Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KEGIATAN INTERNSHIP

PENYULUHAN NEUROPATI DIABETIK PADA PASIEN PROLANIS

OLEH:

dr. Bella Mesantika

PEMBIMBING:

dr. Nanik Sugiarti, M.M

WAHANA:

Puskesmas Gabus 2

Kabupaten Pati, Jawa Tengah

Periode Februari – Agustus

2022
LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

Laporan F1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Topik: Neuropati Diabetik

Latar belakang Neuropati Diabetik merupakan salah satu


komplikasi yang paling sering ditemukan pada
diabetes melitus (DM). Risiko yang dihadapi
pasien DM dengan neuropati diabetik antara lain
ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh
sembuh dan amputasi jari/kaki. Kondisi inilah
yang menyebabkan bertambahnya angka kesakitan
dan kematian, yang berakibat pada meningkatnya
biaya pengobatan pasien DM dengan neuropati
diabetik.

Permasalahan Neuropati diabetik merupakan suatu


gangguan yang mengenai saraf, yang disebabkan
oleh diabetes mellitus. Bila menderita diabetes
lama, maka dapat terjadi kerusakan pada saraf
diseluruh badan.

Sekitar 60-70% penderita diabetes menderita


neuropati. Resiko meningkat berhubungan dengan
umur dan resiko tertinggi terjadinya neuropati
yaitu pada penderita yang telah menderita diabetes
lebih dari 25 tahun.

Perencanaan dan Melakukan intervensi secara aktif dengan


Pemilihan intervensi melakukan edukasi berupa penyuluhan mengenai
Neuropati diabetik di Puskesmas Gabus 2 bersama
dengan program Prolanis.

Pelaksanaan Kegiatan penyuluhan dilaksanakan di


Puskesmas Gabus 2 pada hari Sabtu, tanggal 28
Mei 2022.
Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi dilakukan di
kegiatan Prolanis berikutnya dengan melakukan
metode re-call pada topik Diabetes melitus saat
dilakukan pemeriksaan

Pati, 28 Mei 2022

Dokter internship,

dr. BellaMesantika
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan
neuropati diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan
amputasi jari/kaki.
Neuropati diabetika adalah suatu gangguan pada syaraf perifer, otonom dan syaraf
cranial yang ada hubunganya dengan diabetes melitus.Keadaan ini disebabkan oleh
kerusakan mikrovaskuler yang disebabkan oleh diabetes yang meliputi pembuluh darah yang
kecil-kecil yang memperdarahi syaraf(vasa nervorum). Gangguan neuropati ini termasuk
manifestasi somatic dan atau otonom dari system saraf perifer.

2. Klasifikasi
Banyak klasifikasi dari Neurophaty Diabetik yang telah dikemukakan, tetapi untuk
mencapai pendekatan secara klinis, keterlibatan pengertian neurophaty dapat digunakan
untuk menambah diagnosis dan perawatan dari berbagai macam sindrom, berikut ini
klasifikasi yang telah disesuaikan. Dalam system seperti ini, manifestasi Neurophaty Diabetik
dibagi kedalam 2 (dua) kategori, somatic dan visceral:
a) Somatic (peripheral) Neurophaty
Jenis neuropati ini merusak saraf di lengan dan tungkai, dimana kaki dan
tungkai biasanya lebih dulu terkena dari pada tangan dan lengan. pada banyak
penderita diabetes mellitus dapat ditemukan gejala neuropati pada pemeriksaan, akan
tetapi penderita tidak merasakanya sama sekali. Gejala biasanya dirasakan lebih berat
pada malam hari. Neuropati perifer juga bisa menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks, terutama refleks tumit yang menyebabkan perubahan cara jalan dan
juga bisa menyebabkan deformitas pada kaki seperti hammertoes dan kollaps dari
midfoot. Bisa terlihat luka-luka pada kaki yang terjadi pada daerah yang kurang rasa,
karena kerusakan yang disebabkan oleh tekanan. Bila tidak diobati dengan segera,
maka bisa terjadi infeksi sampai tulang dan bisa harus dilakukan amputasi.
Ekstremitas bawah: Foot drop, Diabetik amyotrophy; Ekstremitis atas: Carpal-Tunnel
Syndrome (Median Nerve), Clawhand Syndrome (Ulnar Nerve).

b) Visceral neuropathy
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus
tekanan darah dan mengatur kadar gula darah, juga mengenai organ dalam yang
menyebabkan gangguan pencernaan, pernafasan, miksio, respon seksual dan
penglihatan. Selain itu sistem yang memperbaiki kadar gula ke normal setelah terjadi
suatu episode hipoglikemia bisa terkena, sehingga terjadi hilangnya tanda-tanda
peringatan terjadinya hipoglikemi seperti keringat dingin dan palpitasi.
 Tidak sadarnya karena suatu hipoglikemia: biasanya akan terjadi gejala-
gejala seperti gemetar, bila gula darah menurun samapi dibawah 70 mg%,
sedangkan pada neuropati otonom hal ini tidak terjadi sehingga hipoglikemi
sukar dideteksi. Namun ada problem lain yang bisa menyebabkan ini, sehingga
hal ini tidak selalu berarti adanya kerusakan syaraf.
 Jantung dan sistem sirkulator adalah sistem dari kardiovaskuler, yang
mengontrol sirkulasi darah. Kerusakan di sistem kardiovaskuler mengganggu
kemampuan badan untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung sehingga
tekanan darah dapat turun dengan mendadak setelah duduk atau berdiri dan
menyebabkan penderita merasakan kepala yang enteng atau malahan
pingsan.Kerusakan pada saraf yang mengatur denyut jantung dapat
menyebabkan denyut yang lebih tinggi(tidak naik dan turun) sebagai respon
terhadap fungsi badan yang normal dan pada latihan.
 Sistem pencernaan: Kerusakan pada saraf saluran pencernaan biasanya
menyebabkan konstipasi. Selain itu bisa juga menyebabkan pengosongan
lambung yang terlalu lambat sehingga bisa menyebabkan gasttroparesis.
Gastroparesis yang berat menyebabkan nausea dan muntah yang persisten dan
tidak nafsu makan. Gastroparesis juga bisa menyebabkan fluktuasi gula darah,
disebabkan pencernaan makanan yang abnormal. Kerusakan oesophagus bisa
menyebabkan kesukaran menelan, sedangkan kerusakan pada usus
menyebabkan konstipasi bergantian dengan diare yang sering dan tidak
terkontrol pada malam hari dan problema-problema ini dapat menyebabkan
penurunan berat badan.
 Traktus urinarius dan organ reproduksi: neuropati otonom sering kali
mempengaruhi organ-organ yang mengontrol miksio dan fungsi seksual.
kerusakan saraf menghalangi pengosongan sempurna dari kandung kemih
sehingga bakteri dapat tumbuh di dalam kandung kemih dan ginjal sehingga
dapat menyebabkan infeksi pada traktus urinarius. Bila saraf yang mengurus
kandung kemih terganggu dapat terjadi inkotinesia urin karena tidak
merasakan kapan kandung kemih penuh atau tidak bisa mengontrol otot-otot
yang melepaskan urin.
 Kelenjar keringat: neuropati otonom dapat mengenai saraf-saraf yang
mengurus keringat. Kerusakan saraf mencegah bekerjanya kelenjar keringat
dengan baik, sehingga badan tidak dapat mengatur suhu tubuh dengan baik
dan ini bisa menyebabkan keringat berlebihan pada malam hari atau sewaktu
makan.

Secara umum Neuropati Diabetik dibagi berdasarkan perjalanan penyakitnya (lama


menderita DM) dan menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi.
1) Menurut Perjalanan Penyakitnya, Neuropati Diabetik dibagi menjadi:
a) Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai akibat
perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan patologik sehingga
masih reversible
b) Neuropati structural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat kerusakan
structural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen yang reversible.
c) Kematian neuron/ tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut
saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible. Kerusakan
serabut saraf pada umumnya di mulai dari distal menuju ke proksimal,
sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu
lesi distal paling banyak ditemukan, seperti polineuropati simetris distal

2) Menurut Jenis Serabut Saraf Yang Terkena Lesi:


a) Neuropati Difus
- Polineuropati sensori motor simetris distal
- Neuropati otonom :neuropati sudomotor, neuropati otonom
kardiovaskular, neuropati gastroinstestinal, neuropati genitourinaria.
- Neuropati Lower Limb Motor simetris proksimal (amiotropi)
b) Neuropati Fokal
- Neuropati cranial
- Radikulopati /pleksopati
- Entrapment neuropati

3. Patogenesis
Dasar patofisiologi penyebab neuropati pada diabetes belum dimengerti seluruhnya &
banyak hipotesis dan pada saat ini dianggap suatu proses yang multifaktorial. Berikut ini
beberapa teori yang banyak diterima yaitu:
a. Teori Metabolik: teori ini mengemukakan, bahwa hiperglikemia menyebabkan kadar
glucose intra seluler yang meningkat, sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari
jalur glikolitik yang biasa digunakan (normal usedglycolitic pathway). Glukosa yang
berlebihan dialirkan ke jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh
enzim aldose reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Penumpukan sorbitol dan fruktosa
menyebabkan mengurangnya mioinositol dalam syaraf, menurunya aktifitas membran
NaK-ATPase, terganggunya transport akson dan penghancuran struktur syaraf
sehingga menyebabkan menurunya kecepatan hantar syaraf. Dengan ini jelas,
bagaimana inhibitor aldose reduktase bekerja dan memperbaiki kecepatan hantar
saraf.
b. Teori Neurovaskuler/vaskuler (iskemik-hipoxik): menurut teori ini, maka terjadi
iskemia endoneural karena meningginya resistensi endoneural-vaskuler terhadap
darah yang hiperglikemik. Berbagai faktor metabolik termasuk pembentukan dari
produk akhir glikosilasi yang lanjut juga memegang peranan sampai terjadi kerusakan
kapiler dan meng-inhibisi transport aksonal dan aktifitas Na/K-ATP ase sehingga
akhirnya terjadi degenerasi akson. Semua ini juga terjadi karena kerusakan pada
pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrien ke saraf.
c. Teori Autoimun: Anggapan bahwa neuropati autoimun merupakan mekanisme yang
menyebabkan terjadinya neuropati diabetika, karena menyebabkan inflamasi pada
syaraf selalu menarik perhatian. Neuropati autoimun bisa terjadi karena perubahan
imunogenik dari sel endotel kapiler. Hal ini juga yang dapat menerangkan, mengapa
penggunaan imunoglobulin intra vena (IVIg) bisa berhasil untuk mengobati neuropati
diabetika.
d. Teori perubahan support neurotropik: faktor neurotropik penting untuk
mempertahankan, pembentukan dan regenerasi dari elemen-elemen responsif dari
sistem saraf. Nerve growth factor (NGF) merupakan yang telah paling banyak
diselidiki. Protein ini memperbaiki survival dari faktor-faktor simpatetik dan small
fiber, yang berasal dari neural crest di sistem saraf perifer.
e. Iskemia syaraf/hipoksia: terjadinya mikro-angiopati yang menyebabkan hipoksia
merupakan faktor penting dalam patogenesis neuropati diabetika yang telah
dibuktikan dengan adanya lesi multifokal pada serabut saraf n.suralis.

4. Manifestasi klinis
Neuropati diabetika bisa timbul dalam berbagai bentuk gejala sensorik, motorik dan
otonom, harus dibuat daftar terstruktur untuk anamnesa.
a. Gejala sensorik bisa merupakan gejala negatif atau positif, difus atau lokal. Gejala
sensorik yang negatif adalah rasa tebal, tak merasa, gangguan berupa sarung
tangan/kaus kaki (glove and stocking), seperti berjalan diatas tongkat jangkungan dan
kehilangan keseimbangan terutama bila mata ditutup dan luka luka yang tidak merasa
sakit. Gejala sensorik positif adalah rasa seperti terbakar, nyeri yang menusuk, rasa
seperti kesetrum, rasa kencang dan hipersensitif terhadap rasa halus.
b. Gejala motorik dapat menyebabkan kelemahan yang distal, proksimal atau fokal.
Gejala motorik distal termasuk gangguan koordinasi halus dari otot-otot tangan, tak
dapat membuka kaleng atau memutar kunci, memuku-mukul kaki dan lecetnya jari-
jari kaki. Gejala gangguan proksimal adalah gangguan menaiki tangga, kesukaran
bangun dari posisi duduk atau berbaring, jatuh karena lemasnya lutut dan kesukaran
mengangkat lengan di atas pundak.
c. Gejala otonom dapat berupa gangguan sudo motorik (kulit kerinh, keringat yang
kurang, keringat berlebihan pada area tertentu), gangguan pupil (gangguan pada saat
gelap, sensitif terhadap cahaya yang terang), gangguan kardiovaskuler (kepala tertasa
enteng pada posisi tertentu, pingsan), gastrointestinal (diare nokturnal, konstipasi,
memuntahkan makanan yang telah dimakan), gangguan miksio (urgensi,
inkontinensia, menetes) dan gangguan seksual (impotensi dalam ereksi dan gangguan
ejakulasi pada pria) dan tidak bisa mencapai klimaks seksual pada wanita).

5. Diagnosis
Polineuropati sensori-motor simetris distal (distal symmetrical sensorymotor
polyneuropathy/DPN) merupakan jenis kelainan ND yang paling sering terjadi. DPN ditandai
dengan berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (jarang) yang
berlangsung pada bagian distal yang berkembang kearah proksimal. Diagnosis neuropati
perifer diabetic dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada ketelitian pengambilan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada keluhan neuropati saja
tidak cukup untuk mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati.
Pada evaluasi tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap:
1. Reflex motorik
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar
(biotesiometer), dan rasa tekan (estesiometer filament mono semmes- Weintein)
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi tubuh
4. Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat dikerjakan
elektromiografi

Diabetic Neuropathy Symptom (DNS)


No Anamnesis Skor DNS
1. Jalan tidak stabil Ya = 1, Tidak = 0
Diagnosis Neuropati
2. Kesemutan / terasa tebal
Diabetik ≥ 1
3. Nyeri seperti tertusuk jarum
4. Nyeri terbakar/ nyeri tekan

Pemeriksaan Fisik
1) Reflek motorik
2) Fungsi serabut saraf besar degan tes kuantifikasi sensasi kulit : tes rasa getar
(biotesiometer) & rasa tekan (estesiometer dengan filament mono Semmers-
Weinstein)
3) Fungsi serabut saraf kecil dgn tes sensasi suhu
4) Elektromiografi
5) Uji komponen parasimpatis:
a. Tes respons denyut jantung à maneuver valsava
b. Variasi denyut jantung (interval RR) selama napas dalam
6) Uji komponen simpatis diabetic autonomic neuropatic (DAN) dilakukan dengan :
a. Respon tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik)
b. Respon tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolic)

Skor diabetic neurophaty examination (DNE)


Hasil
No Jenis pemeriksaan Keterangan
pemeriksaan
Kekuatan otot quadriceps
1 Kekuatan 0-5
femoris (ekstensi sendi lutut)
Kekuatan otot tibialis anterior
2 Kekuatan 0-5
(dorsofleksi kaki)
3 Refleks tendo achiles Kekuatan 0-5
Sensitivitas jari telunjuk
4. N/↓/-
tangan(thdp tusukan jarum)
Sensitivitas ibu jari kaki (thdp
5 N/↓/-
sentuhan raba)
Sensitivitas ibu jari kaki
6 (persepsi getar dengan garpu N/↓/-
tala)
Sensitivitas jari kaki(thdp
7 N/↓/-
tusukan jarum)
Sensibilitas ibu jari (thdp
8 Skorsendi)
: N/↓/-
posisi
0normal
1 kekuatan otot 3-4, refleks
↓, sensitivitas↓
Diagnosis skor >3
2 kekuatan otot 0-2, refleks
-, sensitifitas -
Pemeriksaan Penunjang:
1) Pemeriksaan laboratorium: Harus diperiksa laboratorium dan menyingkirkan
kausa-kausa lain dari neuropati. Semua haril-hasil harus normal kecuali gula darah
dan HbA1c pada diabetes yang tidak terkontrol dengan baik atau yang belum
diketahui (undiagnosed diabetes). Eritrosit, leukosit, & diff, Elektrolit, gula darah
puasa dan HbA1c walaupun belum ada korelasi yang langsung antara beratnya
peninggian HbA1c dengan beratnya neuropati diabetika, vitamin B-12 dan kadar
asam folat, thyroid-stimulating hormone dan tiroksin, LED.
2) Pemeriksaan imaging: MRI servikal, torakal atau lumbal untuk menyingkirkan
kausa secunder dari neuropati, CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternatif
untuk menyingkirkan kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada
radikulopleksopati lumbosacral dan neuropati torakoabdominal, imaging otak untuk
menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi compresi dan infark pada kelumpuhan
n.okulomotorius.
3) Pemeriksaan elektrofisiologi: EMG (elektromiograf) dan kecepatan daya hantar
saraf (KHS/NCV).

6. Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetic dibagi menjadi 3
bagian:
1. Diagnosis sedini mungkin
2. Kendali glikemik dan perawatan kaki
3. Pengendalian keluhan neuropati/ nyeri neuropati diabetic setelah strategi kedua
dikerjakan

Terapi Medikamentosa:
Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM termasuk
neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obatan yang berperan pada proses
timbulnya komplikasi kronik diabetes, yaitu:
1) Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan
sorbitol dan fruktosa
2) Penghambat ACE
3) Neurotropin: Nerve growth factor, Brain derived neurotrophic factor
4) Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil,
superoksida dan peroksil serta membentuk glutation
5) Penghambat protein kinase C
6) Gangliosides, merupakan komponen utama membrane sel
7) Gamma linoleic acid (GLA), suatu precursor membrane fosfolipid
8) Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs
9) Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologic maupun non
neurologic akibat penyakit autoimun

Pedoman pengelolaan Neuropati Diabetik dengan nyeri, yang dianjurkan adalah:


1) NSAID (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari)
2) Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100 mg/hari,
nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari)
3) Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3x/hari, karbamazepin 200 mg 4x/hari)
4) Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)
5) Topikal: capsaicin 0,075 % 4x/ hari, fluephenazine 1 mg 3x/hari, trans cutaneus
electrical nerve stimulation.

Edukasi
1) Perbaikan total sangat jarang sehingga edukasi tentang pengelolaan rasa nyeri sangat
penting
2) Pemeriksaan kaki setiap kontrol dan evaluasi teratur thdp kemungkinan Neuropati
Diabetik pd pasien DM.
REFERENSI

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2009
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB, PERKENI. 2006
3. Hastuti T. Uji Reabilitas Skor DNE untuk menentukan Diagnosis Klinis Neuropti
Diabetika. Yogyakarta; Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Gagjah Mada. 2003.

Anda mungkin juga menyukai