Anda di halaman 1dari 4

MACAM-MACAM MARKA MOLEKULER

1. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)


Metode RAPD merupakan metode yang menggunakan oglionukleotida
tunggal pendek (primer), sepanjang 10-12 basa, untuk membentuk fragmenfragmen DNA. Metode RAPD memanfaatkan PCR untuk mengamplifikasi
sekuen DNA yang komplementer terhadap primer. Sekuen DNA yang
komplementer dengan primer akan terhibridisasi secara acak (random),
selanjutnya dilakukan perbanyakan (amplified) terhadap sekuen-sekuen DNA
komplementer tersebut. Tahap selanjutnya yaitu melakukan elektroforesis pada
agarose atau polyacrilamide gel untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan
ukurannya. Kemudian dilakukan pewarnaan dengan ethidium bromide dan
fragmen-fragmen DNA akan terlihat jika disinari dengan sinar UV.
Metode RAPD dapat menghasilkan beragam pita pada individu dengan
primer tunggal. Variasi band yang terlihat umumnya disebut random amplified
polymorphic DNA (RAPD) bands. Polimorphisme akan terlihat dan
selanjutnya bisa digunakan sebagai marka genetik. Pemanfaatan metode RAPD
antara lain untuk deteksi polimophisme sekuens DNA, pemetaan genetik
berbagai populasi, keragaman genetik, dan identifikasi varietas serta analisis
asal-usul organisme (filogenetik).
Metode RAPD mempunyai keunggulan dan juga kekurangan. Keunggulan
metode RAPD yaitu waktu yang dibutuhkan singkat, mudah dilaksanakan,
lebih murah, dan primer yang diperlukan sudah banyak dikomersilkan sehingga
mudah diperoleh. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis banyak
organisme, karena primer yang digunakan bersifat universal yang berarti
primer dapat digunakan tanpa perlu mengetahui informasi sekuen DNA
terlebih dahulu.
Kekurangan metode RAPD yaitu marka (primer) yang terlalu umum,
sehingga informasi yang diperoleh kurang akurat. Marka RAPD bersifat
dominan, dalam arti lain band hasil RAPD tidak menunjukkan perbedaan
antara keadaan heterosigos dan homosigos. Selain itu terdapat kesulitan untuk
memperoleh pola pita yang identik walaupun digunakan primer dan materi

(DNA) yang sama. Masalah lain yang ditemukan adalah pola pita RAPD
muncul pada DNA keturunan tetapi tidak muncul pada DNA tetua, dimana
fenomena ini biasa disebut heteroduplex formation. Hal ini mungkin
disebabkan karena reaksi RAPD dipengaruhi oleh persaingan antar primer sites
dalam genom.
2. AFLP (Amplification Fragment Length Polymorphism)
Metode AFLP merupakan penggabungan antara teknik RFLP dan RAPD.
DNA genomik dipotong dengan ezim restriksi seperti pada RFLP, akan tetapi
pada AFLP digunakan dua enzim restriksi yang berbeda. Tujuannya adalah
memperoleh fragmen dalam jumlah besar. Beberapa fragmen terseleksi
diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer universal seperti pada RAPD,
walaupun sebenarnya primer yang digunakan tidak benar-benar dipilih secara
acak. Primer yang digunakan adalah primer yang komplementer dengan
adapters. Adapters merupakan oligonukleotida spesifik yang komplementer
dengan restriction sites sepanjang 25-30bp dan menempel pada fragmen DNA
yang dipotong. Polimorphisme kemudian dideteksi dari perbedaan panjang
fragmen hasil amplifikasi PCR pada polyacrilamide gel electrophoresis
(PAGE) atau capillary electrophoresis yang divisualisasi dengan menggunakan
otoradiografi atau pewarnaan perak. Pita polimorphik lalu diidentifikasi seperti
pada analisis RAPD. Pita polimorphik ini bahkan bisa dipotong dari gel dan
disekuensi, yang memungkinkan kita untuk merakit primer PCR spesifik.
Metode AFLP biasanya digunakan untuk meneliti variasi genetik diantara
individu dalam suatu spesies, mengevaluasi variasi genetik untuk koleksi
plasma nutfah dan skrining biodiversitas. Metode AFLP juga sering digunakan
untuk membuat peta genetik dan percobaan untuk menemukan gen-gen yang
bertanggung jawab terhadap karakter tertentu. Kelebihan metode ini yaitu tidak
memerlukan informasi sekuen dari genom, hasil amplifikasinya stabil, tingkat
pengulangan dan variabilitasnya sangat tinggi, dan dapat mendeteksi variasi
genetik diantara spesies, varietas, atau kultivar yang berkerabat dekat.
Kekurangan metode ini yaitu pengerjaan yang rumit dan intensif dibandingkan
metode lainnya, pengadaan alat dan bahan sangat mahal, serta dibutuhkannya

kits yang berbeda-beda yang dapat beradaptasi dengan ukuran genom selama
analisis.
3. RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)
Metode RFLP diestimasi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen DNA.
Susunan nukleotida spesifik pada sekuens DNA dipotong dengan enzim retriksi
endonuclease berdasarkan ukurannya. Selanjutnya hasil pemotongan enzim
retriksi endonuclease tersebut dicampur dengan DNA probes dan dilakukan
analisis southern bolt. Fragmen DNA yang komplementer dengan probes akan
terhibridisasi dan muncul pada layer. Polimorphisme dideteksi berdasarkan
perbedaan ukuran fragmen yang muncul. Polimophisme yang dihasilkan dapat
disebabkan

karena

adanya

mutasi,

insersi,

delesi,

dll.

Metode RFLP tidak menggunakan PCR dalam pengerjaannya. Kelebihan


metode ini adalah konsistensi yang tinggi, informasi sifat pewarisan kodominan, dapat diulang tanpa ada perubahan, tidak memerlukan informasi
sekuen, dan relatif mudah diidentifikasi karena perbedaan yang besar antar
fragmen. Akan tetapi metode ini juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu
pada beberapa spesies tingkat polimorfisme sangat rendah, menyita banyak
tenaga dan waktu, kuantitas dan kualitas DNA yang diperlukan sangat tinggi,
prosedur hibridisasinya rumit sehingga menyulitkan otomatisasi, dan
memerlukan pustaka probe untuk spesies-spesies tanaman yang belum pernah
dieksplorasi sebelumnya.
Metode RFLP mempunyai banyak kegunaan dalam bidang pemuliaan
tanaman modern. Aplikasi metode RFLP antara lain digunakan untuk seleksi
karakter agronomi, uji kualitas benih, analisis segregasi pada keturunan, dan
evaluasi diversitas genetik untuk koleksi plasma nutfah. RFLP juga digunakan
sebagai alat untuk mengetahui variabilitas genetik pada tanaman pangan.
4. SSR (Simple Sequence Repeat)
Metode Simple Sequence Repeat (SSR) mempunyai nama lain metode
microsatellite atau Simple Tandem Repeat (STR). Metode SSR didasarkan atas
pengulangan pasangan sekuen mono-, di-, tri-, tetra-, penta-, dan hexanukleotida seperti (TG)n atau (AAT)n. Pasangan sekuen ini tersebar melewati

genom

sehingga

menghasilkan

polimorphisme

yang

tinggi.

Dalam

pengerjaannya, metode SSR memanfaatkan PCR untuk mengamplifikasi


sekuen DNA secara individu menggunakan primer spesifik. Sekuen DNA yang
teramplifikasi adalah sekuen DNA yang komplementer dengan primer yang
digunakan. Selanjutnya dilakukan elektroforesis pada agarose gel atau
polyacrilamide gel untuk memisahkan fragmen DNA yang terbentuk
berdasarkan panjang ukuran basa. Kemudian dilakukan pewarnaan pada gel
dengan ethidium bromide. Tahap terakhir yaitu visualisasi dengan meletakkan
gel dibawah sinar UV sehingga fragmen-fragmen DNA akan terlihat.
Polimorphisme dideteksi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen DNA akibat
perbedaan panjang pengulangan pasangan sekuen
Perbedaan metode SSR dengan metode RAPD terletak pada primer yang
digunakan.

Primer

SSR

merupakan

primer

tunggal

spesifik

yang

mengamplifikasi hanya pada satu site tertentu, berbeda dengan RAPD yang
menggunakan primer universal, yang dapat mengamplifikasi pada beberapa
site sekaligus. Primer SSR juga merupakan marka ko-dominan yang dapat
membedakan heterosigos dan homosigos sedangkan primer RAPD merupakan
marka dominan. Perbedaan lainnya terletak pada pita yang dihasilkan. Metode
SSR biasanya hanya menghasilkan satu atau dua pita pada tiap individu
sedangkan metode RAPD dapat menghasilkan beragam pita pada tiap individu.
Metode SSR merupakan salah satu alat molekular yang sering digunakan
untuk penelitian diversitas genetik karena keakuratan informasi yang tinggi dan
sangat polimorfik bahkan untuk spesies atau galur yang berkerabat dekat.
Genetik populasi dan analisis hubungan kekerabatan bisa dilakukan dengan
metode SSR. Kelebihan metode ini yaitu primer yang digunakan untuk satu
spesies tertentu dapat digunakan untuk berbagai macam tanaman dalam satu
spesies, kuantitas DNA yang digunakan sangat kecil, metodenya relatif
sederhana dan dapat dilakukan secara otomatis, dan pasangan primer SSR
tersedia dipasaran dalam jumlah yang besar. Sedangkan kekurangan metode ini
yaitu kesulitan kloning dan sequencing daerah flanking SSR, biaya yang cukup
tinggi untuk merancang primer baru yang spesifik.

Anda mungkin juga menyukai