan kadar 1:500.

4. Timerosal, mudah larut dalam air, efek iritasi rendah dan mempunyai efek
bakteriostatik yang seragam. Larutan timerosal dalam air digunakan sebagai
antiseptik pada luka dengan kadar 1:1000, untuk iritasi uretra dengan kadar
1:5000 dan antiseptik pada membran mukosa hidung dengan kadar 1:2000.
Dalam bentuk salep dengan kadar 1:5000, timerosal digunakan untuk
antiseptik mata.

f. Senyawa Fenol
Contoh : fenol, para-klorfenol, diklorofen, resorsinol, timol, eugenol,
heksaklorofen dan polikresulen (Albothyl).
Turunan fenol mempunyai efek antiseptik, anthelmintik, anestetik, keratolitik,
kaustik dan bekerja dengan mengendapkan protein sel bakteri. Turunan ini
terutama digunakan sebagai antiseptik, desinfektan, anthelmintik, dan keratolitik.
Hubungan struktur dan aktivitas
a. Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik. Peningkatan sifat lipofil turunan
fenol akan meningkatkan aktivitas antiseptiknya.
b. Pemasukan gugus halogen, seperti klorin dan bromin, ke inti fenol akan
meningkatkan aktivitas antiseptik. Aktivitas ini lebih meningkat bila jumlah
halogen yang dimasukkan bertambah. Polihalogenasi fenol kurang berguna
karena senyawa mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil dan tidak dapat
dibawa oleh cairan luar sel ke reseptor, sehingga aktivitasnya rendah.
Meskipun demikian pentaklorfenol dapat digunakan sebagai pengawet kayu
karena mempunyai efek antijamur tinggi.
Substitusi halogen pada posisi para dari fenol memberikan aktivitas yang lebih
besar dibanding pada posisi orto.
c. Pemasukan gugus nitro dapat meningkatkan aktivitas antiseptik sampai derajat
yang moderat.
d. Pemasukan gugus asam karboksilat dan asam sulfonat menurunkan aktivitas
antiseptik karena dapat meningkatkan kelarutan dalam air dan menurunkan
kelarutan dalam lemak sehingga penembusan ke membran sel bakteri
menurun.
e. Pemasukan gugus alkil atau gugus aromatik ke dalam struktur fenol, kresol,
resorsinol dan lain-lain, pada umumnya akan meningkatkan aktivitas
antibakteri dan menurunkan toksisitasnya. Struktur dan ukuran rantai alkil
menunjukkan efek yang berbeda. Rantai n-alkil lebih efektif dibanding rantai
isoalkil primer lebih efektif dibanding rantai alkil sekunder dan rantai alkil
sekunder lebih efektif dibanding rantai alkil tersier.
f. Pemasukan gugus alkoksi meningkatkan aktivitas antiseptik fenol.

Pada beberapa kasus peningkatan aktivitas antibakteri diikuti dengan penurunan


toksisitas.

Contoh : n-amilfenol toksisitasnya sepersepuluh kali fenol dan p-n-amil-o-


klorfenol toksisitasnya sepertiga belas kali o-klorfenol.
Fenol, fenol terhalogenasi dan alkilfenol meskipun efek antiseptiknya besar tetapi
tidak dapat digunakan secara sistemik karena terlalu toksik dan biasanya hanya
digunakan untuk antiseptik kuit dan mulut, desinfektan dan untuk sterilisasi kulit.

Koefisien fenol beberapa turunan fenol terhadap E.typhosa dan S.aureus dapat
dilihat pada tabel 27.
Tabel 27. Koefisien fenol beberapa turunan fenol terhadap E.typhosa dan
S.aureus.
Koefisien fenol beberapa turunan resorsinol terhadap E.typhosa dan S.aureus
dapat dilihat pada tabel 28.

Tabel 28. Koefisien fenol beberapa turunan resorsinol terhadap E.typhosa dan
S.aureus.

Contoh :
1. Timol, isopropil m-kresol, berasal dari minyak timi, ynag terdapat pada
tanaman Thymus vulgaris. Larutan timol 0,01% dalam trikloretilen digunakan
sebagai antimikroba. Larutan 1% dalam alkohol digunakan sebagai antijamur,
terutama efektif terhadap ragi yang patogen. Dalam serbuk tabur kadar 2%,
timol digunakan untuk pengobatan infeksi cacing gelang.
2. Eugenol, 4-alil-2-metoksifenol, terdapat 82% dalam minyak cengkeh,
digunakan sebagai antiseptik pada obat kumur dan analgesik pada sakit gigi.
Adanya gugus para-alil dan orto-metoksi dapat menunjang aktivitas antisetik
dan anestetik. Eugenol mempunyai koefisien fenol =14,4.
3. Heksil resorsinol, efektif terhadap bakteri Gram-negatif dan Gram-positif,
digunakan secara setempat untuk antiseptik kulit dan saluran seni.
Heksiresorsinol lebih sering digunakan sebgai anthelmintik, efektif terhadap
infeksi cacing gelang usus dan cacing tambang.
Dosis anthelmintik :1g, dapat diulang setiap minggu.
4. Heksaklorofen (pHisoHex, Dermisan), adalah turunan bis-fenol, memunyai
keefktifan yang lebih tinggi dibanding turunan monomernya. Mempunyai
koefisien fenol 40 terhadap S.aureus dan 15 terhadap E.typhosa.
Penambahan jumlah atom halogen yang tersubstitusi pada cincin akan
meningkatkan keefektifannya. Agar aktivitasnya maksimal gugus fenol harus
pada posisi orto dari gugus hidroksil. Gugus penghubung antara fenol-fenol,
seperti CH2, O atau S, kurang penting untuk aktivitas, asalkan gugus-gugus
hidroksil tidak dipisahkan dengan jarak yang terlalu besar. Heksaklorofen
digunakan sebagai antiseptik setempat dengan kadar 2-3% dalam pembawa
sabun, detergen, krim atau minyak.

g. Turunan Amonium Kuarterner


Contoh: benzalkonium klorida, benzatonium klorida, setrimid, setilpiridium
klorida, dequalinium klorida, domifen bromida dan benzoksonium klorida.

Turunan amonium kuarterner mempunyai efek bakterisid dan bakteriostatik


terhadap Gram-positif dan Gram-negatif, sejumlah jamur dan protozoa.
Turunan ini tidak aktif terhadap bakteri pembentuk spora, seperti
Mycobacterium tuberculosis, dan virus. Beberapa keuntungan penggunaan
turunan amonium kuarterner sebagai antisepik antara lain adalah toksisitasnya
rendah, kelarutan dalam air besar, stabil dalam larutan air, tidak berwarna dan
tidak menimbulkan korosi pada alat logam.
Kerugiannya adalah senyawa menjadi tidak aktif dengan sabun dan surfaktan
anionik lain, surfaktan non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan dan
lain-lain senyawa kompleks organik.

Hubungan struktur dan aktivitas antimikroba turunan


alkildimetilbenzilamonium klorida dapat dilihat pada tabel 29.
Tabel 29. Hubungan struktur dan aktivitas antimokroba turunan alkildimetil-
benzillamonium klorida.

Contoh :
1. Benzalkonium klorida, CnH2n + 1-N+ (CH3)2- CH2 C6H5.Cl- (Zephiran
klorida), merupakan campuran beberapa turunan amonium kuarterner,
dengan n= 8-16, dengan bagian yang tersebar adalah n=12,14 dan 16.
Benzalkonium klorida degunakan sebagai antiseptik dan irigasi pada
permukaan kulit dan mukosa dengan kadar 1:750-20.000.
2. Benzetonium klorida(Phemerol klorida), digunakan sebagai antiseptik
kulit pada kadar 1:750, sedang untuk iritasi mata, hidung dan membran
mukosa, kadar 1:5000.
3. Setilpiridinium klorida, 1-heksadesilpiridium klorida; mengandung N-
kuarterner pada cincin heterosiklik. Rantai samping satil menunjukkan
aktivitas yang maksimal dibanding turunan alkil yang lain. Tidak adanya
gugus benzil dapat mengurangi toksisitas senyawa.
Setilpiridinium klorida digunakan sebagai antiseptik kulit dengan kadar
1:1000, untuk membran mukosa, kadar 1:2000-10.000. sebagai tablet hisap
(lozenges), kadar 1:1500, sedang untuk obat kumur, kadar 1:2000.

4. Dekualinium klorida, 1,1-dekametilendis-(4-amonikuinaldinium klorida)


(Decamedin, Degirol, Dequadin, SP Troches), efektif sebagai antiseptik
dan antijamur. Sebagai tablet hisap, dekualinium klorida digunakan untuk
pengobatan radang rongga mulut, tonsilitis, faringitis, laringitis, dan
angina.
Dosis tablet hisap : 0,25mg.

h. Senyawa Perak
Contoh : perak nitrat, perak nitrat amoniakal, perak proteinatum ringan dan
perak sulfadiazin.
1. Perak nitrat, AgNO3 adalah garam yang mudah larut dalam air, digunakan
sebagai antiseptik pada mata bayi yang baru lahir (ophthalmia
neonatorum) dan pada luka bakar.
2. Perak nitrat amoniakal, digunakan secara luas dalam kedokteran gigi
sebagai antibakteri dan mengontrol karies gigi.
3. Perak proteinatum ringan (Argyrol), digunakan untuk pengobatan infeksi
pada membran mukosa, mata, saluran napas dan saluran seni. Bentuk
kompleks koloidal perak-protein ini tidak menimbulkan efek iritasi, korosi
dan adstringen seperti ynag ditimbulkan oleh senyawa perak yang mudah
larut, seperti perak nitrat.
4. Perak sulfadiazin (Burnazin, Dermazin, Silvadene), mempunyai toksisitas
rendah, digunakan terutama untuk pengobatan luka bakar.
Dosis krim : 1%, dioleskan sehari 2 kali.
i. Turunan Lain-lain.
Contoh: heksetidin (Bactidol).
Heksetidin, merupakan antibakteri dan antijamur dengan spektrum aktivitas
luas, mempunyai afinitas yang besar terhadap protein membran mukosa
sehingga masa kerjanya cukup panjang.
Mekanisme kerjanya adalah dengan mempengaruhi pembentukan tiamin yang
sangat penting untuk proses metabolisme mikroorganisme.
Heksitidin digunakan terutama untuk pengobatan ginggivitis dan periodontitis,
serta untuk mengontrol gejala tonsilitis dan faringitis.
Dosis sebagai obat kumur: larutan dalam alkohol 1%.

2. Desinfektan
Desinfektan dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu turunan aldehid, turunan
klorofor, senyawa pengoksidasi dan turunan fenol.
a. Turunan Aldehid
Contoh: formaldehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid.
1. Larutan formaldehid (Solutio formaldehyde, Formalin), mengandung
formaldehid (HCOH) 37%, mempunyai efek antibakteri dengan kerja yang
lambat. Larutan formaldehid digunakan untuk desifektan ruangan, alat-alat
dan baju dengan kadar 1:5000. Larutan formaldehid dalam air atau alkohol
digunakan untuk mengeraskan kulit, mencegah keringat yang berlebihan
dan untuk desifektan tangan.
2. Paraformaldehid, didapat dengan cara menguapkan larutan formaldehid,
dibuat untuk lebih memudahkan pengangkutan. Penggunaannya serupa
dengan formalin. Formalin. Dan paraformaldehid mempunyai bau kurang
menyenangkan dan bila terhisap sangat merangsang.
3. Glutaraldeihid, digunakan untuk sterilisasi larutan atau peralatan
pembedahan yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Senyawa ini
mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap kulit
dan mata lebih rendah dibanding formalin atau paraformaldehid.
Larutan glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora bila didapar
pada pH 7,5-8,5.
b. Turunan Klorofor
Contoh: kloramin T, dokloramin T, klorin, halazon dan sodium hipoklorit.
1. Kloramin T adalah turunan klorofor pertama yang digunakan sebagai
antiseptik, mengandung klorin aktif 11,5-13%. Larutan dalam air secara
lambat terurai membentuk NaOCl dan melepas klorin yang aktif sebagai
antiseptik dan desinfektan. Efek iritasinya lebih rendah dibanding larutan
hipoklorit.
Larutan kloramin T 0,1% digunakan sebagai antiseptik membran mukosa,
sedang larutan 1% untuk mencuci luka.
2. Dikloramin T, mengandung klorin aktif 28-30% kelarutan dalam air rendah
sehingga penggunaannya terbatas.
3. Halazon, dalam bentuk gram Na digunakan untuk sterilisasi air minum.

c. Senyawa Pengoksidasi
Contoh: hidrogen peroksida, benzoil peroksida, karbamid peroksida, kalium
permanganat dan sodium perborat.
1. Hidrogen peroksida (H2O2), adalah senyawa pengosidasi yang sering
digunakan sebagai antimikroba. Oleh kerja enzim katalase, hidrogen
peroksida mengalami peruraian melepaskan oksigen, yang aktif sebagai
pencuci. Hidrogen peroksida digunakan untuk mencuci luka dan penghilang
bau badan, dengan kadar 103%
2. Benzoil peroksida (C6H5-COOOC-C6H5), dalam air melepaskan hidrogen
peroksida dan asam benzoat. Benzoil peroksida digunakan sebagai
antiseptik dan keratolitik untuk pengobatan kukul(acne), dalam bentuk
lotion 5-10%.
3. Karbamid peroksida (Urea peroksida), (NH2)2CO.H2O2), mengandung 34%
H2O2 atau 16% O2. Larutan karbamid peroksida dalam air secara perlahan-
lahan melepaskan H2O2, dan digunakan untuk antiseptik pada telinga dan
pada luka.
4. Kalium permanganat (KMnO4) dan sodium perborat (NaBO3) digunakan
sebagai desinfektan dan antiseptik karena sifat oksidasinya. Pada
umumnya, kedua senyawa di atas digunakan untuk pemakaian setempat
dalam bentuk larutan dalam air.

d. Turunan Fenol
Contoh: kresol, klorokresol, kreosot, betanaftol, timol dan klorotimol.
Mekanisme kerja, hubungan struktur dan aktivitas turunan fenol dapat dilihat
pada bab terdahulu.
C. OBAT ANTI JAMUR
Obat anti jamur adalah obat yang digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh jamur.
Jamur yang menginfeksi manusia (mikosis) dibagi menjadi 4 kelompok yaitu mikosis
sistemis, mikosis kutan dan mikosissuperfisial.

1. Mikosis sistemik
Mikosis sistemik terutama mempengaruhi organ internal dari visceral tersebar secara
luas dan melibatkan jaringan yang berbeda. Mikosis sistemik di sebabkan oleh jamur
saprotik di tanah melalui inhalasi spora.
Yang termasuk mikosis sistemi adalah :
a. Aspergilosis (Aspergillus fumigatus ) , antijamur : amfoterisin B (I.V. ) , +5-
fluorositosin (oral ).
b. Blastomikosis ( Blastonikosis dermatitis ), antijamur : amfoterisisn B (I.V.),
ketokenazol (oral).
c. Kandistatin (Candida sp.), antijamur : amfoterisin B (I.V.) +5-fluorositosin (oral)
nistatin (oral +setempat ), klortimazol dan mikonazol (setempat) dan ketokonazol
(oral).
d. Kokidioidomikosis (Caccidiaides immitis ), antijamur : amfoterisin B (I.V. )
,ketokonazol (oral).
e. Kriptokokosis (Cryptococcus neoformans ), antijamur : amfoterisin B (I.V.) +5-
fluorositosin (oral).
f. Histoplasmosis (histoplasma capsulatum), antijamur: amfoterisin B
(I.V.),ketokonazol (oral).
g. Parakokidioidomikosis (paracoccidioides braziliensis ) , antijamur : amfoterisin B
(I.V.), ketokonazol (oral).
h. Fikomikosis (phycomycetes), antijamur : amfoterisin B (I.V.).

2. Mikosis subkutan

Mikosis subkutan adalah mikosis yang terdapat pada tulang, muka, kulit, dan jaringan
subkutan. Mikosis ini disebabkan oleh jamur yang masuk ke kulit melalui pengotoran
tanah, serpih atau duri, dan cenderung terlokalisasi pada jaringan subkutan. Mikosis
subkutan dapat menyebabkan kerusakan yang berat dan kadang-kadang menimbulkan
kematian.

Yang termasuk mikosis subkutan adalah :


a. Kromomikosis (jamur dimorfi).
b. Maduromikosis (tak kurang dari 13 spesies jamur ).
c. Sporotrikosis (sporothrix schenkil ).
Antijamur : amfoterisin B (I.V.).
3. Mikosis kutan dan mukokutan
Mikosis kutan hanya menginfeksi epidermis, rambut dan kuku, dan disebabkan oleh
jamur dermatophytes, seperti epidermophyton floccosium, microsporum sp. Dan
trichophyton sp. Penyakitnya disebut dermatofitosis atau dermatomikosis.

Berdasarkan daerah kulit yang terkena infeksi, jamur dibedakan sebagai berikut :
a. Tinca pedis (pada kaki).
b. Tinca corporis (pada tubuh).
c. Tinca cruris (pada lipatan paha).
d. Tinca capitis (ketombe atau dandruff, pada kulit kepala ).
Antijamur : amfoterisin B (I.V.), tolnaftat, haloprogin, koltrimazol, mikonazol,Zn
pirition, selenium sulfida, dan asam undesilenat (setempat), griseofulvin dan
ketokonazol (oral).

Mikosis mukokutan disebakan oleh jamur Candida sp. dan penyakitnya disebut
candidiasis.
Antijamur : amfoterisin B (I.V.) +5-fluorositosin (oral), nistatin (oral + setempat ) ,
kandisidin, gelatin violet , klotrimazol dan mikonazol(setempat), griseofulvin dan
ketokonazol (oral).

4. Mikosis superficial

Mikosis ini hanya menginfeksi rambut dan lapisan superfisisal dari epidermis ,
Yang termasuk mikosis superfisial adalah :
a. Black piedra ( piedraia hortal ).
b. Tinca nigra ( cladasporium werneckii ).
c. Pitiriasis atau tinca versicolor (pityrosporum orbiculare ).
d. White piedra (trichosporum cutaneum ).
Antijamur : griseofulvin (oral), asam salisilat, asam benzot, natrium kaprilat,
klotrimazol, mikonazol, dan haloprogin (setempat).

Berdasarkam stuktur kimoanya obat antijamur dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu
turunan asam, turunan tionokarbonat, turunan pirimidin, antibiotika, turunan
imidazole, turunan halogen dan turunan lain-lain.

1. Turunan Asam
Contoh : asam salisilat, salisilanilis, asam benzoate, asam propionat, natrium
kaprilat dan asam undersilenat.

Turunan asam pada umumnya digunakan sebagai antijamur setempat pada kulit.
Mekanisme kerja antijamur ini disebabkan oleh efek keratolitiknya.
Contoh :
1. Asam salisilat, mempunyai efek keratolitik, digunakan secara setempat untuk
menghilangkan kutil. Efek bakteriostatik dan fungisid asam salisilat juga
digunakan untuk pengobatan penyakit parsit kulit, psoriasis, ketombe dan
ekzem.
Kombinasi dengan asam benzoate (1:2) , digunakan sebagai antijamur
setempat (kalpanax,mikorex,kopamex).
Dosis setempat : serbuk tabor, salep atau krim 3-10%.

2. Asam proionat, CH- CH- CH-COOH, banyak digunakan sebagai antijamur


karena Judah didapat, tidak toksik dan tidak menimbulkan efek iritasi kulit.
Asam propionate efektif terhadap Tinca pedum dan sering digunakan dalam
bentuk garamnya, seperti garam Na, K, Ca atau Zn karena tak berbau dan
mudah penanganannya.

3. Natrium kaprilat, , CH- (CH)- CH-COONa, asam bebasnya terdapat pada


minyak kelapa dan mintak kelapa sawit. Natrium kaprilat efektif terhadap
Trichophyton sp. , microsporum sp. , dan cabdida sp.

4. Asam undersilenat (Decyline),CH=CH-(CH)-COOH, adalah antijamur


setempat diberikan dalam bentuk larutan, emulsi, serbuk atau salep dengan
kadar sampai 10%.

2. Turunan Tionokarbamat

Contoh : toksilat dan tolnaftat.


1. Toksilat (tolmicen), efektif secara setempat untuk pengobatan
dermatomikosis.
Dosis setempat antijamur kulit, dalam bentuk larutan atau krim 1%, serbuk
tabor 0,5% , 2-3 dd.
2. Tolnaftat, mempunyai aktivitas yang tinggi terhadap dermatomikosis, baik in
vitro maupun in vivo, tetapi tidak aktif terhadap jamur lain. Untuk aktivitas
antijamur, gugus metilkarbonat memegang peran yang cukup penting
Senyawa tetap aktif bila gugus tolil diganti dengan subsitituen -naftil -metil dan
bila gugus metil diganti dengan subsituen H, hidroksi atau metoksi. Aktivitas obat
akan hilang bila gugus metil diganti dengan gugus halogen, karboksilat atau nitro.
Dosis setempat antijamur kulit, dalam bentuk larutan atau krim 1% 2dd.

3. Turunan pirimidin
Contoh : 5-fluorositosin (flusitosin) dan heksetidin.

5-fluorositosin, terutama digunakan untuk pengobatan kromomikosis,


kandidiasis dan kriptokokosis. Karena kekebalan mungkin timbul Selma
pengobatan, maka obat biasanya diberika bersamaisama dengan amfoterisin B,
efek samping obat antara lain adalah leukopenia atau trombositopenia yang
terpulihkan dan kadang-kadang dapat berakibat fatal.
Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik, tidak diikat oleh plasma
protein, kadar serum tertingginya dicapai dalam 2-4 jam, dengan waktu paru
serum 3-6 jam.
Dosis oral : 37,5 mg/kb bb,4 dd.

Mekanisme kerja
Mula-mula flusitosin mengalami metabolism di dalam sel jamur, menjadi 5-
fluorourasil, suatu antimetabolite pirimidin, metabilik antagonis tersebut
kemudian bergabung dengan asam ribonukleat dan kemudian menghambat
sintesis asam nukleat dan protein jamur.
Efek antijamur flusitosin meningkat bila dikombinasi dengan amfoterisin B
atau turunan imidazol.

4. Turunan antibiotika
Contoh : griseofulvin dan antibiotika turunan polien , seperti nistatin,
amfoterisin B dan kandisidin.
1. Griseofulvin (fulcin, griseofort, grivin, rasovin), disolasi dari galur
tertentu penicillium griseofulvum, efektif pada pemberian secara oral, dan
hanya bekerja pada jamur yang tumbuh aktif. Griseofulvin efektif terhadap
dermatomikosis dan merupakan obat pilihan untuk infeksi tinca pada kulit
kepala, kuku, jenggot, telapak tangan dan kaki, bentuk mikrokristal dan
ultramikrokristalnya lebih aktif disbanding bentuk mikrokristal,
griseofulvin mempunyai waktu paro 24-36 jam , tetapi masih ada
dalamplasma setelah 4 hari pengobatan dihentikan.
pada pengobatan jangka panjang, obat yang akan di simpan pada rambut,
kuku dan kulit dan akan diekresikan secara aktif melalui kelenjar keringat,
griseofulvin kadang-kadang menimbulkan efek samping antara lain
urtikaria, sakit kepala, ketidaknyamanan lambung, granulositopenia dan
leukopenia.
Dosis oral : mikrikristal 500mg, ultramikrikristal 330mg. I dd atau terbagi
dalam dua dosis, diberiakn sesudah makan.

Mekanisme kerja
Griseofulvin menunjukkan efek antijamur dengan membatas pertumbuhan
jamur, yaitu dengan menghambat mitosis jamur, senyawa ini mengikat
protein mikrotubali dalam sel, kemudian merusak struktur spindle mitotic
dan menghentikan metaphase pembelahan jamur.
Hubungan struktur dan aktivitas turunan griseofulvin
a. Senyawa akan tetap aktif bila atom CI diganti dengan atom F, tetapi
aktivitasnya menurun bila diganti dengan atom BR dan H.
b. Penggantian subsituen metoksi pada cincin sikloheksan dengan gugus
propoksi atau butoksi akan meningkat aktif secara in vivo karna dapat
menigkatkan kelarutan dalam lemk sehingga penembusan ke dalam
membrane bakteri lebih baik. Subsitusi dengan asam amino justru
menghilangkan aktifitas biologis.

Contoh :
1. Nistatin (Candistatin, Mycostatin) diisolasi dari Streptomycesnoursei,
digunakan untuk pengobatan infeksi Candida sp. Pada kulit, membran
mukosa, saluran cerna dan vagina. Digunakan secara oral maupun setempat,
untuk infeksi yang disebabkan oleh Candida sp. Dan Aspergillus sp.
2. Amfoterisin B. Diisolasi dari Streptomyces nodosus, efektif terhadap
hampir semua mikosis sistemik, termasuk kutan dan mukokutan candistatin.
Amfoterisin juga efektif terhadap mukokutan leismaniasis, tetapi kurang
efektif terhadap bakteri, protozoa, dan virus.

3. Kandisdin, diisolasi dari Streptomyces griseus, dianjurkan untuk


pengobatan infeksi monilia pada saluran vagina.

5. Turunan Imidazol
Contoh : klotrimazol, ketokonazol, bifonazol, ekonazol nitrat, oksikonazol
nitrat, mikonazol nitrat, isokonazol nitrat, flukonazol, tiokonazol, dan
itrakonazol.

Mekanisme kerja
Turunan imidazol disebabkan senyawa dapat menimbulkan ketidak teraturan
membran sitoplasma jamur. Turunan imidazol dan asam lemak tidak jenuh,
suatu komponen membran jamur, dapat membentuk interaksi hidrofob,
mengubah permeabilitas membran dan fungsi pengangkutan senyawa esensial,
menyebabkan ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat
pertumbuhan atau menimbulkan kematian sel jamur. Turunan imidazol juga
menghambat biosintesis sterol, triglesirida dan fosfolipid pada jamur.
Ketokonazol dapat mempengaruhi biosintesis ergosterol dalam sel jamur.

6. Turunan Halogen
Contoh : Haloprogin
Haloprogin (polik), digunakan untuk pengobatan infeksi jamur superfisial
pada kulit.

Mekanisme kerja
Turunan halogen dapat berinteraksi membentuk ikatan ikatan kovalen
dengan gugus-gugus fungsional dari sel jamur, seperti gugus tio, yang
terdapat pada koenzim A, sistein, glutation, asam lipoat dan tiamin, gugus
amino yang terdapat pada asparagin atau glutamin, serta gugus karboksil
dan hidroksil. Interaksi tersebut sdapat melalui reaksi oksidasi, adisi
konjugat atau eliminasi klorin. Ikatan kovalen yang kuat menyebabkan
masa kerja obat menjadi panjang.

Rekasi Haloprogin dengan gugus tio dijelaskan sebagai berikut :

7. Turunan lain-lain
Contoh : naftifin HCl, siklopiroksilamin, gentian violet, domifen bromida
(Neo-bradoral). Dipirition, selenium sulfida dan oktopiroks.

1. Naftifin HCl (exoderil) adalah anti jamur baru yang sangat kuat, bekerja
sebagai fungisid dan fungistatik. Digunakan secara setempat untuk
pengobatan dermatomikosis pada kulit, luka dan rambut, dan kandidiasis
superfisisal. Naftifin juga mempunyai efek setempat pada bakteri Gram-
positif dan Gram-negatif. Obat tidak boleh digunakan untuk luka terbuka.
2. Siklopiroksolamin (Batrafen) adalah garam etanolamin dari siklopiroks,
merupakan antijamur setempat yang bekerja sebagai fungisida, efektif
terhadap Tinea sp. dan kandididasis superfisial.
3. Gentian violet (Metilrosanilin klorida) adalah golongan zat warna yang
mempunyai efek anti jamur, antibakteri dan anthelmentik. Secara sistemik
digunakan untuk pengobatan infeksi Candida albicans. Sering digunakan
untuk pengobatan infeksi pada mulut bayi.
4. Dipirition dan selenium sulfida (Selsun) adalah senyawa turunan tiol
yang mempunyai efek antijamur, digunakan sebagai antiketombe dan
pengobatan infeksi Tinea versicolor pada kulit kepala.
D. Antiseptik Saluran Seni

Antiseptik saluran seni adalah senyawa yang digunakan untuk infeksi bakteri pada
saluran seni.

Berdasarkan struktur kimianya antiseptik seni dibagi menjadi lima kelompok yaitu
metenamin dan garamnya, asam mandelat dan garamnya, turunan nitrofuran, piridin,
piperidin dan turunan kuinolon

1. Metenamin dan garamnya


Contoh : metenamin, metenazin tripurat dan metenamin mandelat

Metenamin (urotropin, hexamin), secara oral digunakan untuk pengobatan infeksi


saluran seni karena dalam suasana asam akan terurai melepaskan formaldehid
aktif. Metenamin bekerja secara tidak khas melalui interaksinya dengan gugus-
gugus fungsional tertentu dalam sel bakteri. Efek maksimal dicapai bila digunakan
bersama-sama dengan senyawa yang bereaksi asam, seperti vitamin C, NH4Cl
atau NH2HPO4. Metenamin sering digunakan dalam bentuk garam bipurat karena
garam tersebut meningkatkan keasaman urin sehingga aktivitas obat lebih
meningkat.
Dosis oral : 1g 4 dd

2. Asam mandelat dan garamnya


Contoh : asam mandelat, amonium mandelat, dan Ca.mandelat

Asam mandelat, diperdagangkan dalam bentuk campuran rasemal, dan digunakan


sebagai bakateriostatik dan bakterisid pada saluran seni, efektif terhadap infeksi
E.coli, S.faccalis, dan Salmonella sp.
Dosis : 3g/hari

3. Turunan Nitrofuran
Contoh : nitrofurantoin dan hidroksimetil nitrofurantoin.
1. Nitrofurantoin (Macrofuran), merupakan antiseptik saluran seni yang efektif
terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif , dan obat pilihan untuk
pengobatan sistitis. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat beberapa
enzim yang terlihat pada pembentukan asetil koenzim A dari asam piruvat
sehingga mempengaruhi produksi energi yang diperlukan untuk kehidupan
bakteri. Aktivitasnya sangat tergantung pada gugus nitro, yang secara in vivo
tereduksi menjadi hidroksilamin atau amin primer. Bentuk tereduksi inilah
yang dapat menghambat fungsi DNA dan menyebabkan kerusakan kromosom
bakteri.
Mekanisme kerja nitrofurantoin dijelaskan secara skematik sebagai berikut:

Efek samping nitrofurantoin cukup besar, seperti gangguan saluran cerna,


komplikasi paru, kerusakan darah dan anemia hemofilik. Sebaliknya diberikan
bersama-sama makanan karena dapat memperpanjang masa kerja obat.
Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat, 60% terikat oleh protein serum,
dengan waktu paro serum 20 menit.
Dosis oral : 50-100mg 3-4 dd, untuk pencegahan :50-100mg sebelum tidur.

2. Hidroksimetil nitrofurantoin, digunakan terutama untuk pengobatan infeksi


bakteri pada saluran seni. Efek samping obat cukup besar serupa dengan
nitrofurantoin. Untuk mengurangi gangguan pada saluran cerna, obat dapat
dikombinasi dengan antasida, seperti aluminium hidroksida gel (Urfadyn).
Dosis : 40mg 4dd

4. Turunan Piridin
Contoh: fenazopiridin
Fenazepiridin HCl (Phyridium), terutama digunakan sebagai setempat pada
saluran seni. Fenazepiridin sering dikombinasi dengan antiseptik saluran seni,
seperti sulfametizol. Obat secara cepat diekskresikan melalui urin dan
menyebabkan warna urin menjadi merah jingga.
Dosis : 100mg 2-3 dd, sesudah makan.

5. Turunan pirimidin
Contoh : trimetoprim
Trimetoprin(Syraprim, Tobyprim) adalah turunan pirimidin, digunakan untuk
pengobatan infeksi saluran seni yang disebabkan oleh E.coli, P.mirabilis,
K.pneumoniae dan Enterobacter. Obat dapat diberikan dalam bentuk tunggal atau
dikombinasi dengan sulfametoksazol. Trimetoprim bekerja sebagai antagonis
metabolik nonklasik dari asam fosfat, yaitu dengan memblok kerja enzim
dihidrofosfat reduktase bakteri 50.000 kali lebih besar dibanding enzim pada
mamalia.
Dosis oral: 100mg 2dd, selama 10 hari
6. Turunan Kuinolon
Turunan kuinolon adalah obat antiinfeksi yang relatif baru sebagai pengembangan
asam nalidiksat, suatu turunan 4-kuinolon yang efektif terhadap bakteri Gram-
negatif dan digunakan untuk antiinfeksi saluran seni.
Pengembangan struktur dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan memperluas
spektrum antibakteri. Modifikasi struktur pada umumnya dilakukan dengan
memasukkan gugus fluorin pada inti dasar (C-6) dan mengalami gugus metil pada
C-7 dengan gugus piperidin.

Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja turunan kuinolon adalah dengan menghambat secara selektif
sintesis ADN bakteri dengan memblok enzim ADN-girase, suatu tipe II
topoisomerase. ADN-girase adalah enzim yang unik dan berfungsi untuk
memelihara kromosom pada keadaan supercoiled dan memperbaiki single strand
ADN yang pecah selama proses replikasi ADN bakteri. Mamalia tidak
mengandung enzim tersebut sehingga turunan kuinolon dapat bekerja secara
selektif menghambat sintesis ADN bakteri tanpa mempengaruhi ADN mamalia.

Turunan kuinolon berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi empat kelompok,


yaitu:
a. Turunan naftiridin, contoh : asam nalidiksat
b. Turunan sinolin, contoh : sinoksasin.
c. Turunan piridopirimidin, contoh: asam pipemidat dan asam piromidat.
d. Turunan kuinolon, contoh : asam oksolinat, norfloksasin, siprofloksasin,
ofloksasin, dan pefloksasin.
E. Obat Antituberkulosa

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis,


suatu basil gram-positif. Basil mikrobakteri ini sangat sukar dibunuh dan sesudah
pengobatan kemoterapi eiminasi basil dari tubuh sangat pelan sehingga pengobatan
infeksi mikrobakteri memerlukan waktu yang panjang.

Mekanisme kerja
Etambutol, isoniazid dan riasetazon mempunyai sifat sebagai ligan yang dapat
membentuk kelas dengan logam-logam yang diperlukan untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Meskipun demikian sifat di atas tidak selalu dapat menjalankan
mekanisme kerja beberapa obat antimikroorganisme lain.
Banyak obat antimikroorganisme yang bekerja dengan menghambat biosintesis
dinding sel mikrobakteri, proein atau asam nukleat.
a. Menghambat biosintesis dinding sel mikrobakteri
Penghambatan biosintesis dinding sel menyebabkan kelemahan jaringan dinding
sel mikrobakteri, terjadi kerusakan membran sel diikuti dengan pecahnya sel
karena lisis osmotik sehingga mikroorganisme mengalami kematian. Obat yang
bekerja dengan mekanisme di atas adalah sikloserin dan isoniazid.

Sikloserin adalah struktur analog D-alanin, bekerja dengan menghambat secara


kompetitif dua dari tiga enzim yang terlibat dalam penggabungan D-alanin ke
dalam prekusor dinding sel. UDP- MurNAc-pentapeptida, yaitu enzim alanin
rasemase dan D-alanin: D-alanin sintetase. Afinitas enzim-enzim diatas terhadap
sikloserin 100kali lebih besar dibanding terhadap substrat normal.

Mekanisme kerja sikloserin dijelaskan secara skematik sebagai berikut:

Isoniazid, bekerja secara aktif dengan menghambat biosintesis asam mikolat


dinding sel, kekosongan asam mikolat menyebabkan struktur dinding sel menjadi
lemah dan kemudian pecah sehingga mikrobakteri mengalami kematian.

b. Menghambat biosintesis protein


Protein adalah komponen yang penting dalam sistem kehidupan mikrobakteri.
Penghambatan biosintesis protein dapat menyebabkan kematian mikrobakteri.
Asam p-aminosalisilat dan turunan pra-obatnya, menghambat biosintesis protein
dengan mekanisme kerja mirip sulfonamida, yaitu secara penghambatan bersaing
dengan asam p-aminobenzoat.

Pirazinamid, etionamid, dan protionamid, menghambat sintesis peptida dengan


memblok penggabungan asam-asam amino yang mengandung sulfur, seperti
sistein dan metionin, kekurangan protein esensial diatas dapat menyebabka
kematian mikrobakteri.
Kanamisin dan streptomisin, bekerja dengan mengikat ribosom sehingga
menghambat biosintesis protein dan mempengaruhi perpanjangan rantai
polipeptida sehingga sel menjadi pecah dan mikrobakteri mengalami kematian.

c. Menghambat biosintesis asam nukleat


Asam nekleat berperan penting pada proses pembelahan sel. Pengahambatan
biosintesis asam nukleat dapat menyebabkan kematian mikroorganisme.

Etambutol, mempunyai struktur mirip dengan poliamin dan mempunyai sifat


dapat membentuk kelat dengan kation divalen. Pembentukan kompleks tersebut
mempengaruhi fungsi poli sel, seperti spermidin dan spermin, yang terlihat dalam
memelihara keutuhan asam nukleat, sehingga terjadi hambatan biosintesis
protein,ADN, dan ARN.

Bentuk kelat etambutol dengan kation divalen dapat dilihat pada gambar.

Rifampisin, dapat menghambat biosintesis ARN bakteri dengan mengikat secar


kuat subunit beta enzim ADN-directed ARN polimerase (DDRP), mencegah
pengikatan enzim pada ADN sehingga terjadi pemblokan pada tahap awal
transkripsi ARN.

Berdasarkan struktur kimianya obat antituberkulosis dibagi menjadi lima


kelompok yaitu turunan salisilat, turunan hidrazida, turunan amidaheterosoklik,
golongan antibiotik dan golongan lain-lain.

1) Turunan salisilat
Contoh : para-amino salisilat (PAS), PAS Na, PAS K, benzoilpas Ca,
pashidrazid dan fenilamino salisilat.
Para amino salisilat, merupakan obat pertama untuk pengobatan tuberkulosis,
biasanya dikombinasi dengan isoniazid dan streptomisin. Penyerapan obat
dalam saluran cerna cepat dan sempurna. Kadar plasma maksimal obat
dicapai setelah 1jam pemberian secara oral, dengan waktu paruh biologis 2
jam.
Dosis : 3g 4dd
Hubungan struktur dan aktivitas turunan p-amino salisilat
2) Turunan hidrazida
Contoh : isoniazid dan iproniazid

Struktur antituberkulosis turunan hidrazida.

Isoniazid (INH), merupakan senyawa bakterisida, dalam bentuk tunggal


digunakan untuk pencegahan tuberkulosis, sedang dalam bentuk kombinasi
dengan rifampisin atau pirazinamid untuk pengobatan tuberkulosis. Isoniazid
dapat menyebabkan neuritis perifer karena bekerja sebagai antagonis terhadap
piridoksin dan meningkatkan ekskresi piridoksin melalui ginjal. Oleh karena
itu pada pengobatan dengan isoniazid harus diberikan bersama-sama dengan
vitamin B6.
Dosis untuk pencegahan : 300mg 1dd atau 4-5mg/kg bb/hari. Untuk
pengobatan : 10-20mg/kg bb/hari (oral) atau 300mg/ hari (parenteral).
Untuk mengurangi gejala neuritis perifer perlu ditambahkan piridoksin 50-
100mg/hari.

3) Turunan amina Heterosiklik


Contoh: pirazinamid, etionamid dan protionamid.

Pirazinamid(Neotibi, Pezeta,Prazinas, Pharozinamid), mempunyai efek


baktersid, digunakan terutama untuk pengobatan ulang tuberkulosis dan untuk
pengobatan jangka pendek bila diduga penderita sudah kebal terhadap
isoniazid. Pada umumnya digunakan bersama-sama dengan obat tuberkulosis
lain. Pirazinamid bukan obat primer pada pnegobatan tuberkulosis paru karena
menimbulkan hepatotoksik yang potensial. Penyerapan obat dalam saluran
cerna cepat dan hampir sempurna, kadar serum tertinngi dicapai dalam waktu
2jam, dengan waktu paruh eliminasi 10-16 jam.
Dosis oral : 20-35mg/kg bb/hari.

4) Golongan Antibiotik
Golongan antibiotik yang digunakan sebagai antituberkulosis antara lain
adalah streptomisin sulfa, dihidrostreptomisin, kanamisin sulfa, rifampisin,
skloserin, viomisin sulfa dan kapreomisin sulfa.
a. Streptomisin sulfa, adalah senyawa bakterisida yang diisolasi dari
Streptomyces griteus. Dalam suasana asam, streptomisin terhidrolisis
menjadi streptidin dan streptoblosamin, yang merupakan kombinasi dari
L-streptosa dan N-metil-L-glukosamin. Streptomisin digunakan untuk
pengobatan tuberkulosis melalui pemberian intramuskular, dalam bentuk
tunggal atau dikombinasi dengan isoniazid. Streptomisin dapat
meningkatkan efek obat antituberkulosis yang diberikan oral, seperti
etambutol dan isoniazid.
Dosis I.M : 20mg/kg bb 1dd, selama 2-3 minggu, kemudian 1g/hari tiap
hari dan akhirnya 1g dua kali per minggu.

b. Dihidrostreptomisin sulfat, mempunyai kegunaan yang sama dengan


streptomisin.
Dosis I.M : ekivalen dengan 500mg dehidrostreptomisin basa, 4dd.

c. Kanamisin sulfat, adalah senyawa bakteriosida, diisolasi dari


Streptomyces kanamycericus. Secara kromatografi dapat dibedakan 3
struktur kanamisin, yaitu kanamisin A,B, dan C. Dalam perdagangan
pada umumnya adalah kanamisin A, karena mempunyai toksisitas yang
lebih rendah dibanding kanamisin B, dan C
Dosis oral untuk infeksi usus : ekivalen dengan 1 g kanamisin basa, 3-4
dd selama 5-7 hari.
I.M : ekivalen dengan 5mg/kg bb 3 dd, waktu paruhnya 2-3jam.
d. Rifampisin, adalah antibiotik semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces mediterranae. Merupakan senyawa bakterisida, aktif
terhadap sel bakteri yang sedang mengalami multiplikasi dan sel bakteri
yang sedang istirahat. Rifampisin digunakan untuk pengobatan
tuberkulosis dan lepra. Rifampisin dapat menembus dan membunuh
mikrobakteri dan bakteri di luar sel dan didalam sel.
Dosis oral : 600mg/hari, 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.

e. Sikloserin, menunjukan aktivitas antibiotika yang relatif lemah terhadap


bakteri Gram-positif dan Gram-negatif, tetapi cukup efektif sebagai
tuberkulosis. Dalam penggunaan, sikloserin biasanya dikombinasi dengan
isoniazid.
Dosis oral : 250mg 2-4dd.

f. Viomisin sulfat, merupakan peptida siklik yang bersifat basa kuat. Obat
ini digunakan untuk antituberkulosis sebagai pengganti streptomisin.
Dosis I.M : ekivalen dengan 1g viomisin, 2dd, 2kali per minngu.

g. Kapremisin sulfat, adalah peptida siklik ynag bersifat basa kuat.


Kapremisin digunakan untuk antituberkulosis sebagai pengganti
streptomisin, bila kuman sudah kebal.
Dosis I.M : ekivalen dengan 1g kapremisin, 1 dd, selama 2-4 bulan,
kemudian 1g 2-3 kali per minggu.

5) Golongan Lain-Lain
Contoh: etambutol HCl dan tinasetazom.
a. Etambutol, adalah senyawa bakteriostatik, digunakan sebagai penunjang
pengobatan, digunakan sebagai penunjang pengobatan tuberkulosis dari
obat antimikrobakteri yang bersifat bakterisid, seperti isoniazid dan
rifampisin. Etambutol juga digunakan untuk pengobatan ulang
tuberkoulosis bila obat tuberkulosis primer telah kebal.
Dosis oral : 15-20mg/kg bb 1 dd

b. Tinasetazom adalah senyawa bakteriostatik, digunakan untuk pengobatan


tuberkulosis paru, biasanya dikombinasi dengan antitubekulosis lain
terutama isoniazid. Penyerapan obat dalam saluran cerna cepat, kadar
plasma tertinggi dicapai dalam waktu 4jam sesudah pemberian secara
oral, dengan waktu paruh biologis 8-12 jam.
Dosis oral sebagai antituberkulosis :150mg/hari.
Sebagai antilepra dosis awal: 50mg/hari, kemudian dinaikan secara
bertahap sampai 150mg/hari.
F. OBAT ANTI VIRUS

Obat anti virus adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan dan pencegahan
penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus adalah parasit alam sel,strukturnya terdiri
dari ADN atau ARN dan lapisan protein, dengan membrane terluar terbentuk dari
sakarida, lemak dan protein.
Berdasarkan kandungan asam nukleatnya virus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
virus yang mengandung ADN dan yang mengandung ARN.
1. Virus yang mengandung ADN
a. Adenoviridae : adenovirus (penyakit pernapasan daan mata yang akut)
b. Chordopoxviridae : virus variola (cacar = smallpox), virus vaccinia (cacar
sapi = cowpox), chickenpox (cacar air) dan eksem.
c. Herpesviridae : sitomegalovirus (penyakit sitomegalik), virus Epstein-Barr
(berhubungan dengan limfoma Burkitt dan infeksi mononekleosis), herpes
simplex tipe 1 dan 2 (infeksi genital, labial,keratitis kulit,keratokonjungtivitis
pada mata dan ensefalitis,varicella-zoster dan herpes zoster (shingles)
d. Papovaviridae : virus papiloma (kutil = warts)

2. Virus yang mengandung ARN


a. Arenaviridae : arenavirus (virus limpositik kariomeningitis dan virus demam
lassa)
b. Coronaviridae : koronavirus ( penyakit pernapasan )
c. Orthomyxoviridae : virus influenza A.B. dan C
d. Paramyxoviridae : virus parainfluenza (bronchitis, pneumonia, croup), virus
pernapasan ( bronkiolitis, pneumonia), virus campak dan virus gondong.
e. Picornaviridae : rhinovirus ( penyakit pernapasan, common cold), virus polio
(poliomyelitis), coxsackievirusdan echovirus (meningitis aseptic)
f. Rioviridae : rotavirus (diare)
g. Retroviridae : human immunodeficiency virus (HIV) atau human T-
lymphotropic virus III (HTLV-III) atau acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS), human T-cell leukemia virus atau human T-cell
lymphotropic virus ( HTVL-I), retrovirus yang berhubungan dengan
limpdenopati atau hairy cell leukemia (HCL), kanker payudara dan
karsinoma nasofaring.
h. Rhabdoviridae : virus rabies
i. Togaviridae : virus rubella, virus demam kuning (hepatitis)dan virus
meningoensefalitis.
Hanya sedikit obat nativirus yang telah digunakan dalam klinik.

Berdasarkan struktur kimianya obat antivirus dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
turunan adamantan amin, analog nukleosida dan turunan interferon.

1. Turunan adamantan amin


Contoh : amantadin HCL, metisoprinol dan tromantadin

Mekanisme kerja
Amantadin dan turunannya bekerja dengan menghambat penetrasi partikel virus
ke sel tuan rumah dan menghambat tahap awal replikasi virus, dengan cara
memblok protein inti yang tidak terlapisi sehinggamencegah pemindahan asam
nukleat ke sel tuan rumah .

Contoh :
1. Amantadin HCL (symmetrel), suatu trisiklik amin yang simetrik. Secara
klinikobat hanya efektif untuk pencegahan dan pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh virus influenza A. pnyerapan obat dalam saluran cerna cukup
baik (95%), dengan waktu paro eliminasi 20-24 jam.
Dosis oral untuk pencegahan influenza A : 100 mg 2 dd

2. Tromantadin HCL (viru-merz-serol) , digunakan secara setempat untuk


pengobatan infeksi herpes simplex pada kulit dan mukosa membrane,
manifestasi dermal pada herpes zoster dan ekzem herpetikatum.
Dosis setempat : krim 1% 3dd

3. Metisoprinol (Isoprinosine)adalah kompleks 1 : 3 dari inosin dan garam


1-(dimetilamino)-2-propanol dari asam 4-asetamidobenzoa.efek antivirusnya
mempunyai spectrum luas, efektif terhadap virus herpes, rhino dan influenza
Meknaisme kerjanya melalui dua cara yaitu merangsang sel T tuan rumah
yang berfungsi sebagai mediator kekebalan dan secara langsun gmenghambat
replica sel virus.
Dosis oral : 50-60 mg/kg bb/hari , dalam dosis terbagi 4-6 kali
2. Analog nukleosida
Contoh : zidovudin, asiklovir, idoksuridin,ribavirin, dan vidarabin.

Mekanisme kerja
Analog nukleosida mula-mula mengalami fosforilasi oleh sel tuan rumah
membentuk turunan trifosfat yang aktif, kemudian bergabung ke dalam ADN
virus dan tuan rumah sebagai pengganti nukleotida normal sehingga terjadi
hambatan replikasi sel.

1. Zidovudin (azidotimidin, AZT, Retrovir), adalah antimetabolit timidin, yang


mengalami fosforilasi anabolic dalam sel T manusia menjadi nukleosida-5+-
trifosfat kemudian berkompetisi dengan timidin-5+-trifosfat dan bergabung
dengan rantai pertumbuhan ADN. Obat kemudian bekerja sebagai
penghambatterminasi rantai HIV reverse transcriptase, mencegah translasi
kode ARN retrovirus kedalam double standed ADN sehingga menghentikan
pembuatan rantai ADN baru dan menghentikan replikasi virus. Zidovudin
digunakan terutama untuk memperbaikki fungsi kekebalan dan lain-lain,
ketidaknormalan yang berhibingan dengan AIDS. Obat ini dapat
memperpanjang kemungkinan hidup penderita AIDS tetapi tidak dapat
menghilangkan virus HIV dari organ penderita. Efek samping obat yang
serius adalah penekanan fungsi sumsum tulang belakang, sehingga
menyebabkan anemia dan neutropenia. Sesudah pemberian secara oral,
zidovudin mempunyai ketersediaan hayati yang baik dan mampu menembus
sawar darah-otak, dengan waktu paro 1 jam
Dosis : 200mg , setiap 4 jam
2. Asiklovir (danovir, kenrovir, poviral, zovirax),adalah analog asiklik dari
deoksiguanosin. Asiklovir mempunyai mekanisme kerja yang unik, yaitu
bekerja secara katalitik terhadap enzim timidin kinase virus herpes yang
khas. Di sini obat terikat lebih kuat (200 kali) disbanding pada enzim sel.
Mula-mula asiklovir diubah menjadi bentuk monofosfat dan selanjutnya
diaktifkan menjadi bentuk trifosfat oleh enzim kinase sel. Bentuk ini dapat
menghambat aktivitas enzim ADN polymerase virus, yaitu melalui kompetisi
dengan deoksiguanosin trifosfat dan kemudian bergabung dengan ADN,
menyebabkan berhentinya pembentukan rantai karena kekurangan gugus 3-
hidroksil ujung yang diperlukan untuk perpanjangan rantai. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa asiklovir aktif terhadap virus yang menginfeksi sel
seperti virus herpes simpleks I (herpes labial) dan II (herpes genital) serta
virus varicella-zoster. Asiklovir merupakan obat pilihan untuk pencegahan
dan pengobatan virus herpes simpleks dan untuk pengobatan ulang infeksi
herpes genital dan varicella-zoster.
Pada pemberian secara oral, penyerapan obat rendah (15-30%), 15% obat
terikat oleh plasma protein dengan waktu paro 2,5-5 jam. Ketersediaaan
hayati asiklovir rendah, sehingga lebih baik digunakan turunannya yang lebih
mudah larut, yaitu 6-deoksiasiklovir, suatu pra-obat, yang segera mengalami
metabolise oleh xanthin oksidase menjadi asiklovir. Efek samping obat
anatara lain iritasi dan rasa nyeri pada tempat injeksi, kulit kemerah-merahan,
sakit kepala, insomnia, hematuria dan perubahan ensefalopati.
Penggunaan obat secara setempat hanya efektif untuk infeksi herpes genital
premier yaitu dapat mengurangi lama infeksi dan meringankan gejala
penyakit.
Dosis oral : 200 mg 5 dd, selama 5-7 hari
Dosis setempat : salep 5% 5 dd, selama 14 hari

3. Idoksuridin, strukturnya mirip timidin dan merupakan substrat enzim timidin


kinase virus. Mula-mula idoksuridin mengalami fosforilasi menjadi bentuk
aktifnya dan kemudian bergabung dengan ADN virus. Karena idoksuridin
menimbulkan efek teratogenik, mutagenik dan menekan kekebalan maka
hanya digunakan secara setempat untuk pengobatan herpes
keratokonjungtivitis dan herpes labial, dalam bentuk salep mata atau larutan.
Dosis : salep mata 0,5% 5 dd , larutan 0,1% 0,1 ml 10-20 kali per hari

4. Ribavirin,strukturnya berhubungan dengan guanosin, bekerja sebagai


penghambat tidak khas enzim yang mengkatalisis biosintesis basa guanine.
Pada kasus influenza, ribavirin dapat menghambat secara selektif sintesis
protein virus influenza.
Ribavirin adalah senyawa antivirus dengan spectrum luas karena efektif baik
terhadap virus ADN maupun virus ARN, seperti hepatitis, infeksi herpes dan
infesi influenza. Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik, dengan
waktu paro eliminasi 24 jam

5. Vidarabin adalah turunan nukleotida dari adenine arabinnosa, pada in vivo


cepat mengalami deaminasi menjadi arabinosilhipoxantin. Senyawa induk
dan metabolit tersebut mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat yang
aktif dan dapat menghambat secara kompetitif dan selektif aktivitas enzim
ADN-polimerase virus. Bentuk trifosfat diatasdpat ebrgabung ke dalam ADN
virus dan menyebabkan nerakhirnya perpanjangan rantai. Dalam jumlah
cukup besar, bentuk aktif diatas dapat menghambatenzim sel tuan rumah.
Vidarabin sangat efektif, melalui penggunaan setempat, untuk pengobatan
herpetic keratitis. Secara infuse intravena sebagai obat pilihan untuk
pengobatan herpes simpleks ensefalitiskarena mampu menembus airan
serebrospinal.obat ini juga efektif untuk pengobatan herpes zoster yang
terlokalisasi pada penderita imunosupresif dan infeksi herpes simpleks
neonatal. Waktu paro serum vidarabin 15 menit sedang waktu paro
arabinosilhipoxantin 4 jam. Efek samping obat yang terutama adalah
gangguan saluran cerna, dalam dosis tinggi kemungkinan dapat
menyebabkan penekanan sumsum tulang belakang. Pada percobaan dengan
binatang, vidarabin mempunyai efek mutagenic, karsinogenik dan
teratogenik sehingga tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
Dosis : salep 5% 5 dd , dengan selang 3 jam.
3. Turunan interferon
Contoh : interferon alfa-n1, interferon alfa-2a, dan interferon alfa-2b

Interferon, dapat bekerja melalui beberapa mekanisme sebagai berikut :


a. Merangsang enzim yang mampu menghambat translasi m-ARN virus,
b. Menghambat pelepasan virion pada permukaan sel virus,
c. Meningkatkan kekebalan tuan rumah terhadap infeksi virus melalui efek
imunomodulasi.

Interferon alfa. Dalam perdagangan tersedia rekombinan interferon alfa-2a


(roveron-A) dan alfa-2b (intron-A), yang masing-masing merupakan subtype
tunggal, dan human lymphablastoid interferon alfa (interferon alfa-n1)yang
mengandung campuran subtipe alfa. Interferon lafa digunakan untuk pengobatan
hairy cell leukemia, myeloma, sarcoma kaposis dan venereal warts. Interferon
alfa dapat menimbulkan sindrom interferon, dengangejala seperti flu, lesu,
leucopenia dankebingungan. Bila diberikan secar intravena, obat secara cepat
didistribusikan ke jaringan, dan setelah 4 jam tidak dapat dideteksi adanya
interferon dalam plasma. Oleh karena itu interferon hanya diberikan secara
intramuscular atau subkutan, dengan waktu paro 4-12 jam.
Dosis interferon alfa-2a I.M. atau S.C. : 3 juta IU/hari, selama 16-24 minggu.
Dosis interferon alfa-2b I.M. atau S.C : 2 juta IU/m2 , tiga kali per minggu.
G. OBAT ANTIPROTOZOA

Obat antiprotozoa adalah senyawa yang digunakan untuk pencegahan atau


pengobatan penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa.
Berdasarkan penggunaanya obat antiprotozoa dibagi menjadi enam kelompok yaitu
obat antiamuba, antileismania, antirikomonas, antiripanosoma, dan obat antimalaria.
1. Obat Antiamuba
Obat antiamuba, atau amubisida adalah senyawa yang digunakan untuk
pengobatan amubiasis, suatu infeksi pada tuan rumah (host) yang disebabkan oleh
amuba parasitik. Habitat amuba biasanya pada usus besar, seperti
entamoebahistolytica, E. Coli, E.harimanni, Endolimas nana dan Iodamoeba
butschilii, atau pada mulut, seperti E.ginggivilis.

Amubiasis biasanya dihubungkan dengan amuba disentri, suatu infeksi yang


disebablan oleh E. Histolytica. Merupakan salah satu penyakit parasit yang
endemik dan banyak menimbulkan kematian di banyak negara, terutama di
daerah tropis yang sanitasinya relatif rendah.

Obat antiamuba di bagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan 4-aminokuinolin,


antibiotika, turunan 8-hidroksikuinolin, alkaloida ipeka, turunan 5-nitroimidazol,
arsen organik dan turunan lain-lain.
A. Turunan 4-aminokuinolin
Contoh : klorokuin dan garam-garamnya
Klorokuin digunakan untuk amubiasis sitemik, terutama abses hati.
Keterangan lebih lanjut dari turunan 4-aminokuinolin dapat dilihat pada bab
antimalaria.
B. Antibiotika
Contoh : eritromisin, tetrasiklin, oksitetrasiklin dan paromomisin
Antibiotika bekerja sebagai amubisid secara tidak langsung pada dinding dan
lumen usus, yaitu dengan memodifikasi flora usus yang diperlukan untuk
kehidupan amuba.
C. Turunan 8-Hidroksikuinolin
Contoh : kiniofon, kliokuinol (Vioform)dan iodokuinol
Mekanisme kerja
8-Hidroksikuinolin bekerja pada amuba yang terdapat pada usus, melalui dua
mekanisme, yaitu :
1) Oksidasi oleh atom iodida
2) Pembentukan kelat dengan ion fero oleh gugus 8-Kuionolinol.

Efek samping turunan 8-Hidroksikuinolin adalah subacutemyclo-optic


neuropathy (SMON) dan nyeri selebral akut, termasuk agitasi dan amnesia,
bila digunakan dengan dosis besar pada waktu yang pendek. Pada dosis terapi,
pemakaian jangka panjang kemungkinan menyebabkan atropi optikyang tetap
dan kebutaan. Di beberapa negara, termasuk indonesia, kliokuinol samping di
atas.

D. Alkaloida Ipeka
Contoh : emetin HCl, dan dehidroemetin di HCl(DH Emetine).
Mekanisme kerja
Alkaloida ipeka adalah amubisid sistemik, digunakan untuk pengobatan amuba
disentri yang berat dan abses hepatik. Pada tingkat molekul, senyawa dapat
menghambat perpanjangan rantai polipeptida, kemudian memblok sintesis
protein dari organisme eukariotik. Efek ini tidak terjadi pada organisme
prokariotik.

Hubungan struktur dan aktivitas


a. Stereokimia merupakan dasar yang sangat penting untuk aktivitas
antiamuba alkaloida ipeka. Emetin HCl, merupakan 4 atom C asimetrik
pada posisi 2,3, 11b dan 1, sehingga dapat membentuk beberapa
stereoisome. Dari uji biologis didapatkan bahwa semua stereoisomer
tersebut aktivitasnya lebih rendah dibanding (-)-emetin, suatu alkaloida
alam yang didapat dari ekstrak tanaman Uragaga ipecacuanhae.
b. Kuartenerisasi atomme N-5 (-)-emetin akan meningkatkan aktivitas
antiamuba. Tetapi bila keuartenerisasi dilakukan pada atom N-5 dan N-2
justru menurunkan aktivitas
c. Substituen pada cincin aromatik dapat divariasi tanpa kehilangan aktivitas.
d. Pemecahan cincin tetrahidroisokuinolin memberikan senyawa dengan
aktivitas sedang.
e. Turunannya, ()-2,3-dehidroemetin, biasanya dinamakan
dehidroemetin,aktivitasnya sama seperti emetin, tetapi toksisitasnya lebih
rendah dan lebih cepat dieliminasikan.

Efek samping serius terjadi antara lain pada kardiovaskular, saraf otot dan
reaksi pada saluran cerna.

Alkaloida ipeka biasanya diberikan secara subkutan atau intramuskular, karena


pada pemberian secara intravena menimbulkan efek samping cukup besar.
Sekarang, penggunaan alkaloida ipeka sebagai antiamuba kurang populer dan
diganti, dengan turunan 5-nitroimidazol karena mempunyai aktivitas yang
sama dan relatif lebih aman. Alkaolida ipeka hanya digunakan bila turunan 5-
nitroimidazol tidak efektif atau kontraindikasi
Dosis 1.M (yang dalam) atau S.C : 1-1,5 mg/kgbb 1 dd, selama 5 hari.

E. Turunan Nitroimidazol
Turunan nitroimidazol dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Turunan 2-nitroimidazol, contoh : benznidazol dan misonidazol.
2. Turunan 5-nitroimidazol, contoh : metronidazol, nimorazol, ornidazol,
tinidazol dan seknidazol.

Struktur umum turunan 2-nitroimidazol :

Turunan 5-nitroimidazol sampai sekarang merupakan obat pillihan untuk


amubiasis usus dan sistemik, termasuk abses amuba, infeksi bakterial,
giardiasis, trikomoniasis dan beberapa parasit protozoa. Turunan 5-
nitroimidazol lebih aktif terhadap amubiasis sitemik daripada amubiasis usus
karena sebagian besar obat diserap melalui usus halus sehingga kemungkinan
gagal untuk mencapai kadar terapeutik dalam usus besar. Pada pengobatan
amubiasis usus yang berat, biasanya dikombinasi dengan antibiotika, seperti
tetrasiklin atau paromomisin.
Mekanisme kerja

Gugus nitro pada posisi 5 sangat berperan untuk aktivitas amubiasis karena
mampu mereduksi dan berfungsi sebagai elektron aseptor terhadap gugus
elektron donor protein amuba. Akibatnya, terjadi gangguan proses biokimia,
seperti hilangnya struktur heliks ADN, pemecahan ikatan dan kegagalan
fungsi ADN sehingga amuba mengalami kematian.

Struktur turunan 5-nitroimidazol dapat dilihat pada tabel 36.

F. Arsen Organik
Contoh : karbarson, difetarson dan glikobiarsol
Turunan arsen orgamik mengandung atom arsenik pentavalen. Mula-mula
direduksi menjadi arsen trivalen kemudian membentuk kompleks dengan
gugus tiol dari parasit dan menunjukkan efek amubisid. Turunan arsen organik
sekarang jarang digunakan karena ekskresinya pelan dan akan ditimbulkan
pada jaringan sehingga menimbulkan toksisitas yang besar.
G. Turunan lain-lain
Contoh : diloksanid furoat, bialamikol dan kuinakrin HCl
Diloksanid furoat, adalah turunan haloasetamid, mengandung gugus
dikloroamid (-N(R)-COCHCl) yang terikat pada cincin fenil, seperti pada
antibiotika gejala-gejala amubiasis usus dan sistemik, termasuk abses amubik,
sesudah pengobatan dengan turunan 5-nitroimidazol. Diklosanid furoat cepat
terhidrolisis dalam usus melepas diklosanid dan cepat diserap oleh saluran
cerna. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam 1 jam, dengan masa kerja 6
jam.
Dosis oral ; 500 mg 3 dd, selama 10 hari

2. Obat Antileismania
Obat antileismania atau leismanisida, adalah senyawa kemoterapetik yang
digunakan untuk pengobatan leismaniasis, suatu parasit yang disebabkan oleh
Leishmania donovani (leismaniasis viseral), L. Tropica (leismaniasis kutan), L.
Brazilliense (leismaniasis mukokutan), L. Aethiopica, L. Major dan L. Mexicana.
Merupakan parasit pada manusia dan hewan yang disebarluaskan melalui gigitan
serangga lalat pasir (Phleobotamus atau Lutzomyla).
Leishmania sp, mempunyai dua bentuk siklus kehidupan, yaitu :
a. Luar sel, bentuk promastigot bebas, dikembangkan dalam usus vektor
(serangga), yang masuk dalam tubuh mamalia melalui gigitan serangga.
b. Dalam sel, bentuk amastigot dalam tubuh mamalia.

Antileismania dibagi menjadi lima kelompok yaitu golongan alkaloida, turunan


diamidin, turunan 5-nitroimidazol dan turunan lain-lain.
a. Golongan alkaloida
Contoh : Emetin HCl, dehidroemetin.
b. Antibiotika
Contoh : amfoterisin B, griseofulvin dan paromomisin
c. Turunan Diamidin
Contoh : hidrosistilbamidin isetionat dan pentamidin isetionat.
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja turunan diamidin belum begitu jelas, kemungkinan
disebabkan oleh interaksi obat dengan ADN atau nukleosida, melalui reaksi
yang melibatkan aseptor donor elektron yang menyebabkan hambatan
biosintesis ADN, ARN, fosfolipid dan protein. Kemungkinan mekanisme
kerja yang lain adalah mempengaruhi pemasukan atau fungsi poliamin
protozoa .
d. Turunan 5-nitroimidazol
Contoh : metronidazol dan benznidazol
e. Turunan Lain-lain
Contoh : sodium stilboglukonat, alopurinol, sikloguanil pamoat, kuinakrin
HCl dan suramin Na.

Sodium stiboglukonat, merupakan turunan antumin dan obat pilihan untuk


pengobatan segala bentuk leismaniasis. Terhadap L. Braziliense bila tidak
efektif dapat diganti dengan amfoterisin B.
Mekanisme kerja
Sodium stiboglukonat adalah senyawa antimon pentavalen yang berfungsi
sebagai pra-obat, dalam tubuh direduksi menjadi bentuk trivalen aktifyang
dapat bereaksi dengan gugus sulfhidril, yang ada dalam sistem enzim
esensial parasit, membentuk ikatan kovalen dan menyebabkan efek toksik.

3. Obat Antitrikomonas
Obat antitrikomonas, atau trikomonasida, adalah senyawa yang digunakan untuk
pengobatan trikomoniasis, suatu infeksi parasit pada usus atau saluran genital,
yang disebabkan oleh flagelata, seperti Trichomonas vaginallis, T. Tenax,
Dientamoeba fragillis dan pentatrichomonas hominis. Infeksi pada manusia
terutama adalah trikomonas yang disebabkan oleh T.vaginallis, yang biasanya
hidup pada mukosa vagina dan bagian saluran genital wanita (40%) atau pria
(10%).
Obat antitrikomonas dikelompokkan menjadi dua yaitu obat yang bekerja secara
sistemik dan yang bekerja secara setempat.
a. Obat yang bekerja secara sistemik
Obat pilihan untuk pengobatan trikomoniasis sistemik adalah metronidazol
atau turrunan nitroimidazol lain. Untuk infeksi D.fragilis sebagai obat pilihan
adalah iodokuinol atau tetrasiklin.
Obat yang menghambat efek sistemik trikomoniasis dibagi menjadi tida
kelompok yaitu golongan antibiotika, turunan 8-hidroksikuinolin dan turunan
nitroimidazol.
1. Golongan antibiotika
Contoh : tetrasiklin, natamisin dan pentamisin
2. Turunan 8-hidroksikuinolin
Contoh : kliokuinol (Vioform) dan iodokuinol
3. Turunan nitroimidazol
Contoh : benznidazol, flunidazol, metronidazol, misonidazol, nimorazol,
ornidazol, sekmidazol dan tinidazol.
b. Obat yang bekerja secara setempat
c. Contoh : aminakrin HCl, klotrimazol dan povidon-iodin.

4. Obat antitripanosoma
obat antitriponosoma, atau tripanosida, adalah senyawa yang digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan tripanosomiasis, suatupenyakit parasit yang
disebabkan oleh flagelata, seperti Trypanosoma gambiesnse, T. Cruzi dan T.
Rhodesiense.

T. cruzi dapat menyebabkan penyakit Chagas, dan vektor penyebabnya disebut


kissing bugs, yaitu Triatoma sp.,Panstrongylus sp. Dan Rhodnius sp. Penyakit ini
banyak tersebar di Amerika latin. Penyebarannya melalui transfusi darah dan
sekarang menimbulkan problem dengan T.cruzi. T. cruzi mempunyai tiga bentuk
dalam siklus kehidupannya, yaitu amastigot (leismania), epimastigot dan
tripomastigot. Hanya sedikit obat yang dapat digunakan untuk pengobatan
penyakit Chagas, antara lain yaitu benznidazol dan nifurtimoks.

T. gambiense dan T. Rhodesiense dapat menyebabkan penyakit tidur atau


tripanosomiasis Afrika, dan vektor penyebarnya adalah lalat tsetse (Glossuba
palpalis dan G. Morsitans). T.gambiense dan T. Rhodesiense mempunyai dua
bentuk dalam siklus kehidupannya, yaitu epimastigot, terjadi pada tubuh lalat
tsetse yang dalam kelenjar liur berubah menjadi tripomastigot dan melalui gigitan
lalat masuk ke tubuh host.

Banyak senyawa yang digunakan untuk pengobatan tripanosomiasis Afrika, tetapi


biasanya menimbulkan toksisitas cukup besar sehingga harus dikontrol secara
ketat dan penderita harus masuk rumah sakit. Selain pengobatan infeksi, hal lain
yang harus diperhatikan adalah strerilisasi darah transfusi (dengan gentian violet)
dan kontrol terhadap vektor (dengan insektisida, seperti malation)

5. Obat Antimalaria
Obat antimalaria adalah senyawa yang digunakan untuk pencegahan dan
pengobatan malaria, suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa, yaitu
Plasmodium sp., yang masuk ke dalam tubuh tuan rumah (host) melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.

Ada empat spesies malaria pada manusia, yaitu P. Falciparum (malaria tertiana
yang berbahaya), P. Vivax (malaria tertiana yang kurang berbahaya), P. Malaria
(malaria kuartana yang kurang berbahaya) dan P. Ovale (malaria tertiana yang
kurang berbahaya). Tertiana dan kuartana menunjukkan siklus reproduksi parasit,
yang ditandai oleh waktu selang antara puncak tertinggi demam pasien. Untuk
tertiana waktu selang demam tertinggi 48 jam sedang kuartana 72 jam.

Siklus perkembangan parasit malaria dalam nyamuk anopheles dan tubuh


manusia serta tempat kerja obat antimalaria dapat dilihat pada gambar ini.
Obat antimalaria adalah senyawa yang digunakan utnuk pencegahan dan
pengobatan malaria, suatu penyakit parasit yang disebabkan oleh protozoa yaitu
Palsmodium sp yang masuk ke dalam tubuh tuan rumah (host) melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina.

Obat antimalaria dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara kerja
dan struktur kimianya.

Berdasarkan perkembangan dan siklus kehidupan parasit dimana obat bekerja


atau berdasarkan cara kerjanya, antimalaria dikelompokan sebagai berikut:
a. Schizontisida jaringan (eksoeritrisitik schizontisida), yang digunakan
pencegahan kausal. Obat kelompok ini menghancurkan bentuk jaringan
primer plasmidia dari merozoit di hati, dimulai dari tahap infeksi eritrisitik,
kemudian mencegah invasi eritrosit dan lain-lain penyebaran infeksi ke
nyamuk Anopheles.
Contoh : klorguanid, pirimetamin, dan primakuin.
b. Schizontisida jaringan, yang digunakan mencegah kekambuhan. Obat
kelompok ini bekerja pada bentuk schizont di jaringan laten, jaringan
sekunder,atau hipnozoit dari P.vivax dan P.ovale di sel hati. Contoh :
primakuin dan pirimetamin.
c. Schizontisida darah (Schizontisida erisrositik), yang digunakan yang
digunakan untuk pengobatan klinikdan supresif. Obat kelompok ini bekerja
terhadap merozoit pada fasa eritrositik aseksual dari parasit malaria dan
mengganggu schizogoni eritrositik ke bawah. Berdasarkan masa kerjanya
kelompok ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Schizontisida yang bekerja secara cepat.
Contoh : amodiakuin, artemisin, klorokuin, kuinin, tetrasiklin
2. Schizontisida yang bekerja lambat
Contoh : pirimetamin, klorguanid, sikloguanil pamoat, sulfoniamid, dan
sulfon
d. Gametositosida. Obat kelompok ini menhancurkan bentuk eristrositik seksual
dari parasit mamalia, sehingga mencegah penyebaran plasmodia ke nyamuk
Anopheles. Contoh : klorokuin, primakuin, dan kuinin.
e. Sporozoitosid. Obat kelompok ini mampu membunuh sporpzoit segera
setelah masuk dalam darah sesudah gigitan nyamuk. Waktu untuk bekerja
obat sangat singkat karena sporozoit secara cepat masuk ke sel hati sehingga
banyak obat antimalaria yang kurang efektif terhadap bentuk sporozoit
tersebut. Contoh : klorguanid, pirimetamin, dan primakuin.
f. Sporontosida. Obat kelompok ini bekerja pada tubuh nyamuk malaria yang
menginfeksi tuan rumah yaitu dengan mencegah pembentukan oosist dan
sporozoit. Contoh : pirimetamin, klorguanid, primakuin.
Mekanisme kerja obat antimalaria

a. Berinteraksi dengan ADN


Turunan 9-aminoakridin, 4-aminokuinolin, 8-aminokuinolon, dan kuinolinometanol
menunjukan efek Schizontisid yang cepat dengan cara berinteraksi dengan ADN
parasit. Turunan di atas mempunyai sistem cincin datar, dapat mengadakan interkalasi
dengan pasangan basa doble helix ADN.
Gugus fosfat ADN. Perhitungan orbital molekul menunjukkan bahwa cincin aromatik
plamar dari turunan di atas, terutama bentuk terprotonasi, mempunyai nilai LEMO
rendah sedang pasangan basa guanine-sitosin mempunyai nilai HOMO tinggi
sehingga mudah membentuk kompleks obat- AND.
Kuinin, dapat mengikat ADN melalui tiga jalur, yaitu :
1. Cincin kuinolin berinterkalasi diantara pasangan basa dobel heliks ADN,
membentuk kompleks alih muatan.
2. Gugus hidroksil alcohol membentuk ikatan hydrogen dengan salah satu pasangan
basa.
3. Gugus kuinuklidin terprojeksi pada salah satu alur ADN, dan gusgus amin alifatik
tersier yang terprotonasi membentuk ikatan ion dengan gugus fosfat dobel heliks
ADN yang bermuatan negatif.

Pembentukan kompleks akan menurunkan keefektifan ADN parasit untuk bekerja


sebagai template enzim ADN dan ARN polymerase sehingga terjadi pemblokan
sintesis ADN dan ARN.

Turunan aminokuinolin , membentuk kompleks dengan ADN melalui dua jalur,


yaitu :
1. Gugus amin alifatik tersier rantai samping yang terprotonasi, membentuk ikatan
ion dengan gugus fosfat dobel heliks ADN yang bermuatan negatif, melalui celah
minor.
2. Alih muatan yang lebih khas atau interaksi hidrofoh yang melihatkan
cincinaromatik dan pasangan basa guanine-sitosin ADN

Klorokuin dan amodiakuin, membentuk kompleks dengan ADN melalui dua jalur,
yaitu :

1. Gugus amin alifatik tersier rantai samping yang terprotonasi membentuk ikatan ion
dengan gugus fosfat dobel heliks AND yang bermuatan negatif,
2. Gugus 7-CI dapat membentuk ikatan elektrostatik dengan gugus 2-amino guanine
yang bersifat khas.

b. Menghambat enzim dihidrofosfat reduktase


Turunan biguanida dan diaminopirimidin, mempunyai aktifitas antimalaria karena
menghambat secara selektif enzim dihidrofosfat reduktase yang mengkatalis
perubahan asam dihidrofosfat menjadi asam tetrahidrofosfat pada parasit.
Penghambatan ini mempengaruhi biosintesis plasmodia terutama pembentukan basa
purin, pirimidin dan ADN. Meskipun turunan ini tidak bekerja secara selektif terhadap
enzim parasit, tetapi dapat mengikat enzim dihidrofosfat reduktase plasmodia lebih
kuat dibanding isoenzim pada tuan rumah. Efek pemblokan ini tidak berbahaya bagi
tuan rumah karena asa folinat yang diperlukan dipasok dari luar melalui makanan.

c. Menghambat enzim dihidropteroat sintetase


Turunan sulfonamid dan sulfon bekerja sebagai antimalaria karena dapat menghambat
secara selektif enzim dihidropteroat sintetase, yang mengkatalisis kondensasi ester
pirofosfat dari 2-amino-4-okso-6-hidroksimetildihin dengan asam p-aminobenzoat
sehingga mencegah penggabungan asam p-aminobenzoat dengan asam dihidropteroat.
Hambatan ini dapat menyebabkan kematian parasit.

d. Menghambat sintesis protein


Tetrasiklin, eritromisin, makrolida, dan seskuiterpenlakton bekerja sebgai antimalaria
terutama dengan menghambat sintesis protein parasit.

e. Mekanisme kerja lain-lain


Klorokuin, sinkonin, kuinidin, dan kuinin dapat mengikat dengan afinitas yang tinggi
feriprotoporfirin IX, suatu gugus prostetik dan hemoglobin, mioglobin, dan enzim
tertentu, membentuk kompleks koordinasi, menyebabkan kerusakan dan lisisnya
membran parasit malaria.
Klorokuin juga menghambat ornitin dekarboksilase, suatu enzim yang membatasi
kecepatan reaksi biosintesis poliamin.
H. Anthelmintik

Anthelmintik (obat anticacing) adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan


berbagai jenis penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing (helmin)
Cacing dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Nemathelmintes, contoh : nematoda
b. Platihelmintes, contoh : cestoda dan trematoda

Berdasarkan lokasi pada saluran usus cacing dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Cacing yang melekat pada dinding usus, contoh: Taenia solium, Taenia saginata,
Tichuris trichiura dan Trichinella spiralis.
b. Cacing yang melekat pada mukosa, contoh : Strangyloides Stercoralis
c. Cacing yang tidak melekat pada saluran cerna, contoh : Ascaris lumbricoides dan
Enterobius vermicularis.

Mekanisme kerja
a. Kerja langsung yang menyebabkan narkosis, paralisis atau kematian cacing.
Befenium hidroksinaftoat, levamisol dan pirantel pamoat bekerja sebagai agonis
asetilkolin tipe ganglionik nikotinik. Reseptor kolinergik pada penghubung saraf
otot nematoda adalah tipe ganglionik nikotinik. Obat agonis diatas merupakan
senyawa pemblok saraf otot secara depolarisasi, dapat merangsang ganglia secara
kuat, diikuti pengaktifan nikotinik, menghasilkan kontraksi otot sehingga
menyebabkan paralisis spastik pada cacing diikuti pengeluaran cacing dari tubuh
tuan rumah (host).
Dietilkarbamazin, menunjukan dua tipe kerja pada mikrofilaria, yaitu:
1. Karena efek hiperpolarisasi dari gugus piperazin, senyawa bekerja sebagai
agonis -aminobutirat (GABA) pada penghubung saraf otot, menghasilkan
paralisis lemah, kemudian cacing dikeluarkan dari normal habitat tuan rumah.
2. Dengan mediator platelet darah, menimbulkan rangsangan pengeluaran
antigen filaris. Mekanisme kematian cacing melibatkan peran serta radikal
bebas.

Turunan piperazin, seperti piperazin sitrat, bekerja sebagai agonis GABA pada
penghubung saraf otot dari a.lumbricoides, seperti pada dietilkarbamazin

b. Efek iritasi dan merusak jaringan cacing


Heksilresorsinol dan senyawa yang berhubungan, efektif terhadap A.tumbricoides
dan T. trichiura karena menimbulkan efek iritasi dan kerusakan jaringan cacing.

c. Efek mekanis yang menyebabkan kekacauan pada cacing, terjadi perpindahan


dan kehancuran cacing oleh fagositosis.
Dietilkarbamazin dapat menyebabkan perubahan membran permukaan
mikrofilaria sehingga dianggap sebagai benda asing oleh tuan rumah dan
kemudian dihancurkan melalui mekanisme pertahanan diri.
Turunan benzimidazol, seperti mebendazol, bekerja tertama dengan memblok
pengangkutan sekret dan menyebabkan hilangnya mikrotubuli sitoplasmik sel
usus dan sel tegumental parasit. Akibatnya, sekret terkumpul pada daerah golgi,
terjadi pengeluaran asetilkolinesterase dan gangguan pemasukan glukosa, timbul
kekosongan glikogen sehingga imobilisasi menjadi lambat dan cacing mengalami
kematian. Selanjutnya cacing secara spontan dikeluarkan dari tuan rumah. Efek ini
tidak terjadi pada sel tuan rumah karena sistem mikrotubulinya berbeda dengan
cacing.
Tiabendazol, mempunyai mekanisme kerja yang berbeda, tetapi terhadap
S.stecoralis efeknya seperti turunan benzimidazol diatas.

d. Penghambatan ezim tertentu


Prazikuantel, niridazol dan stibofen, bekerja sebagai antischistosomiasis melalui
penghambatan enzim fosfofruktokinase, dengan cra membentuk ikatan dengan
gugus sulfhidril enzim, baik enzim pada cacing maupun tuan rumah. Kesensitifan
obat terhadap enzim fosfofruktokinase cacing 80kali lebih tinggi dibanding
terhadap enzim tuan rumah.
Enzim fosfofruktokinase tersebut mengkatalisis pengubahan fruktosa-6-fosfat
menjadi fruktosa1,6-difosfat pad jalur glikolitik glikogen dan glukosa.

Pirantel pamoat, metrifomat dan diklarvas, bekerja dengan menghambat enzim


asetilkolinesterase cacing, menghasilkan pemblokan saraf otot yang tak
terpulihkan sehingga menyebabkan kematian cacing.

Levamisol, adalah penghambat stereospesifik kuat terhadap enzim fumarat


reduktase pada nematoda. Penghambatan ini menyebabkan kontraksi, difusi
dengan paralisis dan kemudian cacing dikeluarkan dari tuang rumah.
Tiabendazol, dapat berinteraksi dengan kuinon endogen dan menghambat ezim
fumarat reduktase dari nematoda.

e. Mempengaruhi metabolisme cacing


Niklosamid diklorofen, bekerja sebagai pelepas fosforilasi oksidatif sehingga
cacing sangat mudah diserang oleh enzim protenlitik usus tuan rumah, terjadi
disintegrasi dan cacing mengalami kematian.

Niridazol, dapat menyebabkan pengurangan aktivitas fosforitase fosfatase


schistosoma sehingga terjadi penurunan kadar glikogen dan pengaktifan enzim
glikogen fosforitase. Efek ini tidak selektif karena niridazol juga menurunkan
kecepatan penginaktifan glikogen fosforitase pada otot rangka tuan rumah.

Prazikuantel, bekerja dengan menghambat pompa Na+, K+ schistosoma, sehingga


permeabilitas membran terhadap kation divalen, terutama kalsium, dan kation
monovalen tertentu meningkat. Akibatnya, aktivitas otot meningkat, terjadi
kontraksi dan paralisis spastik sehingga cacing mengalami kematian. Efek ini
bersifat selektif dan tidak terjadi pada membran sel tuan rumah.

Pirvinium pamoat, dapat mempengaruhi enzim sistem pernapasan dan penyerapan


glukosa eksogen pada usus cacing.

f. Penghambat biosintesis asam nukleat


Klorokuin dan kuinakrin kemungkinan membentuk kompleks dengan DNA cacing
secara interkalasi dan mempengaruhi polimerisasi nukleotida kedalam asam
nukleat

Anda mungkin juga menyukai