BEDAH KRANIOTOMI
COVER
Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Perioperatif
Dosen Pembimbing : Rudi Haryono, S.Kep,.Ners,.M.Kep
Disusun Oleh :
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
A. Pengertian..............................................................................................................4
B. Etiologi...................................................................................................................5
C. Tanda dan gejala....................................................................................................5
D. Patofisiologi...........................................................................................................6
E. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................8
F. Indikasi Operasi.....................................................................................................9
G. Komplikasi Pasca Bedah......................................................................................10
H. Persiapan..............................................................................................................10
I. Prosedur Operasi..................................................................................................12
J. Perawatan pasca pembedahan..............................................................................15
K. Pathway................................................................................................................10
L. Penatalaksanaan...................................................................................................11
a. Keperawatan.....................................................................................................11
b. Medis................................................................................................................11
BAB III............................................................................................................................13
A. Kasus....................................................................................................................13
B. Proses Keperawatan.............................................................................................13
BAB IV............................................................................................................................16
A. Pengkajian............................................................................................................16
1. Keluhan utama Pasien......................................................................................16
2. Riwayat penyakit sekarang...............................................................................16
3. Riwayat penyakit dahulu..................................................................................16
iii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epidural Hematoma (EDH) adalah penumpukan darah di antara tulang
tengkorak dengan duramater, kejadiannya 1-5 % dari seluruh pasien cedera
kepala (Ndoumbe, 2016). Tanda gejala EDH adalah penurunan kesadaran
diikuti oleh lucid interval beberapa jam kemudian dan kadang disertai tanda
neurologis fokal (Ndoumbe, 2016). Cedera otak sekunder akibat epidural
hematoma diakibatkan iskemia atau hipoksia. Iskemia memungkinkan
terjadinya penurunan ATP sehingga mengakibatkan kegagalan pompa
membran sel. Sel akan mati dan menjadi bengkak (edema sitotoksik).
Hipoksia menyebabkan kehilangan neuron yang akan menimbulkan atropi
kortek pada pasien. Hipoksia atau iskemia pada cedera kepala berat
mengakibatkan tekanan intrakranial akan meningkat sehingga cerebral
perfusion pressure akan berkurang (Mendelow, 2010).
Menurut Chesnut RM (2006), Craniotomy adalah prosedur untuk
menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium).
Berdasarkan pengertian diatas d a p a t disimpulkan bahwa
pengertian dari Craniotomy adalah operasi membuka
tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki
kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.
Menurut Hamilton M (2007), Craniotomy adalah operasi pengangkatan
sebagian tengkorak.
Dalam penelitian sebelumnya mortalitas pasien EDH berkisar 2,7 – 10,1 %
(Gupta, 2016 and Bir, 2015). Terdapat faktor yang menimbulkan mortalitas
meskipun sudah dilakukan kraniotomi. Faktor tersebut seperti dilatasi pupil,
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa STIKES Notokusumo dapat mengetahui tentang Asuhan
Keperawatan Pada Pasien dengan Post op bedah craniotomi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Definisi Bedah Kraniotomi.
b. Untuk Mengetahui Etiologi Bedah Kraniotomi.
c. Untuk Mengetahui Patofisiologi Bedah Kraniotomi.
d. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Bedah Kraniotomi.
e. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostic dan Penunjang
f. Untuk Mengetahui Komplikasi Bedah Kraniotomi.
g. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medik Bedah Kraniotomi.
h. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Bedah Kraniotomi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang
bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Kraniotomi
adalah operasi membuka tulang tengkorak untuk mengangkat tumor,
mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah atau menghentikan perdarahan
(Hinchliff Sue,1999).
Kraniotomi adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan tulang
dengan memperluas satu atau lebih lubang. Pembedahan kraniotomi dilakukan
untuk mengangkat tumor, hematom, luka atau mencegah infeksi pada daerah
tulang tengkorak.
Menurut adigun et al(2011), kraniotomi adalah operasi bedah syaraf yang
dilakukan untuk mengangkat tumor otak, memperbaiki lesi pembuluh darah
5
B. Etiologi
1. Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan atau pada
sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam
tengkorak dan mengenai dinding yang berlawanan.
2. Rotasi atau deselarasi
Fleksi, ekstensi atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak
yang menyerang titik-titik tulang dalam tengkorak. Rotasi yang hebat
juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansi putih otak dan
batang otak menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan
intraserebral.
3. Tabrakan atau kecelakaan lalu lintas
6
D. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.
Beberapa variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai
berikut:.
1. Lokasi dan arah dari penyebab benturan.
2. Kecepatan kekuatan yang datang
3. Permukaan dari kekuatan yang menimpa
4. Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan
Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak.
Luka terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan
merupakan indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera
kepala dari tingkat ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit
sensori dan motorik, peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya
timbul herniasi otak, isoheni otak dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak
langsung pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya
tahanan atau keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik
leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat
terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga (dilepasnya gas,
dari cairan lumbal, darah, dan jaringan otak). Trauma langsung juga
menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya otak oleh kompresi,
goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang
bergerak dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari
kekuatan akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal,
batang, otak dan cerebelum dapat terjadi.
8
Kelainan pada cedera kepala dapat berupa cedra kepala fokal atau
difusi dengan atau tanpa fraktur tulang tengkorak.cedera fokal dapat
menyebabkan memar otak, hematom epidural (EDH), hematom subdural
(SDH) atau hematom intraserebral. Cedera difus dapat menyebabkan
gangguan fungsionalm yakni gegar otak atau cedera structural yang difusi
(Sjamsuhidajat,2010).
9
E. Pemeriksaan Penunjang
F. Indikasi Operasi
1. Penurunan kesadaran tiba-tiba didepan mata.
2. Adanya tanda herniasi/lateralisasi.
3. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT
Scan kepala tidak bisa dilakukan.
4. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
5. Mengurangi tekanan intrakranial.
6. Mengevakuasi pembekuan darah.
7. Mengontrol bekuan darah.
8. Pembenahan organ-organ intrakranial.
9. Tumor otak.
10. Perdarahan (hemorrage).
11. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms).
12. Peradangan dalam otak.
11
H. Persiapan
1. Pra operasi
Pada penatalaksanaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi
dengan medikasi antikonvulsan(fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat
diberikan untuk mengurangi edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens
12
I. Prosedur Operasi
1. Insisi lapis demi lapis sedalma galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
2. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten) tarik ke atas sekitar 600
3. Buka flap secara tajam pada loose connective tissue. Dibawahnya di
ganjal dengan kasa steril supaya pembuluh darah tidak tertekuk (bahaya
nekrosis pada kulit kepala). Klem pada pangkal falp dan fiksasi pada
doek.
4. Buka pericranium dengan diatermi. Lupas secara hati-hati dengan
rasparatomi pada daerah yang akan di burhole dan gergaji kemudian dan
rawa perdarahan.
5. Penentuan lokasi burhole idealnya pada setiap tepi hematom sesuai
gambar CT Scan.
6. Lakukan burhole pertama dengan mata bor tajam (Hudso’s Brace)
kemudian dengan mata bor yang melingkar (Conical boor) bila sudah
menembus tabula interna.
7. Borhole minimal 4 tempat sesuai dengan markering.
8. Perdarahan dari tulang dapat dihentikan dengan bone wax. Tutup lubang
boorhole dengan kapas basah.
14
(3-4 buah di tepi dan 2 lubang tengah berdekatan untuk teugel dura).
Lakukan fiksasi tulang dengan silk 2.0 selanjutnya tutup lapis demi lapis
seperti diatas.
Cedera
Kepala
EDH/SDH
Luka Efek
Prosedur Invasif
Insisi/Post op Anestesi
(op.kraniotomi
op
Trauma gastrointestinal
Terputusnya Peningkatan Pernafasan
Jaringan
kontuinitas CSS persyarafan
jaringan
Kelemahan
Nyeri Akut Melemahnya
Edema Kesadaran sistem kerja
otot-otot
cerebral menurun peristaltik usus
Terbukanya pernafasan
kontuinitas
jaringan Lemah
11
Tidak efektif
Jalan masuk Peningkatan Intoleransi nya pola nafas Peristaltik usus
kuman TIK Aktivitas menurun
Aliran darah
ke otak
menurun
Gangguan
metabolisme
Asam laktat
menurun
Edema otak
b. Medis
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), penatalaksanaan post
operasi kraniotomi sebagai berikut :
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang
untuk memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau
tidak diintubasi dan mendapat terapi O2 tambahan. Terapi medikasi untuk
mengurangi edema serebral meliputi pemberian manitol yang meingkatkan
osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak (dengan sawar
darah otak utuh). Cairan ini kemuadian diekskresikan melalui diuresis
osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam
selama 24 jam sampai 72 jam selanjutnya dosisnya dikurangi secara
bertahap.
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu diatas 370C berguna
untuk mencegah kejang dan meredakan nyeri. Seringkali pasien akan
mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf
kepala dan kulit kepala diregangkan dan di iritasi selama pembedahan.
Kodein diberikan lewat parenteral biasanya cukup untuk menghilangkan
sakit kepala. Medikasi antikonvulsan(fenitoin, diazepam) diresepkan untuk
pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial karena tinggi
epilepsi setelah prosedur bedah neuro suprantentorial. Kadar serum
dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
12
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
Identitas pasien bernama Tn.S, berumur 56 tahun, jenis kelamin laki-laki,
berpendidikan sekolah dasar, beragama islam, status menikah, beralamat di
Tegalrejo Yogyakarta, mata pencaharian Tn.S bertani. Tn.S masuk rumah
sakit melalui Instalasi Gawat Darurat RS X pada tanggal 6 September 2020
kemudian di pindah ke ruang Sofa. Diagnosa medisnya (Dx.Medis) yaitu post
kraniotomi. Yang bertanggung jawab atas Tn.S adalah Tn.E yang berumur 35
tahun, berprofesi sebagai karyawan, beralamat di Tegalrejo Yogyakarta,
hubungan dengan Tn.S adalah anak.
B. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tindakan awal dari proses keperawatan
yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi tentang pasien,
agar dapat mengetahui satus kesehatan pasien, menilai keadaan kesehatan,
dan membuat keputusan yang tepat untuk menentukan langkah-langkah
berikutnya (Dermawan, 2012).
b. Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan keputusan klinis terhadap
seseorang, keluarga, masyarakat sebagai akibat dari suatu masalah
kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosis
14
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan Pengkajian dilakukan pada tanggal 8
September 2020 di ruang sofa RS X.
6. Pemeriksaan fisik
Dari hasil pengkajian diatas didapatkan hasil pemeriksaaan fisik yaitu
keadaan umumpasien lemah, kesadaran pasien compos mentis dengan
nilai GCS (Glasglow Coma Scale) E4 V6 M5 =15, tekanan darah (TD)
120/80MmHg, nadi (N) 75x/menit, suhu (S) 37 oC, respirasi (R)
20x/menit.
a. Pemeriksaan kepala.
Bentuk kepala mesochepal, ada luka post op di frontote
mporoparietalis dextra, panjang luka 4cm dan 5cm, terpasang darin
II, rambut hitam mulai memutih dan bersih.
b. Pemeriksaan mata.
19
7. Pemberian terapi
Diberikan terapi infus RL 20 tetes/menit, novalgin dosisnya
2ml/8jam, cernevit 750mg/24 jam, fosmidex 2gr/24jam dan microlax
diberikan extra.
B. Diagnosa
Diagnosa yang muncul pada kasus :
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi.
2. Gangguan eliminasi bowel : konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik usus.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
C. Analisa Data
Sign and
No Etiologi Problem
Symptoms
1. DS : Agen cidera fisik Nyeri akut/kronis
1. pasien mengatakan
nyeri pada luka post
operasi
2. pasien mengatakan
kepala bagian
belakangnya sakit,
kepala terasa pusing,
21
DO :
1. Pasien terlihat
memegang perutnya
karena sakit
2. Peristaltik usus
2x/menit dan kurang
terdengar
3. DS : prosedur invasif. Resiko Infeksi
- Area Pembedahan
DO :
1. Pasien terlihat agak
gelisah sehingga TD
meningkat.
2. Peningkatan pemajanan
lingkungan terhadap
patogen.
D. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Perencanaan
22
asi
dengan
dokter 5. Meredakan
untuk nyeri yang
pemberi dikeluhkan
an oleh klien.
analgesi
k dan
anti-
inflamas
i.
2. Gangguan Setelah Manajemen 1. Mencatat
eliminasi bowel: dilakukan Konstipasi/Im frekuensi,
konstipasi tindakan paksi (0450) konsistensi
penurunan keperawatan 1. Kaji dan , dan
peristaltik usus 3x24 jam, catat warna
pasien mampu frekuens feses
defekasi i, warna berguna
dengan kriteria dan dalam
hasil : konsiste mengetahu
Kontinensi nsi, i ada atau
Usus (0500) warna tidaknya
1. Pasien feses. kelainan
mampu 2. Instruks yang
mengen ikan terjadi
a pada pada
keingin pasien eliminasi
an dan fekal.
defekas keluarga 2. Diet tinggi
i. untuk serat dapat
2. Mengel diet membantu
25
pemenuha
n
kebutuhan
eliminasi.
333. Resiko infeksi Setelah Manjamen 1. Menentuka
area dilakukan Nyeri (1400) n
pembedahan tindakan 1. Kaji kebutuhan
berhubungan keperawatan nyeri manajeme
dengan prosedur selama 3x24 secara n nyeri dan
invasif. jam, resiko kompre keefektifan
infeksi dapat hensif nya.
teratasi dengan yang
kriteria hasil: meliputi
Pemulihan lokasi,
Pembedahan : karakter
segera seteah istik,
operasi (2305) onset
1. Nyeri atau
berkura durasi,
nfg. frekuens
2. Tekana i,
n darah kualitas,
stabil. intensita
3. Pasien s atau
dapat beratnya
merasa nyeri
kan dan 2. Gerakan
refleks faktor otot yang
muntah pencetu berlebihan
. s. dapat
4. Pasien 2. Berikan mempenga
27
aktivita .
s 4. Kolabor
perawat asi
an diri dengan
secara dokter
mandiri untuk
atau pemberi
dibantu an
. analgesi
4. Kebutu k dan
han anti-
tidur inflamas
pasien i 1. Mengetahu
terpenu i progres
hi. Perawatan penyembu
Area Sayatan han luka
(3440) sayatan.
1. Monitor 2. Teknik
proses steril dapat
penyem membantu
buhan porses
area penyembu
sayatan han luka.
(kemera 3. Edukasi
han, kepada
bengkak pasien dan
, atau keluarga
tanda- membantu
tanda proses dan
dehisce progres
nce/evis penyembu
29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
https://www.nursingworld.org/practice-policy/workforce/what-isnursing/
thenursing-process.
Bir SC. 2015. incidence, hospital costs and in hospital mortality ratesof epidural
hematoma in the united states, departement of neurosurgery, in clinical
neurology and neurosurgery. USA.
32