Anda di halaman 1dari 4

Acne Vulgaris

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak diindikasikan untuk Acne Vulgaris kecuali
dicurigai hiperandrogemisme. Bila diperlukan, dapat dilakukann pengukuran dari
serum DHEAS, total testosteron dan free testosterone dan dapat dipertimbangkan
untuk pemeriksaan rasio luteinzing hormone (LH) terhadap follicle-
stimummlating hormone (FSH). Pemeriksaan hispatologis juga tidak memiliki
gambaran yang khas untuk Acne Vulgaris (Murlisyarini, 2018).

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengurangi koloni bakteri,
menurunkan aktivitas kelenjar sebasea, mencegah folikel terbenam, mengurangi
inflamasi, mengatasi infeksi sekunder, meminimalkan jaringan parut
danmenyingkirkan faktor-faktor yang membuat ndividu rantan terkena acne
vulgaris.
Terapi Diit
Hindari makanan yang berkaitan dengan timbulnya acne tiba-tiba,
misalnya coklat, cola, makanan kering dan produk-produk susu.

Higiene Kulit
1. Pada kasus ringan : cuci setidaknya dua kai sehari denganmenggunakan sabun
pembersih; lepaskan komedo dengan spon abrasif.
2. Jangananjurkan ppengguanaan komestik yang mengandung minyak atau krim.

Terapi Topikal
Obat- obat yang digunakan kebanyakan mengandung sulfur dan astrigen
lainnya yang membuat kulit menjadi mengelupas dan membuka sumbatan folikel
rambut. Selain obat ada hal- hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan
mencegah jerawat seperti rajin membersihkan muka, terutama setelah bepergian
dan sebelum tidur, memilih pembersih muka dan meke-up sesuai dengan jenis
kulit, menghindari terpajan radikal bebas berlebihan seperti polusi udara, tidak
memencet akne karena memencet akne akan memperparah peradangan dan
menyebarkan bakteri. Penggunaan obat anti acne dapat digunakan 2x sehari saat
muka dalam keadaan bersih. Obat yang dapat digunakan dalam pengobatan acne
vulgaris adalah:
a. Benzoil peroksida
Benzoil peroksida banyak digunakan untuk pengobatan acne vulgaris biasanya
konsentrasi benzoil peroksida yaitu: 2,5%, 5% ,10% terdapat pada sediaan seperti
lotion, krim, sabun, gel, dan juga terdapat pada konsentrasi 4%, 5,5 %, 20%.
Formulasi benzoyl peroksida dapat digunakan untuk pengobatan topikal acne
populopostular. Efek samping dari benzoil peroxid meliputi: kekeringan yang
berlebihan pada kulit, dan terjadi pengelupasan kulit, eritema atau edema (Berardi,
2004).
Mekanisme dari benzoil peroksida dengan melepaskan oksigen secara perlahan
yang dapat memberikan efek anti bakteri sehingga mengurangi P.acne dalam
pembentukan asam lemak bebas serta mempunyai efek mengeringkan, benzoil
peroksida merupakan pilihan dalam pengobatan topikal.
b. Asam salisilat
Asam salisilat dapat mengobati komedo dan dapat digunakan sebagai terapi
awal untuk acne vulgaris ringan atau sebagai pengobatan tambahan. Dalam
swamedikasi digunakan produk anti acne vulgaris yang mengandung asam
salisilat dengan konsentrasi 0,5%-2% (Berardi, 2004). Efek samping yang
ditimbulkan yaitu iritasi lokal.
Asam salisilat mempunyai sifat keratolotik yang dapat melunakkan kulit
sehingga dapat membantu penyerapan obat (Depkes, 2007).
c. Sulfur
Sulfur obat bebas digunakan secara topikal dalam pengobatan acne vulgaris,
dengan konsentrasi 3%-10% dapat digunakan sebagai keratolitik dan anti bakteri,
sulfur dalam penggunaan yang lama dapat menyebabkan efek komedogenik.
Produk yang mengandung sulfur digunakan secara tipis 1-3x sehari pada daerah
yang terkena acne vulgaris (Berardi,2004). Sulfur bersifat fungisida, parasitisida,
germesida dan mempunyai efek keratolitik (Depkes, 2007).
d. Kombinasi sulfur-resorsinol
Kombinasi sulfur 3%-8% dengan resorsinol 2% dapat meningkatkan efek dari
sulfur, kombinasi tersebut berfungsi sebagai keratolitik, menekan sel dan
deskuamasi. Resorsinol dapat menimbulkan warna kulit coklat tua pada beberapa
orang yang mempunyai kulit gelap (Berardi, 2004).

Terapi Sistemik
1. Antibiotik sistemik, misalnya, tetrasiklin, minosiklin (Minocin)
2. Retinoid oran, misalnya, vitamin A, isotetrinoin (Accutance)
3. Terapi hormon, misalnya, preparat estrogen-progesteron (Baughman &
Hackley, 2000)

Terapi Pembedahan
1. Ekstraksi komedo
2. Penyuntikan steroid ke dalam lesi yang meradang
3. Insisi dan drainase
4. Bedah beku/ Cryotherapy
Cryosurgery atau bedah beku merupakan suatu tindakan menggunakan suhu
dingin ekstrim untuk menghancurkan sel dari jaringan yang abnormal atau
mengalami kelainan. Bedah beku adalah metode dimana terjadi pendinginan
jaringan dengan temperatur ekstrim dan membiarkan jaringan mencair secara
perlahan. Kerusakan jaringan disebabkan oleh kristalisasi cairan dalam sel dan
iskemia pemuluh darah yang disebabkan oleh trombosis. Nitrogen cair adalah
salah satu kriogen yang paling banyak digunakan pada kulit. Teknik bedah beku
bermacam-macam, antara lain teknik semprot, teknik oles, atau probe. Pemilihan
teknik sesuai dengan ukuran, bentuk dan keterampilan operator. Tindakan ini akan
membekukan lesi, sehingga terbentuk lepuhan yang selanjutnya akan mengering
dan membentuk keropeng. Dalam waktu beberapa minggu, keratosis biasanya
akan lepas sendiri (Maharis & Wardhana, 2019).
5. Dermabrasi (Baughman & Hackley, 2000)
Dermabrasi digunakan sejak tahun 1950an, menggunakan roda bergigi, butiran
berlian, amplas steril atau sikat kawat yang terpasang pada gagang yang berputar
dengan kecepatan tinggi yang mengikis kulit sampai papila dermis. Reepitelisasi
dan repigmentasi berasal dari sel-sel pada struktur adneksa. Prosedur dermabrasi
membutuhkan tindakan anastesi lokal bahkan kadang-kadang general, oleh karena
nyeri yang ditimbulkan. Dermabrasi biasanya memberikan hasil yang baik untuk
penatalaksanaan skar atrofi yang superfisial, seperti skar rolling atau boxcar.
Namun untuk lesi yang lebih dalam, prosedur ini kurang efektif.
Teknik dermabrasi juga memiliki beberapa kelemahan yaitu sangat bergantung
pada keahlian operator dan teknik yang digunakan, dan bila terjadi kesalahan
dapat terjadi skar. Kerugian lainnya termasuk nyeri, eritema bisa terjadi sampai
beberapa minggu sampai beberapa bulan pasca tindakan, dapat terjadi
hipopigmentasi dan waktu penyembuhannya bisa sampai 1 bulan, dengan
kecenderungan terbentuknya milia. Setelah prosedur pasien dianjurkan
menggunakan tabir surya selama proses reepitelisasi (Gozali, 2015).

Sumber
Murlistyarini, Sinta. (2018). Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Malang :
UB Press
Berardi, R., 2004, Handbook of Nonprescription Drugs, Edisi IV, American
Pharmacist Assosiation, Amerika. Hal: 919-920.
Depkes, 2007, Kompendia Obat Bebas, Edisi 2, Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat dan Makanan, Jakarta. Hal: 93-96.
Baughman, C. Diane & JoAnn C. Hackley. (2000). Buku Saku Brunner dan
Suddarth. Jakarta: EGC.
Gozali VM, Zhou B, Lou D. (2015). Effective Treatments of Atrophic Acne
Scars. The Journal of Aesthetic Dermatology. 8(5):33-9.
Maharis, R., & Wardhana, M. (2019). Hiperplasia sebasea yang diterapi dengan
bedah beku. 50(2), 308–313. https://doi.org/10.15562/Medicina.v50i2.657

Anda mungkin juga menyukai