Anda di halaman 1dari 18

NEUROPATI DIABETIKA

Disusun oleh :
IRFAN KURNIAWAN
1102010132
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RS POLRI SAID SUKANTO

Pembimbing :
Dr. Dasril Nizam Sp.PD KGEH

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RS POLRI SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JULI 2015

NEUROPATI DIABETIKA
Pendahuluan
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronis paling sering
ditemukan pada diabetes melitus. Resiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan
neuropati diabetik antara lain ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan
amputasi jari atau kaki.
Angka derajat keparahan neuropati diabetik bervariasi sesuai dengan usia, lama
menderita diabetes melitus, kendali glikemik, juga fluktuasi kadar glukosa darah sejak
diketahui diabetes melitus. Neuropati simptomatis ditemukan pada 28,5% dari 65%
diabetes melitus. Hingga saat ini patogenesis neuropati diabetik belum seluruhnya
diketahui dengan jelas. Namun demikian dianggap bahwa hiperglikemia persisten
merupakan faktor primer. Faktor metabolik ini bukan satu-satunya yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya neuropati diabetik, tetapi beberapa teori lain yang diterima ialah
teori vaskuler, autoimun dan nerve growth factor.
Manifestasi neuropati diabetik bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri hebat. Bisa juga
keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada
lokasi dan jenis syaraf yang terkena lesi
Definisi Neuropati Diabetika
Neuropati diabetika (ND) adalah suatu gangguan pada syaraf perifer, otonom dan
syaraf cranial yang ada hubunganya dengan diabetes mellitus. Keadaan ini disebabkan oleh
kerusakan mikrovaskuler yang disebabkan oleh diabetes yang meliputi pembuluh darah
kecil yang memperdarahi syaraf (vasa nervorum). Nyeri neuropatik dapat terjadi karena
disfungsi neuronal sistem somatosensorik dari saraf perifer. Sekitar 60-70% penderita
diabetes menderita neuropati. Resiko meningkat berhubungan dengan umur dan resiko
tertinggi terjadinya neuropati yaitu pada penderita yang telah menderita diabetes lebih dari
25 tahun.

Epidemiologi Neuropati Diabetika


Neuropati Diabetika paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50 tahun,
lebih jarang pada yang berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang ditemukan pada
anak-anak.
Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih dari
setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras yang khusus
untuk diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih besar untuk terjadi
komplikasi sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi dari extremitas bawah
dibandingkan orang berkulit putih. DM mengenai baik pria maupun wanita sama
jumlahnya. Walaupun, pasien pria dengan tipe 2 diabetes dapat terkena polineuropati lebih
awal dibandingkan wanita. Neuropati diabetik biasanya lebih sering terjadi pada orang tua.
Patofisiologi Neuropati Diabetika
Dasar patofisiologi penyebab neuropati pada diabetes belum dimengerti seluruhnya dan
banyak hipotesis dan pada saat ini dianggap suatu proses yang multifaktorial.berikut ini
beberapa teori yang banyak diterima yaitu:
1. Teori Metabolik: teori ini mengemukakan,bahwa hiperglikemia menyebabkan kadar
glucose intra seluler yang meningkat, sehingga terjadi kejenuhan(saturation) dari jalur
glikolitik yang biasa digunakan(normal usedglycolitic pathway). Glukosa yang
berlebihan dialirkan ke jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh
enzim aldose reduktase dan sorbitol dehidrogenase. Penumpukan sorbitol dan fruktosa
menyebabkan mengurangnya mioinositol dalam syaraf, menurunya aktifitas membran
Na/K-ATPase, terganggunya transport akson dan penghancuran struktur syaraf
sehingga menyebabkan menurunya kecepatan hantar syaraf. Dengan ini jelas,
bagaimana inhibitor aldose reduktase bekerja dan memperbaiki kecepatan hantar saraf.
2. Teori Neurovaskuler/vaskuler (iskemik-hipoxik) :menurut teori ini, maka terjadi
iskemia endoneural karena meningginya resistensi endoneural-vaskuler terhadap darah
yang hiperglikemik. Berbagai faktor metabolik termasuk pembentukan dari produk
akhir glikosilasi yang lanjut juga memegang peranan sampai terjadi kerusakan kapiler

dan meng-inhibisi transport aksonal dan aktifitas Na/K-ATP ase sehingga akhirnya
terjadi degenerasi akson. Semua ini juga terjadi karena kerusakan pada pembuluh darah
yang membawa oksigen dan nutrien ke saraf.
3. Teori Autoimun :Anggapan bahwa neuropati autoimun merupakan mekanisme yang
menyebabkan terjadinya neuropati diabetika, karena menyebabkan inflamasi pada
syaraf selalu menarik perhatian. Neuropati autoimun bisa terjadi karena perubahan
imunogenik dari sel endotel kapiler. Hal ini juga yang dapat menerangkan, mengapa
penggunaan imunoglobulin intra vena (IVIg) bisa berhasil untuk mengobati neuropati
diabetika.
4. Teori perubahan support neurotropik : faktor neurotropik penting untuk
mempertahankan, pembentukan dan regenerasi dari elemen-elemen responsif dari
sistem saraf. Nerve growth factor (NGF) merupakan yang telah paling banyak
diselidiki. Protein ini memperbaiki survival dari faktor-faktor simpatetik dan small
fiber, yang berasal dari neural crest di sistem saraf perifer.
5. Iskemia syaraf/hipoksia : terjadinya mikro-angiopati yang menyebabkan hipoksia
merupakan faktor penting dalam patogenesis neuropati diabetika yang telah dibuktikan
dengan adanya lesi multifokal pada serabut saraf n.suralis.
Manifestasi Klinik Neuropati Diabetika
Neuropati diabetika biasanya dimulai sebagai suatu disfungsi umum serabut saraf
perifer yang asimptomatik. Biasanya disfungsi ini yang paling sering ditemukan adalah
kecepatan hantar saraf yang abnormal atau penurunan respon denyut jantung terhadap
nafas dalam atau terhadap tes valsava.
1. Tanda klinis pertama yang biasanya muncul bersamaan dengan menurunya kecepatan
hantar saraf adalah menurunya/hilangnya refleks tumit atau menurun/hilangnya sensasi
vibrasi pada jari-jari kaki.
2. Bila penyakit berlanjut akan timbul nyeri dengan derajat yang berbeda-beda, gangguan
sensorik pada jari-jari kaki, kaki dan tungkai distal, gangguan refleks fisiologis disertai
kelemahan otot-otot kecil dari kaki.
3. Diperlukan 5 kriteria untuk menetapkan diagnosa polineuropati diabetika, yaitu :

a. Pasien menderita diabetes mellitus berdasarkan kriteria National Diabetes Data


Group
b. Diabetes melllitus telah menyebabkan hiperglikemia khronis untuk waktu yang
lama
c. Pasien menderita polineuropati yang predominan distal sensorimotorik pada
ekstremitas bawah
d. Retinopati diabetika atau nefropati hampir sama dengan polineuropati
e. Kausa lain dari polineuropati sensori motorik bisa disingkirkan
Pada DM tipe 1 (IDDM), polineuropati distal biasanya terjadi setelah hiperglikemia
khronis untuk waktu yang lama. Sebaliknya pada DM tipe 2 (NIDDM), terjadinya setelah
beberapa tahun adanya kontrol gula darah yang kurang baik dan kadang-kadang malahan
neuropati diabetika sudah ditemukan pada waktu ditegakkan diagnosa DM.
Neuropati diabetika bisa timbul dalam berbagai bentuk gejala sensorik, motorik dan
otonom, harus dibuat daftar terstruktur untuk anamnesa.
1. Gejala sensorik bisa merupakan gejala negatif atau positif, difus atau lokal.
a. Gejala sensorik yang negatif adalah rasa tebal, tak merasa, gangguan berupa
sarung tangan/kaus kaki, seperti berjalan diatas tongkat jangkungan dan kehilangan
keseimbangan terutama bila mata ditutup dan luka-luka yang tidak merasa sakit.
b. Gejala sensorik positif adalah rasa seperti terbakar, nyeri yang menusuk, rasa
seperti kesetrum, rasa kencang dan hipersensitif terhadap rasa halus.
2. Gejala motorik dapat menyebabkan kelemahan yang distal, proksimal atau fokal.
Gejala motorik distal termasuk gangguan koordinasi halus dari otot-otot tangan, tak
dapat membuka kaleng atau memutar kunci, memuku-mukul kaki dan lecetnya jari-jari
kaki. Gejala gangguan proksimal adalah gangguan menaiki tangga, kesukaran bangun
dari posisi duduk atau berbaring, jatuh karena lemasnya lutut dan kesukaran
mengangkat lengan di atas pundak.
3. Gejala otonom dapat berupa gangguan sudo motorik (kulit kerinh, keringat yang
kurang, keringat berlebihan pada area tertentu), gangguan pupil (gangguan pada saat
gelap, sensitif terhadap cahaya yang terang), gangguan kardiovaskuler (kepala tertasa
enteng pada posisi tertentu, pingsan), gastrointestinal (diare nokturnal, konstipasi,
memuntahkan makanan yang telah dimakan), gangguan miksio (urgensi, inkontinensia,

menetes) dan gangguan seksual (impotensi dalam ereksi dan gangguan ejakulasi pada
pria) dan tidak bisa mencapai klimaks seksual pada wanita).
Klasifikasi Neuropati Diabetika
Neuropati diabetika dapat diklasifikasikan juga sebagai neuropati perifer, otonom,
proksimal dan fokal dan setiap tipe mengenai badan yang berlainan dengan cara yang
berbeda pula.
Neuropati perifer
Jenis neuropati ini merusak saraf di lengan dan tungkai, dimana kaki dan tungkai
biasanya lebih dulu terkena dari pada tangan dan lengan. pada banyak penderita diabetes
mellitus dapat ditemukan gejala neuropati pada pemeriksaan, akan tetapi penderita tidak
merasakanya sama sekali. Gejala biasanya dirasakan lebih berat pada malam hari.
Neuropati perifer juga bisa menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks, terutama
refleks tumit yang menyebabkan perubahan cara jalan dan juga bisa menyebabkan
deformitas pada kaki seperti hammertoes dan kollaps dari midfoot. Bisa terlihat luka-luka
pada kaki yang terjadi pada daerah yang kurang rasa, karena kerusakan yang disebabkan
oleh tekanan. Bila tidak diobati dengan segera, maka bisa terjadi infeksi sampai tulang dan
bisa harus dilakukan amputasi.
Neuropati otonom
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus tekanan darah
dan mengatur kadar gula darah, juga mengenai organ dalam yang menyebabkan gangguan
pencernaan, pernafasan, miksio, respon seksual dan penglihatan. Selain itu sistem yang
memperbaiki kadar gula ke normal setelah terjadi suatu episode hipoglikemia bisa terkena,
sehingga terjadi hilangnya tanda-tanda peringatan terjadinya hipoglikemi seperti keringat
dingin dan palpitasi.
a. Tidak sadarnya karena suatu hipoglikemia : biasanya akan terjadi gejala-gejala seperti
gemetar, bila gula darah menurun samapi dibawah 70 mg%, sedangkan pada
neuropati otonom hal ini tidak terjadi sehingga hipoglikemi sukar dideteksi. Namun
ada problem lain yang bisa menyebabkan ini, sehingga hal ini tidak selalu berarti
adanya kerusakan syaraf.

b. Jantung dan sistem sirkulator adalah sistem dari kardiovaskuler, yang mengontrol
sirkulasi darah. Kerusakan di sistem kardiovaskuler mengganggu kemampuan badan
untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung sehingga tekanan darah dapat
turun dengan mendadak setelah duduk atau berdiri dan menyebabkan penderita
merasakan kepala yang enteng atau malahan pingsan.Kerusakan pada saraf yang
mengatur denyut jantung dapat menyebabkan denyut yang lebih tinggi(tidak naik dan
turun) sebagai respon terhadap fungsi badan yang normal dan pada latihan.
c. Sistem pencernaan : Kerusakan pada saraf saluran pencernaan biasanya menyebabkan
konstipasi. Selain itu bisa juga menyebabkan pengosongan lambung yang terlalu
lambat sehingga bisa menyebabkan gasttroparesis. Gastroparesis yang berat
menyebabkan nausea dan muntah yang persisten dan tidak nafsu makan.
Gastroparesis juga bisa menyebabkan fluktuasi gula darah, disebabkan pencernaan
makanan yang abnormal. Kerusakan oesophagus bisa menyebabkan kesukaran
menelan, sedangkan kerusakan pada usus menyebabkan konstipasi bergantian dengan
diare yang sering dan tidak terkontrol pada malam hari dan problema-problema ini
dapat menyebabkan penurunan berat badan.
d. Traktus urinarius dan organ seks : neuropati otonom sering kali mempengaruhi organorgan yang mengontrol miksio dan fungsi seksual. kerusakan saraf menghalangi
pengosongan sempurna dari kandung kemih sehingga bakteri dapat tumbuh di dalam
kandung kemih dan ginjal sehingga dapat menyebabkan infeksi pada traktus
urinarius. Bila saraf yang mengurus kandung kemih terganggu dapat terjadi
inkotinesia urin karena tidak merasakan kapan kandung kemih penuh atau tidak bisa
mengontrol otot-otot yang melepaskan urin.
e. Kelenjar keringat :neuropati otonom dapat mengenai saraf-saraf yang mengurus
keringat. Kerusakan saraf mencegah bekerjanya kelenjar keringat dengan baik,
sehingga badan tidak dapat mengatur suhu tubuh dengan baik dan ini bisa
menyebabkan keringat berlebihan pada malam hari atau sewaktu makan.

Neuropati proksimal
Neuropati proksimal sering kali juga disebut pleksus neuropati lumbosacral, neuropati
femoral atau amiotrofi diabetika, yang dimulai dengan nyeri di paha, panggul, bokong atau
tungkai biasanya pada satu sisi badan. Neuropati tipe ini lebih sering terjadi pada diabetes
tipe 2 dan pada lansia. Bila terjadi kelemahan tungkai yang bermanifestasi dalam
kesukaran bangun dari posisi duduk ke posisi berdiri tanpa pertolongan orang lain. Biasa
diperlukan pengobatan untuk kelemahan dan nyerinya dan lamanya periode penyembuhan
tergantung dari tipe kerusakan saraf yang terjadi.
Neuropati fokal
Kadang-kadang neuropati diabetika timbulnya mendadak dan mengenai saraf perifer
terutama di kepala, torso atau tungkai. Neuropati fokal bisa menyebabkan :
a. Gangguan memfokuskan mata.
b. Melihat double.
c. Nyeri di belakang satu mata.
d. Nyeri hebat.
e. Bell's palsy.
f. Nyeri hebat di punggung bawah atau pelvis.
g. Nyeri di bagian depan paha.
h. Nyeri di dada, perut atau samping badan.
i. Nyeri di sebelah luar atau sebelah dalam kaki.
j. Nyeri dada atau abdominal yang sering salah diagnosa sebagai suatu penyakit
jantung, serangan jantung atau appendisitis.
Neuropati Simetris
a. Distal sensory polineuropati
Bentuk ini paling banyak dijumpai dengan gejala-gejala yang sifatnya simetris
dan berlangsung kronis. Pada permulaan biasanya gangguan pada serabut-serabut
halus (small fiber) ditemukan gejala sensibilitas, dapat berupa parestesi, rasa tebal,
rasa nyeri, rasa panas seperti terbakar dan rasa keram pada bagian distal tungkai.
Hipalgesia/analgesia dapat berupa sarung tangan atau kaos kaki (glove and

stocking) dan kondisi seperti ini memudahkan terjadinya trauma/ulkus pada kaki,
keluhan ini menjalar ke bagian tungkai dan jari kaki dan makin buruk saat malam
hari.
Degenerasi serabut-serabut kasar (large fiber) menyebabkan gangguan
proprioseptif seperti berkurangnya rasa vibrasi/gangguan rasa posisi dapat pula
ditemukan, kadang-kadang ataksia dapat dijumpai. Lebih jauh bisa pula timbul
kelainan motorik seperti atrofi, refleks tendo menurun sampai menghilang pada
bagian distal dari ekstremitas.
Refleks Achilles tidak ada dan kadang-kadang refleks patella juga tidak
terdapat refleks. Hilangnya refleks tersebut dapat menyebabkan perubahan cara
berjalan dan dapat terjadi deformitas pada kaki seperti hammertoes. Terdapat
kelemahan otot, tetapi pada beberapa pasien distal sensory neuropathy dikombinasi
dengan kelemahan pada bagian proximal. Selain itu, juga ditemukan ataksia dan
atoni dari kandung kemih
b. Neuropati otonom
Pada neuropati otonom, meliputi kombinasi dari disfungsi pupil dan lakrimal,
reflex vascular, diare nocturnal yang disebabkan kerusakan pada esophagus dapat
menyebabkan kesukaran menelan sedangkan kerusakan pada usus menyebabkan
konstipasi bergantian dengan diare yang sering dan tak terkontrol terutama pada
malam hari dan karena hal ini dapat menyebabkan turunnya berat badan., atonik
pada traktus gastrointestinal (gastroparesis), dan dilatasi kandung kemih, impotensi
seksual, dan hipotensi postural. Hipotensi postural disebabkan karena kerusakan
saraf di system kardiovaskuler sehingga menganggu kemampuan badan untuk
mengatur tekanan darah dan denyut jantung sehingga tekanan darah dapat turun
dengan mendadak setelah duduk atau berdiri dan dapat menyebabkan penderita
pingsan.
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, mengurus
tekanan darah dan mengatur gula darah. Juga mengenai organ dalam yang
menyebabkan gangguan pada pencernaan, pernapasan, miksi, respons seksual dan

penglihatan. Manifestasi gangguan saraf otonom berupa hiperhidrosis, diare


noktural, atoni kandung kemih.
c. Simetric proximal lower limb motor neuropathy (amyotrophy)
Menurut Asbury, proximal neuropati merupakan variasi diabetik radikulopati,
yakni kelemahan pada otot dari pelvic girdle yang terjadi secara pelan-pelan dalam
beberapa hari atau minggu. Gejala awal berupa timbulnya rasa nyeri seakan-akan
ditusuk pisau di daerah lumbosakral dan meluas ke paha secara simetris bilateral.
Lebih jauh bisa timbul kelemahan otot femoral sampai atrofi sehingga penderita
kalau jalan sering jatuh.
Bisa pula gejala-gejala timbul asimetri yang dikenal dengan asimetrik / focal
peripheral neuropathy. Adanya atrofi ini menyebabkan keadaan ini disebut pula
sebagai diabetic amyotrophy oleh karena ada anggapan bahwa lesi terdapat pada
kornu anterior. Ada pula yang menyebut sebagai femoral neuropathy atau sacral
plexopathy.
Biasanya proximal neuropathy dijumpai pada penderita diabetes yang berumur
50 tahun ke atas, dimana terdapat penurunan berat badan yang menyolok dan
gangguan metabolik yang hebat. Otot yang sering diserang ialah kuadriceps
femoris, ileopsoas dan abduktur paha. Laki-laki lebih banyak dijumpai daripada
perempuan dan dijumpai pada penderita dengan kontrol gula yang jelek. Prognosa
baik bila gangguan metabolik dikoreksi pada waktunya.
Neuropati Asimetris
a. Cranial Mononeuropati
Kelainan pada cranial mononeuropati ini disebabkan karena pada awalnya
terjadi iskemik yang didapatkan pada degenerasi Wallerian dan pada degenerasi
aksonal dimana terjadi dying back type neuropati. Terjadinya diabetik
oftalmoplegia biasa sering terjadi. Terjadi kerusakan pada N.III, N.IV dan N.VI.
Pada hasil autopsi yang dikerjakan oleh Dreyfus dll ditemukan lesi infark ditengah
pada retroorbital pada N.III. Biasanya cranial mononeuropati terjadi karena adanya
infark pada saraf yang terjadi pada patologi neuropati diabetik.
b. Truncal Neuropathy / Nyeri Radikular

Bisa berupa brachial dan lumbar plexopathy. Nyeri radikuler dan anestesia
mengikuti dermatom. Biasa dijumpai pada penderita diabetes yang berumur tua.
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen
intravertebrale. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada serabut-serabut
sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian saraf spinal itu
membangkitkan nyeri radikular. Nyeri radikular yaitu nyeri yang terasa berpangkal
pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal
radiks posterior yang bersangkutan.
Medula spinalis yang terkena paling sering adalah lumbal. Nyeri yang
dirasakan dapat berat, dimulai dari punggung bawah dan menjalar ke bagian
tungkai bawah pada satu sisi tungkai. Refleks patella akan hilang pada tungkai
yang terkena neuropati. Hiperestesia sering ditemukan pada nyeri radikular.
c. Entrapment syndromes
Pada penderita diabetes biasanya juga terjadi kompresi saraf (entrapment
syndromes) antara lain sindrom terowongan karpal (Carpal Tunnel Syndrome) yang
seringkali terjadi dan menyebabkan rasa tebal dan kesemutan di tangan dan
kadang-kadang disertai kelemahan atau nyeri. CTS termasuk ke dalam
polineuropati diabetik sensori. Ini disebabkan karena adanya patofisologi dari
neuropatik diabetik itu sendiri, seperti glikolisis, jalur poliol dan lain-lain. CTS ini
disebabkan karena gula darah yang tinggi sehingga protein di tendon menjadi
glikosilasi, glukosa menempel pada protein tendo sehingga menginflamasi tendo
dan tendo jadi berkurang gerakannya.
Pemeriksaan Neuropati Diabetika
Pemeriksaan pada neuropati diabetik yaitu pemeriksaan fisik, dimana diperiksa
tekanan darah, denyut jantung, kekuatan otot, refleks, dan raba halus. Pemeriksaan kaki
yang komprehensif yaitu dengan cara memeriksa kulit, apakah ada luka atau tidak.
Pemeriksaan penunjang :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Periksa laboratorium untuk mengetahui apakah gula darah dan HbA1c pada diabetes
tidak terkontrol dengan baik atau yang belum diketahui.
10

2. Pemeriksaan Imaging
a. CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk menyingkirkan lesi
kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis spinalis pada radikulopleksopati
lumbosakral dan neuropati torakoabdominal.
b. MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi kompresi dan
infark pada kelumpuhan n.okulomotorius
3. Elektromiografi (EMG)
KHS motorik dimonitor dengan amplitude dari CMAP (Componed Muscle Action
Potensials) atau diukur kecepatan hantar saraf motoriknya. Kelainan hantar saraf
menggambarkan kehilangan serabut saraf yang bermielin yang berdiameter besar dan
biasanya tungkai lebih sering terkena dibandingkan lengan. Hal ini mencerminkan
degenerasi serabut saraf berdiameter besar, yang tergantung dari panjangnya saraf.
KHS motorik tak boleh menurun lebih dari 50% dibandingkan dengan nilai rata-rata
normal
Kelainan pada kecepatan hantar sensorimotorik dapat ditemukan pada pasien
diabetes, walaupun secara klinis belum ada gejala polineuropati distal simetris.
Abnormalitas kecepatan hantar saraf umumnya ditemukan di saraf sensorik (N.suralis,
N.peroneus dan N.medianus)
EMG menunjukkan bagaimana respons otot terhadap signal elektris yang
ditransmisi oleh saraf dan ini dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan KHS.
Pemeriksaan EMG pada otot-otot distal pada ekstremitas bawah menunjukkan adanya
denervasi dalam bentuk PSW (positive sharp waves) dan fibrilasi (spontaneous
discharges). Perubahan re-inervasi seperti unit potensial yang mempunyai amplitude
tinggi, duration yang panjang mencerminkan adanya suatu gangguan yang kronis.
Kelainan pada otot-otot paraspinal dengan pemeriksaan dengan jarum menunjukkan
spontaneous discharges, yang ditemukan secara bilateral dan menunjukkan suatu
poliradikulopati
Pencegahan Neuropati Diebatika
1. Pemeriksaan berkala untuk glukosa darah
2. Pengendalian Glukosa Darah

11

Hal yang pertama dapat dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan monitor
HbA1c ssecara berkala dan dijaga kadar HbA1c agar dipertahankan dibawah 7%. Di
samping itu pengendalian factor metabolic lain seperti hemoglobin, albumin, dan
lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan.
3. Diet dan olahraga teratur
Penatalaksanaan Neuropati Diabetika
Non medika mentosa
Foot Hygiene
1. Penderita neuropati harus memperhatikan dan merawat kakinya dengan seksama.
Hilangnya perasaan di kaki, bila ada lecet dan luka yang tidak diketahui dapat
menjadi suatu ulkus atau mengalami infeksi. Gangguan dalam sirkulasi darah juga
akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus pada kaki.
2. Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hati-hati untuk
mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :
a. Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat. Harus
dihindari pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan handuk
yang lembut dan kaki dikeringkan secara hati-hati terutama diantara jari-jari
kaki.
b. Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada luka,
kemerahan, pembengkakan.
c. Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan sampai
luka dan kulit harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.
d. Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya agar
supaya tidak ada ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.
3. Diet agar mencapai berat badan ideal
4. Fisioterapi
a.TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi listrik
yang digunakan untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan frekuensi rendah
untuk menyembuhkan kaku, mobilisasi, menghilangkan nyeri neuropatik,
menurunkan edema dan memperbaiki ulkus pada kaki.
Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot dan

b.

atrofi otot. Dapat melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.

12

Medika Mentosa
Pengobatan sebaiknya diberikan untuk memperbaiki neuropati atau berlanjutnya
komplikasi dari DM. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah kontrol glikemik
dimana dengan upaya menurunkan gula darah ke level yang normal untuk mencegah
kerusakan yang lebih lanjut; diperlukan monitoring gula darah, pengaturan diet dan
exercise. Kontrol gula darah yang ketat bisa menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5
tahun.
Terapi kausatif :
1. Aldose reduktase inhibitor
Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan
sorbitol dan fruktosa, dengan cara memblok pemecahan glukosa yang spesifik
melalui jalur poliol. Diberikan tolrestat 200 mg/hari.
2. Asam alfa lipoik (ALA)
Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan fungsi endotel
vaskuler. ALA merupakan antioksidan enzimatik yang penting yaitu glutation yang
berfungsi juga sebagai antihiperglikemik sehingga dapat menurunkan glukosa sampai
50% bila diberikan dalam dosis 1200 mg iv per hari. ALA juga dapat menurunkan
glycosylated hemoglobin melalui penurunan gula darah.
3. Imunoglobulin (IVIg)
Intravena immunoglobulin adalah kumpulan plasma donor yang digunakan untuk
penyakit autoimun. IVIg merupakan immunoglobulin yang berasal dari darah donor
dengan titer antibodi yang tinggi terhadap antigen tertentu seperti virus dan toksin.
Diharapkan kumpulan berbagai antibodi ini memiliki efek netralisasi terhadap system
imun pasien. IVIg dosis besar (2g/kgBB) terbukti efektif untuk berbagai keadaan
penyakit imun. Efek immunomoduler IVIg adalah inhibisi complement deposition
dan neutralisasi sitokin. Tersedia dalam larutan 5 dan 10% dan bubuk 2,5 g, 5 g, 10 g
dan 12 g untuk injeksi. Efek samping yang dapat timbul adalah mialgia, takikardi,
sakit kepala, nausea dan hipotensi.
Terapi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri yaitu :
1. NSAID

13

Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi


PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut
COX-1 dan COX-2. Berfungsi sebagai antiinflamasi. Obat yang diberkan berupa
ibuprofen 600 mg 4x/hari, sulindac 200 mg 2x/hari. Efek samping yang sering adalah
tukak lambung yang kadang disertai anemia karena perdarahan lambung.11,12
2. Antidepresan Trisiklik (TCA)
Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan norepinefrin di
SSP, sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi nyeri endogen.
Mekanisme kerja anti depresan trisiklik (TCA) terutama mampu memodulasi
transmisi dari serotonin dan norepinefrin (NE). Anti depresan trisiklik menghambat
pengambilan kembali serotonin (5-HT) dan noradrenalin oleh reseptor presineptik.
Disamping itu, anti depresan trisiklik juga menurunkan jumlah reseptor 5-HT
(autoreseptor), sehingga secara keseluruhan mampu meningkatkan konsentrasi 5-HT
dicelah sinaptik. Hambatan reuptake norepinefrin juga meningkatkan konsentrasi
norepinefrin dicelah sinaptik. Peningkatan konsentrasi norepinefrin dicelah sinaptik
menyebabkan penurunan jumlah reseptor adrenalin beta yang akan mengurangi
aktivitas adenilsiklasi. Sehingga akan menyebabkan nyeri berkurang.
TCA meliputi imipiramine, amitriptilin, dan nortriptilin. Obat-obatan ini efektif
untuk menurukan nyeri tetapi dapat menimbulkan efek samping berupa dosedependent. Salah satu efek samping TCA yaitu bersifat toksik. Ditandai dengan
hiperpireksia, hipertensi, konvulsi dan koma. Pada keracunan dapat menimbulkan
gangguan konduksi jantung dan aritmia. Pada dosis yang rendah dapat digunakan
untuk neuropati, keracunan jarang untuk dosis rendah. Yang lebih sering digunakan
adalah amitriptilin. Amitriptilin tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan 25 mg, dan
dalam bentuk larutan suntik 100 mg/10mL. Dosis permulaan 75 mg sehari.
3. Serotonin-norepinefrin reuptake inhibitors (SSNRI)
SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati diabetik, dan juga
venlafaxine juga dapat digunakan. Dengan menargetan serotonin dan norepinefrin,
obat ini dapat mengobati nyeri yang timbul karena neuropati diabetik dan juga
mengobati depresi jika ada.

14

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan


dengan ND, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum
sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya untuk
meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat, duloxetine
umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu duloxetine
diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120 mg/hari
menunjukkan keamanan dan keefektifannya.
4. Antiepileptic drugs (AED)
Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan pengeluaran glutamate
yang bekerja pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) di medulla spinalis.
Aktivasi dari reseptor NMDA menyebabkan neuron pada medulla spinalis menjadi
lebih responsive, yang mengakibatkan sensitisasi sentral. Pengaktifan itu dapat
mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri. Maka dari itu, anti epilepsy dapat
digunakan untuk menghilangkan nyeri pada neuropati karena salah satu kerja
antiepilepsi adalah penurunan ekstimasi glutamate melalui blok reseptor NMDA.
AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line pengobatan pada
neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi efek dan efek samping
lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah sedasi. Gabapentin
merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam metabolism GABA.
Gabapentin menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake.
Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 900-1800 mg/hari. Efek
sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala, somnolen dan tremor.
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk ND dan juga
PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini sama dengan gabapentin. Pregabalin,
memblok Ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter.
Pada penderita ND yang nyeri, dosis maksimum yang direkomendasikan dari
pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin
clearance 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari
(150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan
keampuhan dan daya toleransi dari penderita.
Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi eksitabilitas
membran dan menekan terjadinya impuls saraf abnormal pada neuron. Hal ini
15

terutama berperan menekan proses yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering
digunakan pada nyeri neuropatik.
Terapi tambahan :
Metilkobalamin merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12 yang mempunyai
efek merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi dapat
menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi sinaps.
Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas Na-K-ATPase. Dengan
jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis dan menstimulasi regenerasi akson
saraf dan memperbaiki transmisi pada saraf. Dosis 3x250 ug metilkobalamin.

16

Daftar Pustaka
Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI;
2006.h.172-4, 230-3
National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic Neuropathies: The Nerve
Damage

of

Diabetes.

Diunduh

dari

http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/neuropathiess.pdf
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsensus Nasional 1 Diagnostik
dan Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair;
2011.h.33-6
Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat;
2010.h.121-2
Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1902-1904
Vinik I, Casellini C, Nevoret MV. Diabetic Neuropathies. Edisi December 2011.
Diunduh dari http://www.endotext.org/diabetes/diabetes31/diabetess31.htm

17

Anda mungkin juga menyukai