Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan organ tubuh terbesar dan memiliki banyak fungsi
penting, di antaranya adalah fungsi proteksi, termoregulasi, respon imun,
sintesis senyawa biokimia, dan peran sebagai organ sensoris. Terapi untuk
mengkoreksi berbagai kelainan fungsi tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai cara, diantaranya :1,2
1) Terapi Topikal
2) Terapi Sistemik
3) Terapi Fisik
4) Terapi Alternatif dan Komplementer
5) Tindakan Bedah
6) Dermatologi Kosmetik
Umumnya di departemen kulit dan kelamin pengobatan penyakit kulit
terdiri atas topikal, sistemik dan intralesi. Pengobatan topikal akan dibahas
lebih banyak karena merupakan terapi yang serring digunakan di
departemen kulit dan kelamin. Pengobatan topikal dilakukan bila lesinya
sedikit, dan jika didapatkan hasil laboratorium tiidak normal, misalnya
menurunnya fungsi hati dan ginjal. Sedangkan pengobatan sistemik
dilakukan apabila lesinya luas, predileksinya sulit untuk pengobatan topikal,
jika pengobatan topikal belum memadai, pasien imunokompremais dan hasil
laboratorium normal.3
Dengan adanya kemajuan-kemajuan yang pesat dalam bidang farmasi,
maka pengobatan penyakit kulit juga ikut berkembang pesat. Yang menarik
perhatian ialah kemajuan dalam bidang pengobatan topikal yang berupa
perubahan dari cara pengobatan non spesifik dan empirik menjadi
pengobatan spesifik dengan dasar yang rasional.3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan
Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, yaitu:3
a. Topical
b. Sistemik
c. Intralesi
Kalau cara pengobatan diatas ini belum memadai makan masih dapat
dipergunakan cara-cara lain, yaitu:3
 Raditerapi
 Sinal ultraviolet
 Pengobatan laser
 Krioterapi
 Bedah plastic
 Bedah skalpel

2.2 Pengobatan Topikal


2.2.1 Bentuk Sediaan Topikal
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya
berkaitan dengan daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan
kata topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Secara
luas obat topikal didefinisikan sebagai obat yang dipakai di tempat lesi.
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat
pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan
topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah
bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang
membawa bahan aktif berkontak dengan kulit.3,4
a) Zat Pembawa (Vehikulum)
Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok, cairan, bedak,
dan salep. Ketiga pembagian tersebut merupakan bentuk dasar zat
pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase. Kombinasi
bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan pasta
pendingin.3,4
1. Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan
pelarutnya murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan
pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura. Cairan
digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang
dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen dan
antimikroba. Indikasi cairan Penggunaan kompres terutama
kompres terbuka dilakukan pada dermatitis eksudatif (pada
dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi), dan
infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres
terbuka ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi
eritema seperti eritema pada erisipelas. Sedangkan untuk ulkus
yang kotor ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga
ulkus menjadi bersih.3,4

2. Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum
venetum dan oxydum zincicum dalam komposisi yang sama.
Bedak memberikan efek sangat superfi sial karena tidak melekat
erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi. Efek
bedak ialah:
- Mendinginkan.
- Antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek
vasokonstriksi.
- Anti-pruritus.
- Mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat
(intertrigo).
- Proteksi mekanis.
Indikasi pemberian bedak adalah dermatosis yang kering dan
superficial.dan mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah,
misalnya pada varisela dan herpes zoster.. Sedangkan
kontraindikasinya adalah dermatitis yang basah, terutama bila
disertai dengan infeksi sekunder.3,4

3. Salep
Salap adalah bahan berlemak atau seperti lemak, yang pada suhu
kamar berkonsistensi seperti mentega. Bahan dasar biasanya
vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak. Indikasi pemberian
salap, yaitu dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang
dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat jika
dibandingkan dengan bahan dasar lainnya dan dermatosis yang
bersisik dan berkrusta. Kontraindikasinya adalah salep tidak
dipakai pada radang akut, dermatitis madidans terutama
dermatosis eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah
berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.3,4

4. Bedak Kocok
Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya
ditambah dengan gliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak
tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi kering, maka jumlah
zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10-15%. Hal ini
berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka
persentase tersebut jangan dilampaui. Indikasinya yaitu,
dermatosis yang kering, superficial dan agak luas, yang
diinginkan ialah sedikit penetrasi dan pada keadaan subakut.
Kontraindikasinya adalah dermatitis madidans.dan pada daerah
badan yang berambut.4,2

5. Krim
Krim merupakan campuran W (water, air), O (oil, minyak) dan
emulgator. Krim ada 2 jenis, krim W/O: air merupakan fase
dalam dan minyak fase luar dan krim O/W: minyak merupakan
fase dalam dan air fase luar. Indikasi sebagai kosmetik aatau
untuk dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki adalah
penetrasi yang lebih besar daripada bedak kocok dan krim juga
boleh digunakan di daerah yang berambut. Sedangkan
kontraindikasinya adalah dermatitis madidans.3,4

6. Pasta
Pasta merupakan campuran homogeni bedak dan vaselin. Pasta
bersifat protektif dan mengeringkan. Efek pasta lebih melekat
dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi
lebih rendah dari salep. Indikasinya digunakan untuk dermatosis
yang agak basah. Dan kontraindikasinya dermatosis yang
eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital
eksterna dan lipatan-lipatan badan pasta tidak dianjurkan karena
terlalu melekat.3,4

7. Linimen/ Pasta Pendingin


Linimen atau pasta pendingin adalah campuran cairan, bedak,
salap. Indikasinya untuk dermatosis yang subakut.
Kontraindikasinya dermatosis madidans.3,4

8. Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi
yang dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel ini
merupakan suatu suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida
yang tidak larut dan alumunium oksida hidrat. Sediaan ini
berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk menetralkan
asam klorida dalam lambung. Absorpsi pada kulit lebih baik
daripada krim. Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit yang
berambut. Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel
memilliki keistimewaan yaitu mampu berpenetrasi lebih jauh dari
krim, sangat baik dipakai untuk area berambut dan isukai secara
kosmetika.3

b) Bahan Aktif
Memilih obat topikal selain factor vehikulum, juga factor bahan aktif
yang dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat
tertentu yang sesuai untuk pengobatan topikal. Di dalam resep harus
ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi satu
sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu
dapat tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya
O.T.T. (obat tidak tercampurkan). Bahan aktif yang digunakan di
antaranya ialah:3
1. Alumunium Asetat
Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung aluminium
asetat 5%. Efeknya ialah astringen dan antiseptic ringan. Jika
hendak digunakan sebagai kompres diencerkan 1 : 10.3
2. Asam Asetat
Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptic
untuk infeksi Pseudomonas.3
3. Asam Benzoat
Asam benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal.
Digunakan dalam salap, contohnya dalam salap Whitfield dengan
konsentrasi 5%.3
4. Asam Borat
Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai
bedak, kompres atau dalam salap berhubungan efek antiseptiknya
sangat sedikit dan dapat bersifat toksik, terutama pada kelainan
yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi.3
5. Asam Salisilat
Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam
pengobatan topikal. Efeknya ialah mengurangi proliferasi epitel
dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu.3
6. Asam Undersilenat
Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau
krim. Dicampur dengan garam seng (Zn undecylenic) 20 %.3
7. Asam vit A (tretinoin, asam retinoat)
Efek vit A adalah memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika
terjadi gangguan, meningkatkan sintesis D.N.A dalam epithelium
germinatif, meningkatkan laju mitosis, menebalkan stratum
granulosom dan menormalkan parakeratosis. Indikasinya, yaitu
oenyakit dengan sumbatan folikular. penyakit dengan
hyperkeratosis. Dan ada proses menua kulit akibat sinar
matahari.3
8. Benzokain
Benzokain bersifat anesthesia. Konsentrasinya ½-5%, tidak larut
dalam air, lebih larut dalam minyak (1 : 35), dan lebih larut lagi
dalam alcohol. Dapat digunakan dalam vehikulum yang lain.
Sering menyebabkan sensitisasi.3
9. Benzil Benzoat
Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan
sebagai emulsi dengan konsentrasi 20% atau 25%.3
10. Camphora
Konsentrasinya 1-2%. Bersifat antiprutitus berdasarkan
penguapan zat tersebut sehingga terjadi pendinginan. Dapat
dimasukkan ke dalam bedak atau bedak kocok yang mengandung
alcohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan
krim.3
11. Kortikosteroid Topikal
Penggolongan kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan
besar, di antaranya berdasarkan anti-inflamasi dan antimitotik.
Dermatosis yang responsif dengan K.T. adalah: psoriasis,
dermatitis atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik,
neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis, dermatitis
statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan
dermatitis solaris (fotodermatitis). Dipilih K.T. yang sesuai,
aman, efek samping sedikit dan harga murah; di samping itu ada
beberapa factor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit
kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit,
luas/tidaknya lesi, dalam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi.
Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.3
Penggunaan K.T pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3
x/hari sampai penyakit tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan
adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya
respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat
yang berulang-ulang; berupa toleransi akut yang berarti efek
vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan
beberapa hari efek vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan
menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan. Lama
pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu
untuk steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk
potensi kuat. Efek samping terjadi akibat penggunaan K.T. yang
lama dan berlebihan dan penggunaan K.T. dengan potensi kuat
atau sangat kuat atau penggunaan secara oklusif. Gejala efek
sampingnya adalah atrofi, strie atrofise, telangiektasis, purpura,
dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis perioral, menghambat penyembuhan ulkus, Infeksi
mudah terjadi dan meluas. Dan gambaran klinis penyakit infeksi
menjadi kabur.3

Tabel 1. Golongan Kortikosteroid Topikal.3


Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik
Golongan I : Diprolene ointment 0,05% betamethason dipropionate
(super poten)
Diprolene AF cream
Psorcon ointment 0,05% diflorasone diacetate
Temovate ointment 0,05% clobetasol proprionate
Temovate cream
Ultravate ointment 0,05% halobetasol proprionate
Ultravate cream
Golongan II : Cyclocort ointment 0,1% amcinonide
(potensi tinggi)
Diprosone ointment 0,05% betamethason dipropionate
Elocon ointment 0,01% mometasone fuorate
Florone ointment 0,05% diflorasone diacetate
Halog ointment 0,01% halcinonide
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment 0,05% fluocinonide
Lidex cream
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate ointment 0,05% betamethason dipropionate
Maxivate cream
Topicort ointment 0,25% desoximetasone
Topicort cream
Topicort gel 0,05% desoximetasone

Golongan III : Aristocort A ointment 0,1% triamcinolone acetonide


(potensi tinggi)
Cutivate ointment 0,005% fluticasone propionate
Cyclocort cream 0,1% amcinonide
Cyclocort lotion
Diprosone cream 0,05% betamethason dipropionate
Florone cream 0,05% diflorasone diacetate
Lidex E cream 0,05% fluocinonide
Maxiflor cream 0,05% diflorasone diacetate
Maxivate lotion 0,05% betamethason dipropionate
Topicort LP cream 0,05% desoximetasone
Valisone ointment 0,01% betamethason valerate

Golongan IV : Aristocort ointment 0,1% triamcinolone acetonide


(potensi
medium)
Cordran ointment 0,05% flurandrenolide
Elocon cream 0,1% mometasone furoate
Elocon lotion
Kenalog ointment 0,1% triamcinolone acetonide
Kenalog cream
Synalar ointment 0,025% fluocinolone acetonide
Westcort ointment 0,2% hydrocortisone valerate

Golongan V : Cordran cream 0,05% flurandrenolide


(potensi
medium)
Cutivate cream 0,05% fluticasone propionate
Dermatop cream 0,1% prednicarbate
Diprosone lotion 0,05% betamethason dipropionate
Kenalog lotion 0,1% triamcinolone acetonide
Locoid ointment 0,1% hydrocortisone butyrate
Locoid cream
Synalar cream 0,025% fluocinolone acetonide
Tridesilon ointment 0,05% desonide
Valisone cream 0,01% betamethason valerate
Westcort cream 0,2% hydrocortisone valerate

Golongan VI : Aciovate ointment 0,05% aclometasone


(potensi
medium)
Aciovate cream
Aristocort cream 0,1% triamcinolone acetonide
DesOwen cream 0,05% desonide
Kenalog cream 0,025% triamcinolone acetonide
Kenalog lotion
Locoid solution 0,1% hydrocortisone butyrate
Synalar cream 0,01% fluocinolone acetonide
Synalar solution
Tridesilon cream 0,05% desonide
Valisone lotion 0,01% betamethason valerate

Golongan VII : Obat topikal dengan hidrokortison, deksametason,


(potensi lemah) glumetalon, prednison, dan metilprednisolon

12. Mentol
Bersifat antipruritik seperti camphora. Pemakaiannya seperti pada
camphora, konsentrasinya ¼-2%.3
13. Podofilin
Damar podofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai
tingtur untuk kondiloma akuiminatum. Setelah 4-6 jam
hendaknya dicuci.3
14. Selenium disulfid
Digunakan sebagai sampo 1% untuk dermatitis seboroik pada
kepala dan tinea versikolor. Kemungkinan terjadinya efek toksik
rendah. 3
15. Sulfur
Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad
dalam dermatologi. Bersifat antiseboroik, anti-akne, antiskabies,
anti bakteri positif gram dan jamur. Yang digunakan ialah sulfur
dengan tingkat terhalus, yaitu sulfur presipitatum (belerang
endap) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya dipakai dalam
konsentrasi 4-20%. Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap,
dan bedak kocok. Contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang
mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%.
Sedangkan contoh dalam bedak kocok ialah losio kummerfeldi
dipakai untuk akne.3
16. Ter
Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari
batubara, kayu dan fosil. Preparat ter sering yang digunakan ialah
karbonis detergens karena tidak berwarna hitam seperti yang lain
dan tidak begitu berbau. Konsentrasi 2-5%. Efeknya antipruritus,
antiradang, antiekzem, antiakantosis keratoplastik, dapat
digunakan untuk psoriasis dan dermatitis kronik dalam salap. Jika
terjadi lesi yang universal, misalnya pada psoriasis, tidak boleh
dioleskan di seluruh lesi karena akan diabsorbsi dan member efek
toksik terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir, tubuh dibagi 3,
hari 1: kepala dan ekstremitas atas, hari 2: batang tubuh dan hari
3: ekstremitas bawah. Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu
diperhatikan adanya reaksi fototoksik, pada ter yang berasal dari
batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter akne. Efek
karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian yang lama.3
17. Urea
Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai
emolien, dapat dipakai untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada
konsentrasi 40% melarutkan protein. 3
18. Zat antiseptik
Zat ini bersifat antiseptik dan/atau bakteriostatik. Zat-zat
antiseptic lebih disukai dalam bidang dermatologi daripada zat
antibiotic, sebab dengan memakai zat antiseptik persoalan
resistensi terhadap antibiotik dapat dihindarkan. Golongan
antiseptik : alkohol, fenol, halogen, zat-zat pengoksidasi, senyawa
logam berat dan zat warna.3
19. Obat Imunomodulator Topikal
Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam riset obat yang
bersifat imunomodulator yaitu yang tercakup dalam terapi imun.
Salah satu obat imunomodulator adalah takrolimus (TKL) suatu
calcinerin inhibitors (CnLs) yaitu suatu makrolactam yang
pertama-tama diisolasi dari streptomyces. TKL dapat diberikan
secara oral, topikal, dan intravena. TKL di metabolisasi di hati
dan mempunyai bioavabilitas lebih tinggi. Formulasi topikal
mempunyai konsentrasi 0,03% dan 0,1% dalam bentuk salep.3

2.2.2 Mekanisme Kerja


Senyawa yang diaplikasikan pada permukaan kulit, termasuk obat
topikal, masuk ke dalam kulit mengikuti suatu gradien konsentrasi (difusi
pasif). Gradien konsentrasi ditimbulkan oleh perbedaan konsentrasi obat
aktif dalam sediaan yang diaplikasikan pada kulit dan konsentrasi obat aktif
dalam jaringan kulit serta jaringan di bawahnya (dermis dan subkutan).
Analisis farmakokinetik dari suatu sediaan topikal yang diaplikasikan pada
kulit meliputi pembahasan mengenai tiga kompartemen yang dilalui obat
aktif, yaitu vehikulum sebagai pembawa obat aktif, stratum korneum, dan
lapisan epidermis serta dermis.1,4
Untuk dapat masuk ke dalam lapisan kulit, bahan/obat aktif dalam
suatu sediaan topikal harus dilepaskan dari vehikulumnya setelah sediaan
obat topikal diaplikasikan. Pelepasan/disolusi bahan aktif dari
vehikulumnya ditentukan oleh koefisien partisinya. Makin besar nilai
koefisien partisi, maka bahan aktif makin mudah terlepas dari vehikulum.1,4
Bahan aktif yang telah terlepas dari vehikulumnya akan berinteraksi
dengan permukaan kulit/stratum korneum. Bahan aktif yang telah
berinteraksi dengan stratum korneum akan segera berdifusi ke dalam
stratum korneum. Difusi yang terjadi dimungkinkan dengan adanya gradien
konsentrasi. Pada awalnya, difusi bahan aktif terutama berlangsung melalui
folikel rambut (jalur transfolikular). Setelah tercapai keseimbangan (steady
state), difusi melalui stratum korneum menjadi lebih dominan.1,4
a) Jalur transfolikular. Bahan aktif yang masuk ke dalam folikel
rambut akan berpartisi dan selanjutnya berdifusi ke dalam
sebum yang terdapat di dalam folikel rambut hingga mencapai
lapisan epitel pada bagian dalam folikel dan kemudian
berdifusi menembus epitel folikel hingga mencapai lapisan
epidermis.
b) Jalur transkorneal (transepidermal). Hingga saat ini,
penyerapan obat interselular (melalui celah di antara korneosit)
menjadi jalur utama pada penyerapan obat transkorneal.
Difusi bahan/obat aktif melalui kedua jalur di atas pada akhirnya akan
mencapai lapisan yang lebih dalam yaitu epidermis hingga kemudian
dermis. Dengan adanya pembuluh darah dalam dermis, bahan aktif yang
mencapai lapisan dermis kemudian akan diresorpsi oleh sistem sirkulasi.1,4

2.2.3 Cara Pakai


Cara aplikasi sediaan obat topikal pada umumnya disesuaikan dengan lesi
pada permukaan kulit. Beberapa cara aplikasi sediaan topikal yaitu:4
1. Oles
Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang
umum dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk
sediaan. Banyaknya sediaan yang dioleskan disesuaikan dengan luas
kelainan kulit.
2. Kompres
Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen cairan yang
dominan menjadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi
berkrusta. Dua cara kompres yaitu kompres terbuka dan tertutup. Pada
kompres terbuka diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan
menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril,
jangan terlampau erat. Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam
cairan kompres, sedikit diperas, lalu dibalutkan pada kulit lebih kurang
30 menit. Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan,
namun cara ini jarang digunakan karena efeknya memperberat nyeri
pada lokasi kompres.
3. Penggunaan oklusif pada aplikasi
Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan; namun
cara ini tidak banyak digunakan. Berbagai teknik oklusi menggunakan
balutan hampa udara seperti penggunaan sarung tangan vinyl,
membungkus dengan plastik. Teknik oklusi mampu meningkatkan
hantaran obat 10-100 kali dibandingkan tanpa oklusi, namun lebih cepat
menimbulkan efek samping obat, seperti efek atrofi kulit akibat
kortikosteroid.
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada kompres pada
pasien dengan lesi kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa.
Contoh zat aktif yang pernah digunakan untuk mandi seperti potassium
permanganate. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan lagi mengingat
efek maserasi yang ditimbulkan.
2.2.4 Prinsip Pemilihan Sediaan
Berbagai hal menjadi pertimbangan dalam pemilihan vehikulum dalam
dermatoterapi, antara lain:1
1) Stadium dan tipe penyakit kulit, prinsip pengobatan basah-dengan-
basah serta kering dengan-kering masih merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam dermatoterapi. Misalnya, dermatosis akut yang
eksudatif ditatalaksana dengan vehikulum yang bersifat
mendinginkan yaitu dengan menggunakan kompres dengan atau
tanpa zat aktif. Sementara dermatitis kronik dengan kelainan kulit
yang kering dapat ditatalaksana dengan menggunakan vehikulum
salep, lotion, dan krim.
2) Tipe/status kulit, vehikulum dapat mengubah keadaan fisik dan
kimiawi kulit dengan cara mempengaruhi kandungan lemak dan air
di dalamnya. Vehikulum yang bersifat hidrofilik sesuai untuk
digunakan pada kondisi kulit normal atau berminyak, sedangkan
vehikulum yang bersifat lipofilik lebih cocok untuk keadaan kulit
yang kering.
3) Lokasi penyakit kulit, pemilihan vehikulum berdasarkan lokasi
anatomis kelainan kulit menjadi hal penting. Ketebalan stratum
korneum dan kepadatan folikel rambut yang bervariasi pada berbagai
lokasi anatomis, mempengaruhi penyerapan sediaan topikal.
Misalnya sediaan berbentuk salep dapat digunakan dalam
pengobatan dermatosis pada telapak tangan atau telapak kaki.
Pertimbangan lain yang berkaitan dengan lokasi anatomis juga
menyangkut kenyamanan pasien dan pertimbangan kosmetik.
4) Faktor lingkungan, serta faktor lingkungan, misalnya kondisi iklim
yang ekstrim dapat mengubah struktur matriks suatu vehikulum,
sehingga diperlukan uji untuk mengetahui kestabilan vehikulum
pada berbagai keadaan iklim.
5) Pertimbangan kosmetik. Stadium dan tipe penyakit kulit, penampilan
fisik, bau, kemudahan dalam aplikasi, serta kemampuan untuk tidak
meninggalkan residu setelah aplikasi menjadi pertimbangan penting
dalam pemilihan vehikulum karena dapat meningkatkan kepatuhan
pasien dalam pengobatan.

2.3 Pengobatan Fisik


 Radioterapi
Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat tinggi
untuk menghancurkan sel-sel kanker. Baik sel-sel normal maupun sel-sel
kanker bisa dipengaruhi oleh radiasi ini. Radiasi akan merusak sel-sel
kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker
akan terhambat. Sekitar 50-60% penderita kanker memerlukan
radioterapi. Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal,
sebagai terapi paliatif yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa
sakit atau tidak nyaman akibat kanker dan sebagai adjuvant yakni
bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker. Dengan
pemberian setiap terapi, maka akan semakin banyak sel-sel kanker yang
mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur,
dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-
sel sehat akan bisa pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi
bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel yang sehat
merupakan penyebab terjadinya efek samping radiasi. Radiasi
mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan yang membelah dengan
cepat.2,7
Hal-hal yang harus diingat pada radioterapi adalah: efek samping yang
terjadi selama radioterapi bisa ditangani, radiasi yang diberikan melalui
tubuh pasien dan tidak tertinggal di dalam tubuh sehingga pasien tidak
bersifat radioaktif, hanya bagian tubuh pada area radiasi yang
dipengaruhi dan sel-sel normal yang terpapar radiasi akan segera
memulihkan diri beberapa jam setelah terkena paparan.2,7
 Sinar ultraviolet
Fototerapi, Fotokemoterapi dan terapi fotodinamik adalah penggunaan
radiasi elektromagnetik non ionisasi untuk kepentingan pengobatan. Di
bidang dermatologi meliputi fototerapi UV A/UV B/ UV A-B, regimen
Goeckerman, fototerapi UV selektif, dan fototerapi di rumah.
Fotokemoterapi adalah fototerapi yang dikombinasi dengan bahan kimia
yang bersifat fotosensitizer seperti psoralen dalam PUVA. Kombinasi
UV B dan UV A lebih baik daripada hanya UV B. UV A bekerja pada sel
Langerhans dan eosinofil, sedangkan UV B mempunyai efek
imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel Langerhans, dan
mengubah produksi sitokin keratinosit.2,7
 Pengobatan laser
Terapi laser pada penyakit kulit dimasukkan dalam bidang bedah kulit,
dikenal sebagai bedah laser terutama laser dengan energi tinggi (High
Power Laser Therapy) yang bersifat destruktif. Di samping itu terdapat
laser dengan energi rendah (Low Power Laser Therapy) yang bersifat
biostimulan, yaitu stimulasi untuk mempercepat respons fisiologis sel
dan jaringan. Kemudian sinar laser dipakai juga dalam bidang estetika
dan kosmetologi kulit, yang berkembang sangat cepat.2,7
 Krioterapi
Krioterapi disebut juga cryosurgery adalah suatu tindakan yang tidak
hanya digunakan untuk tumor-tumor eksternal seperti yang ada di kulit,
tetapi akhir-akhir ini juga mulai digunakan untuk tumor-tumor yang ada
dalam tubuh, seperti kanker prostat, kanker hati baik yang primer
maupun yang merupakan metastasis dari tumor lain, kanker tulang, otak
dan non small cell lung cancer. Beberapa ahli bahkan menggabungkan
tindakan ini dengan radiasi, operasi dan terapi hormon.2,7
 Bedah listrik
Bedah listrik (electrosurgery) adalah suatu cara pembedahan atau
tindakan dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik bolak-
balik berfrekuensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi
jaringan secara selektif agar jaringan parut terbentuk cukup estetis dan
aman baik bagi dokter maupun penderita. Teknik yang dapat dilakukan
dalam bedah listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodedikasi,
elektrokoagulasi, elektroseksi atau elektrotomi, elektrolisis, dan
elektrokauter.2,7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Kadang diketahui penyebab yang multifaktor atau juga tidak
diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan
menghilangkan atau mengurangi keluhan dan gejala, dan menekan
peradangan.
Pada terapi atau pengobatan kulit, banyak jenis dan bentuk sediaan
obat yang dapat digunakan. Jenis pengobatannya ada yang menggunakan
obat-obatan seperti penggunaan topikal dan sistemik, selain itu dengan
pengobatan fisik seperti tindakan atau operatif, sinar radiasi, sinar laser dan
berbagai macam jenis tindakan dalam pengobatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Asmara A, Daili SF, Noegrohowati T, Zubaedah I. Vehikulum dalam


dermatoterapi topikal. MDVI. 2012; 39(1): p. 25-35.
2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 8th ed. New York: Mc
Graw Hill Medical; 2012. p. 2643-2076.
3. Hamzah M. Dermato-terapi. In Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W,
editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI; 2015. p. 426-435.
4. Yanhendri , Yenny SW. Berbagai bentuk sediaan topikal dalam dermatologi.
CDK. 2012 Aug 06; 39(6): p. 423-429.
5. Djuanda A, Effendi EH. Kortikosteroid sistemik. In Menaldi SLS, Bramono
K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Jakarta: FKUI;
2015. p. 408-410.
6. Wisesa TW. Penggunaan antihistamin dalam bidang dermatologi. In Menaldi
SLS, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu penyakit kulit dn kelamin.
Jakarta: FKUI; 2015. p. 411-416.
7. Weller RB, Hunter HJ, Mann MW. Clinical dermatology. 5th ed. Oxford:
Wiley Blackwell; 2015. p. 359-396.

Anda mungkin juga menyukai