Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH RADIOFARMASI

RADIOFARMAKA TERAPI USUS

KELAS B

Rommy Bayu Tirta (2013210218)


Siti Nur Arifah (2013210237)
Tri Sumiyanti (2013210252)
Vivi Safitri (2013210261)
Atikah Febriani (2014210029)
Chusnul Khoirunnisa (2014210044)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA
2016

BAB I

PENDAHULUAN
Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung atom radioaktif
dalam strukturnya dan digunakan untuk diagnosis atau terapi. Dengan kata lain,
radiofarmaka merupakan obat radioaktif. Sediaan radiofarmaka dibuat dalam
berbagai bentuk kimia dan fisik yang diberikan dengan berbagai rute pemberian
untuk memberikan efek radioaktif pada target bagian tubuh tertentu.

Radioterapi biasa digunakan untuk pengobatan kanker yang sifatnya


kuratif atau pun adjuvant (tambahan) .Radioterapi bisa digunakan sebagai terapi
paliatif (bertujuan semata-mata untuk mengontrol penyakit secara lokal atau
meringankan gejala) atau sebagai pengobatan terapi (dimana terapi bersifat
menguntungkan dan dapat menyembuhkan).

Radioterapi juga berguna untuk kasus diluar kanker, seperti pengobatan


neuralgia trigeminal, penyakit mata tiroid berat, pterigium, sinovitis villonodular
berpigmen, mencegah pertumbuhan jaringan parut keloid, dan mencegah
ossifikasi heterotropik.Penggunaan radioterapi pada kondisi di luar kanker
tersebut sifatnya tebatas karena kekhawatiran risiko terjadinya kanker akibat
radiasi (radiation-induced cancers).Radioterapi digunakan untuk pengobatan
tumor ganas (kanker) dan bahkan digunakan sebagai terapi primer kanker.

Beberapa contoh rute pemberian: per oral (kapsul dan larutan), intravena,
intraperitoneal, intrapleural, intratekal, inhalasi, instilasi melalui tetes mata,
kateter urin, kateter intraperitoneal dan shunts. Bentuk fisika dan kimiawi
sediaan radiofarmaka dapat berupa unsur (Xenon 133, krypton 81m), ion
sederhana (iodida, pertechnetate), molekul kecil yang diberi label radioaktif,
makromolekul yang diberi label radioaktif, partikel yang diberi label radioaktif,
sel yang diberi label radioaktif.

Radiofarmaka dimanfaatkan dalam berbagai jenis pemeriksaan dalam


kedokteran nuklir. Pemeriksaan tersebut terbagi menjadi 3 kategori:

1. Pemeriksaan untuk pencitraan

Pemeriksaan ini memberikan informasi untuk tujuan diagnostik dan


dilakukan dengan memeriksa pola distribusi radioaktif dalam tubuh.

2. Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo

Pemeriksaan fungsi tubuh secara in vivo bertujuan untuk mengukur fungsi


organ tubuh atau sistem fisiologis tubuh berdasarkan absorpsi,
pengenceran, konsentrasi, bahan radioaktif dalam tubuh atau ekskresi
bahan radioaktif dari tubuh setelah pemberian radiofarmaka.

3. Pemeriksaan untuk tujuan terapetik

4. Pemeriksaan ini bertujuan untuk keperluan penyembuhan, atau terapi


paliatif. Mekanisme kerja umumnya berupa absorpsi radiasi beta untuk
menghancurkan jaringan yang terkena penyakit.

Kanker merupakan salah satu penyakit dengan jumlah penderita cukup besar
di Indonesia. CureResearchTM pada tahun 2008 menyatakan bahwa di Amerika
diperkirakan ada sekitar 1,3 juta kasus kanker dari sekitar 293 juta penduduk,
sedangkan di Indonesia diperkirakan ada sekitar 1,1 juta kasus kanker dari
sekitar 238 juta penduduk.

Kemajuan pengobatan menggunakan radiasi atau yang disebut terapi radiasi


telah banyak dilakukan untuk pengobatan penyakit kanker, dan salah satunya
adalah pemanfaatan radiofarmaka untuk radioimunoterapi.Radioimunoterapi
adalah metode terapi terarah yang potensial dengan menggunakan antibodi
monoklonal bertanda radionuklida. Prinsip pengobatan terarah atau targeted
therapy ini adalah melalui interaksi spesifik antara antibodi monoklonal bertanda
radionuklida dengan reseptor atau antigen yang diekspresikan sel kanker,
disertai radiasi yang dipancarkan radionuklida berperan untuk secara selektif
menghancurkan atau menghambat pertumbuhan sel kanker.

BAB II

PEMBAHASAN

Kanker colon adalah pertumbuhan-pertumbuhan abnormal yang membelah


tanpa control dan aturan, yang datangnya dari dinding dalam dari usus besar.
Kira-kira 152.000 orang di amerika serikat terdiagnosa kanker Colon pada tahun
1992 dan 57.000 orang meninggal karena kanker ini pada tahun yang sama (ACS
1993). Sebagian besar klien pada kanker Colon mempunyai frekuensi yang sama
antara laki-laki dan perempuan. Kanker pada colon kanan biasanya terjadi pada
wanita dan Ca pada rectum biasanya terjadi pada laki-laki.

Kejadian Ca Colon pada USA tampaknya mengalami kemunduran dari


seluruh bangsa-bangsa lain kecuali pada laki-laki afrika dan amerika.Kejadian
yang lebih besar terjadi terhadap kanker ini terjadi di daerah industri bagian
barat dan sebagian jepang firlandia dan afrika ini adalah pemikiran yang
berhubungan dengan diet. Daerah yang penduduknya mengalami kejadian yang
rendah terhadap Ca colon mempunyai diet tinggi terhadap buah-buahan ,
sayuran, ikan dan sebagian kecil daging.

Penyebab kanker kolon :

1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan
ototoksin serta gelombang elektromagnetik.
2. Pola makan yang buruk, antara lain terlalu banyak daging dan lemak
yang tidak diimbangi buah dan sayuran segar yang banyak
mengandung serat.
3. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu,
daging sapi dan kambing serta tranfusi darah.
4. Lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam linol).
5. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi
asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
6. Obesitas.
7. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai
administrasi, atau pengemudi kendaraan umum.

Nimotuzumab merupakan obat anti kanker yang termasuk dalam


kelompok inhibitor epidermal growth factor receptor (EGFR).Senyawa ini
menghambat protein reseptor epidermal growth factor (EGF) yang banyak
terdapat pada pemukaan sel kanker.EGF secara normal menstimulasi sel untuk
tumbuh dan berdiferensiasi.Dengan menghambat reseptor ini, nimotuzumab
mencegah sel kanker menerima pesan yang diperlukan sel untuk tumbuh,
berkembang dan menyebar. Nimotuzumab menghambat aktivasi protein tirosin
kinase dan berikatan dengan afinitas yang optimal serta spesifisitas tinggi pada
daerah ekstraseluler

dari EGFR, sehingga dapat menghambat ikatan ligan dan aktivasi reseptor.

Nimotuzumab merupakan humanized antibodi monoclonal yang 95%


rangkaian asam aminonya mirip dengan rangkaian asam amino antibodi
manusia, sehingga pada penggunaanya dapat mengurangi efek samping seperti
ruam, diare dan konjungtivitis. EGFR merupakan target kunci dalam
pengembangan terapi kanker. Obat-obatan dengan target EGFR terbukti dapat
meningkatkan efek terapi bila digunakan bersamaan dengan terapi secara
konvensional seperti terapi radiasi dan kemoterapi. Nimotuzumab telah
digunakan oleh lebih dari 1800 pasien di seluruh dunia melalui uji klinis maupun
penjualan komersial, dan dari laporan terakhir tidak ditemukan adanya efek
samping seperti yang diuraikan diatas. Efek samping yang sering ditemukan
pada penggunaan EGFR-targeting monoclonal antibodies atau molekul kecil
lainnya hampir atau jarang terjadi pada penggunaan Nimotuzumab.

Berdasarkan fakta adanya peningkatan efek pengobatan dari


nimotuzumab bila digunakan bersamaan dengan radioterapi, maka dirasa perlu
dilakukan pengembangan radiofarmaka yang dapat mensinergikan kemampuan
Nimotuzumab yang tidak hanya mampu berikatan dengan target target EGFR
secara spesifik tetapi juga mampu menghentikan berkembang dan menyebarnya
keganasan dengan radionuklida pemancar partikel alfa atau beta yang mampu
mentransfer energi (cross fire) pada sel kanker yang ada disekitarnya yang pada
gilirannya akan menghancurkan sel kanker tersebut. Terapi keganasan dengan
radiofarmaka ini diharapkan bersifat terarah (targeted) sehingga bisa lebih
efektif dibandingkan dengan penggunaan Nimotuzumab atau radioterapi secara
sendiri-sendiri. Selain itu terapi dengan radiofarmaka ini diharapkan memberikan
efek samping yang jauh lebih rendah karena bersifat terarah sehingga radiasi
terhadap sel yang tidak menjadi target (sel normal) dapat dihindarkan.

Radionuklida yang dipilih untuk penandaan Nimotuzumab adalah


177
Lu.Pemilihan radionuklida ini karena 177Lu mempunyai mempunyai sifat kimia
dan terutama sifat fisika yang sangat atraktif untuk terapi kanker. Lu-177 adalah
pemancar partikel relatif lunak dengan Emax 497 keV (78,6%) dan 176 (12,2%)
keV dan kemampuan penetrasi ~ 1,5 mm yang sesuai untuk kanker berukuran
kecil. Radionuklida 177Lu juga memancarkan sinar [113 (6,4%) dan 208 (11%)
keV] yang sangat ideal digunakan untuk pencitraan, sehingga deposisi agent
secara in vivo dapat diamati. Pengadaan 177Lu dengan aktifitas jenis yang cukup
tinggi (~ 10 Ci/ mg Lu) melalui reaksi inti [ 176Lu(n, )177Lu] relatif mudah karena
tampang lintang reaksi yang cukup tinggi yaitu 2100 barn.

Mekanisme kerja Radioterapi dalam Pengobatan kanker

Radioterapi bekerja dengan cara merusak sel DNA. Kerusakan disebabkan


oleh proses ionisasi photon, elektron, proton, neutron atau ion secara langsung
maupun tidak langsung terhadap rantai DNA. Ionisasi secara tidak langsung
terjadi akibat ionisasi air, membentuk radikal bebas, radikal hidroksil, yang
kemudian merusak DNA.Sayangnya sel memiliki mekanisme memperbaiki
kerusakan DNA secara alami.Oleh karena itu teknik yang paling ampuh dalam
memodifikasi sel kanker ialah dengan merusak kedua helai rantai DNA secara
bersamaan.

Secara umum sel kanker bersifat seperti stem sel, mereka dapat
memperbanyak diri secara cepat, dan sensitif mudah rusak terhadap radiasi jika
dibandingkan dengan sel normal yang sehat lainnya. Kerusakan DNA ini dapat
diturunkan melalui pembelahan sel sehingga terjadi akumulasi kerusakan
terhadap sel kanker. Sel-sel tersebut akan mati atau bahkan masih bisa
bertambah secara perlahan.

Salah satu keterbatasan radioterapi adalah sulitnya menjangkau sel-sel


tumor padat karena sel-sel tumor padat cenderung mengalami kekurangan
oksigen (hipoksia) akibat kurangnya suplai darah. Oksigen ialah radiosensitizer
yang sangat poten, dapat meningkatkan efektivitas radiasi dengan cara
membentuk kompleks DNA-radikal bebas perusak. Sel tumor yang hipoksia ini
lebih resisten 2-3 kali dibandingkan sel tumor yang non-hipoksia pada pemberian
dosis radiasi normal. Para peneliti akhirnya berupaya untuk menanggulangi
masalah ini antara lain dengan cara menggunakan tangki oksigen tekanan
tinggi, penggunaan substitusi darah dengan suplai oksigen tinggi, penggunaan
radiosensitizer sel hipoksia seperti misonidazol dan metronidazol, dan sitotoksin
seperti tirapazamin. Partikel high-LET (linear energy transfer) seperti karbon atau
neon memiliki efek antitumor yang tidak dipengaruhi oleh suplai oksigen karena
partikel tersebut beraksi dengan merusak sel secara langsung.Terapi
Radiofarmaka akan memancarkan radiasi dalam bentuk partikel bermuatan yang
mendepositkan energi kedalam organ yang sedang disembuhkan dari penyakit.

Efek Samping

Terapi radiasi tidak menyakitkan.Banyak terapi paliatif dosis rendah


(seperti radioterapi pada metastasis tulang) dapat menyebabkan sedikit atau
tanpa efek samping, meskipun begitu nyeri/rasa terbakar jangka pendek dapat
terjadi pada hari-hari kemudian selama terapi berlangsung akibat saraf di sekitar
area terapi yang terjepit oleh edema (kompartemen sindrom).Terapi dengan
dosis tinggi dapat menyebabkan berbagai efek samping selama terapi (efek
samping akut), hingga berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah terapi (efek
samping jangka panjang), atau setelah pengobatan ulang (efek samping
kumulatif).Sifat, keparahan, dan lamanya efek samping tergantung pada organ
yang menerima efek samping, pengobatan itu sendiri (tipe radiasi, dosis,
fraksinasi, kemoterapi secara bersamaan), dan pasien itu sendiri.Efek samping
kebanyakan dapat diprediksi dan diperkirakan sebelumnya.

Efek samping akut antara lain ialah kerusakan pada lapisan epitel (kulit,
mukosa mulut, faring, usus dan ureter). Biasanya diawali dengan kulit berubah
menjadi pink dan nyeri dalam beberapa minggu.Reaksi bahkan bisa bertambah
parah selama terapi dan seminggu setelah terapi.Kulit menjadi pecah-pecah,
berskuama, basah dan terasa tidak nyaman tetapi penyembuhannya biasanya
cepat.Pada penyinaran tumor kepala dan leher, dapat terjadi ulkus dan nyeri
sementara di mulut dan tenggorokan.Jika memberat, dapat mengganggu fungsi
menelan, sehingga pasien membutuhkan obat anti nyeri dan suplemen
makanan.Begitu pula dengan mukosa esophagus (biasanya akibat penyinaran
kanker paru-paru) dan usus besar (biasanya akibat penyinaran kanker rektum,
anus, prostat, kandung kemih, dan traktus genitalia wanita).Gejalanya berupa
rasa nyeri, diare, dan mual.Efek samping akut lainnya adalah bengkak/edema
terutama akibat penyinaran tumor di otak atau metastasis sehingga dapat
meningkatkan tekanan intrakranial atau apabila tumor mengakibatkan obstruksi
lumen (seperti trakea atau bronkus).Pada kasus seperti ini, intervensi bedah
sangat dipertimbangkan sebelum memutuskan dengan radioterapi. Namun jika
tidak memungkinkan untuk pembedahan,maka pasien diberikan steroid selama
menjalani radioterapi untuk mengurangi edema.

Efek samping lainnya ialah infertilitas karena alat kelamin (ovarium dan
testis) sangat sensitive terhadap radiasi. Efek samping jangka panjang ialah
fibrosis akibat skar, rambut rontok, keringnya kelenjar ludah (xerostomia), air
mata (xeroftalmia) dan kelenjar mukosa lainnya serta perasaan lelah (fatigue).
Radiasi sendiri berpotensi menimbulkan kanker sekunder di kemudian hari serta
kematian akibat penyakit jantung.

BAB III

KESIMPULAN

1 Radioterapi bekerja dengan cara merusak sel DNA. Kerusakan disebabkan


oleh proses ionisasi photon, elektron, proton, neutron atau ion secara
langsung maupun tidak langsung terhadap rantai DNA.
2 Pemilihan radionuklida ini karena 177Lu mempunyai mempunyai sifat kimia
dan terutama sifat fisika yang sangat atraktif untuk terapi kanker. Lu-177
adalah pemancar partikel relatif lunak dengan Emax 497 keV (78,6%) dan
176 (12,2%) keV dan kemampuan penetrasi ~ 1,5 mm yang sesuai untuk
kanker berukuran kecil.
3 Nimotuzumab merupakan obat anti kanker yang termasuk dalam kelompok
inhibitor epidermal growth factor receptor (EGFR)
4 Keterbatasan dari Radioterapi adalah sulitnya menjangkau sel-sel tumor
padat karena sel-sel tumor padat cenderung mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia) akibat kurangnya suplai darah dan mempunyai banyak efek
samping serta dapat merusak jaringan sehat di sekitar tempat yang di
radiasi.
5 Terapi radiasi tidak menyakitkan. Banyak terapi paliatif dosis rendah (seperti
radioterapi pada metastasis tulang) dapat menyebabkan sedikit atau tanpa
efek samping

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Backus, H.H.J., Pinedo, H.M., Wouters, D., Kuiper, C.M., Jansen, G. and van Groeningen, C.J.,

2001, Differences in the Induction of DNA Damage, Cell Cycle Arrest, and Cell Death by 5-

Fluorouracil and Antifolates, Oncol. Res. Featuring Preclinal and Clinical Cancer Therapy, 12(5):231-

239.

Lim, Y.J.L., Rhee, J.C., Bae, Y.M. and Chun, W.J., 2007, Celecoxib Attenuates 5-Fluorouracil-

Induced Apoptosis in HCT-15 and HT-29 Human Colon Cancer Cells, World J. Gastroenterol.,

13(13):1947-1952.

Thomas, J.B.D., Sharker, A. and Glenne-Jones, R., 2004, Chest Pain Induced by 5-Fluorouracil, Br.

J., Cardiol, 11:483-485.

https://www.academia.edu/12021707/Radioterapi_Onkologi

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-18-radiofarmaka

Anda mungkin juga menyukai