Anda di halaman 1dari 5

PENGALAMAN MENERIMA VAKSINASI COVID-19

Nama saya adalah Joshua Kurnia Tandi. Saya merupakan seorang dokter
muda dari Universitas Tarumanagara. Saya berumur 23 tahun dan saat ini sedang
menjalani cuti studi dikarenakan pandemi COVID-19. Saya terakhir kali bertugas
(koas) di RSUD Ciawi pada bulan Maret 2020, setelah itu stase dibekukan selama
2 minggu dan akhirnya diubah menjadi metode PJJ hingga bulan Juli 2020. Stase
sebenarnya diputuskan untuk kembali berjalan pada akhir bulan Agustus 2020,
namun saya memutuskan untuk mengambil cuti semester selama 6 bulan. Saya
memutuskan untuk cuti bukan karena apa-apa, melainkan karena pertimbangan
yang telah dipikirkan secara matang.
Saya mengambil cuti karena pertama, pandemi COVID-19 yang angka
positifnya masih sangat tinggi saat itu, serta kekhawatiran akan kedisiplinan
protokol kesehatan yang masih memprihatinkan, serta kedua, saya memiliki
penyakit komorbid, yakni diabetes mellitus tipe 1. Saya menderita diabetes
mellitus sejak saya kelas 3 SMP dan sejak saat itu rutin kontrol dan melakukan
pemeriksaan laboratorium untuk panel metabolik terutama. Menurut berbagai
informasi yang saya baca maupun saya dengar, infeksi dari virus SARS-CoV-2 ini
akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, terutama pada orang-orang
dengan penyakit komorbid. Tentunya saya sebagai salah satunya juga
mempertimbangkan hal tersebut, mengingat transmisi dari virus ini yang begitu
cepat.
Saya selalu mengikuti perkembangan informasi tentang COVID-19 dari
berbagai media. Harapan pun muncul saat informasi vaksinasi COVID-19
dicanangkan oleh pemerintah. Saya paham betul bahwa negara-negara sekarang
sangat berlomba-lomba untuk melakukan penelitian dalam rangka menemukan
vaksin untuk virus ini dan pastinya negara China yang merupakan negara pertama
yang melaporkan kasus infeksi ini mejadi salah satu negara yang terdepan dalam
mengembangkan tatalaksana penyakit ini. Saat saya mendengar kabar mengenai
vaksinasi, saya memang sudah memantapkan diri saya bahwa saya mau divaksin
dan siap untuk divaksin. Namun, sempat terjadi kebimbangan karena laporan-
laporan bahwa vaksinasi terutama ditujukan kepada orang-orang yang sehat secara
jasmani berusia 18-59 tahun. Saya paham mengapa syarat tersebut diberlakukan,
terutama karena pada uji klinis yang dilakukan, peneliti mengambil sampel
dengan kriteria yang sudah ia tentukan dan itulah yang menjadi patokan dalam
syarat vaksinasi pula. Selain itu, masa waktu penelitian vaksin yang jauh
dipercepat yang seharusnya 8-12 tahun menjadi kurag dari 1 tahun pun juga
menjadi pertimbangan apakah vaksin ini telah teruji dengan baik. Saya yang
memiliki komorbid pun sebenarnya hanya bisa pasrah dan menunggu berbagai
perkembangan selanjutnya.
Tidak lama kemudian, saya kembali mendengar bahwa beberapa negara
mengembangkan vaksin dengan metode terbaru, yakni metode mRNA. Metode ini
disebutkan bahwa tidak menggunakan virus yang dilemahkan/dimatikan, namun
menggunakan potongan materi genetik virus sebagai antigen untuk memicu
proses pembentukan antibodi di dalam tubuh manusia. Ini cukup enjanjikan
menurut saya dan banyak laporan juga bahwa vaksin jenis ini disebutkan yang
paling aman untuk orang-orang dengan komorbid serta lansia. Saya tentunya
kembali bersemangat karena informasi ini. Pada akhir Desember 2020, saya ingat
benar saat itu vaksin Sinovac mulai datang dan didistribusikan ke daerah-daerah
sembari menunggu ijin penggunaan darurat dari BPOM dan uji kehalalan vaksin
dilakukan.
Pada tanggal 2 Januari 2021, saya mendapatkan SMS dari pedulilindungi
bahwa nama saya terdaftar sebagai calon penerima vaksin tahap pertama. Saya
tentunya antusias dengan hal ini. Dikarenakan hal itu, saya tentunya bersiap-siap.
Saya membaca rekomendasi PAPDI untuk vaksinasi dan penyakit komorbid dan
ternyata orang dengan diabetes mellitus bisa divaksin dengan syarat kadar hbA1C
yang <7,5 %. Saya pun melakukan pemeriksaan lab dan saya bersyukur bahwa
kadar hbA1C saya berada dalam range layak vaksin. Saya pun juga melakukan
konsultasi pada dokter yang juga merupakan salah satu tim vaksinator untuk
vaksin ini dan beliau memberikan lampu hijau untuk saya vaksinasi. Saya pun
semakin mempersiapkan diri dan berharap bisa divaksin segera dikarenakan saya
akan kembali bertugas pada akhir Februari 2021. Saya sering membaca penelitian
vaksin ini dan bagamaimana efikasinya di negara-negara lain, juga bagaimana
KIPI yang yang sering terjadi.
Saya juga seringkali memantau vaksinasi di negara-negara lain dan dari
berita yang saya sering dengar dan baca, banyak yang menggunakan vaksin Pfizer
dengan teknologi mRNA dengan penerima utama adalah lansia. Jujur saya salut
untuk negara-negara tersebut karena rasa percaya pada teknologi terbaru, serta
rasa peduli mereka terhadap kaum lansia yang jelas lebih rentan daripada kaum
muda. Setelah mendapat SMS tersebut, saya hanya bisa menunggu dan pasrah.
Presiden Indonesia, Bapak Joko Widodo mendapatkan suntikan vaksin pada
tanggal 13 Januari 2021. Hal ini menjadi sesuatu yang luar biasa pastinya
mengingat masih banyaknya keraguan masyarakat akan vaksin ini. BPOM
melaporkan bahwa efikasi vaksin Sinovac ini adalah 65,3% di Indonesia dan
sudah memenuhi standar WHO, yakni di atas 50%. Saya pun semakin optimis
akan hal ini. Beberapa hari kemudian, rekan-rekan saya pun banyak yang sudah
bisa melakukan registrasi ulang dan bahkan telah divaksin, namun saya adalah
salah satu orang yang belum bisa melakukan registrasi ulang karena belum
mendapatkan SMS registrasi ulang.
Saya kembali hanya bisa pasrah dan menunggu karena saya sudah berkali-
kali mencoba melakukan registrasi baik melalui aplikasi pedulilindungi, melalui
web pedulilindungi, dan melalui nomor *119# namun semua masih belum
berhasil. Saya bahkan sempat disarankan teman saya untuk mengirimkan email ke
tim vaksinasi dan sudah saya lakukan. Namun, akhirnya saya mendapat
pencerahan, tepatnya pada tanggal 22 Januari 2021. Salah satu anggota keluarga
saya mengirimkan link berita bahwa sekarang calon penerima vaksin tidak perlu
melakukan registrasi ulang via SMS. Saya pun menjadi antusias dan kembali
mencoba lewat aplikasi dan SMS ke *119#. Akhirnya setelah mengisi beberapa
data, saya mendapatkan SMS bahwa saya terdaftar sebagai penerima vaksin tahap
pertam beserta nomor tiket dan waktu vaksinasi. Tentu saya sangat bahagia,
namun tertera bahwa saya harus melakukannya antara pukul 8 pagi hingga 3 sore
pada tanggal 22 Januari 2021, sementara saya baru mendapat SMS tersebut pada
pukul 1 siang. Tentunya saya cukup kaget dan segera bergegas ke puskesmas
terdekat. Namun sayangnya puskesmas tersebut telah tutup dan saya diminta
kembali esok hari.
Namun karena saya masih penasaran dengan waktu vaksinasi, makan saya
menghubungi nomor 119 bersama mama saya untuk menanyakan kebenaran SMS
ini. Akhirnya setelah beberapa saat, saya mendapatkan konfirmasi bahwa SMS
tersebut benar dan saya boleh melakukan vaksinasi hari berikutnya. Tentu saya
sangat senang sekali dan saya memperisapkan diri. Saya memutuskan untuk
vaksin pada 23 Januari 2021 di RSUD Sidoarjo. Pada malam sebelumnya, saya
sempat telepon ke RSUD Sidoarjo dan bertanya mengenai pelayanan vaksin dan
saya diminta datang esok hari ke bagian pelayanan medis. Saya tiba pukul
setengah 8 pagi dan langsung bertanya kepada salah satu sekuriti mengenai okasi
bagian pelayanan medis. Saya bilang saya datang untuk vaksinasi dan
menunjukkan SMS yang telah saya terima. Saya diminta menunggu sejenak dan
sekuriti tersebut melaporkan pada atasannya mengenai rencana saya tersebut.
Setelah beberapa saat, saya aya akhirnya diarahkan untuk menuju ke gedung
tempat vaksinasi dan untuk langsung menghadap pada seorang dokter. Setelah
saya mencapa gedung tersebut dan naik ke lantai 4, saya langsung diarahkan
untuk mengambil nomor antrian vaksin, saya mendapat nomor 5 waktu itu dan
menunggu. Di luar, terdapat 2 pos untuk verifikasi data diri dan di dalam ruangan,
terdapat 1 pos untuk skrining dan 1 buah bilik untuk vaksinasi.
Verifikasi untuk data diri saya tidak membutuhkan waktu yang lama
meskipun saya tidak terdaftar registrasi ulang. Saya hanya diminta menyerahkan
KTP dan bukti SMS tiket vaksin. Data lain yang ditanyakan kepada saya adalah
profesi dan asal universitas saya. Tidak lama kemudian, saya diarahkan menuju ke
meja skrining. Di situ saya di cek suhu dan dilakukan pengukuran tekanan darah.
Selain itu, karena adanya komorbid, saya menyerahkan hasil lab saya dan
dilakukan pencatatan. Tidak lama kemudian saya langsung diarahkan ke bilik
vaksinasi. Proses vaksinasi berlangsung singkat. Awalnya, saya mendapat
penjelasan singkat mengenai vaksin ini. Vaksinasi dilakukan menggunakan jarum
kecil untuk spuit 1 cc dan dosis yang diberikan sebanyak 0,5 cc pada lengan atas
kiri bagian luar. Lalu saya pun divaksin dan dalam waktu singkat, proses tersebut
selesai. Saya lalu diarahkan ke pos selanjutnya untuk evaluasi selama 30 menit.
Saya diminta duduk dan menunggu selama 30 menit, setelah itu kartu vaksin akan
diberikan pada saya. Selama observasi, saya tidak merasakan gejala apapun. Saya
merasa tubuh saya baik-baik saja. Setelah 30 menit, nama saya dipanggil dan saya
diwawancara apakah mengalami KIPI seperti mual, sakit kepala, dan lain-lain.
Saya menjawab tidak. Saya lalu diberi kartu vaksin dan diminta kembali untuk
suntikan kedua pada tanggal 6 Februari 2021. Saya pun juga mendapatkan SMS
tiket vaksin serta sertifikat vaksinasi tahap pertama melalui SMS dari 119 pada
hari yang sama. Saya merasa senang karena proses ini seakan-akan dilancarkan
oleh Yang Maha Kuasa. Saya berencana untuk kembali ke RSUD Sidoarjo untuk
mendapatkan suntikan kedua pada tanggal 6 Februari 2021.

Anda mungkin juga menyukai