Anda di halaman 1dari 67

aspek biofarmasetik dalam

sediaan topikal dan transdermal

Zarima Qhotiah
1811013033
Kelas A
Definisi

Sediaan topikal adalah


Transdermal adalah
sediaan yang
penggunaan obat melalui
penggunaannya pada kulit
kulit untuk tujuan
dengan tujuan untuk
pengobatan sistemik.
menghasilkan efek lokal

Suatu
Suatu sediaan
sediaan akan
akan dapat
dapat memberikan
memberikan
efek
efek sistemik,
sistemik, apabila
apabila obat
obat yang
yang
diberikan
diberikan tersebut
tersebut dapat
dapat menembus
menembus
lapisan
lapisan kulit dan masuk kedalam
kulit dan masuk kedalam
sirkulasi sistemik
sirkulasi sistemik
MACAM MACAM SEDIAAN TOPIKAL DAN
TRANSDERMAL
1
Lotio merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar kulit. Pada
umumnya pembawa dari lotio adalah air. lotio dimaksudkan untuk digunakan pada kulit sebagai
pelindung atau untuk obat karena sifat bahan-bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang
merata dan cepat pada permukaan kulit. Setelah pemakaian, lotio akan segera kering dan
meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. Fase terdispersi pada lotio
cenderung untuk memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan sehingga lotio harus dikocok kuat
setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah memisah terdispersi kembali.

2
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat
luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. Salep tidak
boleh berbau tengik. Menurut pemikiran modern salep adalah sediaan semipadat untuk
pemakaian pada kulit dengan atau tanpa penggosokan. Oleh karena itu salep dapat terdiri
dari substansi berminyak atau terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam
proporsi relatif tinggi.
3
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat yang
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Krim mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau
minyak dalam air.
4
Pasta merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari satu
atau lebih bahan obat dalam konsentrasi tinggi dan ditujukan
untuk pemakaian topikal. Bahan obat dalam pasta terdistribusi
secara merata dalam bentuk serbuk halus.

5
Gel merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari dispersi molekul kecil
atau besar dalam basis air yang telah ditambahkan gelling agent. Sediaan
gel dapat berupa sistem satu fasa, ketika bahan obat terlarut dalam basis
atau dua fasa yaitu ketika bahan aktif tidak terlarut dalam basis gel.
Sediaan gel yang terdiri dari dua fasa disebut dengan magma.
Keuntungan Obat Topikal Kerugian Obat Topikal

Absorbsinya tidak
Untuk efek lokal
Mencegah first-pass menentu
effect
Meminimalkan efek
samping sistemik
Keuntungan obat transdermal
• Meningkatkan kemudahan & kenyamanan pemakaian obat
• Pelepasan obat dapat mudah
• Pengurangan fluktuasi kadar plasma obat
• Kadar obat dapat dikontrol pada sirkulasi sistemik untuk obat yang kerjanya
diperpanjang
• Untuk kerja obat diperpanjang dapat mengurangi frekuensi pemberian obat
• Mengurangi tingkat konsentrasi plasma obat, dengan efek samping yang
menurun
• Dosis yang dibutuhkan jauh lebih kecil ibandingkan dosis oral karena obat
diharapkan langsung masuk ke sasaran, sehingga tingkat toksisitasnyapun
lebih rendah dibanding oral.
Kerugian obat
transdermal

• Kadang-kadang mengiritasi kulit


• Hanya obat dengan kriteria tertentu (yang dapat menembus kulit), sehingga
tidak semua obat cocok untuk diberikan secara transdermal
• Memerlukan desain formulasi khusus sehingga obat dapat efektif jika
diberikan secara transdermal
Sediaan Topikal :
Contoh : Caladine, Desoximetasone, Hydrocortisone

Contoh Sediaan Topikal dan Transdermal


Contoh sediaan transdermal :
Nitrogliserin (Obat Angina)
Wadah dan Penyimpanan

 Krim
Penyimpanan krim biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol yang digunakan biasanya berwarna gelap
atau buram. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk krim yang mengandung obat yang peka terhadap
cahaya.
Tube biasa saja terbuat dari kaleng atau plastik, beberapa diantaranya diberi tambahan kemasan bila krim akan digunakan
untuk penggunaan khusus. Tube dari krim kebanyakan dikemas dalam tube kaleng dan dapat dilipat yang dapat
menampung sekitar 8,5 gram krim.
 Salep
Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari gelas tidak berwarna, warna hijau, biru
atau buram dan porselen putih. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep yang mengandung obat yang
peka terhadap cahaya.
Tube dibuat dari kaleng atau plastik, beberapa di antaranya diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus bila salep
akan digunakan untuk dipakai melalui rektum, mata, vagina, telinga, atau hidung.
Kebanyakan salep harus disimpan pada temperatur dibawah 30° C untuk mencegah melembek apalagi dasar salepnya
bersifat dapat mencair.
 Gel
Cara penyimpanan sediaan gel :
Gel Lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan.
Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.
 Pasta
Simpan pada tempat sejuk dan kering yaitu pada suhu kamar yang jauh dari sumber panas.
Simpanlah obat terpisah dari bahan makanan dan jangan sampai memindahkan tempat obat
ke bekas tempat makanan.
Jangka waktu penyimpanan salep/pasta (tube) adalah selama 3 tahun. Pada obat-obat
biasanya ada kandungan zat pengawet, yang dapat merintangi pertumbuhan kuman dan
jamur
Cara memusnahkan obat yang sudah tidak terpakai sebaiknya tidak dibuang begitu saja
ke tempat sampah, hal ini untuk menghindari ada yang mengambil kembali obat tersebut.
Contoh wadah : botol kaca dan tube
Enhancer
 DEFENISI
Enhancer adalah suatu bahan yang ditambahkan dalam formulas sediaan topikal yang diharapkan dapat meningkatkan jumlah obat
yang berpenetrasi ke dalam kulit, sehingga kadar obat yang diberikan memberikan efek yang diharrapkan. Enhancer adalah bahan
kimia yang berinteraksi dengan konstituen kulit untuk meningkatkan flux obat
 SYARAT
1. Tidak toksik, tidak menyebabkan iritasi dan alergi.
2. Onset of action dalam meningkatkan penetrasi obat ce[pet, durasi efeknya dapat diprediksi dan reprodusibel.
3. Tidak memiliki efek farmakologis dan tidak berinteraksi dengan reseptor pada kulit.

4. Saat enhancer dibersihkan dari kulit, jaringan kulit harus dapat kembali seperti semula dengan fungsi sawar normal.
5. Ketika menggunakan enhancer, cairan tubuh, elektrolit atau bahan- bahan endogen tidak boleh hilang dari tubuh.
6. Kompatibel secara fisika dan kimia dengan bahan obat dan bahan- bahan penunjang lainnya.
7. Enhancer mudah menyebar di kulit dan aseptabel.
8. Tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna.
PENGGOLONGAN ENHACER
1. Enhancer Kimia
◦ Sulfosida, Dimetilsulfoksida (DMSO) adalah penetrasi enhancer yang efektif
mempromosikan permeasi dengan mengurangi resistensi kulit untuk obat atau molekul
oleh partisi obat dari bentuk sediaan.
◦ Alkohol, alkohol lemak dan glikol, mempengaruhi penetrasi transdermal dengan
sejumlah mekanisme.
◦ Poliol
◦ Alkana, meningkatkan permeabilitas kulit oleh yang tidak bersifat merusak perubahan
penghalang lapisan corneum
◦ Asam Lemak,
◦ Ester, dapat meningkatkan permeasi dengan cara yang sama dengan sulfosida dan
formamida oleh penetrasi ke stratum corneum dan meningkatkan fluiditas lipid oleh
gangguan kemasan lipid
◦ Air, untuk meningkatkan pengiriman obat-obatan transdermal topikal
◦ Azone, merupakan bahan yang sangat lipofilik
◦ Amina dan amida
◦ Surfaktan, untuk solubilise lipofilik bahan aktif dan mereka memiliki potensi
untuk solubilise lipid dalam stratum korneum
◦ Siklodekstrin, dapat membentuk kompleks inklusi dengan lipofilik obat
dengan peningkatan resultan pada kelarutan
◦ Minyak atsiri, senyawa terpen dan terpenoid, Terpen telah lama digunakan
sebagai obatobatan, perasa dan agen pewangi.
2. Enhancer Fisik
◦ Iontophoresis, suatu teknik yang membutuhkan lipatan suatu arus listrik kecil
di kulit, telah digunakan untuk memberikan molekul obat yang terionisasi dan
peptida pada tingkat yang lebih cepat daripada pada normal.
◦ Fonoforesis, Sebuah alternatif untuk iontophoresis adalah USG, atau
penggunaan phonophoresis, untuk meningkatkan permeabilitas kulit untuk
molekul obat. Penggunaan phonophoresis dapat merusak struktur kulit jika
aplikasi frekuensi dan intensitas komprehensif.
Kinetika Pelepasan Obat dari Sediaan Transdermal
Aspek
Aspek
Biofarmaseti
Biofarmasetik
k
 Kelarutan dalam Farmakope Indonesia,
diartikan dengan kelarutan pada suhu 200C
(FI III) atau 250C (FI IV) dinyatakan dalam
satu bagian bobot zatpadat atau 1 bagian
volume zat cair dalam bagian volume
tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain.
 Kelarutan merupakan parameter
biofarmasetik untuk pemberian oral karena
obat harus larut dalam cairan tubuh
sebelum diabsorpsi.
 Dalam sediaan topikal transdermal, yang
perlu diperhatikan adalah kelarutan bahan
baku obat dengan zat pembawanya agar
menciptakan homogenitas sediaan yang

1. Kelarutan
baik.
S. Korneum adalah sawar terhadap
Derajat ionisasi obat-obat yang bersifat asam lemah penghantaran transdermal terutama disebabkan
atau basa lemah tergantung konstanta disosiasi adanya membran lipid bilayer, sehingga
(pKa) dan pH larutan: Pers. Henderson- molekul terionisasi merupakan penetran yg
Hasselbach
buruk pada penghantaran transdermal.
Berdasarkan hipotesis partisi pH, asam
Obat asam:
dan basa lemah akan terdisosiasi tergantung
Log (kadar terion/kadar tak terion) = pH – pKa
pada pH formulasi: hanya bahan obat yg tidak
terionisasi yg dpt melintasi membran (prinsip
Obat basa:
ini tidak dapat diterapkan secara ketat pada
Log (kadar tak terion/kadar terion) = pH - pKa
penghantaran transdermal karna rumitnya
struktur kulit)

2. Ionisasi dan Pka


Bahan obat terionisasi melintasi membran kulit melalui rute trans-
appendageal (sedikit)
Bahan obat terionisasi melintasi membran melalui rute interseluler
Note:
- pH PBS (phosphate buffered seline) adalah 7,4 & pKa losartan adalah
6 -> maka losartan banyak dalam bentuk terion, sehingga melalu rute
trans-appendagea, untuk itu diperlukan enhancer untuk merusak lapisan
S.korneum sehingga dapat melalui rute trans-apendageal & intraseluler
- Untuk menjadi bentuk molekul: pH harus 2 level dibawah harga pKa
jadi sekitar pH 4
- Jika nilai pH = nilai pKa, maka bahan obat 50% bentuk ion dan 50%
bentuk molekul
3. Koefisien Partisi Menurut Nernst, koefisien partisi
dapat disederhanakan sesuai dengan
persamaan:
 Koefisien partisi menggambarkan rasio pendistribusian obat
kedalam pelarut sistem dua fase, yaitu pelarut organik dan air. P= Co/Cw atau Log P= log Co –
 Umumnya koefisien partisi lemak/air dari suatu molekul
log Cw
merupakan indeks yang berguna dalam kecenderungan untuk
absorpsi oleh difusi pasif.
 Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya
Keterangan :
semakin besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah.
Co : Kadar molal dalam fase non-
Senyawa dengan koefisien partisi yang rendah akan mengalami air
kesulitan menembus membran sehingga bioavailabilitasnya Cw : Kadar molal dalam air, setelah
rendah. mengalami kesetimbangan partisi.
Semakin besar nilai P maka
semakin banyak senyawa dalam
pelarut organik.
Pelepasan obat dan bentuk sediaan, lebih ditentukan
Dalam pembuatan obat luar atau oleh pemilihan bahan pembawa yang memiliki
topikal, terdapat dua tahapan kerja obat afinitas yang rendah bagi penetran/obat. Hal ini
topikal agar dapat memberikan efeknya yaitu sesuai dengan pelepasan obat ditentukan oleh
obat harus dapat lepas dari basis dan menuju koefisien partisi pembawa (donor) ke stratum
korneum (reseptor). Dapat dirumuskan sebagai
ke permukaan kulit, selanjutnya berpenetrasi
berikut:
melalui membran kulit untuk mencapai
KP = Ks.K
tempat aksinya. Faktor yang mempengaruhi Ks.P
salah satunya adalah koefisien partisi.
Sediaan transdermal atau sediaan yang Dimana : KP = koefisien partisi
digunakan perkutan yang diperuntukkan Ks. K = kadar obat dalam stratum korneum
untuk memberikan efek sistemik. Senyawa Ks. P = kadar obat dalam pembawa
dengan koefisien partisi yang rendah akan Apabila Kp rendah, maka afinitas yang tinggi antara
obat dengan pembawa, obat bertendensi suka
mengalami kesulitan menembus membran
tinggal di pembawa. Sebaliknya apabila Kp tinggi,
sehingga bioavailabilitasnya rendah. maka obat dalam stratum korneum lebih besar (obat
tidak suka tinggal di pembawa). Sehingga bahan
pembawa harus dipilih sehingga tidak menghalangi
absorpsi obat.
4. Stabilitas
Stabilitaskimia dari obat amat penting untuk menghindarkan implikasi aktivitas
farmakologik dan/atau toksikologik. Profil stabilitas pH juga penting dari
perspektif fisiologik dengan pertimbangan rentang nilai pH yang terjadi in vivo,
khususnya dalam saluran cerna. Stabilitas fisik mengacu pada perubahan
senyawa obat padat yaitu termasuk transisi polimorfik,solvatasi/desolvatasi.
Ditingkat produk topikal dan transdermal stabilitas menyangkut integritas sifat
mekanis (kekerasan/konsistensi, friabilitas, swelling) dan perubahan pada
tampilan produk.
Diamati terjadinya pertumbuhan mikroorganisme dengan mengamati timbulnya
mikroorganisme pada permukaan sediaan.
5. Bentuk Garam dan Polimorf
Senyawa obat dapat berada dalam beragam bentuk, termasuk garam, solvat, hidrat, polimorf atau amorf.
Bentuk padatan akan mempengaruhi sifat zat padat tersebut antara lain kelarutan, laju disolusi, stabilitas,
higroskopisitas, dan juga memberi dampak pada proses manufaktur dan kinerja klinis. Bentuk garam dapat
dipilih, yang mempunyai kelarutan lebih besar, dan ini akan memperbaiki laju disolusi dari zat aktif.
Bentuk polimorf yang banyak dipilih dalam pembuatan sediaan farmasi adalah
bentuk yang paling stabil karena lebih mudah mengendalikan bentuk kristaldan segala sifat yang terkait se
lama proses manufaktur
6. Sifat Partikel dan Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat / zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk
pemakaian oral atau untuk pemakaian luar.
Serbuk tabur adalah serbuk ringan untuk penggunaan topikal, yang dapat dikemas dalam
wadah yang bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan pengguan pada kulit. (FI V,
2014)
Serbuk tabur harus melewatia ayakan dengan derajat halus 100 mesh seperti tertera pada
Derajat Halus Serbuk (1141) agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka.
Ukuran partikel
kehalusan serbuk untuk bahan kimia ditentukan sebagai berikut :
1. Serbuk kasar no.20 , semua partikel serbuk dapat melewati ayakan no.20 &
tidak lebih dari 60% yang melewati ayakan no 40.
2. Serbuk cukup kasar no.40, semua partikel serbuk bisa melewati ayakan
nomor 40 dan tidak lebih dari 60% melewati ayakan no.60
3. Serbuk halus no.80, semua partikel serbuk dapat melewati ayakan nomor
80 & tidak ada limitasi bagi yang lebih halus.
4. Serbuk sangat halus no.120, semua partikel serbuk melewati ayakan no.120
& tidak ada limitasi bagi yang lebih halus.
7.Formulasi
memformulasikan sediaan farmasi sesuai standar yang berlaku mulai dari persiapan
pembuatan obat (standar formulasi, jaminan mutu, ketersediaan peralatan, dan penilaian
ulang formulasi) hingga membuat formulasi (mempertimbangkan persyaratan untuk
memenuhi spesifikasi yang ada dalam farmakope, persiapan dan menjaga dokumentasi obat
"melakukan yang ditulis dan menulis apa yang dilakukan", pencampuran zat aktif dengan zat
tambahan, menerapkan prinsip teknik pembuatan steril dan non steril, pengemasan, serta
pengawasan mutu).
Gambaran skematik
berbagai tahap difusi
zat aktif ke dalam
lapisan kulit
Evaluasi
Sediaan
• Organoleptik Pada Sediaan Topikal
Pemeriksaan organoleptik meli-puti tekstur, warna dan bau yang diamati
secara visual. Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan meletakkan
sediaan diantara dua kaca lalu diperhatikan adanya partikel yang kasar
atau ketidakhomoge-nan dibawah cahaya.
• Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan pada kaca
objek tipis-tipis dan diamati homogenitas sediaannya
• Uji PH
Sebanyak 0,5 g salep diencerkan dengan 5 ml aquades, kemudian di cek
pH larutannya. syarat dari pH sediaan topical yaitu antara 4,5- 6,5.
• Uji Stabilitas
Diamati terjadinya pertumbuhan mikroorganisme dengan mengamati
timbulnya mikroorganisme pada permukaan sediaan
Uji Keseragaman Bobot
Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung satu zat aktif dan sediaan
mengandung dua atau lebih zat aktif. Untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara
keseragaman bobot dilakukan untuk sediaan yang dimaksud (dari satuan uji dapat diambil
dari bets yang sama untuk penetapan kadar.
Persyaratan keragaman bobot diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau
lebih yang merupakan 50 % atau lebih, Dari bobot satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif
lain, jika dalam jumlah kecil ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan.
Pengujian bobot tiap sediaan dinilai penting untuk menjamin tidak adanya bobot yang hilang
dalam jumlah besar pada proses pembuatan.
Uji Daya Sebar
Sebanyak 0,5 gr salep diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15 cm, kaca lainnya
diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar salep diukur. Setelahnya,
100 gr beban ditambahkan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameter yang konstan
Uji Angka Lempeng Total dan Angka Kapang
Pemeriksaan Angka Lempeng Total adalah menentukan jumlah bakteri
dalam suatu sampel. Dalam test tersebut diketehui perkembangan
banyaknya bakteri dengan mengatur sampel, di mana total bakteri
tergantung atas formasi bakteri di dalam media tempat tumbuhnya dan
masing-masing bakteri yang dihasilkan akan membentuk koloni yang
tunggal.
Angka Kapang/Khamir menunjukkan adanya cemaran kapang/khamir
dalam sediaan yang diperiksa. Kapang adalah kelompok mikroba yang
tergolong dalam fungi. Kapang adalah fungi yang mempunyai filamen
(miselium). Sedangkan khamir adalah juga termasuk fungi, tapi yang
dibedakan dari kapang karena bentuknya yang terutama uniseluler.
Evaluasi Biofarmasetika Sediaan Topikal

I. Studi Difusi In Vitro


Penilaian biofarmasetik obat-obatan yang diberikan melalui kulit meliputi uji
kekentalan bentuk sediaan, ketercampuran dan pengawetan. Sesudah pengujian
tersebut, umumnya dilanjutkan dengan uji pelepasan zat aktif in vitro denga tujuan
dapat ditentukannya pembawa yang paling sesuai untuk dapat melepaskan zat aktif
di tempat pengolesan. Metode pengujian yang telah diajukan meliputi:
a.Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
b. Dialisis melalui membran kolodion atau selofan

II. Studi Penyerapan


Penyerapan perkutan dapat diteliti dari dua aspek utama yaitu penyerapan
sistemik dan lokalisasi senyawa dalam struktur kulit dengan cara in vitro dan in vivo
sehingga dapat dipastikan lintasan penembusan dan tetapan permeabilitas, serta
membandingkan efektifitas berbagai bahan pembawa. Prinsip metoda penyerapan
perkutan dirangkum dalam tabel berikut yaitu:
a. Tabel I : Studi penyerapan perkutan in vitro
b.b. Tabel II : Studi penyerapan perkutan in vivo meliputi
-Studi kuantitatif : Pengukuran penyerapan dan tetapan
permeabilitas
-Studi kualitatif : Evaluasi pengaruh bahan pembawa terhadap
penyerapan, studi
kondisi pemakaian ( friksi, ionoforesis, penutupan dan pengikisan)
Evaluasi Biofarmasetika Sediaan
evaluasi sediaan (baik salep, krim, gel) yang diberikan melalui kulit pada umumnya sebagai
berikut :
1. Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan meliputi perubahan warna, bau (ketengikan), konsistensi, dan terjadinya
pemisahan fase. Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
2.Pemeriksaan homogenitas
Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengoleskan krim pada lempeng kaca, kemudian
dilihat warnanya seragam atau tidak. Pengamatan dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
3. Uji viskositas
Viskositas krim ditetapkan dengan viscotester VT-04E (Rion CO,Ltd), rotor no 1. Pengamatan
dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
4. Uji daya sebar
Setengah gram krim diletakkan di pusat antara 2 lempeng gelas, dimana lempeng sebelah atas
ditimbang terlebih dahulu kemudian diletakkan diatas krim dan biarkan selama 1 menit. Di
atasnya diberi beban 150 g, g, dibiarkan 1 menit dan diukur diameter sebarnya. Pengamatan
dilakukan tiap minggu selama 5 minggu.
6.6. Uji rasio pemisahan krim
Krim dimasukkan ke dalam tabung reaksi berskala tertentu. Masing-masing disimpan
pada suhu kamar selama 5 minggu penyimpanan. Amati volume pemisahan tiap 3 hari
sekali dan dihitung volume pemisahannya Bila tidak terjadi pemisahan selama
penyimpanan pada suhu kamar, dapat dilakukan uji pemisahan fase dipercepat dengan
metode sentrifugasi. Sebanyak 2 gram lotion dimasukkan kedalam tabung sentrifuga,
sentrifugasi 3750 rpm selama 5 jam dengan interval waktu pengamatan setiap 1 jam.
Amati pemisahan fase minyak dan fase airairyang terjadi dalam setiap interval waktu
pengamatan

7.Pemeriksaan pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH merk
universal. Pengamatan dilakukan setelah pembuatan krim yaitu pada
minggu ke-0 dan minggu ke-5.

8. Evaluasi Tipe Krim


a. Metode Pengenceran
Krim yang jadi dimasukkan ke dalam vial, kemudian diencerkan
dengan air. Jika emulsi dapat diencerkan maka tipe emulsi adalah
tipe m/a.
b. Metode Dispersi Zat Warna
Emulsi yang dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditetesi dengan beberapa tetes
larutan biru me-tilen. Jika warna biru segera
terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a.
evaluasi ketersediaan hayati
obat yang diberikan melalui kulit :
a) Studi difusi in vitro
Berdasarkan dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang
diberikan melalui kulit, maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk
sediaan, ketercampuran, pengawetan, selanjutnya dilakukan uji
pelepasan zat aktif in vitro, dengan maksud agar dapat ditentukan bahanan
pembawa yang paling sesuai digunakan untuk dapat melepaskan zat
aktif di tempat pengolesan. Ada beberapa metoda, yang dapat dilakukan
di antaranya adalah
-Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
-Dialysis melalui membran kolodion atau selofan
b) Studi penyerapan (absorbsi)
Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan dua aspek utama yaitu
penyerapan sistemik dan lokalisasi senyawa dalam strukiur kulit.
Dengan cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan
dan tetapan permeabilitas, serta membandingkan efektivitas dari
berbagai bahan pembawa. Absorbsi perkutan telah lama diteliti baik
secara in vivo dengan mempergunakan senyawa radioaktif atau
dengan
tehnik in vitro mempergunakan sayatan kulit manusia
Kondisi Yang Memungkinkan Dan Tidak Memungkinkan Untuk
Digunakan Sediaan Topikal
a)a) Kondisi yang memungkinkan
Digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat.
Memungkinkan untuk pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit yang luas
Sebagai pelembut atau pelicin untuk kulit.
Digunakan untuk menghilangkan iritasi atau hanya untuk pijit.
Digunakan untuk melemaskan otot-otot yang kaku
b) Kondisi yang tidak memungkinkan
Tidak digunakan untuk luka yang terbuka
Tidak dapat digunakan pada kulit yang pecah atau lecet sebab
mungkin menimbulkan iritasi yang berlebihan
STUDI BIOFARMASEUTIK
PEMBERIAN OBAT PER REKTAL
Pemberian obat melalui rektal

Tujuan Pengobatan Rektal

Lokal Sistemik
Pemberian obat melalui rektum
1. Pengobatan lokal: wasir, radang rektum, lokal anastesi atau

konstipasi

2. Sistemik :
◦ penderita muntah atau ada gangguan saluran cerna
◦ zat aktif terurai dalam saluran cerna
◦ zat aktif terurai melalui siklus enterohepatik dan first pass effect
◦ penderita tidak mau menelan obat karena rasa yang tidak enak
◦ menghindari pemberian secara parenteral
Pemberian obat melalui rektum
Kekurangan

1. Onset seringkali lebih lambat


2. Jumlah total zat aktif yang dapat diabsorpsi kadang-kadang
lebih kecil dari rute pemberian lainnya (karena volume cairan
atau luas permukaan)
Karakteristik Rektum
 pH mirip pH usus besar = (7,2-7,4)
 Umumnya rektum kosong kecuali pada saat defekasi
 Adanya feses di luar saat defekasi, kadang –kadang tidak
dapat diabaikan (sebaiknya dihilangkan dulu)
 Bagian ampula recti mengandung air dan senyawa kental
sejenis musin
Aliran Darah Rektum
Transport obat melalui rektum
Melalui cara :
- pembuluh darah
(bagian bawah dan tengah rektum pembuluh darah langsung ke
siskulasi sistemik sedangkan bagian atas rektum (superior)
aliran darah melewati hati)

- pembuluh getah bening

Bentuk sediaan :
- larutan / suspensi
- suppositoria
- kapsul rektum
MEKANISME KERJA SUPOSITORIA
1. Berefek Mekanik
Bahan dasar yang dipakai disini tidak peka terhadap
penyerapan, karena tujuannya sebagai pencahar. Disini
mulai berefek bila terjadi kontak yang menimbulkan reflek
defekasi. Basis yang dipakai akan terjadi fenomena
osmose terhadap air yang akan mengakibatkan eksudasi
usus sehingga timbul peristaltika. Ex. Gliserin.
2. Berefek setempat
Termasuk disini salah satunya adalah
antiwasir yaitu senyawa yang efeknya
disebabkan oleh adanya sifat astringent.
3. Berefek Sistemik
Dapat diserap dan berefek ke organ tubuh
lainnya.
- Supositoria nutritif
Diindikasikan pada saluran cerna atas yang
tidak dapat menyerap. Contohnya pepton.
- Supositoria obat
Obat akan masuk ke peredaran darah
berefek spesifik pada organ tubuh tertentu
sesuai dengan efek terapinya. Contoh gol.
Ketoprofen sebagai analgetika.
Pelepasan Obat dari Suppositoria
Penghanc
Transfer/perpin
Difusi
Pelarutan
dahan zat aktif
urancairan
(basis
zat
zat aktif
Sediaan
rektum)aktif

A
b
s
o
r
b
s
i

Proses biofarmasi sediaan suppositoria


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KINETIKA PREDISPOSISI ZAT AKTIF
1. Penghancuran sediaan
Proses penghancuran sediaan merupakan fungsi dari
basisnya.
- Bila basisnya melebur dalam rektum (zat berlemak)
maka suhu leburnya merupakan penentu. Suhu rektum
adalah sekitar 37o C , Untuk itu diharapkan harus
memiliki titik lebur antara 32,6 sd 37,60 C.
Syarat jarak peleburan adalah tidak boleh lebih dari 10
menit.
 Bila bentuk sediaan punya basis larut air maka laju
penghancuran sediaan akan sebanding dengan kelarutan dan
laju pelarutan zat pembawa dalam cairan rektum.

Jadi disini tergantung pada pembawa yang digunakan, yang


selanjutnya akan membentuk massa kental yang dapat
melapisi mukosa, dimana disini zat aktif akan pindah dari
sediaan ke cairan rektum.

Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan dan daya adhesi


zat pembawa berlemak untuk supositoria, dapat
ditambahkan surfaktan dengan HLB 4-9
2. Transfer zat aktif kedalam cairan
rektum

Disini tergantung dari sifat fisikokimianya, yaitu


 Sifat zat aktif dalam supositoria
Zat aktif dalam supositoria dapat dibuat tersuspensi
atau terlarut.

zat larut dalam basis akan mengalami pelepasan lebih


lambat daripada zat aktif yang terdispersi.
 Kelarutan zat aktif
Zat aktif yang larut dalam lemak dengan konsentrasinya tinggi akan mudah
bercampur dengan cairan rektum. Namun hal ini tergantung pada :

 Koefisen partisi zat aktif dalam fase lemak dan cairan rektum
Zat aktif harus dapat mencapai permukaan film cairan dengan berbagai
mekanisme transpor, misalnya dengan pengendapan, setelah mencapai lapisan
cairan rektum akan dibasahi oleh fase air dan lepas dari basisnya. Bila senyawa
semakin larut maka pencapaian permukaan tersebut akan semakin cepat.

 Ukuran partikel
Ukuran partikel yang terlalu kecil tidak dianjurkan untuk supositoria karena dapat
menyebabkan peningkatan kekentalan dari massa yang melebur dan akan
menghambat tahap selanjutnya.
Absorpsi Obat
Dipengaruhi oleh;
- kedudukan suppositoria setelah pemakaian

 Waktu tinggal dalam rektum


 pH rektum dan pKa zat aktif
 Konsentrasi zat aktif dalam cairan rektum (kelarutan zat
aktif)
Absorpsi Obat
Absorpsi obat setelah pemberian rektal dapat bervariasi,
tergantung pada penempatan supositoria ataularutan
obat di dalam rektum. Sebagian dari obat dapat
diabsorpsi melalui vena hemoroid bawah,dimana obat
langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, beberapa
obat dapat diabsorpsi melalui vena hemoroid superior,
yang masuk ke dalam vena mesenterika ke pembuluh
darah portal ke hati dan dimetabolisme sebelum
absorpsi sistemik
Pemberian melalui rektum untuk tujuan
sistemik
Absorpsi melalui rektum mungkin lebih baik daripada oral
bila;
◦ Zat rusak oleh enzim atau suasana pH saluran cerna
◦ Zat dimetabolisme secara eksensif pada siklus enterohepatik
atau first pass metabolisme
Faktor fisiologis dan patofisiologis yang
berpengaruh pada absorpsi obat

Gangguan transisi saluran cerna; diare


Adanya feses dalam rektum
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan suppositoria
Pemilihan basis
 Zat aktif larut air, basis berlemak dengan suhu lebur < suhu rektum
 Zat aktif sukar larut, gunakan partikel halus. pH rektum diubah dengan penambahan
dapar atau konstanta dielektrik basis diubah
 Zat aktif berupa cairan dan dapat melarutkan basis maka pilih basis yang konsistensinya
lebih tinggi (basis larut air) atau suhu lebur lebih tinggi (basis berlemak)
 Zat aktif membentuk campuran eutektik dengan basis, cari pembawa yang suhu leburnya

sesuai.
Basis suppositoria yang ideal
 Meleleh pada suhu 360C. Suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk
campuran eutektik
 Non toksik dan non iritasi
 Tidak mempunyai bentuk metastabil
 Dapat mengkerut pada proses pendinginan sehingga memudahkan
pengeluaran dari cetakan
 Dapat bercampur dengan air
 Stabil selama penyimpanan
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai