Anda di halaman 1dari 5

Antibiotika Sitotoksik

Sitostatik mengacu pada komponen seluler atau obat yang mampu menghambat pertumbuhan sel.
Umumnya digunakan dalam kemoterapi kanker, pengobatan penyakit kulit dan pengobatan infeksi
tertentu. Sediaan ini termasuk produk steril yang harus higienis.

Pengobatan kanker dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah kemoterapi. Kemoterapi
merupakan bentuk pengobatan kanker yang paling banyak digunakan saat ini. Kemoterapi dilakukan
dengan menggunakan obat sitostatika. Obat sitostatika adalah obat-obatan yang digunakan untuk
membunuh atau memperlambat pertumbuhan sel–sel kanker. Kemoterapi bermanfaat untuk
menurunkan ukuran kanker sebelum 2 operasi, merusak sel–sel kanker yang tertinggal setelah
operasi dan mengobati berbagai macam kanker (Kelvin dan Tyson, 2011).

Obat sitostatika tidak hanya membunuh sel-sel kanker namun juga membunuh sel-sel tubuh lainnya
yang sedang berkembang. Oleh sebab itu penggunaan obat ini harus selalu dalam pengawasan
tenaga medis. Selain itu, berisiko tinggi menimbulkan efek samping sehingga membuat pasien
merasa tidak nyaman bahkan tidak kuat menjalani kemoterapi karena efek samping tersebut
(Sukardja, 2000).

Obat dalam kelompok ini digunakan secara luas. Efek kelompok obat ini mirip dengan efek
radioterapi sehingga tidak boleh digunakan bersamaan karena dapat meningkatkan toksisitas secara
signifikan. Daunorubisin, doksorubisin, epirubisin dan idarubisin merupakan antibiotika antrasiklin.
Mitoksantron (mitozantron) adalah derifat antrasiklin.

1. Doksorubisin

Digunakan untuk leukemia akut, limfoma, dan beberapa jenis tumor solid. Obat ini diberikan dalam
infus yang cepat dengan interval 21 hari. Dapat menyebabkan nekrosis kulit pada tempat
penyuntikan. Efek toksik yang umum adalah mual, muntah, mielosupresi, kebotakan dan mukositis.
Obat ini diekskresi melalui empedu bila kadar bilirubin meningkat, berarti dosis harus dikurangi.
Beberapa efek samping yang jarang antara lain takikardia supraventrikel. Kardiomiopati
berhubungan dengan kumulasi obat dalam darah, sehingga biasanya total kumulatif dosis dibatasi
sampai 450 mg/m2 luas permukaan tubuh, sebab di atas dosis ini biasanya dapat terjadi gagal
jantung fatal. Bagi pasien dengan penyakit jantung, hipertensi, lansia dan yang telah mendapat
iradiasi miokard, obat sebaiknya diberikan dengan hati-hati.

Monitor jantung dilakukan untuk menentukan dosis yang aman. Beberapa bukti menunjukkan
bahwa pemberian dosis mingguan yang lebih rendah dapat mengurangi efek kardiotoksik.
Doksorubisin diberikan pada instilasi kandung kemih untuk pengobatan karsinoma sel transisi, tumor
kandung kemih papiler dan karsinoma in-situ.

Formulasi liposom doksorubisin untuk penggunaan intravena juga tersedia. Formulasi ini dapat
mengurangi kardiotoksisitas dan tejadinya nekrosis lokal, tapi reaksi infus yang berat kadang dapat
terjadi. Hand-foot syndrome (rasa sakit, erupsi kulit makular merah) dapat terjadi pada pemberian
liposom doksorubisin dan mungkin dapat dicegah dengan pengurangan dosis. Hal ini dapat terjadi
setelah 2-3 siklus pengobatan dan dapat dicegah dengan mendinginkan tangan dan kaki dan
menghindari kaus kaki, sarung tangan yang ketat selama 4-7 hari setelah pengobatan.

Antibiotika antrasiklin, pada kondisi normal, tidak boleh digunakan pada anak dengan disfungsi
ventrikel kiri. Epirubisin dan mitoksantron diperkirakan kurang toksik sehingga sesuai untuk anak
yang telah menerima dosis kumulasi yang tinggi dari antrasiklin lain.

2. Epirubisin

Mirip dengan doksorubisin dan efektivitasnya terhadap kanker payudara juga setara. Agar tidak
timbul efek kardiotoksik, dosis maksimum kumulatifnya adalah 0,9-1 g/m2. Seperti juga
doksorubisin, obat ini diberikan intravena dan intrakavitas (misalnya instilasi kandung kemih).

3. Idarubisin
Sifatnya mirip doksorubisin. Umumnya digunakan untuk keganasan pada darah. Dapat diberikan
melalui oral dan intravena.

4. Daunorubisin

Sifatnya mirip doksorubisin. Sebaiknya diberikan secara intravena dan diindikasikan untuk lekemia
akut. Mitoksantron secara struktur kimiawi mirip dengan doksorubisin dan sama efektifnya untuk
kanker payudara. Mitoksantron juga digunakan untuk pengobatan limfoma non- Hodgkin dan
leukemia non-limfositik pada dewasa. Diberikan intravena dan cukup dapat diterima kecuali efek
samping mielosupresi dan kardiotoksik. Karena itu pemeriksaan jantung diperlukan pada dosis
kumulatif 160 mg/m2.
5. Bleomisin

Diberikan secara intravena atau intramuskular untuk pengobatan kanker sel metastase dan pada
beberapa regimen, limfomanon-Hodgkin. Obat ini dapat menimbulkan sedikit supresi sumsum
tulang, toksisitas dermatologi umum terjadi dan peningkatan pigmentasi di lipatan kulit dan plak
sklerotik sub kutan bisa terjadi. Mukositis juga hal yang biasa terjadi dan berhubungan dengan
fenomena Raynaud. Manifestasi reaksi hipersensitivitas dengan demam dan menggigil biasa terjadi
beberapa jam setelah penggunaan dan dapat dicegah dengan pemberian kortikosteroid secara
bersamaan, misalnya hidrokortison secara intavena. Masalah utama dalam penggunaan bleomisin
adalah fibrosis paru progresif yang bersifat bergantung dosis; biasanya timbul pada dosis lebih dari
300.000 unit (300 mg) dan pada lansia. Bila ada krepitasi dan gambaran radiologi yang
mencurigakan, terapi harus dihentikan. Pasien yang mendapat pengobatan ekstensif dengan
bleomisin (misalnya dosis kumulatif lebih dari 100.000 unit) juga berisiko tinggi untuk mengalami
gagal napas dalam anestesi umum yang disertai oksigen kadar tinggi. Spesialis anestesi perlu
diperingatkan mengenai hal ini.

6. Daktinomisin

Digunakan untuk pengobatan kanker pada anak-anak dan diberikan secara intravena. Efek samping
yang ditimbulkan sama dengan doksorubisin kecuali toksisitas jantung yang tidak berat.
7. Mitomisin

Diberikan intravena untuk mengobati kanker payudara dan kanker saluran cerna bagian atas;
diberikan juga secara intrakavitas pada tumor kandung kemih superfisial. Toksisitas sumsum tulang
lebih lambat dan biasanya diberikan dengan interval 6 minggu. Penggunaan jangka lama dapat
menyebabkan kerusakan sumsum tulang menetap. Obat ini juga dapat menyebabkan fibrosis paru
dan kerusakan ginjal.

Anda mungkin juga menyukai