Anda di halaman 1dari 37

TUGAS KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PROSEDUR PEMBEDAHAN Ny S DENGAN


HISTEREKTOMI MIOMA UTERI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif


Dosen Pembimbing : Brigita Ayu, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelas 3D

1. ELI RIANTI (2920183390)


2. PANDU PRIMAPUTRA (2920183407)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena Berkat
Rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah berjudul
“asuhan keperawatan prosedur pembedahan ny s dengan histerektomi mioma
uteri” yang disusun untuk memenuhi tugas keperawatan perioperatif sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Terimakasih kami sampaikan kepada dosen bidang studi keperawatan
perioperatif yang telah memberikan kesempatan bagi kami untuk mengerjakan
tugas makalah ini. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih yang sebesar
besarnya kepada seluruh pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung
telah membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini baik yang mendukung
secara moril dan materil.
Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan, kekurangan dan kehilafan
dalam makalah ini. Untuk itu saran dan kritik tetap kami harapkan demi perbaikan
makalah ini kedepan. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami semua.

Yogyakarta, 9 September
2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................. 1
Kata Pengantar ................................................................................................. 2
Daftar Isi........................................................................................................... 3
BAB I
a. Latar Belakang ..................................................................................... 4
b. Tujuan ................................................................................................. 5
BAB II
a. Definisi ................................................................................................6
b. Etiologi.................................................................................................6
c. Patofisiologi..........................................................................................9
d. Pathway.................................................................................................10
e. Tanda dan Gejala..................................................................................10
f. Klasifikasi.............................................................................................11
g. Pemeriksaan Penunjang........................................................................12
h. Komplikasi............................................................................................14
i. Penatalaksanaan....................................................................................15
BAB III ............................................................................................................23
BAB IV
a. Pengkajian.............................................................................................24
b. Pengelompokan Data............................................................................30
c. Analisa Data..........................................................................................31
d. Diagnosa Keperawatan.........................................................................32
e. Rencana Keperawatan..........................................................................33
Daftar Pustaka...................................................................................................36

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah kesehatan reproduks pada wanita dapat dikatakan salah
satu masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian dari seluruh
elemen masyarakat. Sehingga Pembangunan kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, kualitas sumber daya
manusia, pemantauan jangkauan pelayanan kesehatan serta kualitas
kehidupan. Di Indonesia sebagai Negara berkembang ada sekitar 25-50%
kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan
dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit sistem reproduksi seperti
mioma uteri (Kemenkes RI, 2011)
Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh besar dan berperan
penting bagi kelanjutan generasi penerus bangsa. Kesehatan reproduksi
wanita juga merupakan parameter kemampuan Negara dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.1 Masalah
kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda internasional. Salah
satu masalah kesehatan reproduksi wanita yaitu adanya penyakit
kewanitaan atau ginekologi. Menurut hasil statistic terdapat 50,95%
wanita yang mempunyai penyakit ginekologi dan diantaranya 87,5%
wanita yang sudah menikah. Salah satu masalah kesehatan reproduksi
wanita adalah mioma uteri. Mioma uteri merupakan jenis tumor jinak
yang paling umum ditemukan dari berbagai jenis tumor jinak lainnya.
Faktor penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang
sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon
reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia reproduksi (Arifint,
2019)
Menurut Wise penelitiannya di Amerika serikat periode 1997-2007
melaporkan 5.871 kasus mioma uteri dari 22.120 terjadi pada wanita kulit
hitam dengan prevalensi Kejadian mioma uteri di Indonesia ditemukan
2.39% - 11.7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat di rumah

4
sakit, penyakit mioma uteri sering ditemukan pada wanita nullipara
(belum pernah melahirkan) ataupun pada wanita kurang subur. Mioma
uteri diperkirakan antara 20% sampai 25% terjadi pada wanita berusia
diatas 35 tahun (Aspiani, 2017). Faktor-faktor terjadinya mioma uteri ada
empat diantaranya usia reproduksi sebanyak 65,0%, paritas multipara
sebanyak 47,5%, dengan usia menarche normal sebanyak 95%, dan status
haid tidak teratur sebanyak 52,5% (Apriyani, 2013).
Angka kejadian mioma uteri Berdasarkan data yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tercatat kasus
mioma uteri mengalami peningkatan. Dari data beberapa kabupaten yang
tersedia, kasus mioma uteri pada tahun 2013 sebanyak 582 kasus dengan
320 kasus rawat jalan dan 262 rawat inap. Kasus mioma uteri meningkat
pada tahun 2014 yaitu sebanyak 701 kasus dengan 529 kasus rawat jalan
dan 172 kasus rawat inap (Dinkes DIY,2014).
B. Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan perioperatif penyakit Mioma
Uteri dengan penatalaksanaan Histerektomi
Tujuan khusus
1. Mampu menjelaskan tentang pengertian, penyebab,
patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, pemeriksaan
penunjang tan penatalaksanaan histerektomi mioma uteri
2. Mampu menentukan diagnose keperawatan pada pasien yang
di lakukan histerektomi mioma uteri
3. Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada
pasien post operasi histerektomi mioma uteri

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak
berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga
disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor
jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus
genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma
uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan
reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif
berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).
Mioma uteri atau bisa disebut juga sebagai fibroid uterus atau
leiomioma adalah tumor jinak, monoklonal dari sel-sel otot polos yang
ditemukan di uterus manusia. Meskipun penyebab pasti terjadinya mioma
uteri belum diketahui, namun ada pertimbangan beberapa bukti bahwa
estrogen dan progesterone memproliferasi pertumbuhan tumor,
dikarenakan mioma jarang muncul sebelum menarke dan meregresi
setelah menopause (Zimmermann et al., 2012).
Mioma uteri didefinisikan sebagai neoplasma jinak yang tersusun
dari sel-sel otot polos dengan jumlah serat stroma yang bervariasi. Mioma
uteri sering kali berjumlah lebih dari satu, bersifat asimtomatik pada
sekurang-kurangnya 50% dari jumlah kasus tetapi tetap menjadi penyebab
utama morbiditas dan alas an umum dilakukannya tindakan pembedahan
(Protic et al., 2015; Sommer et al., 2015)
B. Etiologi
Menurut Aspiani (2017) ada beberapa faktor yang diduga kuat
merupakan factor predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan

6
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari
pada jaringan miometrium normal.
3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri.
4) Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri,
namun sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma
uteri.
5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya
kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi
ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek
estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan
respon dan factor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.
6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara
dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan
1 (satu) kali atau 2 (2) kali.
Faktor terbentuknya tomor:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada
saat selsel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan
kesalahan genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini

7
biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu
mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak
gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel yang
mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih
dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak
dapat dicegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut
WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan oleh faktor internal dan
85%, disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus,
polusi udara, makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik
bahan kimia yang ditam,bahkan pada makanan, ataupun bahan
makanan yang bersal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan
dalam makanan seperti pengawet dan pewarna makanan cara
memasak juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia
yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat
menyebarkan racun, misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan,
sangat erat hubungannya dengan kanker hati. Makin sering tubuh
terserang virus makin besar kemungkinan sel normal menjadi sel
kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam
prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi
tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat
korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
1) Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali,
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan
dilakukan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil
pada saat menopause dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma

8
uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah
estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen
lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous,
yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak
dari pada miometrium normal.
2) Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
3) Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan,
tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik
serupa, yaitu HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan
bahwa pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan
estrogen.

C. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam
miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
miometrium mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau sampai
semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma
akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh
intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan
konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat
menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih
keatas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).

9
D. Pathway

E. Tanda dan gejala


Mioma uteri sering kali bersifat asimtomatik tetapi mioma dapat
menimbulkan berbagai gejala seperti perdarahan uterus yang abnormal,
rasa tertekan pada pelvis, inkontinensia atau retensi urin atau nyeri. Mioma
uteri juga dapat dihubungkan dengan masalah reproduksi seperti
infertilitas dan keguguran. Gejala yang tampak memiliki peranan penting
dalam menentukan penanganan yang tepat bagi wanita yang memiliki

10
mioma uteri. Strategi penanganan biasanya didasarkan pada keparahan
gejala, ukuran dan lokasi mioma, usia pasien dan kronologi dekatnya
dengan menopause, dan keinginan pasien untuk tetap menjadi
fertil. Mayoritas wanita dengan mioma uteri tidak menunjukkan adanya
gejala dan mengakibatkan kurangnya perhatian klinis; mioma uteri sering
menjadi tidak terdiagnosa. Gejala yang paling sering dikeluhkan pada
wanita yang simtomatik adalah perdarahan uterus, terutama dalam hal
beratnya perdarahan dan terus berkelanjutan. Selain itu, wanita dengan
mioma uteri juga lebih sering mengalami dispareunia dan nyeri pelvis non-
siklik (Khan et al., 2014).
F. Klasifikasi
Berdasarkan letaknya mioma uteri diklasifikasikan menjadi 3
bagian (Prawirohardjo, 2011).
1. Mioma Uteri Subserosum
Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya
sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang
dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan kearah
lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut sebagai
mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga
peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan dengan ementum di
sekitarnya menyebabkan sisten peredaran darah diambil alih dari
tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai semakin mengecil dan
terputus, sehingga mioma terlepas dari uterus sebagai massa tumor
yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal
sebagai mioma jenis parasitik.
2. Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitalial, biasanya
multiple. Apabila masih kecil, tidak merubah bentuk uterus, tapi bila
besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah
besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan

11
gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya
massa tumor di daerah perut sebelah bawah.
3. Mioma Uteri Submukosum
Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa
uterus/endometriumdan tumbuh kearah kavun uteri. Hal ini
menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum uteri.
Bila tumor ini tumbuh dan bertangkai, maka tumor dapat keluar dan
masuk ke dalam vagina yang disebut mioma geburt. Mioma
submukosum walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan
perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit dihentikan, sehingga
sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Biokimia
Tidak ada pemeriksaan darah yang spesifik untuk
menegakkan diagnose mioma uteri. Tergantung kepada gejalanya,
tes yang dapat membantu dalam mempersiapkan pasien mencakup
tes darah lengkap, pemeriksaan zat besi, pemeriksaan fungsi tiroid
dan pengukuran follicular stimulang hormone (FSH), lutenizing
hormone (LH), estrogen dan beta human chorionic gonadotropin.
Kegunaan pengukuran Ca-125 dan marker tumor lainnya masih

12
dalam perdebatan sebagai tes rutin. Marker tumor memiliki
peranan yang lebih akurat ketika pasien sedang di follow-up setelah
ditatalaksana (Kaganov dan Ades, 2016).
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi yang menggunakan rute transabdominal dan
transvaginal sering digunakan akhir-akhir ini karena mudah
diakses dan biaya yang cukup rendah. Pemindaian transvaginal
lebih sensitif untuk diagnosis mioma ukuran kecil. Pandangan
transabdominal lebih terbatas jika pasien obesitas. Umumnya,
mioma tampak sebagai massa solid, berbatas tegas dengan
penampilan whorled. Biasanya memiliki ekogenisitas yang mirip
dengan miometrium tetapi kadang dapat menjadi hipoekoik.
Sonografi mungkin tidak cukup untuk memastikan jumlah dan
lokasi mioma, meskipun sonografi transvaginal dapat cukup
diandalkan untuk total volume uteri <375 mL atau berisi empat
mioma atau lebih sedikit. Ketika ada kecurigaan mengenai asal dari
massa pelvis pada ultrasonografi, evaluasi lebih lanjut
menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.
3. MRI
MRI meskipun lebih mahal tetapi telah dipercaya sebagai
modalitas yang paling sensitif untuk mengevaluasi mioma uteri,
terutama untuk deteksi mioma ukuran kecil. Submukosal,
intramural, dan subserosa biasanya mudah dibedakan dengan MRI,
dan mioma berdiameter 5 mm bisa didemonstrasikan (Khan et al.,
2014).
4. Computed Tomography (CT)
CT tidak dipercaya sebagai alat pencitraan yang spesifik
dalam membedakan mioma dengan keganasan, dan umumnya
digunakan untuk evaluasi lanjutan pasca operasi untuk menilai
perluasan penyakit metastasis (Kaganov dan Ades, 2016).

13
H. Komplikasi
Komplikasi menurut aspirin (2017)
A. Degenerasi ganas
Leiomioma sarkoma 0.32 – 0.6% dan seluruh mioma merupakan 50 –
57% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan
pada pemeriksaan histologik uterus yang telah diangkat.
B. Torsi tangkai mioma dari :
1. Subseroma mioma uteri.
2. Submukosa mioma uteri.
C. Nekrosis dan infeksi
Setelah torsi dapat diikuti infeksi dan nekrosis.
D. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
1. Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
a) Menimbulkan infertility.
b) Meningkatkan kemungkinan abortus.
c) Saat kehamilan :
- Persalinan prematuritas.
- Kelainan letak.
d) Inpartu :
- Inersia uteri.
- Gangguan jalan persalinan.
e) Pascapartum :
- Perdarahan post partum.
- Retensio plasenta.
- Red generation.
2. Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri.
a. Mioma uteri cepat membesar karena rangsangan estrogen.
b. Terjadi red degeneration mioma uteri.
c. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.
d. Tumor solid ovarium.
e. Uterus gravid.

14
f. Kelainan bawaan rahim.
g. Endometriosis, adenomiosis.
I. Penatalaksanaan
1. Umum
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu
penanganan secara konservatif dan penanganan secara operatif
(Manuaba, 2011).
a. Penanganan Konservatif sebagai berikut
1) Obervasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodic
setiap 3-6 bulan
2) Bila anemia, Hb <8g/dl di transfuse PRC
3) Pemberian suplemen yang mengandung zat besi
b. Penanganan operatif apabila :
1) Apabila tumor lebih besar dari ukuran uterus
2) Pertumbuhan tumor cepat
3) Mioma subserosa bertangkai dan torsi
4) Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya
5) Hipermenorea pada mioma submucosa
6) Penekanan pada organ sekitarnya
Jenis penanganan operatif yang dapat dilakukan
diantaranya yaitu :
a) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi,
dan pada penderita yang memiliki mioma yang
simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria untuk
histerektomi adalah sebagai berikut :
i. Terdapat 1 sampai 3 leimioma asimptomatik dapat teraba
dari luar yang biasanya dikeluhkan oleh pasien.
ii. Pendarahan uterus berlebihan yaitu pendarahan yang
banyak menggumpal-gumpal atau berulang-ulang selama
lebih dari 8 hari yang dapat mengakibatkan anemia.

15
iii. Rasa idak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
nyeri hebat dan akut, rasa tertekan dibagian punggung
bawah atau perut bagian bawah yang kronis, penekanan
buli-buli dan frekuensi saluran kemih.
b) Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Apabila wanita sudah dilakukan
miomektomi kemungkinan dapat hamil sekitar 30 – 50 %
dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah dilakukan
miomektomi harus dilanjutkanhisterektomi.

2. Khusus
a. Proses Keperawatan Praoperatif Histerektomi Abdomen
Diruang prabedah (ruang sementara), perawat
melakukan pengkajian ringkas mengenai kondisi fisik
pasien dan kelengkapan yang berhubungan dengan
pembedahan. Diagnosis keperawatan individu
bergantung pada pengkajian keperawatan. Tinjau rekam
medik untuk merencanakan kebutuhan pasien yang
spesifik dalam hubungannya dengan pendekatan bedah
yang direncanakan, posisi pasien, kebutuhan peralatan
dan perlengkapan khusus, tindakan pendahuluan (jalur
kateter IV, cukur, dan lain-lain). Pengkajian ringkas
tersebut seperti :
1) Validasi: perawat melakukan konfirmasi kebenaran
identitas pasien sebagai data dasar untuk
mencocokkan prosedur jenis pembedahan yang akan
dilakukan.
2) Kelengkapan administrasi: status rekam medik, data-
data penunjang (laboratorium, radiologi, hasil CT-

16
Scan, serta nomor serial tengkorak harus tersedia),
dan kelengkapan informed consent.
3) Kelengkapan alat dan sarana: sarana pembedahan
seperti benang, cairan intravena, dan obat antibiotik
profilaksis sesuai dengan kebijakan institusi.
4) Pemeriksaan fisik: terutama tanda-tanda vital dan
neurovaskular (parestesia, kesemutan, paralisis).
5) Tingkat kecemasan dan pengetahuan pembedahan.

b. Proses Keperawatan Intraoperatif Histerektomi Abdomen


Asuhan keperawatan difokuskan pada optimalisasi
pembedahan histerektomi, baik dukungan prikologis prainduksi
diruang sementara sampain pasien selesai pembedahan keruang
pulih sadar. Pengkajian kelengkapan pembedahan sangat
penting diperhatikan. Terutama persiapan tranfusi darah, dimana
bedah biasanya akan banyak terjadi kehilangan darah.
Pemeriksaan TTV disesuaikan pada pasien fase praoperarif dan
nanti akan disesuaikan pada pascaoperatif diruang pulih sadar.
Pemeriksaan status respirasi, kardiovaskuler, dan perdarahan
perlu diperhatikan dan segera dikolaborasikan apabila terdapat
perubahan yang mencolok. Selama melakukan pengkajian, perlu
diperhatikan tingkat kecemasan pasien, persepsi dan
kemampuan untuk memahami diagnosis, operasi yang
direncanakan, dan prognosis, perubahan citra tubuh, serta
tingkat koping dan teknik menurunkan kecemasan. Kaji pasien
terhadap tanda dan gejala cemas. Kaji pemahaman pasien
tentang intervensi bedah yang direncanakan, rasa takut,
kesalahpahaman mengenai prognosis, dan pengalaman
sebelumnya.
c. Proses Keperawatan Pasca Operatif Histerektomi Abdominal

17
Proses keperawatan pasca operatif histerektomi abdominal
merupakan salah satu bagian dari asuhan keperawatan
perioperatif, dimana asuhan yang diberikan pada pasien dari
kamar operasi dan diruang pulih sadar sampai kesadaran pasien
optimal.
Diruang pulih sadar. Asuhan keperawatan pascabedah
histerektomi abdominal diruang pulih sadar secara umum sama
dengan asuhan keperawatan pascabedah dengan anestesi umum
lainnya.
Diruang rawat inap. Fokus asuhan pascaoperatif
histerektomi abdominal diruang rawat inap adalah melanjutkan
asuhan yang dilakukan diruang intensif, yaitu sebagai berikut :
1) Manajemen nyeri keperawatan.
Nyeri yang diakibatkan dan ketidaknyamanan
abdomen adalah hal yang umum terjadi. Analgesik
diberikan sesuai yang diresepkan untuk menghilangkan
nyeri serta meningkatkan pergerakan dan ambulasi.
Untuk menghilangkan ketidaknyamanan akibat
distensi abdomen, selang nasogastrik dapat dipasang
sebelum pasien meninggalkan ruang operasi, terutama
bila dokter bedah menangani visera secara berlebihan,
atau jika tumpr yang besar diangkat. Eksisi tumor dapat
menyebabkan edema karena pelepasan tekanan secara
mendadak. Dalam periode pascaoperatif, cairan dan
makanan dapat dipantang selama 1 atau 2 hari. Jika
pasien mengalami distensi abdomen atau faltus, selang
rektal dapat dipasang. Selain itu juga pemasangan
penghangat pada abdomen dapat dilakukan. Apabila
auskultasi abdomen mendeteksi adanya bising usus
yang menandakan peristaltik, maka pasien dapat

18
menerima cairan tambahan dan diet lunak. Ambulasi
memudahkan kembalinya peristaltik normal.
2) Manajemen ambulasi dini dan penurunan risiko cedera
3) Manajemen drainase dan perdarahan
Monitor kondisi drain pascabedah histerektomi
abdominal tentang kondisi kepatenan jalur dan vakum
drainase. Pascabedah histerektomi abdominal perlu
pemantauan atau pemeriksaan kadar hemoglobin.
Apabila hasil dibawah normal, maka perawat perlu
melakukan kolaborasi pemberian tranfusi.
4) Manajemen penurunan risiko infeksi luka pascabedah
Penggantian balutan biasanya dilakukan pada
hari ke-3 pascabedah. Metode pelaksanaan disesuaikan
dengan prosedur intitusi tentang perawatan luka bersih.
5) Manajemen mobilisasi
Pasien harus meneruskan aktivitas secara
bertahap. Ini tidak termasuk duduk untuk waktu yang
lama karena dengan melakukan hal ini dapat
menyebabkan darah berkumpul dalam pelvis dan
meningkatkan risiko tromboflebitis
6) Manajemen eliminasi

Pasien yang sebelumnya mengalami


ketidakmampuan dalam mengomunikasikan miksi,
maka masih akan memerlukan kateter. Bladder training
atau latihan pengembalian otot-otot perkemihan
dilakukan untuk menurunkan kebutuhan pasien akan
kateter.

7) Manajemen nutrisi
Pemberian nutrisi secara bertahap secara oral
dilakukan setelah kondisi gastrointestinal mulai

19
berfungsi secara fisiologis. Cairan infus diberikan
selama periode pascaoperatif; air dapat diberikan lewat
mulut setelah keluhan mual berkurang. Biasanya
terdapat sedikit kesulitan untuk menelan, sehigga cairan
dingin dan es lebih mudah diminum dibandingkan
cairan lainnya. Pasien biasanya lebih menyukai
makanan lunak daripada makanan cair dalam periode
pascaoperatif ini.
8) Penyuluhan pasien dan pemeliharaan kesehatan
Informasi yang diberikan pada pasien dibuat
sesuai dengan kebutuhannya, pasien harus mengetahui
keterbatasan atau pantangan yang ada yang harus
pasien jalani. Seperti contoh, pasien dapat
memperkirakan bahwa ia tidak akan menstruasi.
Gejala-gejala menopause tidak akan terjadi jika
ovariumnya masih utuh, tapi bila kedua ovariumnya
telah diangkat, terapi penggantian hormon dapat
dipertimbangkan. Histerektomi secara khas
menyebabkan keletihan dan kelemahan selama
beberapa minggu (seperti yang biasanya ditimbulkan
oleh bedah mayor). Hal ini diperkirakan terjadi dan
harus membaik secara bertahap.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien pascaoperatif adalah
sebagai berikut:
a) Kembalinya fungsi fisiologis pada seluruh sistem
secara normal
b) Tidak terjadi komplikasi pascabedah
c) Dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
d) Tidak terjadi infeksi luka operasi
e) Hilangnya rasa cemas
f) Meningkatnya konsep diri pasien

20
d. Persiapan Alat Yang Digunakan Untuk Histerektomi

1 Foerster Sponge Forceps Lurus 9-1/2 " 2


2 Allis Forceps Jaringan 5x6 Gigi 9-1/2 " 2
3 Mixter Rt Angle Forceps 2
4 Schnidt Hemostat Forceps Melengkung 2
5 Heaney Pemegang Jarum 2
6 Heaney Klem 6
7 Heaney-Ballentine Klem Str 2
8 Heaney-Ballentine Klem Melengkung 1
9 Rochester-Ochsner Forceps Lurus 8 " 8
10 Rochester-Ochsner Tang Curved 8 " 4
11 Mayo Membedah Gunting Melengkung 6-3/4 1 "
12 Metzenbaum Gunting Melengkung 18 cm 1
13 rusia Jaringan Tang 6 " 1
14 DeBakey Jaringan Tang 1.5mm 6 " Panjang1
15 pisau bedah Menangani # 3Lu 1
16 Deaver Retractor 1 " x 9 " 1
17 Deaver Retractor 1 " x 12 " 1
18 Deaver Retractor 1-1/2 " x 12 " 1

e. Prosedur Histerektomi
Prosedur penganggkatan rahim ini bisa dilakukan
melalui beberapa cara:
1) Histerektomi Abdominal yaitu sayatan di bagian
perut untuk mengangkat rahim dan dilakukan
apabila uterus menjadi besar akibat tumor atau
fibroid
2) Histerektomi Vagina yaitu pengankatan rahim
melalui vagina dan dilakukan ketika terjadi
prolaps uterus, dimana rahim turun hingga ke
kanal vagina dari posisi asalnyas

21
3) Histerektomi Lasparaskopik menggunakan alat
yang disebut laparascope (tabung dengan senter
kamera) dan alat operasi dimasukkan melalui
sayatan kecil di perut. Dokter melakukan
operasi tanpa pembedahan pembedahan perut
pasien, namun dengan melihat ke layar vidio
yang menampilkan bagian dalam tubuh pasien

Jenis dari prosedur medis ini sendiri dibagi menjadi 3, berdasarkan


seberapa banyak bagian rahim yang diangkat:

1. Histerektomi Parsial
Prosedur ini, bagian rahim yang diangkat hanyalah
uterus bagian atas, sedangkan mulut rahim atau serviks
tetap dibiarkan ada di tubuh pasien.
2. Histerektomi Total
Dalam prosedur ini, uterus dan serviks diangkat
seluruhnya. Merupakan jenis operasi pengangkatan
rahim yang paling sering dilakukan.
3. Histerektomi Radikal
Pengangkatan rahim disertai uterus dan bagian dari
vagina. Prosedur ini hanya dialakukan jika ada kanker
ganas yang menyerang pasien.

22
BAB III
KASUS
Pasien Ny. M 35 tahun datang ke rumah sakit X pada 5 september
2020 dengan keluhan nyeri pada perut bawah dengan skala nyeri 5. Selain
itu pasien juga mengeluh sering BAK lebih dari 5x dalam sehari dan
BAKnya yang keluar sedikit-sedikit, juga sering merasa pusing,
lelah,lemah dan lesu. Klien juga mengeluh sudah 3 hari ini mengalami
perdarahan tetapi berupa flek. Klien mengatakan sangat cemas dan takut
dengan keadaannya Pada saat dilakukan pengkajian, klien tampak pucat,
berkeringat, gelisah,mual muntah,kesulitan menelan, nyeri pada perut.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik teraba massa dan nyeri tekan pada
abdomen, pada pemeriksaan TTV diperoleh TD: 135/80 mmHg,
N:102x/mnt, RR: 25x/mnt, S:37,50c .Oleh dokter pasien dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan USG. Dari hasil pemeriksaan USG menunjukan
adanya tumor uteri dengan klasifikasi fibroid, kemudian dari hasil foto
panggul diperoleh hasil suspect calcified fibroid dari uteri.

23
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
Hari / tanggal : 06 september 2020
Jam : Jam 10.00 wib
Tempat : Bangsal Melati RS X
Oleh :Pandu dan Eli
Metode study :Wawancar, observasi, pemeriksaan fisik
Sumber :Pasien, keluarga pasien, rekam medis dan tim
kesehatan
1. Identitas
Nama : Ny M
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama :Islam
Pendidikan :Tamat Sd
Alamat :Tegalrejo, yogyakarta
Pekerjaan :Ibu rumah tangga
Suku bangsa :Jawa
Diagnose medis : Mioma uteri
Nomor RM :202020
Tanggal masuk :05 september 2020
2. Riwayat kesehatan
a. Alas an masuk rumah sakit
Pasien mengatakan nyeri pada perut bawah, ering
BAK lebih dari 5x dalam sehari dan BAKnya yang
keluar sedikit-sedikit, juga sering merasa pusing,
lelah,lemah dan lesu. Pasien juga mengatakan pernah
mengalami nyeri hebat dan oleh keluarga di bawa ke

24
rumah sakit O dan di anjurkan untuk rawat inap selama
3 hari dari tanggal 15 juli sampai 18 juli 2020.
b. Keluhan utama
Pada saat pengkajian pada tanggal 6 september 2020
pukul 10.00 wib post operasi histerektomi mioma uteri
Pasien mengatakan nyeri pada daerah perut post operasi
histerektomi H0 di tandai dengan :
P: Post Operasi Mioma uteri
Q :Terasa seperti di tusuk-tusuk
R :Perut bagian bawah
S :Skala 5
T :Melakukan mobilisasi di tempat tidur
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien mengatakan alm bapak mempunyai
riwayat hipertensi
e. Genogram

× × × ×

Keterangan :
× × :Meninggal
:Laki- laki
:Perempuan
:Garis keturunan
:Garis pernikahan

25
:Pasien
:Suami pasien
3. Pola kebiasaan pasien
a. Aspek fisik dan biologis
1) Nutrisi
a) Sebelum sakit
Pasien makan nasi, sayur lauk pauk serta
makanan kecil lainnya, pasien
mengatakan menyukai teh manis
b) Selama sakit

2) Pola eliminasi
a) Sebelum sakit
Pasien BAB 1X sehari dengan konsisten
lunak dan warna kuning dan bau khas.
Pasien BAK 3X dalam sehari dengan
warna dan bau khas kencing.
b) Selama sakit
Pasien BAB 1X sehari dengan konsisten
lunak, warna dan bau khas Pada tanggal
7 september pasien BAK melalui kateter
keluar urine 1000 cc warna kekuningan.
3) Pola aktivitas atau istirahat
a) Sebelum sakit
Pasien menjalankan aktivitas sehari-hari
sebgai ibu rumah tangga
b) Selama sakit
Selama sakit pasien dalam melakukan
aktivitas di bantu oleh keluraga dan
perawat
4) Pola kebersihan diri

26
a) Sebelum sakit
Pasien mandi 2X sehari dengan sabun
mandi, cuci rambut 3X dalam seminggu,
gosok gigi 2X sehari
b) Selama sakit
Pasien mandi dengan di lab di bantu oleh
keluarga belum keramas selama opname
gosok gigi 2X sehari
b. Aspek mental, intelektual, social, spiritual
1) Konsep diri
a) Harga diri
Pasien mengatkan senang karena di
rawat dengan baik oleh keluarganya
selama di rumah sakit
b) Identitas diri
Pasien menyadari penyakit bias
menimpa siapa saja
c) Gambaran diri
Pasien menyadari kondisinya saat ini dan
menerima dengan ihklas
d) Peran diri
Pasien mengatakan banyak tugas rumah
tangga yang tidak beres karena sering
sakit
e) Ideal diri
Pasien berharap bias segera pulang
kerumah dan tidak perlu ke rumah sakit
lagi untuk berobat
f) Intelektual
Pasien belum terlalu paham mengenai
penyakitnya

27
2) Hubungan interpersonal
Pasien berhubungan baik dengan keluarga dan
tim medis yang merawat
3) Mekanisme koping
Selama sakit pasien lebih banyak diam
4) Spiritual
Pasien melakukan ibadah di tempat tidur dan
berdoa supaya cepat sembuh
4. Pemeriksaan sistemik
a. Kepala
Rambut terlihat bersih
b. Mata
Konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterik tidak
menggunkan alat bantu penglihatan
c. Telinga
Bentuk telinga normal, kanan dan kiri simetris
d. Mulut
Tidak ada kelainan pengecapan
e. Leher
Bentuk normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
f. Dada
Inpeksi : Bentuk dada normal
Perkusi : Suara paru sonor, suara jantung
redup
Palpasi : Pergerakan dada normal
Auskultasi : Bunyi napas normal
g. Abdomen
Inpeksi : Simetris, Warna kulit sawo mateng
Perkusi :-
Palpasi :Terdapat nyeri tekan
Auskultasi: Suara peristaltic 16 kali/ menit

28
h. Genitalia
Jenis kelamin perempuan terpasang kateter
i. Ekstermitas
Atas : Alat gerak lengap, warna kulit sawo matang, di
tangan sebelah kiri terpasang infud RL 20 tpm
Bawah : alat gerak lengkap, warna kulit sawo matang
j. Aktifitas dan mobilitas
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/ minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah/ berjalan √
Ambulasi / ROM √
Keterangan :
0 : Mandiri
1: Alat Bantu
2: Dibantu orang lain
3: Dibantu orang lain dan alat
4: Tergantung total

5. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Keadaan : Lemah
Kesadaran : Compasmentis
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 135/80 mmHg
Nadi : 102 X/ menit
Respirasi : 25X/ menit
Suhu : 37,5 ºC
c. Status nutrisi
Tinggi badan : 155 cm

29
Berat badan : 55 kg
IMT : BB (kg) / TB (m) : 55 kg/( 155
cmx2)
: 17,7
6. Pemeriksaan laboratorium tanggal 6 september 2020-09- 2020
Hematologi
Haemoglobin : 13.20 gr
Leukosit :10.10 ribu/mmk
Eritrosit :4, 69 juta /mmk
Hematocrit :40.3 %

B. Pengelompokan data
Data subjektif Data objektif

Pasien mengatakan nyeri pada perut 1. Klien tampak meringis sambil


bagian bawah: memegang bagian bawah perut
P: Adanya massa pada abdomen 2. Terdapat luka post operasi
Q: Seperti di tusuk - tusuk histerektomi 10 cm di bawah
R: Abdomen bagian bawah umbilikus
umbilicus 3. Terpasang infuse RL 20 tpm
S: Skala 5 (0-10) 4. Terpasang kateter urin 16 fr
T:Hilang timbul 5. Tanda –tanda vital:
TD: 135/80 mmHg
RR:25x/menit
N:102 x/ menit
S:37,5 ºc

C. Analisis data

30
TGL DATA ETIOLOGI PROBLEM

Minggu ,06 Ds :Pasien mengatakan nyeri Agen cedera Fisik Nyeri akut
september 2020 pada perut bagian bawah:
P:Post operasi
histerektomi mioma uteri
Q: Seperti di tusuk - tusuk
R:Abdomen bagian bawah
umbilicus
S: Skala 5 (0-10)
T:Hilang timbul
Do:
Klien tampak meringis sambil
memegang bagian bawah perut
Tanda –tanda vital:
TD: 135/80 mmHg
RR:25x/menit
N:102 x/ menit
S:37,5 ºc
Minggu, 06 Ds :- Prosedur invasive Resiko infeksi
september 2020 Do:
1. Terdapat luka post operasi
histerektomi 10 cm di
bawah umbilikus
2. Terpasang infuse RL 20
tpm
3. Terpasang kateter urin 16
fr

31
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (mioma


uteri)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

32
D. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN

1. Senin, 08 september 2020 Setelah di lakukan tindakan Manajemen nyeri (1400)


Pukul 08. 00 wib keperawatan selama 3x 24 jam
1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui tingkat
nyeri akut berhubungan dengan
Nyeri akut berhubungan komperehensif nyeri pasien
dengan agen cedera biologis agen cedera biologis dapat
2. Anjurkan pasien untuk 2. Teknik relaksasi
Ds :Pasien mengatakan teratasi dengan criteria hasil:
melakukan teknik relaksasi napas dalam dapat
nyeri pada perut bagian
kontrol nyeri (1605) napas dalam membantu
bawah:
3. Monitor tanda-tanda vital mengurangi nyeri
P:Post operasi 1. Pasien mampu mengunakan
4. Kolaborasikan dengan dokter 3. Meningkatnya
histerektomi mioma tindakan pengurangan nyeri
pemberian obat ketorolac 30 tekanan darah, nadi
uteri tanpa analgesic
mg dan respiratori dapat
Q: Seperti di tusuk - 2. Menggunkan analgesic
menentukan tingkat
tusuk yang di rekomendasikan
nyeri
R:Abdomen bagian oleh dokter
4. Obat analgesic dapat
bawah umbilicus
Tingkat nyeri (2102) membantu
S: Skala 5 (0-10)

33
T:Hilang timbul 3. Ekspresi wajah pasien tidak mengurangi nyeri
Do: menunjukan nyeri
Klien tampak meringis 4. Nyeri yang di laporkan
sambil memegang bagian pasien berkurang dari skala
bawah perut 5 menjadi 1
Tanda –tanda vital:
TD: 135/80 mmHg
RR:25x/menit
N:102 x/ menit
S:37,5 ºc

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN

2. Senin, 08 september 2020 Setelah di lakukan tindan Kontrol infeksi (6540)


keperawatan selama 3x24 jam
Pukul 08.00 WIB 1. Observasi tanda –tanda infeksi 1. Mengenali lebih awal
resiko infeksi berhubungan
dan TTV pasien, Laporkan adanya infeksi
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dapat

34
dengan prosedur invasif teratasi dengan criteria hasil : tanda-tanda shock dan demam 2. Meminimalkan
2. Lakukan perawatan IV Line terjadinya infeksi
Ds :- Keparahan infeksi (0703)
DC, irigasi 3. Membentu mengurai
Do:
1. Suhu pasien dalam rentang 3. Lakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi
1. Terdapat luka post
normal yang bersifat aniversal 4. Obat ceftriaxone
operasi histerektomi
2. Klien tidak mengalami 4. Kolaborasikan dengan dokter dapat mengatasi
10 cm di bawah
infeksi pemberian obat ceftriaxone infeksi bakteri
umbilikus
2. Terpasang infuse RL 20 Pengaturan : manajemen infeksi
tpm (1842)
3. Terpasang kateter urin
3. Pasien mampu mencegah
16 fr
timbulnya infeksi
4. Pasien mampu mengenali
tanda- tanda jika terjadi
infeksi

35
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani, Yosi. . Analisa Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Mioma Uteri di RSUD dr. Adhyatma Semarang. Jurnal Kebidanan. Vol. 2
No. 5
Aspiani, Y, R. 2017. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM
Hoffman, B. L., Schorge, J. O., Bradshaw, K. D., Halvorson, L. M., Schaffer J. I.
and Corton, M. M. (eds). 2016, Williams Gynecology, 3rd edn, McGrawHill,
New York.
Kaganov, H. and Ades, A. 2016, ‘Uterine fibroids: investigation and current
management trends’, The Royal Australian College of General
Practitioners, pp. 722-725.
Kepmenkes. (2011). Masalah Kesehatan Reproduksi di Indonesia (Online):
(http://www.depkes.go.id, diakses 08 september 2020)
Khan, A. T., Shehmar, M. and Gupta, J. K. 2014, ‘Uterine fibroids: current
perspectives’, International Journal of Women’s Health, vol. 6, pp. 95-
114.
Manuaba, 2011. IlmuKebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarata: EGC
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Sumapraja S. 2011. Ilmu Kandungan (Edisi
Ketiga). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono,; hal.12, 274-278.
Protic, O., Toti, P., Islam, M. S., Ochhini, R., Giannubilo, S. R., Catherino, W. H.,
Cinti, S., Petraglia, F., Ciavattini, A., Castellucci, M., Hinz, B. and
Ciarmela, P. 2015, ‘Possible involvement of inflammatory/reparative
processes in the development of uterine fibroids’, Cell and Tissue
Research, vol. 364, no. 2, pp. 415-427
Sommer, E. M., Balkwill, A., Reeves, G., Green, J., Beral., D. V. and Coffey, K.
2015, ‘Effects of obesity and hormone therapy on surgically-confirmed
fibroids in postmenopausal women’, European Journal of Epidemiology,
vol. 30, no. 6, pp. 493-499.
Zimmermann, A., Bernuit, D., Gerlinger, C., Schaefers, M. and Geppert K. 2012,
‘Prevalence, symptoms and management of uterine fibroids: an

36
international internet-based survey of 21,746 women’, BMC Women’s
Health, vol. 12, no. 1.

37

Anda mungkin juga menyukai