Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN GANGGUAN ASMA BRONKIAL

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing : Septiana Fathonah. M., Kep.

Penyusun:

Sheila Rossa Salsa Billa

2920183414

2D

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2020
A. Definisi Penyakit

Asma bronkial atau orang kebanyakan menyebutnya asma adalah penyakit


radang/inflamasi kronik pada paru/ saluran napas, karena adanya penyumbatan
saluran napas (obstruksi) yang bersifat revesible, peradangan pada jalan napas, dan
peningkatan respon jalan napas terhadap rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi
pada salurn nafas bisa disebabkan oleh spasme/kontraksi otot polos bronkus, oedema
mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri & Sumarno, 2014).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas menglami penyempitan


karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara atau reversibel (penyempitan hilang dengan
sendirinya) yang ditandai oleh epidose obstruksi pernapasan diantara dua interval
asimtomatik. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia
(Saheb,2011 & Djojodibroto 2017).

Menurut Amin & Hardi (2016) beberapa faktor penyebab asma antara lain,
umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Mereka juga
membedakan asma menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Asma Bronkial

Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hipereaktif terhadap rangsangan


dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculanya mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara
tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian awah. Penyempitan ini
akibat spasme otot polos saluran pernapasan, pembekakan selaput lendir, dan
pembentukan timbunan lendir berlebihan.

2. Asma Kardial

Asma yang timbul akibat adanya kelaianan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasnya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.

B. Etiologi Penyakit

Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang
menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hipersensivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-
imunologi. Oleh karena inilah, serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik
fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi dan sebagainya. Penderita asma perlu
mnegetahui dan sependapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang
dapat menimbulkan asma (Somantri, 2012). Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Alergen

Alergen adalah zat-zat yang apabila dihisap/ dihirup/ dimakan dapat menimbulkan
serangan asma, misalnya debu, tungau, bulu kucing, dll.

2. Infeksi Saluran Napas

Infeksi sluran pernpasan ini bisanya disebabkan oleh virus. Virus influenza
sebagai contoh pencetus yang paling sering menimbulkas asma.

3. Tekanan Jiwa/ Stress

Tekanan jiwa/ adanya stressor bukan menjadi penyeba tetapi pencetus, karena
banyak yang terkena jika mempunyai beban stressor tinggi yang kemudian
penderita tidak dapat mengkontrol dan memyebabkan serangan asma.

4. Olahraga

Serangan asma akan terjadi jika seseorang terlalu berat atau keelahan dalam
beraktivitas fisik.

5. Obat-obatan

Beberapa pasien asma brnkial sensitif tehadap beberapa obat.

6. Polusi udara

Debu dan partikel kecil dalam jumlah besar sering menjadi pemicu serangan
asma.

7. Perubahan cuaca

Perubahan cuaca menjadi dingin menjadi pemicu serangan asma.

8. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang banyak terdapat pemicu serangan asma seperti debu,
serpihan kayu dll.

C. Klasifikasi Asma

Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang
digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika
pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu
dipahami adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa berubah
dari waktu-waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA, 2015)
Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Asma Ringan

Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2, yaitu
terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas rendah
seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau kromon.

2. Asma Sedang

Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan obat
pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist (LABA).

3. Asma Berat

Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist
(LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah
mendapat terapi. Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol.
Asma yang tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang
kurang tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada
komorbiditas. Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan
pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk pada kondisi asma yang walaupun
mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit mencapai kontrol yang baik.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis untuk asma bronkial adalah sesak napas yang mendadak
disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti
oleh bunyi mengi (whezzing), batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumat-
kumatan (Putri & Sumarno, 2013).

E. Patofisiologi Asma

Secara general atau garis besar, asma dibagi menjadi dua kategori berdasarkan
faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma
ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan karena menghirup alergen, yang
biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki keluaarga dan riwayat penyakit alergi.
Asma intrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh faktor-faktor diluar
mekanisme imunitas, dan umunya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma
non alergik, dimana pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang
memicu terjadinya asma antara lain: udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga
(Zullies, 2016).

Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamsai saluran
napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respon inflamasi, baik
pada asma ekstrinsik maupun ekstrinsik, tetapi karakteristik inflamsi pada asma
umumnya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi
pengelupasan sel-sel epitel pada saluran napas dan peningkatan permeabilitas mukosa.
Kejadian ini bahkan dapat dijumpai pada penderita asma yang ringan. Pada pasien
yang meninggal karena serangan asma, secara medis terlihat adanya sumbatan yang
terdiri dari mukus glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap
debris yang berisi sel sel epitel yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu
terlihat adanya penebalan lapisan subepitel saluran napas. Respon inflamsai ini terjadi
hampir di sepanjang saluran napas, dan trakea sampai uung bronkiolus. Juga terjadi
hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan hipersekresi mukus
yang kemudia turut menyumbat saluran napas (Zullies,2016).

Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi,


mediator inflamasi, dan jaringan saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang turut
berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah sel mast,
limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma
adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu
interleukin (Zullies, 2016).

Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya
responsivitas otot polos bronkus terhadap adaanya rangsangan dari luar, yang disebut
alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai senyawa
endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien,
dan faktor kemotaktik eosinofil. Hstamin dan leukotrien merupakan
bronkokonstriktor yang paten, sedangkan faktor kemotaktik eosinofil bekerja menarik
secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat terjadinya peradangan di bonkus
(Zullies, 2016).
F. Pathway

Faktor Pencetus Edema mukosa,


Antigen yang terikat
1. Alergen Mengeluarkan Permeabilitas kapiler sekresi produktif,
IgE pada permukaan
2. Cuaca mediator histamin meningkat kontriksi otot polos
sel mast atau basofil
3. Stress meningkat

Spasme otot polos Konsentrasi O2


dan sekresi kelenjar dalam darah
bronkus meningkat menurun
Hiperkapnea Gejala -> Ansietas

Penyempitan/
Hipoksemia
obstruksi proksimal Suplai O2 ke Koma
dan bronkus pada otak menurun
tahap ekspirasi dan
inspirasi
Gangguan Asidosis Suplai darah yang
pertukaran gas metabolik kaya O2 ke jantung
1. Mucus
berkurang
berlebihan
Tekanan O2 di
2. Batuk
alveoli menurun
3. Wheezing
Penurunan
4. Sesak napas cardiac output

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Penurunan Tekanan darah
curah jantung menurun

Kelemahan dan
Suplai O2 ke Perfusi keletihan
jaringan menurun jaringan perifer

Intoleransi
aktivitas
Penyempitan
jalan napas

Peningkatan kerja otot Kebutuhan O2


Hiperventilasi
pernapasan meningkat

Ketidakefektifan
Retensi O2
pola napas

Tabel 1.1
Diagram Pathway
Sumber : Huda & Kusukma (2016)
G. Pemeriksaan Diagnostic

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan untuk melihat adanya:

1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dan kristal


eosinopil.

2) Spiral curshman, yakni merupakan castcell (sel cetakan) dari cabang


bronkus.

3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat


mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muscus plug.

b. Pemeriksaan darah

1) Analisa Gas Darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi
hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.

2) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH.

3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang diatas 15.000/mm3 yang


menandakan adanya infeksi.

4) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan


dan menurun pada saat bebas serangan asma.

2. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien asma dapat dilakukan berdasarkan


manifestasi klinis yang terlihat, riwayat, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium.
Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:

a. Tes Fungsi Paru

Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat diagnosis


asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator
(inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Dalam spirometry akan mendeteksi:

1) Penurunan forced expiratory volume (FEV)

2) Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)


3) Kehilangan forced vital capacity (FVC) d) Kehilangan inspiratory capacity
(IC) (Wahid & Suprapto, 2013)

b. Pemeriksaan Radiologi

Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni


radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat
gambaran sebagai berikut:

1) Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan


bertambah 16

2) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah

3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru

4) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru

5) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru

c. Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif


pada asma secara spesifik.

d. Elektrokardiografi

1) Terjadi right axis deviation

2) Adanya hipertropo otot jantung Right Bundle Branch Bock

3) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi
segmen ST negatif

e. Scanning paru

f. Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan


asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Wahid & Suprapto, 2013)

H. Komplikasi

Saat serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan
terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks
menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma
letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan
bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan
tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga
dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah
atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan
bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus
dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat
yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat
menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.

Menurut Wahid (2013) kemungkinan komplikasi yang akan timbul yaitu:

1. Status asmatikus : suatu keadaan darurat berupa serangan asma akut berat yang
bersifat refrator terhadap pengobatan yang biasanya dipakai.

2. Atelektasis : ketidakmampuan paru-paru untuk mengembang dan mengempis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

6. Gagal napas

I. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga


penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan
asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat serangan.

1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang

Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma


(pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega
diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan
serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.

2. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa

Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:

a. Mengatasi gejala serangan.

b. Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan.

c. Mencegah terjadinya kekambuhan.

d. Mencegah kematian karena serangan asma.


Menurut Padilla (2013), Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk
pasien asma yaitu:

1. Prinsip umum dalam pengobatan asma:

a. Menghilangkan obstruksi jalan napas.

b. Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.

c. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma dan


pengobatannya.

2. Pengobatan pada asma

a. Pengobatan farmakologi

1) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi menjadi dua


golongan, yaitu:

a) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya terbutalin/bricasama.

b) Santin/teofilin (Aminofilin) 20

2) Kromalin

Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah serangan asma pada


penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti asma dan
efeknya baru terlihat setelah satu bulan.

3) Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis


dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat diberikan secara oral.

4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon maka


segera penderita diberi steroid oral.

3. Pengobatan non farmakologi

a. Memberikan penyuluhan

b. Menghindari faktor pencetus

c. Pemberian cairan

d. Fisioterapi napas (senam asma)

e. Pemberian oksigen jika perlu

4. Pengobatan selama status asmathikus

a. Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam


b. Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit

c. Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama 20 menit


dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tpm) dengan dosis 20 mg/kg bb
per 24 jam

d. Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan 21 e) Dexametason 10-2- mg


per 6 jam secara IV f) Antibiotik spektrum luas.

J. Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), meliputi :

1. Biodata

Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
tanggal masuk sakit, rekam medis.

2. Keluhan utama

Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai
bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus
lebih banyak paroksimal).

3. Riwayat Kesehatan

Dahulu Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya


penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas
bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).

4. Riwayat Kesehatan

Keluarga Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang
sama pada anggota keluarganya.

5. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk

2) Dada diobservasi

3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah

4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan
lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan
dada.

6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan


diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.

7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang
memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic
obstructive Pulmonary Diseases (COPD)

8) Kelainan pada bentuk dada

9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau tidak


adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau
pleura.

10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan nafas.

b. Palpasi

1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan


mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi).

2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi


seperti : massa, lesi, bengkak.

3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika


berbicara (Nurarif & Kusuma, 2015).

c. Perkusi Suara perkusi normal :

1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru


normal.

2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian jantung,
mamae, dan hati.

3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi


udara.

4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan


resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat
terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi
jaringan (Nurarif & Kusuma, 2015).

d. Auskultasi

1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan


bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).

2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan
nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.

3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.

4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan crackles
(Nurarif & Kusuma, 2015).

K. Intervensi Keperawatan

Menurut diagnosis keperawatan Nanda (2018), diagnosa keperawatan yang sering


terjadi pada pasien dengan asma adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam jumlah


berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat atau cairan dalam alveoli dan
bronkospasme.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan dan


deformitas dinding dada.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbondioksida

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan oksigen


(hipoksia) kelemahan.
L. Intervensi dan Implementasi Keperawatan

Tabel 1.2

Fokus Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Perencanaan

Tujuan Intervensi Rasional

1. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Asma (0704) 1. Dapat digunakan untuk
napas berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam, mengetahui apa yang
mucus dalam jumlah berlebihan, diharapkan jumlah mucus 1. Kenal pemicu asma menyebabkan asma muncul.
peningkatan produksi mucus, ketidakefektifan pola nafas 2. Gunakan inhaler, spacer,dan 2. Memberikan bantuan untuk
eksudat atau cairan dalam berhubungan dengan mukus nebulizer dengan tepat
alveoli dan bronkospasme. berlebih dapat teratasi dengan mempermudah pasien.
kriteria hasil: 3. Monitor oksigenasi 3. Takipnea biasanya ada di
(ekspirasi dan inspirasi) beberapa derajat dan dapat
Status Pernapasan (0415)
Definisi : Manajemen Jalan Nafas ditemukan pada penerimaan
1. Frekuensi pernafasan dalam (3140) selama tress, proses infeksi
Ketidakmampuan untuk batas normal 18x/menit akut. Pernapasan akan
membersihkan sekresi atau 1. Beri posisi semifowler/ melambat dan frekuensi
obstruksi dari saluran pernafasan 2. Sesak nafas berkurang fowler untuk meringankan ekspirarasi lebih panjang
untuk mempertahankan sesak nafas. dari inspirasi
kebersihan jalan nafas. 3. Tidak ada suara nafas
tambahan 4. Peninggian posisi kepala
dapat mempermudah sistem
pernapasan dengan bantuan
sistem gravitasi.
2. Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen (3320) 1. Memastikan berapa aliran
berhubungan dengan keletihan keperawatan 2x24 jam oksigen yang didapatkan
otot pernafasan dan deformitas Ketidakefektifan pola napas 1. Monitor aliran oksigen pasien supaya tidak
dinding dada. berhubungan dengan pola napas 2. Beri oksigen tambahan berlebihandan kekurangan
diharapkan dapat teratasi dengan seperti yang diperintahkan 2.  Dapat membantu pasien
Kriteria Hasil : Monitor Pernafasan (3350) lebih nyaman.
Definisi :
Respon Ventilasi Mekanik : 1. Monitor kecepatan irama 3. Kecepatan mencapai
Pertukaran udara inspirasi Dewasa (0411) kedalaman pernapasan
dan/atau ekspirasi tidak adekuat. ,kedalaman, dan kesulitan
bernafas. bervariasi tergantung derajat
1. Tingkat pernafasan dalam gagal napas.
rentang normal

2. Kedalaman inspirasi dalam


rentang normal

3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Manajemen JalanNapas 1. Paru paru akan lebih
berhubungan dengan retensi keperawatan 2x24 jam, (3140) maksimal untuk melakukan
karbon dioksida. diharapkan gangguan pertukaran inspirasi dan ekspirasi
gas dapat teratasi dengan kriteria 1. Beri posisi
hasil: semifowler/fowler 2. Untuk mengetahui tindakan
apa yang harus dilakukan
Definisi: Status Pernafasan (0415) Manajemen Asma (0704) selanjutnya
Kelebihan atau kekurangan 1. Saturasi O kembli ke angka 2. Monitor reaksi asma 3. Pemberian O2 atau nebulizer
2
dalam oksigenasi dan atau normal dapat membuat organ-organ
pengeluaran karbondioksida di 3. Kolaborasi dengan dokter
tubuh berfungsi lebih baik
dalam membran kapiler alveoli. Status Pernafasan : untuk pemberian terapi O2 dan aktif
Kepatenan Jalan Napas (0410)
4. Edukasi teknik relaksasi 4. Untuk mencapai kondisi
2. Frekuensi pernafasan relaks baik sewaktu ada
kembali normal serangan maupun di luar
serangan.
3. Irama nafas kembali normal

Status Pernafasan :
Pertukaran Gas (0402)

4. Ventilasi dan perfusi


kembali seimbang

4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (2009) 1. Untuk mencegh terjadinya
berhubungan dengan antara keperawatan 2x24 jam pasien kekurangan O2
suplai dan kebutuhan oksigen dapat kembali beraktivitas 1. Monitor respon oksigenasi
(hipoksia) kelemahan. normal diharapkan dapat teratasi pasien 2. Mengetahui tanda-tanda
dengan kelelhan untuk menghindari
2. Edukasi tentang kelelahan kekambuhan
Kriteria Hasil : 3. Edukasi tentang aktivitas 3. Mengedukasi hal hal yang
Definisi:
Konservasi Energi (0002) yang harus di hindari harus dihindari seperti
Ketidakcukupan energi secara olahraga terlalu lelah,
fisiologis maupun psikologis 1. Tingkat aktivitas dan memakan makanan yang
untuk meneruskan atau istirahat kembali normal membuat alergi, dll
menyelesaikan aktifitas yang
diminta atau aktifitas sehari- Perawatan diri: IADL (0306)
hari. 2. Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri
M. Evaluasi Keperawatan

Tujuan utama evaluasi adalah menentukan kemajuan klien dalam mencapai


kriteria hasil yang sudah di tetapkan. Tujuan lainya adalah menilai efektifitas
komponen proses keperawatan dalam membantu klien mencapai kriteria hasil yang
sudah di buat.

Adapun evaluasi keperawatan yang ingin di capai pada penatalaksanaan


keperawatan pada pasien asma, yaitu :

1. Frekuensi pernafasan dalam kisaran normal

2. Pernapasan cuping hidung tidak ada

3. Bernafas dengan nyaman tanpa sesak

4. Aktivitas kembali normal

5. Mengetahui faktor faktor penyebab kelalahan yang menyebabkan kekambuhan

6. Mengidentifikasi dan menghindari aktivitas-aktivitas yang dapat menyebabkan


asma
Tabel 1.3

Telaah Jurnal

Penulis/ Judul Tujuan Metodologi Intervensi Hasil

Penulis : Penelitian ini untuk Jenis penelitian kuantitaif Terapi Slow Deep Breathing Hasil penelitian menunjukan
1. Nurul Dwi Astuti mengetahui tingkat dengan menggunakan (SDB) bahwa intervensi yang
2. Mahalul Azam efektivitas terapi slow deep desain penelitian quasi dilakukan memberikan
breathing (SDB) terhadap eksperimen. Rancangan pengaruh posistif terhadap
Judul : tingkat kontrol asma pada penelitian yang digunakan tingkat kontrol asma pada
“ TERAPI penderita asma bronkial adalah non equivalent penderita asma bronkial
SLOW DEEP persisten sedang di Balai control grup design. presisten sedang.
BREATHING Kesehatan Paru Masyarakat Pengambilan sample dengan
(SDB) Wilayah Semarang. teknik purposive sampling
TERHADAP sehingga terdapat 15
TINGKAT KONTROL responden pada masing-
ASMA” masing kelompok
eksperimen dan kelompok
kontrol. Variabel yang
digunakan adalah terapi
Slow Deep Breathing ,
kemuadian masing-masing
kelompok diberikan pretest
dan posttest untuk
mngetahui perbedaan dari
sebelum dan sesudah terapi.
KESIMPULAN

Terapi Slow Deep Breathing (SDB) pada dasarnya bertujuan untuk melenturkan dan
memperkuat otot-otot pernapasan sehingga dapat melatih vara bernapas yang benar dan dapat
mempertahankan keadaan asma tetap terkontol.

Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai terapi SDB yang memberikan
keefektifan dalam mengontrol asma pada pasien presisten sedang. Hasil ini sesuai dengan
data penelitian yang ada dilapangan. Bagi penderita asma diharapkan tetap melakukan olah
napas SDB dengan tujuan mempertahankan fungsi paru dan melatih cara bernapas dengan
baik dan benar agar dapat mengkontrol asma jikala asma itu kambuh atau untuk
mengantisipasi asma itu akan kambuh.
DAFTAR PUSTAKA

Darmanto, Djojodibroto. 2017. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta. Buku


Kedokteran

Herdman, T. Heather, dkk. 2018. NANDA International Diagnosis Keperawatan :Definisi

dan   Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Huda Amin. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Nanda NIC NOC


Dalam Berbagai Kasus.Yogyakarta: Mediaction

Huda Amin, Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan keperawatan praktis : berdasarkan penerapan
diagnosa Nanda, NIC, NOC. Yokyakarta : Mediaction Jogja.

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta :


Bursa Ilmu

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta :Nusa Medika

Putri, H dan Soemarno S. 2013. Perbedaan Postural Drainage dan Latihan Batuk Efektif
pada Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk pada Asma
Bronchiale Anak Usia 3-5 Tahun. Jurnal Fisioterapi. Volume 13 Nomor 1, April
2013. Hal: 7

Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV. Medika

Somantri, I. 2012. Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika

Wahid, Abdul. Suprapto, Imam. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan


Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai