PENDAHULUAN
Neuropati Diabetik adalah adanya gejala dan / atau tanda dari disfungsi
saraf dari penderita diabetes tanpa adanya penyebab lain selain diabetes mellitus
setelah dilakukan eksklusi penyebab lain. Orang dengan diabetes akan mengalami
kerusakan saraf pada seluruh tubuh dari waktu ke waktu. Pada beberapa orang
dengan kerusakan saraf tidak memiliki gejala, sedangkan pada sebagian lainnya
mungkin memiliki gejala awal seperti nyeri, kesemutan, atau mati rasa di tangan,
lengan, tungkai, dan kaki. Masalah saraf dapat terjadi pada semua sistem organ,
termasuk saluran pencernaan, jantung, dan organ seks.1
Prevalensi neuropati diabetik dalam berbagai literature sangat bervariasi.
Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10 20 % pasien saat
ditegakkan DM telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan
meningkat sejalan dengan lamanya penyakit ini dan tingginya hiperglikemia.
Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun, prevalensi neuropati
diabetik akan meningkat 50%. Kemungkinan terjadinya neuropati diabetik pada
kedua jenis kelamin sama. United Kingdom Propective Diabetes Study (UKPDS)
pada tahun 1998 menemukan kejadian neuropati diabetik meningkat pada usia tua
dan ternyata 50% penderita berusia lebih dari 60 tahun.1
Neuropati diabetik dapat diklasifikasikan sebagai neuropati diabetik perifer,
neuropati diabetik otonom, neuropati diabetik proksimal, dan neuropati diabetik
fokal. Masing-masing mempengaruhi berbagai bagian tubuh dengan berbagai
manifestasi klinis.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gambar 2.1 Perbedaan saraf normal dan kerusakan saraf akibat neuropati diabetic
2.2. Etiologi
Penyebab neuropati diabetik mungkin berbeda untuk setiap klasifikasinya. Para peneliti
sedang mempelajari bagaimana hiperglikemi yang terlalu lama menyebabkan kerusakan saraf.
Kerusakan saraf terjadi mungkin karena kombinasi dari faktor-faktor:1
1.
Faktor metabolik, seperti hiperglikemi, lama menderita diabetes, kadar lemak darah yang
abnormal, dan kemungkinan rendahnya kadar insulin.
2.
Faktor neurovascular, menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang membawa oksigen dan
nutrisi ke saraf.
3.
4.
5.
6.
2.3. Epidemiologi
Neuropati Diabetik paling sering terjadi pada yang berumur lebih dari 50
tahun, lebih jarang pada yang berumur kurang dari 30 tahun dan sangat jarang
ditemukan pada anak-anak. Dyck et al mempelajari diabetes di Rochester,
Minnesota dan menemukan bahwa 54% tipe 1 (insulin-dependent) dan 45% tipe 2
(noninsulin-dependent) mengalami polineuropati.1,19
Neuropati muncul pada 7,5% pasien yang didiagnosis dengan DM. Lebih
dari setengahnya adalah distal simetris polineuropati. Tidak ada predileksi ras
yang khusus untuk diabetik neuropati. Tetapi orang yang berkulit hitam lebih
besar untuk terjadi komplikasi sekunder dari neuropati diabetik, seperti amputasi
dari extremitas bawah dibandingkan orang berkulit putih. DM mengenai baik pria
maupun wanita sama jumlahnya. Walaupun, pasien pria dengan tipe 2 diabetes
dapat terkena polineuropati lebih awal dibandingkan wanita. Neuropati diabetik
biasanya lebih sering terjadi pada orang tua.3
Neuropati simtomatik telah diakui pada individu dengan IGT dan diabetes yang baru
didiagnosa. Sumner et al. melakukan tes toleransi glukosa oral pada 73 dari 97 pasien yang dirujuk
ke tiga klinik neuromuskuler dengan asal neuropati tidak diketahui. Hasil tes abnormal untuk 41
(56 %) orang, dengan 15 dan 26 memenuhi kriteria untuk diabetes dan IGT. Prevalensi nyeri
neuropatik tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan IGT (76,9 %) dan pasien dengan
diabetes (93,3 % , P = 0,1) . Studi elektrofisiologi (amplitudo saraf sural dan kecepatan konduksi
dan peroneal amplitudo mendalam) dan biopsi kulit untuk menentukan serabut saraf
intraepidermal (IENF) kepadatan menunjukkan neuropati kurang parah pada individu dengan IGT,
dimana terutama berdampak pada serat kecil.
tubuh,
riwayat
merokok,
hipertensi,
kardiovaskuler.6
2.5. Klasifikasi
adanya
mikroalbuminuria
dan
penyakit
Neuropati Perifer
neuropati,
2.
Neuropati otonom
akan
terpengaruh,
mengakibatkan
Neuropati Proksimal
Neuropati
proksimal,
kadang-kadang
disebut
pleksus
lumbosakral
neuropati, neuropati femoral, atau amyotrophy diabetes, dimulai dengan rasa sakit
di paha, pinggul, bokong, atau kaki, biasanya pada satu sisi tubuh. Jenis neuropati
lebih sering terjadi pada orang-orang dengan diabetes tipe 2 dan pada lansia
dengan diabetes. Neuropati proksimal menyebabkan kelemahan pada kaki dan
ketidakmampuan untuk pergi dari posisi duduk ke posisi berdiri tanpa bantuan.
Pengobatan untuk kelemahan atau nyeri biasanya diperlukan. Panjang periode
pemulihan bervariasi, tergantung pada jenis kerusakan saraf.
4.
Neuropati Fokal
Sensoris
a. Acute sensory
b. Chronic sensorimotor
2.
Autonomic
a. Kardiovaskuler
b. Gastrointestinal
c. Genitourinary
d. Other
3.
1.
2.
3.
Rapidly reversible
a. Hyperglycemic neuropathy
2.
3.
4.
Painful
2.
Painless
2.6. Patofisiologi
Banyak teori yang dikemukan oleh para ahli tentang patofisiologi terjadinya
neuropati diabetik, namun semuanya sampai sekarang belum diketahui
sepenuhnya. Faktor-faktor etiologi neuropati diabetik diduga adalah vaskular,
berkenaan dengan metabolisme, neurotrofik dan imunologik. Studi terbaru
menunjukkan adanya kecenderungan suatu multifaktorial patogenesis yang terjadi
pada neuropati diabetik.8 Beberapa teori yang diterima adalah :
2.6.1. Teori vaskular (iskemia-hipoksia)
Pada pasien neuropati diabetik dapat terjadi penurunan aliran darah ke
endoneurium yang disebabkan oleh adanya resistensi pembuluh darah akibat
hiperglikemia. Biopsi nervus suralis pada pasien neuropati diabetik ditemukan
adanya penebalan pembuluh darah, agregasi platelet, hiperplasi sel endotelial dan
pembuluh darah, yang kesemuanya dapat menyebabkan iskemia. Iskemia juga
dapat menyebabkan terganggunya transport aksonal, aktifitas Na+/K+ ATPase
yang akhirnya menimbulkan degenerasi akson.9,10
2.6.2 Teori Metabolik
2.6.2.1. Jalur Polyol
Teori jalur polyol berperan dalam beberapa perubahan dengan metabolism
ini. Pada status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraseluler di
fosforilasi ke glukosa -6- phosphate oleh hexokinase, hanya sebagian kecil dari
glukosa masuk jalur polyol . Pada kondisi-kondisi hiperglikemia , hexokinase
yang disaturasi, maka akan terjadi influks glukosa ke dalam jalur polyol. Aldose
reduktase yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun di
8
dalam sel ke dalam alkohol non aktif , tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam
sel menjadi terlalu tinggi, aldose reduktase juga mengurangi glukosa ke dalam
jalur sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktosa.10,11,12,13 Dalam
proses mengurangi glukosa intraseluler tinggi ke sorbitol, aldose reduktase
mengkonsumsi co-faktor NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphat
hydrolase). NADPH adalah co-faktor yang penting untuk memperbaharui
intracelluler critical anti oxidant, dan pegurangan glutathione. Dengan mengurangi
jumlah glutathione, jalur polyol meningkatkan kepekaan stress oksidatif
intraseluler. Stres oksidatif berperan utama di dalam patogenesis neuropati
diabetik perifer.10,14,15 Ada bukti peningkatan oksigen radikal bebas dan
peningkatan beberapa penanda stres oksidatif seperti malondialdehide dan lipid
hydroksiperoksida pada penderita neuropati diabetik.13 Indikator kuat untuk
membuktikan bagaimana peran stres oksidatif dalam neuropati diabetik,
dibuktikan oleh beberapa penelitian mengenai penggunaan antioksidan baik pada
binatang percobaan maupun pada pasien.19
10
11
mengganggu pemeliharaan saraf. Pada banyak kasus, defisit yang paling awal,
melibatkan serabut saraf yang kecil. Pada pasien dengan DM terjadi penurunan
NGF sehingga transport aksonal yang retrograde (dari organ target menuju badan
sel) terganggu. Penurunan kadar NGF pada kulit pasien DM berkorelasi positif
dengan adanya gejala awal small fibers sensory neuropathy.8
2.6.4. Gamma Linolenic Acid
Penelitian mengenai peran Gamma Linolenic Acid (GLA) pada neuropati
diabetik masih belum begitu jelas, tetapi pada penelitian terjadi penurunan kada
GLA pada penderita neuropati diabetik sehingga pada pemberian GLA 480mg
terjadi perbaikan sensasi suhu, kekuatan otot, reflek tendon.10
2.7. Manifestasi Klinik
Gejala tergantung dari tipe neuropati dan tergantung dari saraf mana yang terkena. Gejala
biasanya tidak terlalu kelihatan pada awalnya, dan biasanya gejala karena kerusakan saraf baru
terlihat beberapa tahun kemudian. Gejala dapat meliputi sistem saraf sensorik, motorik dan
otonom. Pada beberapa orang dengan neuropati fokal, onset nyerinya dapat tiba-tiba dan berat.3
Gejala neuropati perifer antara lain :1
Rasa tebal atau kurang merasakan nyeri atau suhu
Rasa seperti kesemutan, seperti terbakar atau seperti ditusuk-tusuk
Nyeri yang tajam terasa di jari kaki, kaki, tungkai, tangan, lengan dan jari tangan
Kehilangan keseimbangan dan koordinasi
Mengecilnya otot-otot kaki dan tangan
Rasa tebal, kesemutan atau nyeri di telapak kaki, kaki, tangan, telapak tangan dan jari-jari
Gangguan pencernaan seperti mual, muntah
Masalah miksi (inkontinensia urin)
Disfungsi ereksi
Disesthesia (penurunan atau hilangnya sensibilitas ke tubuh)
2.8. Pemeriksaan
12
13
2.9. Pencegahan
1.
2.
3.
2.10. Penatalaksanaan
2.10.1. Non medikamentosa
a. Foot Hygiene
Karena hal itu, perawatan kaki harus dilakukan secara benar dan hati-hati untuk
mencegah terjadinya amputasi. Caranya adalah :1
-
Kaki harus dibersihkan setiap hari dengan menggunakan air hangat. Harus dihindari
pembasahan kaki yang berlebihan dan harus menggunakan handuk yang lembut dan kaki
dikeringkan secara hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
Kaki dan jari kaki harus diperiksa setiap hari dengan mencari apakah ada luka, kemerahan,
pembengkakan.
Harus selalu memakai sepatu atau sandal untuk melindungi kaki jangan sampai luka dan kulit
harus dicegah agar jangan sampai terjadi iritasi.
Pemakaian sepatu yang cocok dan harus diperhatikan bagian dalamnya agar supaya tidak ada
ujung-ujungnya yang tajam dan dapat melukai kaki.
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) adalah stimulasi listrik yang digunakan
untuk menghilangkan nyeri, yang digunakan frekuensi rendah untuk menyembuhkan kaku,
mobilisasi, menghilangkan nyeri neuropatik, menurunkan edema dan memperbaiki ulkus pada
kaki.
Program exercise, dapat mencegah terjadinya kontraktur, spasme otot dan atrofi otot. Dapat
melakukan olahraga seperti berenang dan sepeda.
2.10.2. Medikamentosa
Pengobatan sebaiknya diberikan untuk memperbaiki neuropati atau
berlanjutnya komplikasi dari DM. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah
kontrol glikemik dimana dengan upaya menurunkan gula darah ke level yang
normal untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut; diperlukan monitoring gula
darah, pengaturan diet dan exercise. Kontrol gula darah yang ketat bisa
menurunkan resiko neuropati 60% dalam 5 tahun.19
Terapi kausatif :
Aldose reduktase inhibitor
15
Merupakan zat antioksidan yang sangat kuat. Dapat meningkatkan fungsi endotel vaskuler. ALA
merupakan antioksidan enzimatik yang penting yaitu glutation yang berfungsi juga sebagai
antihiperglikemik sehingga dapat menurunkan glukosa sampai 50% bila diberikan dalam dosis
1200 mg iv per hari. ALA juga dapat menurunkan glycosylated hemoglobin melalui penurunan
gula darah. GLA 480 mg atau 360 mg.20
Imunoglobulin (IVIg)
16
sering adalah tukak lambung yang kadang disertai anemia karena perdarahan
lambung.20,21
Antidepresan Trisiklik (TCA)
17
SSNRI yaitu duloxetine disetujui untuk pengobatan neuropati diabetik, dan juga
venlafaxine
juga
dapat
digunakan.
Dengan
menargetan
serotonin
dan
norepinefrin, obat ini dapat mengobati nyeri yang timbul karena neuropati
diabetik dan juga mengobati depresi jika ada.
Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan
dengan ND, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum
sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya
untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat,
duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu
duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120
mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya.20,21
Antiepileptic drugs (AED)
Pemanjangan dari saraf C nosiseptor dapat menyebabkan pengeluaran glutamate
yang bekerja pada reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) di medulla spinalis.
Aktivasi dari reseptor NMDA menyebabkan neuron pada medulla spinalis
menjadi lebih responsive, yang mengakibatkan sensitisasi sentral. Pengaktifan itu
dapat mengakibatkan sel merespon terhadap nyeri. Maka dari itu, anti epilepsy
dapat digunakan untuk menghilangkan nyeri pada neuropati karena salah satu
kerja antiepilepsi adalah penurunan ekstimasi glutamate melalui blok reseptor
NMDA.20,21
AED, khususnya gabapentin dan pregabalin adalah first line pengobatan pada
neuropati. Gabapentin dibandingkan amitriptilin dari segi efek dan efek samping
lebih minimal. Efek samping yang dapat muncul adalah sedasi.20 Gabapentin
merupakan suatu analog GABA yang berperan dalam metabolism GABA.
Gabapentin menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-
18
uptake. Dosis gabapentin (dewasa dan anak > 12 tahun) adalah 900-1800 mg/hari.
Efek sampingnya berupa ataxia, pusing, sakit kepala, somnolen dan tremor.20,21
Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk ND dan juga
PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin diyakini sama dengan gabapentin.
Pregabalin, memblok Ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan
neurotransmitter. Pada penderita ND yang nyeri, dosis maksimum yang
direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari).
Pada pasien dengan creatinin clearance 60 ml/min, dosis seharusnya mulai pada
50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari
dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita.20,21
Obat anti-epilepsy (AED) memiliki kemampuan mengurangi eksitabilitas
membran dan menekan terjadinya impuls saraf abnormal pada neuron. Hal ini
terutama berperan menekan proses yang terjadi pada sensitisasi, sehingga sering
digunakan pada nyeri neuropatik.20,21
Terapi tambahan :
Metilkobalamin
Merupakan satu-satunya derivate aktif dari vitamin B12 yang mempunyai efek
merangsang proteosintesis sel-sel Schwann dan dengan jalan transmetilasi dapat
menyebabkan mielogenesis dan regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi
sinaps. Mempromosi sintesa fosfatidilkolin yang memperbaiki aktivitas Na-KATPase. Dengan jalan transmetilasi dapat menyebabkan mielogenesis dan
menstimulasi regenerasi akson saraf dan memperbaiki transmisi pada saraf. Dosis
3x250 ug metilkobalamin.20,21
19
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan
prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor (metabolik,
vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik ND,
hiperglikemia berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolik merupakan
dasar utama patofisiologi ND.
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan ND pada pasien DM,
yang penting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan
kaki sebaik-baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat
simtomatis, dilakukan dengan memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme
yang mendasari keluhan tersebut. Pendekatan non farmakologis termasuk edukasi
sangat diperlukan, mengingat perbaikan total sulit bisa dicapai.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
13. Tesfaye S. Diabetic Neuropathy. In; Veves A, Giurini JM, LoGerfo FW,
editor. The Diabetic Foot, Second Edition. New Jersey: Humaniora Press
2006; 105-29.
14. Hsueh A, Moore L, Bryer M. Hyperglycemia and Tissue
Damage.Conteporary Diagnosis and Management of Type 2 Diabetes,
Second Edition. Pennsylvania(USA):Handbooks in Health Care Co. 2004
;32-46.
15. Brownlee M. The Pathology of Diabetic Complications: A Unifying
Mechanism. American Diabetes Association, 2005 ; 54(6) : 1615-25.
16. Vincent AM, Russell JW, Low P, Feldman EL. Oxidative Stress in the
Pathogenesis osf Diabetic Neuropathy. Endocr Rev 2004; 25(4): 612-28.
17. Felman EL.Oxidative Stress and Diabetic Neuropathy: A
Understtanding of an Old Problem. J Clin. Invest 2003; 111: 431-33.
New
18. Hoitsma E, Reulen JPH, de Baets M, Drent M, Spaans F, Faber CG. Small
fiber neuropathy: a common and important clinical disorder. J Neurol Sci
2004;227:119-30
19. Subekti I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.h.1902-4
20. Wibowo S, Gofir A. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta : Penerbit
Salemba Medika; 2001.h.145-7
21. Gunawan SG, Setiabudy R. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : FKUI;
2006.h.172-4, 230-3
22. Jamal GA, Carmichael H. The effect of gamma-linolenic acid on human
diabetic peripheral neuropathy: a double-blind placebocontrolled trial. Diabet
Med 1990;7:319-323.
22