Anda di halaman 1dari 6

Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaanya pada kulit dengan tujuan untuk menghasilkan

efek lokal, seperti : lotio, salep, cream.

Kelebihan sediaan topikal :


 Lebih mudah digunakan
 Murah, dan mudah ditemukan atau dibuat.
 Untuk efek lokal, mencegah first-pass effect serta meminimalkan efek samping sistemik
 Untuk efek sistemik, menyerupai cara pemberian obat melalui intravena.
Absorbsinya lebih baik dari rute oral, karena langsung masuk ke dalam pembulu darah
 Penetrasinya dapat diatur dengan pengaturan basisnya.

Kekurangan pemberian topikal :


 Dapat menimbulkan reaksi alergi
 Absorbsinya tidak menentu
 Absorbsi lebih lama dibandingkan intra vena
 Untuk basis lemak, mudah tengik.

Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan
lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati),
respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen
melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet.

Struktur :
1. Kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar
Merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai
bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm pada telapak tangan dan telapak kaki, dan
yang paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-
sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara
fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang
merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
2. Kulit jangat (dermis, korium atau kutis)
Merupakan jaringan penyangga berserat dengan tebal rata-rata 3-5 mm.
Fungsi: memberi nutrisi pada epidermisBerdasarkan susunan serabut kolagen dan elastin
dermis.
Terdiri atas 2 lapisan anatomik, yaitu lapisan papiler jarigan kendor (terletak tepat dibawah
epidermis) dan lapisan etikuler (jaringan penyangga padat).
3. Jaringan penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis)
Hipodermis memiliki tanggung jawab untuk melindungi organ internal vital dalam tubeh
dari benturan, serta berfungsi untuk menjaga suhu tubuh manusia tetap stabil, dan
sebagai tempat menyimpan cadangan makanan.

Ada 3 hal yang dimungkinkan berperan dalam penyerapan obat secara tpikal, yaitu :
1. Lokalisasi sawar
Didalam kulit ada suatu celah yang berhubungan langsung dengan kulit bagian dalam yang
dibentuk oleh kelenjar sebasea yang membatasi bagian luar dan cairan ekstraselular, juga
merupakan sawar tapi kurang efektif, terdiri atas sebum dan deretan sel-sel germinatif.
Peniadaan lapisan tersebut dengan eter, alkohol, atau sabun-sabun tertentu tidak mengubah
permeabilitas kulit. Sedangkan peniadaan dengan bantuan plester akan membersihkan lapisan
malfigi dan meningkatkan permeabilitas kulit terhadap air, etanol dan kortikosteroid. (Namun
tidak semua, seperti perhidroksikualen (murni lipofil)tidak dapat menembus kulit tikus yang sel
malfiginya dihilangkan, Natrium dodesil sulfat (hidrofil) akan sedikit/ tidak diserap).
2. Jalur penembusan
Kelenjar sebasea terisi oleh sebum, mengandung banyak lipida yang teremulsi, dihasilkan oleh
sel-sel yang dibentul oleh kelenjar germinatif. Sedangkan kelenjar sudoripori merupakan
saluran pengeluaran sederhana, dibentuk oleh sel hidup mulai dari bagian dalam dermis sampai
stratum corneum dan berakhir sebagai suatu kanal yang menyelinap diantara deretan sel-sel
tanduk. Kelenjar sudoripori tidak terlibat dalam proses penembusan, sedangkan Pilosebasea
penembusannya lebih bergantung pada permukaan dibandingkan lewat epidermis. Contohnya :
Pada manusia kulit diselubungi oleh 40-70/cm2 folikel rambut yang merupakan bagian dari
permukaan epidermis dan berperan pada penyerapan. Pada hewan terjadi sebaliknya, rambut-
rambut tersebut lebih berperan pada proses penyerapan, karena kulit hewan lebih permeabel
dibandingkan kulit manusia.
3. Penahanan dalam struktur permukaan kulit dan permukaan perkutan
Penumpukan senyawa yang digunakan setempat pada struktur kulit, terutama lapisan tanduk
telah lama diketahui. Banyak peneliti yang telah membuktikan mengenai
penumpukan/penahanan obat dalam kulit. Contohnya : Malkinson,Vickers,Washitake, Munro.
Dari banyaknya pembuktian dapat disimpulkan bahwa lapisan tanduk tidak selalu merupakan
penyebab tunggal penahanan senyawa dalam kulit, dalam hal tertentu dermis juga berperan
sebagai depo (penyempitan pembulu darah), seperti pigmen yang tertimbun dalam hipodermis,
dan testosteron dan bensil alkohol yang tertahan di dermis. Penumpukan zat aktif dapat terjadi
pula karena senyawa terikat secara metabolit sesudah penyerapan sistemik. Contohnya,
griseofilvin dan asam amino yang mengandung belerang, dan tergabung dalam struktur kulit
yang hidup dan yang terkreatinisasi.

Teori difusi

Sebagian besar molekul kimia diserap kulit secara difusi pasif. Laju penyerapan melintasi kulit
tidak segera, tetapi selalu teramati adanya waktu laten T1. Waktu laten adalah penundaan
penembusan senyawa kebagian dalam struktur tanduk dan pencapaian gradien difusi.
Tetapan permeabilitas (Kp) adalah kemampuan menembus suatu senyawa melintasi suatu
membran. Tetapan permeabilitas (Kp) merupakan hasil dari tetapan permeabilitas molekul dalam
lapisan tanduk (Kc), epidermis (Ke), dermis (Kd).

Krim
Menurut FI III : Bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang
dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Tipe krim : air dalam minyak (w/o) atau minyak dalam air (o/w) terdiri dari emulsi minyak dalam
air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang
dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika.

Tipe o/w :
Menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya
merupakan rantai panjang alkohol.
Pemilihan zat pengemulsi: sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium
stearate, ammonium stearate, tween, natrium lauryl sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc
dan emulygidum.
Tipe w/o :
Mengandung zat pengemulsi yang spesifik seperti adeps lane, sabun polivalen, span, wool alcohol,
ester asam lemak dan cera.

Persyaratan krim :
o Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.
o Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang dihasilkan menjadi
lunak serta homogen.
o Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.
o Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair
pada penggunaan

Bahan penyusun krim : Zat berkhasiat, fase minyak, fase air, dan pengemulsi

Bahan yang digunakan dalam sediaan krim agar peningkatan penetrasi pada kulit,:
Zat untuk memperbaiki konsistensi, zat pengawet, dapar, pelembab (humektan),
pengompleks (sequestering), anti oksidan, peningkat penetrasi.

 Fase Minyak :
 Bahan obat yang larut dalam minyak, bersifat asam.
 Contoh: asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak,
cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya.
 Fase Air :
 Bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.
 Contoh: Na tetraborat (borax, Na biboras), Trietanolamin/TEA, NaOH, KOH,
Na2C03, Gliserin, Polietilenglikol/PEG, Propilenglikol, Surfaktan (Na lauril sulfat,
Na setostearil alkohol, polisorbatum/Tween, Span dan sebagainya)

 Surfaktan :
 Zat yang mempunyai gugus hidrofil dan gugus lipofil sekaligus dalam molekulnya.
 Sering digunakan sebagai bahan tambahan. Digunakan karena kemampuannya
mengemulsi, mensuspensi dan melarutkan obat dan kecenderungannya menambah
absorpsi obat.
 Konsentrasi rendah menurunkan tegangan permukaan dan menaikkan laju pelarutan
cobat. Sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi surfaktan cenderung membentuk
micelles dengan obat, sehingga menurunkan laju pelarutan.
 Penggolongan :
1. Surfaktan anionik, akan terionisasi memberi muatan negatif anion hidrofobik dan
sedikit muatan positif.
2. Surfaktan kationik, terionisasi membentuk banyak muatan positif kationik
hidrofoterik dan sedikit muatan negatif anionik hidrofilik.
3. Surfaktan amfoterik, surfaktan jenis ini dapat bersifat anionik, kationik atau netral
tergantung pada pH larutan.
4. Surfaktan non ionik tidak terionisasi dalam larutan, yang dapat dipakai ahli kimia
untuk membentuk spektrum yang luas zat yang sangat berubah-ubah. Surfaktan ini
bisanya tidak toksik, netral, stabil terhadap elektrolit dan stabil dengan zat ionic.
 Zat untuk memperbaiki konsistensi :
 Konsistensi sediaan topical diatur untuk mendapatkan bioavabilitas yang maksimal,
selain itu dimaksudkan untuk mendapatkan formula yang “estetis” dan “acceptable”.
 Konsistensi yang disukai umumnya adalah sediaan yang dioleskan, tidak meninggalkan
bekas, tidak terlalu melekat dan berlemak.
 Pengawet :
 Dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan mencegah terjadinya
kontaminasi mikroorganisme. Pada sediaan krim mengandung fase air dan lemak maka
pada sediaan ini mudah ditumbuhi bakteri dan jamur.
 Zat pengawet yang digunakan umumnya metil paraben 0.12% sampai 0,18% atau propil
paraben 0,02%-0,05%.
 Dapar :
 Zat yang ditambahkan untuk mempertahankan pH sediaan untuk menjaga stabilitas
sediaan.
 pH dipilih berdasarkan stabilitas bahan aktif.
 Pelembab :
 Untuk meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi pada kulit menyebabkan jaringan menjadi
lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif.
 Contoh: gliserol, PEG, sorbitol.
 Pengompleks :
Zat yang ditambahkan dengan tujuan zat ini dapat membentuk kompleks dengan logam
yang mungkin terdapat dalam sediaan, timbul pada proses pembuatan atau pada
penyimpanan karena wadah yang kurang baik.
 Contoh : Sitrat, EDTA, dsb.

 Anti oksidan :
 Zat yang ditambahkan untuk mencegah tejadinya ketengikan akibat oksidasi oleh
cahaya pada minyak tidak jenuh yang sifatnya autooksidasi.
 Peningkat Penetrasi :
Zat tambahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah zat yang terpenetrasi agar
dapat digunakan untuk tujuan pengobatan sistemik lewat dermal (kulit).
Syarat syarat:
o Tidak mempunyai efek farmakologi.
o Tidak menyebabkan iritasi alergi atau toksik.
o Bekerja secara cepat dengan efek terduga.
o Dapat dihilangkan dari kulit secara normal.
o Tidak mempengaruhi cairan tubuh, elektrolit dan zat endogen lainnya.
o Dapat bercampur secara fisika dan kimia dengan banyak zat.
o Dapat berfungsi sebagai pelarut obat dengan baik.
o Dapat menyebar pada kulit.
o Dapat dibuat sebagai bentuk sediaan.
o Tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa

Uji sifat fisik krim :


 Uji Organoleptis :
Pengamatan terhadap krim yang meliputi bentuk, bau, dan warna.
 Uji pH :
Dilakukan dengan menggunakan pH indikator universal. Pengukuran bertujuan untuk
mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan krim yang berpengaruh terhadap sifat iritasi
kulit. Idealnya, pH krim adalah sesuai dengan pH kulit, yaitu berkisar 4,0-6,0 agar tidak
menimbulkan iritasi pada kulit
 Uji Homogenitas :
Untuk melihat penyebaran zat aktif dalam sediaan krim, dilakukan dengan mengamati
warna sediaan secara visual dan melihat apakah terdapat bagian-bagian yang tidak
tercampurkan dengan baik dalam krim. Krim dikatakan homogen jika terdapat persamaan
warna yang merata dan tidak ditemukan partikel dalam krim.
 Pengukuran Viskositas :
Dilakukan dengan menggunakan viskometer, bertujuan untuk mengetahui sifat aliran dari
sediaan krim. Semakin tinggi viskositas -> krim sukar mengalir.
 Uji Daya Sebar :
Dilakukan untuk mengetahui kualitas daya menyebar krim saat dioleskan pada kulit.
Semakin besar daya menyebar maka sifat fisik krim semakin baik.

 Uji Daya Lekat :


Untuk mengetahui kualitas daya melekat krim pada kulit. Hal ini berhubungan dengan lama
waktu kontak krim dengan kulit hingga efek terapi yang diinginkan tercapai.

Anda mungkin juga menyukai