Penyusun:
2920183414
2D
YOGYAKARTA
2020
A. Definisi Penyakit
Menurut Amin & Hardi (2016) beberapa faktor penyebab asma antara lain,
umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Mereka juga
membedakan asma menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Asma Bronkial
2. Asma Kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelaianan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasnya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.
B. Etiologi Penyakit
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang
menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hipersensivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-
imunologi. Oleh karena inilah, serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik
fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Penderita asma perlu
mnegetahui dan sependapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang
dapat menimbulkan asma (Somantri, 2012). Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Alergen
Alergen adalah zat-zat yang apabila dihisap/ dihirup/ dimakan dapat menimbulkan
serangan asma, misalnya debu, tungau, bulu kucing, dll.
Infeksi sluran pernpasan ini bisanya disebabkan oleh virus. Virus influenza
sebagai contoh pencetus yang paling sering menimbulkas asma.
Tekanan jiwa/ adanya stressor bukan menjadi penyeba tetapi pencetus, karena
banyak yang terkena jika mempunyai beban stressor tinggi yang kemudian
penderita tidak dapat mengkontrol dan memyebabkan serangan asma.
4. Olahraga
Serangan asma akan terjadi jika seseorang terlalu berat atau keelahan dalam
beraktivitas fisik.
5. Obat-obatan
6. Polusi udara
Debu dan partikel kecil dalam jumlah besar sering menjadi pemicu serangan
asma.
7. Perubahan cuaca
8. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang banyak terdapat pemicu serangan asma seperti debu,
serpihan kayu dll.
C. Klasifikasi Asma
Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang
digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika
pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu
dipahami adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah
dari waktu-waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA, 2015)
Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Asma Ringan
Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2, yaitu
terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas rendah
seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau kromon.
2. Asma Sedang
Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan obat
pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist (LABA).
3. Asma Berat
Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist
(LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah
mendapat terapi. Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol.
Asma yang tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang
kurang tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada
komorbiditas. Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan
pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk pada kondisi asma yang walaupun
mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit mencapai kontrol yang baik.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis untuk asma bronkial adalah sesak napas yang mendadak
disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti
oleh bunyi mengi (whezzing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-
kumatan (Putri & Sumarno, 2013).
E. Patofisiologi Asma
Secara general atau garis besar, asma dibagi menjadi dua kategori berdasarkan
faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma
ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan karena menghirup alergen, yang
biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki keluaarga dan riwayat penyakit alergi.
Asma intrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar
mekanisme imunitas, dan umunya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma
non alergik, dimana pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang
memicu terjadinya asma antara lain: udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga
(Zullies, 2016).
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamsai saluran
napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respon inflamasi, baik
pada asma ekstrinsik maupun ekstrinsik, tetapi karakteristik inflamsi pada asma
umumnya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi
pengelupasan sel-sel epitel pada saluran napas dan peningkatan permeabilitas mukosa.
Kejadian ini bahkan dapat dijumpai pada penderita asma yang ringan. Pada pasien
yang meninggal karena serangan asma, secara medis terlihat adanya sumbatan yang
terdiri dari mukus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap
debris yang berisi sel sel epitel yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu
terlihat adanya penebalan lapisan subepitel saluran napas. Respon inflamsai ini terjadi
hampir di sepanjang saluran napas, dan trakea sampai uung bronkiolus. Juga terjadi
hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan hipersekresi mukus
yang kemudia turut menyumbat saluran napas (Zullies,2016).
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya
responsivitas otot polos bronkus terhadap adaanya rangsangan dari luar, yang disebut
alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai senyawa
endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien,
dan faktor kemotaktik eosinofil. Hstamin dan leukotrien merupakan
bronkokonstriktor yang paten, sedangkan faktor kemotaktik eosinofil bekerja menarik
secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat terjadinya peradangan di bonkus
(Zullies, 2016).
F. Pathway
Penyempitan/
Hipoksemia
obstruksi proksimal Suplai O2 ke Koma
dan bronkus pada otak menurun
tahap ekspirasi dan
inspirasi
Gangguan Asidosis Suplai darah yang
pertukaran gas metabolik kaya O2 ke jantung
1. Mucus
berkurang
berlebihan
Tekanan O2 di
2. Batuk
alveoli menurun
3. Wheezing
Penurunan
4. Sesak napas cardiac output
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Penurunan Tekanan darah
curah jantung menurun
Kelemahan dan
Suplai O2 ke Perfusi keletihan
jaringan menurun jaringan perifer
Intoleransi
aktivitas
Penyempitan
jalan napas
Ketidakefektifan
Retensi O2
pola napas
Tabel 1.1
Diagram Pathway
Sumber : Huda & Kusukma (2016)
G. Pemeriksaan Diagnostic
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Sputum
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi
hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.
2. Pemeriksaan penunjang
b. Pemeriksaan Radiologi
d. Elektrokardiografi
3) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi
segmen ST negatif
e. Scanning paru
H. Komplikasi
Saat serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan
terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks
menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma
letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan
bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan
tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga
dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah
atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan
bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus
dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat
yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat
menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.
1. Status asmatikus : suatu keadaan darurat berupa serangan asma akut berat yang
bersifat refrator terhadap pengobatan yang biasanya dipakai.
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
6. Gagal napas
I. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan farmakologi
b) Santin/teofilin (Aminofilin) 20
2) Kromalin
3) Ketolifen
a. Memberikan penyuluhan
c. Pemberian cairan
1. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai
bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus
lebih banyak paroksimal).
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat Kesehatan
Keluarga Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang
sama pada anggota keluarganya.
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk
2) Dada diobservasi
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan
lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan
dada.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic
obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung,
mamae, dan hati.
d. Auskultasi
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan
nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan crackles
(Nurarif & Kusuma, 2015).
K. Intervensi Keperawatan
Tabel 1.2
1. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Asma (0704) 1. Dapat digunakan untuk
napas berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam, mengetahui apa yang
mucus dalam jumlah berlebihan, diharapkan jumlah mucus 1. Kenal pemicu asma menyebabkan asma muncul.
peningkatan produksi mucus, ketidakefektifan pola nafas 2. Gunakan inhaler, spacer,dan 2. Memberikan bantuan untuk
eksudat atau cairan dalam berhubungan dengan mukus nebulizer dengan tepat
alveoli dan bronkospasme. berlebih dapat teratasi dengan mempermudah pasien.
kriteria hasil: 3. Monitor oksigenasi 3. Takipnea biasanya ada di
(ekspirasi dan inspirasi) beberapa derajat dan dapat
Status Pernapasan (0415)
Definisi : Manajemen Jalan Nafas ditemukan pada penerimaan
1. Frekuensi pernafasan dalam (3140) selama tress, proses infeksi
Ketidakmampuan untuk batas normal 18x/menit akut. Pernapasan akan
membersihkan sekresi atau 1. Beri posisi semifowler/ melambat dan frekuensi
obstruksi dari saluran pernafasan 2. Sesak nafas berkurang fowler untuk meringankan ekspirarasi lebih panjang
untuk mempertahankan sesak nafas. dari inspirasi
kebersihan jalan nafas. 3. Tidak ada suara nafas
tambahan 4. Peninggian posisi kepala
dapat mempermudah sistem
pernapasan dengan bantuan
sistem gravitasi.
2. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen (3320) 1. Memastikan berapa aliran
berhubungan dengan keletihan keperawatan 2x24 jam oksigen yang didapatkan
otot pernafasan dan deformitas Ketidakefektifan pola napas 1. Monitor aliran oksigen pasien supaya tidak
dinding dada. berhubungan dengan pola napas 2. Beri oksigen tambahan berlebihandan kekurangan
diharapkan dapat teratasi dengan seperti yang diperintahkan 2. Dapat membantu pasien
Kriteria Hasil : Monitor Pernafasan (3350) lebih nyaman.
Definisi :
Respon Ventilasi Mekanik : 1. Monitor kecepatan irama 3. Kecepatan mencapai
Pertukaran udara inspirasi Dewasa (0411) kedalaman pernapasan
dan/atau ekspirasi tidak adekuat. ,kedalaman, dan kesulitan
bernafas. bervariasi tergantung derajat
1. Tingkat pernafasan dalam gagal napas.
rentang normal
3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Manajemen JalanNapas 1. Paru paru akan lebih
berhubungan dengan retensi keperawatan 2x24 jam, (3140) maksimal untuk melakukan
karbon dioksida. diharapkan gangguan pertukaran inspirasi dan ekspirasi
gas dapat teratasi dengan kriteria 1. Beri posisi
hasil: semifowler/fowler 2. Untuk mengetahui tindakan
apa yang harus dilakukan
Definisi: Status Pernafasan (0415) Manajemen Asma (0704) selanjutnya
Kelebihan atau kekurangan 1. Saturasi O kembli ke angka 2. Monitor reaksi asma 3. Pemberian O2 atau nebulizer
2
dalam oksigenasi dan atau normal dapat membuat organ-organ
pengeluaran karbondioksida di 3. Kolaborasi dengan dokter
tubuh berfungsi lebih baik
dalam membran kapiler alveoli. Status Pernafasan : untuk pemberian terapi O2 dan aktif
Kepatenan Jalan Napas (0410)
4. Edukasi teknik relaksasi 4. Untuk mencapai kondisi
2. Frekuensi pernafasan relaks baik sewaktu ada
kembali normal serangan maupun di luar
serangan.
3. Irama nafas kembali normal
Status Pernafasan :
Pertukaran Gas (0402)
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (2009) 1. Untuk mencegh terjadinya
berhubungan dengan antara keperawatan 2x24 jam pasien kekurangan O2
suplai dan kebutuhan oksigen dapat kembali beraktivitas 1. Monitor respon oksigenasi
(hipoksia) kelemahan. normal diharapkan dapat teratasi pasien 2. Mengetahui tanda-tanda
dengan kelelhan untuk menghindari
2. Edukasi tentang kelelahan kekambuhan
Kriteria Hasil : 3. Edukasi tentang aktivitas 3. Mengedukasi hal hal yang
Definisi:
Konservasi Energi (0002) yang harus di hindari harus dihindari seperti
Ketidakcukupan energi secara olahraga terlalu lelah,
fisiologis maupun psikologis 1. Tingkat aktivitas dan memakan makanan yang
untuk meneruskan atau istirahat kembali normal membuat alergi, dll
menyelesaikan aktifitas yang
diminta atau aktifitas sehari- Perawatan diri: IADL (0306)
hari. 2. Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri
M. Evaluasi Keperawatan
Telaah Jurnal
Penulis : Penelitian ini untuk Jenis penelitian kuantitaif Terapi Slow Deep Breathing Hasil penelitian menunjukan
1. Nurul Dwi Astuti mengetahui tingkat dengan menggunakan (SDB) bahwa intervensi yang
2. Mahalul Azam efektivitas terapi slow deep desain penelitian quasi dilakukan memberikan
breathing (SDB) terhadap eksperimen. Rancangan pengaruh posistif terhadap
Judul : tingkat kontrol asma pada penelitian yang digunakan tingkat kontrol asma pada
“ TERAPI penderita asma bronkial adalah non equivalent penderita asma bronkial
SLOW DEEP persisten sedang di Balai control grup design. presisten sedang.
BREATHING Kesehatan Paru Masyarakat Pengambilan sample dengan
(SDB) Wilayah Semarang. teknik purposive sampling
TERHADAP sehingga terdapat 15
TINGKAT KONTROL responden pada masing-
ASMA” masing kelompok
eksperimen dan kelompok
kontrol. Variabel yang
digunakan adalah terapi
Slow Deep Breathing ,
kemuadian masing-masing
kelompok diberikan pretest
dan posttest untuk
mngetahui perbedaan dari
sebelum dan sesudah terapi.
KESIMPULAN
Terapi Slow Deep Breathing (SDB) pada dasarnya bertujuan untuk melenturkan dan
memperkuat otot-otot pernapasan sehingga dapat melatih vara bernapas yang benar dan dapat
mempertahankan keadaan asma tetap terkontol.
Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai terapi SDB yang memberikan
keefektifan dalam mengontrol asma pada pasien presisten sedang. Hasil ini sesuai dengan
data penelitian yang ada dilapangan. Bagi penderita asma diharapkan tetap melakukan olah
napas SDB dengan tujuan mempertahankan fungsi paru dan melatih cara bernapas dengan
baik dan benar agar dapat mengkontrol asma jikala asma itu kambuh atau untuk
mengantisipasi asma itu akan kambuh.
DAFTAR PUSTAKA
Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan penerapan
diagnosa Nanda, NIC, NOC. Yokyakarta : Mediaction Jogja.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
Putri, H dan Soemarno S. 2013. Perbedaan Postural Drainage dan Latihan Batuk Efektif
pada Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk pada Asma
Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi. Volume 13 Nomor 1, April
2013. Hal: 7
Somantri, I. 2012. Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika