Oleh :
Supriati
NIM. 2208438035
Pembimbing :
dr. Harianto, Sp.THT-KL(K)
1
Gambar 1. Siklus sel spesifik dan non spesifik
2
Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah
timbulnya klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya
tidak sama. Apabila resiten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif
terhadap agen lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel
berbeda.3
d. Efek Samping Kemoterapi
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel
normal yang membelah secara cepat seperti:
1. Depresi Sum-Sum Tulang
Depresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar
kemoterapi. Kebanyakan obat antitumor, kecuali hormon, bleomisin,
L-asparaginase, semuanya menimbulkan leukopenia, trombositopenia
dan anemia dengan derajat bervariasi. Diantaranya obat golongan
nitrosourea (BCNU, CCNU clan Me- CCNU) clan prokar bazin dapat
menimbulkan depresi sumsum tulang tertunda selama 6-8 minggu.
Depresi sumsum tulang yang parah dapat menyebabkan timbulnya
infeksi, septikemia dan hemoragi visera.
2. Reaksi Gastrointestinal
Banyak obat antitumor yang sering menimbulkan mual, muntah
dengan derajat bervariasi. Diantaranya dosis tinggi DDP,DTIC, HN2,
Ara-C, CTX, BCNU menimbulkan mual muntah yang hebat.
Pemberian penyekat reseptor S-hidroksitriptamin 3 (S-HT 3), seperti
ondansentron, granisentron, tropisentron, ramosentron, azasentron, dll,
dapat mencegah dan mengurangi kejadiaanya, mual, muntah. SFU,
MTX, bleomisin, adriamisin dapat menimbulkan ulserasi mukosa
mulut, selama kemoterapi harus meningkatkan perawatan higiene oral.
3. Gangguan Fungsi Hati
Gangguan fungsi hati terutama disebabkan oleh MTX, 6MP,
SFU, DTIC, VP-16, asparaginase, dll. Peningkatan bilirubin, ALK
mempengaruhi ekskresi obat golongan antrasiklin (misal, adriamisin)
3
dan golongan vinka alkaloid. Berdasarkan tingkat keparahan
gangguan fungsi hati perlu dilakukan penyesuaian dosis obat. Perlu
perhatian khusus, bahwa obat kemoterapi dapat menyebabkan infeksi
virus hepatitis laten yang memburuk dan tiba-tiba menimbulkan
nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat).
4. Gangguan Fungsi Ginjal
Dosis tinggi siklofosfamid, ifosfamid dapat menimbulkan sistitis
herogaik, penggunaan bersama merkaptoetan sulfonat (mesna) dapat
menghambat pembentukan metabolit aktifnya, akrilaldehid, mencegah
terjadinya sistitis hemoragik. Dosis tinggi MTX yang diekskresi lewat
urin dapat menyumbat duktuli renalis hingga menimbulkan oliguri,
urenia. Untuk rnenjamin keamanan harus dilakukan hidrasi,
alkalinisasi, pertolongan CF atau memantau konsentrasi MTX darah.
Cisplatinum secara langsung merusak parenkim ginjal untuk
pemakaian dosis tinggi memerlukan hidrasi dan diuresis.
5. Kardiotoksisitas
Adriamisin dan urobisin, dapat menimbulkan efek kardiotoksik
terutama efek kardiotoksik kumulatif. Dosis total adriamisin harus
dikendalikan <550 mg/rn" bila dipakai tunggal dan <4500 mg/m' bila
dalam kemoterapi kombinasi. Pada pasien dengan EKG abnormal atau
infusiensi jantung perlu pemantauan jantung selama terapi. Epirubisin,
pirarubisin, mitoksantron memiliki kardiotoksisitas yang lebih ringan.
Obat lain lain seperti takson, herseptin juga berefek kardiotoksin.
Penggunaan obat-obat tersebut sedapat mungkin tidak bersamaan
dengan radioterapi daerah prekordial.
6. Pulmotoksisitas
Pengguanaan jangka panjang bleomisin, busulfan (Myleran)
dapat menimbulkan fibrosis kronis paru, secara klinis harus
mengendalikan dosis totalnya. Obat baru dengan target molekular
Iressa dapat menimbulkan pneumonitis interstisial, sebagian fatal,
4
harus diwaspadai.
7. Reaksi Alergi
Bleomisin, asparaginase, taksol, taksotere, dll dapat
menimbulkan mengigil, demam, syok anafilaktik dan udem. Untuk
mencegah dan mengurangi reaksi dernikian, sebelum memakai
bleomisin dapat minum indometasin. Terhadap asparaginase perlu
pengujian reaksi alergi, sebelum memakai taksol perlu diberikan
deksametason, difenhidramin, sirnetidin (atau ranitidin). Sebelum dan
setelah terapi taksosere diberikan deksametason 3-5 had. Selain itu,
VM-26, Ara-c, gemsitabin juga dapat menimbulkan reaksi serupa,
dapat dilakukan tindakan yang sesuai untuk mencegah dan
mengatasinya.
8. Karsinogenitas
Beberapa obat antitumor seperti HNz' prokarbazin, melfalan, dll.
Beberapa bulan atau tahun setelah digunakan meningkatkan peluang
terjadinya tumor primer kedua.
9. Infertilitas
Umumnya obat antikanker dapat menekan fungsi spermatozoa
dan ovarium hingga timbul penurunan fertilitas. Anak dalam masa
pertumbuhan harus menghindari overterapi.2
e. Cara-cara Kemoterapi
1. Kemoterapi Kuratif
Kemoterapi kuratif ini harus memakai formula kemoterapi
kombinasi yang terdiri atas obat dengan mekanisme kerja berbeda,
efek toksik berbeda dan masing-masing efektif bila digunakan
tersendiri, diberikan dengan banyak siklus, untuk setiap bat dalam
formula tersebut diupayakan memakai dosis maksimum yang dapat
ditoleransi tubuh, masainterval sedapat mungkin diperpendek agar
tercapai pembasmian total sel kanker dalam tubuh.
2. Kemoterapi Adjuvan
Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah
operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian dari operasi kuratif.
6
Karen banyak tumor pada waktu pra-operasi sudah memiliki mikro
metastasis di luar lingkup operasi, maka setelah lesi primer dieksisi,
tumor tersisa akan tumbuh semakin pest, kepekaan terhadap obat
bertambah.
3. Kemoterapi Neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang dilakukan
sebelum operasi atau radioterapi. Kanker terlokalisir tertentu hanya
dengan operasi atau radioterapi sulit mencapai ketuntasan, jika
berlebih dahulu kemoterapi 2-3 siklus dapat mengecilkan tumor,
memperbaiki pasokan darah, berguna bagi pelaksanaan operasi dan
radioterapi selanjutnya.
7
oval dan disertai oleh infiltrasi inflamasi limfosit, sel plasma, dan eosinofil, yang
melimpah, sehingga menyebabkan istilah limfoepithelioma. Pada daerah lateral
nasofaring memiliki epitel transisional antara epitel respiratori pseudostratified
columnar dan epitel skuamosa yang merupakan area paling sering terjadinya
karsinoma nasofaring.2
Klasifikasi histopatologi karsinoma nasofaring menurut World Health
Organization (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1) WHO tipe I : Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Sel tumor menunjukkan differensiasi skuamosa dengan adanya
jembatan interseluler dan atau keratinisasi di atasnya.
9
DAFTAR PUSTAKA