Anda di halaman 1dari 13

Agenesis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kegagalan sebagian atau seluruh organ

berkembang saat masih dalam tahap embrio.[1] Agenesis sering terjadi karena jaringan tubuh
embrio yang membangun organ tertentu tidak ada.[1] Sebagian besar jenis agenesis menimbulkan
gangguan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, namun ada juga yang bersifat mematikan.[1][2]

Sebab

Pandangan samping janin yang mengalami agenesis otak


Agenesis disebabkan oleh tidak adanya jaringan yang akan membangun organ tertentu sejak
masa embrio.[1] Dalam beberapa kasus, agenesis dapat terjadi saat ada obat-obatan yang
mempengaruhi rahim seperti thalidomide.[1]

Jenis
Agenesis dibedakan menurut organ tubuh yang terpengaruh, di antaranya: [1][2][3]

agenesis ginjal dan ureter

agenesis otak (anencephaly)

agenesis rahang atas

agenesis corpus callosum

agenesis tulang lengan atau kaki, terbagi menjadi meromelia (tidak ada tangan dan/atau
kaki), phocomelia (tidak ada tulang panjang pada lengan dan kaki), dan amelia (tidak ada
satu atau lebih tungkai)

agenesis paru-paru

agenesis ovarium atau testis

agenesis pankreas

Dari beberapa contoh jenis agenesis di atas, agenesis otak dan paru-paru dapat berujung pada
kematian[1]
EMBRIOLOGI DAN
PERKEMBANGAN
KOSTA
Perkembangan toraks
dimulai saat minggu
keempat kehamilan dan
terus berlanjut
hingga dewasa. Setelah
4 minggu masa

kehamilan, jaringan untuk


membentuk dinding
tubuh dikelompokkan
menjadi somite secara
aksial di bawah
pengaruh notokorda.
Populasi sel somite
berasal dari lapisan
mesoderm yang
menghasilkan osteosit dan
kondrosit yang kemudian
mem- bentuk struktur
tulang dan tulang rawan.
Superfisial dari sel-sel
tersebut adalah lapisan
miotom dan dermatom
yang nantinya akan
menghasilkan otot dan
jaringan ikat pada kulit.3
Jaringan embrionik
sklerotom membentuk
bagian dorso-lateral
kolumna vertebra yang
kemudian berkontribusi
pada pembentukan
bagian kostal prosesus
transversus pada semua
segmen vertebra. Bagian
kostal di 12 vertebra
torakal menerima sinyal
genetik untuk berpisah
dan memanjang ke arah
depan, serta ke bawah
membentuk kosta
bilateral membentuk
suatu sangkar di regio
toraks. Sambungan tulang
rawan dari ujung tulang 7
pasang pertama kosta
menuju ke depan untuk
bergabung dengan

sternum yang
Sambungan

sedang

berkembang.

tulang rawan dari


kosta di bawahnya
tidak bergabung
dengan sternum,
tetapi saling

Gambar 1. Perkembangan
kosta: dari bagian kostal
pada vertebra torakal
(bagian yang gelap)
dibandingkan dengan
bagian kostal pada vertebra
lain4

Alamat korespondensi

email: dr.ihsanulamal@gmail.com

Table 1. Klasifikasi Acastello5


Type I Cartilagineous

Pectus excavatum (PE)


Pectus carinatum (PC) type 1
True PC type 2

Type II Costal

Simple (1 or 2 ribs)

agenesis, hypoplasia, sovrannumerary,


bifid, fused, dysmorphic, rare (always
complex)

Complex (3 or more ribs)


Syndromic (always complex)

Jeune, jarcho-Levin,
Cerebrocostomandibular, others

Type III Condro-costal

Poland Syndrome

Type IV Sternal

Sternal cleft (with or without ectopia


cordis)
Currarino Silverman Syndrome

Type V Clavicle-scapular

Clavicular

Simple or Syndromic

Scapular Combined

Simple or Syndromic

bergabung dan melekat pada sambungan


tulang rawan dari kosta ke-7, sedangkan
2 pasang kosta terakhir tetap bebas
ujungnya. Bagian ujung kaput artikularis
berhadapan dengan korpus vertebra
torakal, sedangkan bagian fasetnya
berhadapan dengan prosesus transversus
pada 10 kosta pertama;
2 kosta terakhir hanya berartikulasi
dengan korpus vertebra. Osifikasi sekunder
bagian kartilaginosa epifisis kaput serta
bagian artikularis dan non-artikularis
tuberkel dimulai saat akhir masa pubertas,
bergabung dengan korpus kosta pada awal
masa dewasa. Panjang kosta meningkat
dari kosta pertama hingga ke-7 atau ke8, kemudian secara gradual menurun
hingga kosta terakhir yang biasanya sangat
pendek tetapi bervariasi panjangnya.
Bagian yang berpotensi membentuk
kosta dari vertebra lain umumnya telah
diprogram untuk kehilangan potensinya.4

Diduga, insufisiensi suplai darah lokal


dapat mengakibatkan gangguan
pembentukan kosta selama periode
embrionik. Insidennya tidak
terdokumentasikan dan kasus sporadis
telah dilaporkan selama bertahun-tahun.1
Acastello mengklasifikasikan seluruh
bentuk kelainan dinding dada ke dalam 5
tipe, ter- gantung tempat asal terjadinya
kelainan, tidak terbentuknya kosta dapat
terjadi pada tipe II (costal) dan tipe III
(chondro-costal).5
Berdasarkan klasifikasi Acastello, agenesis
kosta dapat terjadi simpel (1 atau 2
kosta), kompleks (3 atau lebih kosta), dan
disertai kelainan kongenital lain
(sindromik).5 Kosta ke-1 dan ke-12 terjadi
terutama karena pergeseran batas
vertebral. Pergeseran batas kaudal dari
batas serviko-torakal dapat menyebabkan
kosta ke-1 menjadi rudimenter, sedangkan
pergeseran batas kranial dari

Kosta yang sedang berkembang dapat


dipengaruhi oleh segmentasi ireguler prekursornya. Perkembangan kosta dan
arah tumbuhnya juga dapat dikacaukan
oleh perkembangan abnormal vertebra
torakal, sehingga menghasilkan bentuk
toraks yang menyimpang.4
BENTUK KELAINAN AGENESIS KOSTA
Normalnya, terdapat 12 pasang kosta
pada tubuh manusia. Tujuh pasang kosta
pertama disebut sebagai kosta sejati
(costae verae) karena perlekatannya
terhadap sternum, sedangkan kosta yang
lain disebut sebagai kosta palsu (costae
spuriae); kosta ke-11 dan ke-12 juga
disebut kosta melayang (costae
fluctuiantes) karena sama sekali tidak
berhubungan dengan sternum
ataupun kosta di atasnya. Etiologi tidak
terbentuk- nya kosta masih belum
jelas diketahui.

Gambar 2. Kosta rudimenter: (A) Pergeseran batas


kaudal dari batas serviko-torakal, (B) Pergeseran batas
kranial dari batas torako-lumbal4

batas torako-lumbal dapat


menyebabkan kosta ke-12 sama
sekali tidak terbentuk.4
Tidak terbentuknya kosta parasternal
ke-2 hingga ke-5 lebih umum terjadi
dan biasanya disertai displasia
(gangguan perkembangan) kelenjar
mammae, jaringan subkutan lokal,
serta otot pektoralis mayor dan
pektoralis minor baik sebagian
maupun keseluruhan. Tidak
terbentuknya kosta bagian bawah
(kosta ke-6 hingga ke-12) lebih jarang
dan biasanya dapat disertai berbagai
kelainan kompleks lain, seperti
meningomielokel, eventrasi (penonjolan
ke atas) diafragma, penyakit jantung
kongenital, duplikasi usus atau anomali
rektum. Pernah dilaporkan pada bayi
trisomi 13 (sindroma Patau) terbentuk
kosta servikal bilateral dan tidak
terbentuknya kosta ke-12 bilateral.1
Sindrom serebrokostomandibular
meru- pakan salah satu bentuk
kelainan kosta sindromik yang sangat
langka. Tidak banyak pengalaman klinis
di dunia tentang sindrom ini. Torre, et
al, telah mendiagnosis satu kasus dalam
sepuluh tahun terakhir, dengan ciri
utama berupa tidak berkembangnya
sangkar toraks. Hanya didapatkan sisasisa kosta yang tidak terbentuk, sehingga
terjadi flail chest (pernapasan paradoks),
dan ventilasi mekanis dibutuhkan sejak
lahir. Pada beberapa kasus, agenesis
sangkar toraks terjadi unilateral. Kosta
yang mengalami kelainan tersebut
juga berhubungan dengan ciri-ciri
sindrom Pierre-Robin. Gangguan
perkembangan atau malfungsi serebral
juga sering terjadi pada sindrom ini.5
Sindrom Poland adalah kelainan
langka dan kejadian tidak terbentuknya
kosta pada sindrom ini lebih langka
lagi,6 terjadi pada sekitar 1:30.000
kelahiran hidup. Sindrom Poland
ditandai oleh hipoplasia atau tidak
terbentuknya otot pektoralis mayor,
sering bersamaan dengan kelainan lain
pada dinding dada, jaringan payudara,
dan tungkai atas ipsilateral. Defek
tersebut umumnya terjadi unilateral
dan pada dua pertiga kasus di sisi
kanan tubuh. Kasus lebih banyak pada
laki-laki dengan rasio sekitar 2:1
dibandingkan pada perempuan.
Beberapa kasus sangat langka terjadi
bilateral. Etiologinya tidak diketahui
pasti, salah satu hipotesis yang paling
diakui adalah adanya interupsi
suplai vaskuler arteri subklavia dan

arteri vertebra selama masa embrionik,


mengakibatkan beberapa kelainan yang

berbeda pada bagian-bagian

Gambar 6. Sirenomielia dengan agenesis kosta


Gambar 3. Agenesis kosta multipel: x-ray toraks menunjukkan tidak adanya kosta 1-3 kiri. Hasil rekonstruksi three-

multipel: sangkar toraks sisi kanan tidak berkembang

dimensional

dengan jumlah kosta yang hanya sedikit8

CT menunjukkan tidak adanya kosta 1-4 kiri, overlapping kosta 5-7 kiri dan kosta 2-3 kanan1

Gambar 5. Sindrom Poland: (A) X-ray toraks menunjukkan tidak ada bagian antero-lateral kosta 2-5 kanan, (B) Bentuk defek
Gambar 4. Sindrom serebrokostomandibular:

dada akibat tidak adanya kosta dan otot pektoralis mayor6

agenesis
unilateral sangkar toraks ditunjukkan pada x-ray toraks5

terkait
.

Sangkar toraks pada sindrom Poland dapat


berbentuk normal seluruhnya, atau
biasanya dinding dada cekung pada salah
satu sisi. Bentuk cekung tersebut
disebabkan karena kosta dan kartilago
mengalami hipoplasia atau agenesis baik
parsial maupun total, sehingga dinding
dada menjadi tipis dan tidak terbentuk
sempurna. Kosta yang paling sering
mengalami kelainan adalah kosta ke-2
hingga ke-4 atau kosta ke-3 hingga ke-5.
Tidak terbentuknya bagian anterior dari
satu hingga tiga kosta menyebabkan
depresi berat dinding dada; terjadi pada
sekitar 1125% kasus. Kelainan kosta dapat terjadi
pada

15% pasien dengan kelainan otot


pektoralis mayor kanan. Ujung sternal
kosta yang tidak terbentuk sempurna
dapat bergabung ber- sama dan
sternum dapat mengalami rotasi
menuju sisi kelainan, membentuk
pektus karinatum asimetris
kontralateral.6
Beberapa kelainan kongenital lain
yang pernah dilaporkan disertai
agenesis kosta, antara lain skoliosis
kongenital, sirenomielia, dan sindrom
VACTERL (vertebral defect, anal
atresia, cardiac anomalies, tracheaesophageal fistulae, renal anomalies, and
limb anomalies).7,8,9 Penelitian
retrospektif Shen, et al, terhadap 382
pasien skoliosis kongenital didapatkan
insiden kelainan kosta yang

menyertai sebesar 50,3%, dan 43,8%


tidak terbentuknya kosta.7
KONSEKUENSI
KLINIS
Umumnya, kasus agenesis kosta
tunggal tidak memerlukan tindakan jika
tidak ter- dapat gejala klinis yang
signifikan. Pada kasus beberapa kosta
tidak terbentuk, pernapasan paradoks
dapat terjadi akibat kurangnya
sokongan terhadap toraks dan adanya
malasia (kelemahan) dinding dada.1,5
Area dada yang mengalami malasia
menjadi tertekan selama inspirasi dan
menonjol selama ekspirasi, sehingga
dapat memicu gerakan berayun
mediastinum. Bayi yang mengalaminya
biasanya menunjukkan gejala dispnea
dan

sianosis segera setelah dilahirkan,


yang dapat diperberat dengan proses
makan dan menangis.1

inkarserasi dan strangulasi, nyeri,


hemoptisis atau infeksi berulang.10

dekstrokardia dihasilkan melalui


perpindahan mekanis intrauterin
jantung ke sisi kanan karena
kurangnya proteksi terhadap tekanan
eksternal oleh sangkar toraks yang
tidak terbentuk akibat agenesis kosta
multiplel.12

Dekstrokardia (jantung di rongga


toraks kanan) diperkirakan dapat
terjadi akibat tidak terbentuknya
beberapa kosta di toraks kiri.12,13 Pada
penelitian multisenter dan multidisiplin
selama 5 tahun pada penderita
sindrom Poland, didapatkan
dekstrokardia pada 14 pasien
(11.5%). Semua pasien tersebut
memiliki ciri yang sama, yaitu sindrom
Poland pada sisi kiri dan agenesis
parsial dari 2 atau lebih kosta.12
Sebaliknya, semua pasien sindrom
Poland pada sisi kiri dengan agenesis
kosta multipel mengalami
dekstrokardia.12,13 Dekstrokardia tidak
terjadi pada pasien agenesis parsial
satu kosta ataupun pada pasien
dengan kelainan kosta lainnya. Torre,
et al, menduga bahwa

Selain pernapasan paradoks, agenesis


kosta multipel hampir pasti akan
menyebabkan hernia paru.5 Hernia paru
didefinisikan sebagai protrusi jaringan paru
dan membran pleura melebihi batas-batas
normal rongga toraks melalui defek
dinding dada. 10,11
Sebagian besar hernia paru asimptomatis.
Pasien yang simptomatis biasanya datang
dengan keluhan massa lunak yang menonjol
melalui dinding dada dengan nyeri
ataupun tanpa nyeri.10,11 Petunjuk paling
penting adalah eksaserbasi hernia saat
manuver Valsava, batuk, atau mengejan,
dengan resolusi pada saat inspirasi atau
bernapas biasa. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah

Operasi darurat diperlukan jika terjadi


distres pernapasan pada pasien agenesis
kosta multipel. Jika defek akibat tidak
terbentuk- nya kosta relatif kecil,
dapat dilakukan bebat tekan lokal
untuk mengontrol pernapasan
paradoks dan gerakan berayun
mediastinum. Namun, operasi segera
di- lakukan jika ada infeksi berulang
saluran pernapasan.1 Intervensi bedah
juga dapat diindikasikan pada progresi
penekanan dinding dada unilateral,
kurangnya proteksi adekuat pada
jantung dan paru, dan alasan kosmetik.6
Beberapa pilihan rekonstruksi dinding
dada, antara lain transplantasi fascia
luas untuk defek berukuran kecil,
transplantasi graft kosta yang diambil
secara subperiosteal dari kosta lain,
dan penutupan dengan flap dari otot
latissimus dorsi atau obliquus externus
abdominis, marlex polyethylene mesh,
serta operasi sternum-reversal untuk
defek berukuran besar.1,6 Pada pasien
dengan rongga toraks sempit dapat
mempengaruhi kapasitas dan volume
paru, sehingga dapat dilakukan koreksi
menggunakan VEPTR (vertical
expandable prosthetic titanium rib).14
Seiring bertambahnya usia, gejala
pasien yang tidak diintervensi dapat
membaik, tetapi deformitas lebih berat
pada kolumna spinalis
dan rongga toraks tidak dapat
dihindari.1

Gambar 7. Hernia paru: tampak massa menonjol


keluar melalui defek akibat tidak adanya kosta10
Gambar 8. X-ray toraks menunjukkan
dekstrokardia dan agenesis parsial kosta ke-3 dan 4
kiri12

Agenesis vagina merupakan suatu kelainan kongenitalyang terjadi pada wanita, dimana tidakterbentuknyavagina
sedangkan tanda-tanda seks sekundernya berkembang normal. Agenesis vagina umumnya terdapat pada sindrom Mayer
Rokitansky Kuster Hauser (MRKH syndrome). Insidennya kurang lebih satu diantara empat ribu sampai dengan sepuluh
ribu kelahiran namun kejadiannya seringkali baru diketahui ketika penderita memasuki usia remaja, datang kebagian
1,2

kandungan dengan keluhan amenore primer.

Faktor resiko terjadinya agenesis vagina secara pasti belum diketahui, beberapa peneliti menganggap oleh karena adanya
kelainangenetik seperti pada autosomal resesif, gangguan pada transmitted sex-linked autosomal dominant, adanya
1,2

hormon antimullerian, teratogens sepertidiethylstilbestrol (DES), thalidomide.

Vagina merupakan organ reproduksi yang sangat penting bagi seorang wanita berkaitan dengan fungsi reproduksinya
seperti untuk melakukan hubungan seks, menyalurkan darah haid dan juga untuk melahirkan. Tidak terdapatnya

vagina tentu menimbulkan masalah fisik dan psikis, tidak hanya bagi wanita tersebut tetapi juga bagi pasangan dan
3,4

keluarganya.

Oleh sebab itu perlu penanganan yang baik apabila terdapat kasus wanitadengan agenesis vagina.
EMBRIOLOGI VAGINA

Pengetahuan tentang embriologi menjadi suatu hal yang harus diketahui untuk memudahkan penanganan agenesis
vagina.Disamping itu, pengetahuan dalam ilmu embriologi akan dapat dimengerti perbedaan diantara batas
persarafan, vaskularisasi, serta drainase kelenjar saluran limfe.

5,6

2.1. Pembentukan Alat Genital


Pembentukan alat genital dimulai pada minggu ke-5 dan 6, yaitu di lateral urogenital ridge, di daerah kranial,
timbul saluran paramesonefrik (muller duct) kanan kiri yang tembus terus ke arah bawah lateral dari saluran wolf (saluran
mesonefrik) dan pada suatu tempat di daerah distal, saluran muller ini masuk ke dalam dan menyilang saluran mesonefrik
di anteriornya. Kemudian pada bagian distal bersatu atau berfusi, dan akhirnya menyentuh sinus urogenitalis. Bagian
bawah saluran muller yang telah berfusi kemudian mengalami rekanalisasi sehingga terbentuklah vagina, serviks dan
uterus. Sedangkan dua saluran yang tidak berfusi pada bagian proksimal akan berkembang menjadi tuba falopii. Fusi
kedua saluran muller tersebut terjadi pada minggu ke-7 akan tetapi belum sempurna sampai minggu ke-12. Pada titik
pertemuan saluran muller bagian bawah dengan sinus urogenitalis disebut tuberkel muller, hal ini akan
menyebabkan terjadinya proliferasi dari sinus urogenitalis ke arah atas dan kemudian terjadi rekanalisasi bersamaan
dengan rekanalisasi saluran muller sehingga terbentuk vagina bagian distal. Sebagian sinus urogenitalis yang terletak pada
anterior tuberkel muller akan menyempit dan membentuk uretra, sedangkan bagian bawah terbuka lebar akan menjadi
vestibulum vulva dengan uretra dan
vagina terbuka di dalamnya.

5,6

Gambar 2.1. Perkembangan awal organ reproduksi wanita

2.2. Pembentukan Gonad


Pada hari ke-31 dari perkembangan embrio, sel-sel mesoderm yang telah
berdiferensiasi membentuk mesenkim. Jaringan ini lebih lanjut akan
berdiferensiasi, pada permukaan medial urogenital ridge di daerah servikal dan
torakal embrio, membentuk genital ridge. Genital ridge ini akan dipertahankan
dan ditutupi oleh sel mesoderm yang tak berdiferensiasi, dan ini adalah coelimic
epithelium.

Premordial germ cell pada permulaan perkembangannya berasal dari


endodermal di daerah dorsal hind gut pada hari ke 2030, germ cell ini akan
mengadakan migrasi ke arah genital ridge, sehingga terbentuk gonad, yang
akhirnya akan menjadi testis atau ovarium. Bila migrasi germ cell gagal mencapai
genital ridge maka terjadi disgenesis gonad. Jadi pembentukan dari ovarium
tidaklah sama dengan pertumbuhan dan perkembangan organ-organ sistem
saluran urogenital, gonad bila mendapat migrasi germ cell yang mengandung
kromosom XX akan membentuk ovarium sedangkan bila gonad mendapat migrasi
germ cell mengandung kromosom XY akan membentuk testis.

Gambar 2.2. Perkembangan lanjutan duktus mullerian dan sinus urogenital

. Etiologi Agenesis Vagina


Etiologi agenesis vagina secara pasti belum jelas tetapi beberapa
peneliti menganggap karena kelainan genetik seperti pada autosomal resesif,
gangguan pada transmitted sex-linked autosomal dominant, adanya hormon
antimullerian dan teratogens seperti diethylstilbestrol (DES), thalidomide.

1,2,3,4

3.3. Diagnosis Agenesis Vagina


Diagnosis awal agenesis vagina secara klinis ditegakkan pada wanita
yang mengalami amenore primer dengan tanda seks sekundernya berkembang
normal dan pada pemeriksaan vagina tidak didapatkan saluran vagina. Perlu
dilakukanpemeriksaan ultrasonografi(USG), Magnetic Resonance
Imaging(MRI) atau intravenus pielogram (IVP) karena seringkali agenesis
1,2,3,4

vagina disertai dengan tidak terdapatnya cerviks, uterus bahkan ginjal.


3.4. Patofisiologi Agenesis Vagina

Agenesis vagina terjadi karena kegagalan saluran muller bagian bawah


untuk berfusi dan tidak mengalami rekanalisasi sehingga tidak terbentuk

5,6,7

vagina.

Kegagalan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal yang telah

dijelaskan sebelumnya.Metode yang dapat diterima dan dipakai secara luas


untuk mengklasifikasikan kelainan duktus mulleri adalah klasifikasi menurut
American
Fertility Society (AFS)

Tabel 3.1. Klasifikasi AFS dan rencana penanganan kelainan duktus mulleri

Gambar 3.1. Segmental atau komplit agenesis atau hipoplasia

Oppelt dan kawan kawan melakukan studi retrospektif terhadap 53 pasien


dengan sindrom MRKH, menggunakan wawancara standardan bersamaan dengan
hasil pemeriksaan klinis, pasien dikategorikan menjadi tiga subtipe yaitu tipikal,
atipikal dan MURCS (Mullerian duct aplasia, renal aplasia, dan cervikothoracic
somite dysplasia). Hasilnya 25 pasien didiagnosis bentuk tipikal(47%), bentuk
atypikal pada 11 pasien (21%) dan tipe MURCS 17 pasien (32%).

Anda mungkin juga menyukai