Anda di halaman 1dari 13

ASPEK PRAKTIS SEDIAAN TOPIKAL DAN

MEKANISME PENETRASI SEDIAAN


TOPIKAL
KELOMPOK 4

RUHIL AMANDA
SANAWATI
SILVI ALFITRI
SERLY MARSELINA
SHERLY SEPTIA NURFADLI
SRI RAHMADANI
PENGERTIAN

Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dan


membran mukosa dengan tujuan untuk menghasilkan efek lokal.
JENIS SEDIAAN TOPIKAL

1. Cairan

Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya murni air
disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut
tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai
dalam kompres biasanya bersifat astringen dan antimikroba.

2. Bedak

Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum venetum dan oxydum
zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfi sial karena
tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi.
3. Salep

Salep merupakan sediaan semi solid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan
mukosa. Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama di atas
permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan dasar
hidrokarbon digunakan sebagai penutup. Salep berbahan dasar salep serap (salep
absorpsi) kerjanya terutama untuk mempercepat penetrasi karena Dasar salep yang
dapat dicuci dengan air dan dasar salep larut dalam air mampu berpenetrasi jauh ke
hipodermis sehingga banyak dipakai pada kondisi yang memerlukan penetrasi yang
dalam.
4. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu
sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air
(O/W), misalnya vanishing cream.

Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena komponen
minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan mampu
menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara kosmetik
karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim O/W
memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O lebih
besar dari O/W.
5. Pasta

Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi
sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat dibandingkan
salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep. Sediaan
berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih dominan sebagai
pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta berlemak saat
diaplikasikan di atas lesi mampu menyerap lesi yang basah seperti serum.
6. Gel

Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
organik dan anorganik. Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu
lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik dipakai pada lesi di kulit
yang berambut. Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak
digunakan padakondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel analgetik. Rute difusi
jalur transfolikuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel membentuk lapisan absorpsi.

7. Lotio

Lotio merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut terdispersi dalam
cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak tergabung ini menyebabkan
dalam pemakaian lotio dikocok terlebih dahulu. Pemakaian lotio meninggalkan rasa dingin
oleh karena evaporasi komponen air. Beberapa keistimewaan lotio, yaitu mudah diaplikasikan,
tersebar rata, favorit pada anak.
ASPEK PRAKTIS SEDIAAN TOPIKAL

Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase padat,
setengah padat atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak tercampurkan
dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dan lainnya, umumnya oleh fase
cair. Dalam biofarmasi, membran padat digunakan sebagai model pendekatan
membran biologis. Membran padat juga digunakan sebagai model untuk mempelajari
kompleks atau interaksi antara zat aktif dan bahan tambahan serta proses pelepasan dan
pelarutan (Aiache, 1993).

Dalam studi pelepasan zat aktif yang berada dalam suatu bentuk sediaan digunakan
membran padat tiruan yang berfungsi sebagai sawar yang memisahkan sediaan dengan
cairan disekitarnya. Teknik pengukuran laju pelepasan yang tidak menggunakan
membran akan mengalami kesulitan karena perubahan yang cepat dari luas permukaan
sediaan yang kontak dengan larutan uji. Pengadukan pada media reseptor sangat
berperan untuk mencegah kejenuhan lapisan difusi yang kontak dengan membran
(Aiache, 1993).
Perlintasan membran sintetik umumnya berlangsung dalam dua tahap. Tahap awal adalah proses
difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak dengan membran. Pada tahap ini daya difusi
merupakan mekanisme pertama untuk menembus daerah yang tidak diaduk, dari lapisan yang kontak
dengan membran. Tahap kedua adalah pengangkutan. Tahap ini dapat dibagi atas dua bagian. Bagian
yang pertama adalah penstabilan gradien konsentrasi molekul yang melintasi 9 membran sehingga
difusi terjadi secara homogen dan tetap. Bagian kedua adalah difusi dalam cara dan jumlah yang
tetap. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi tidak berubah sebagai fungsi waktu. Dalam
hal ini diasumsikan bahwa interaksi zat aktif-pelarut dan pelarut-pelarut tidak berpengaruh terhadap
aliran zat aktif.
MEKANISME PENETRASI SEDIAAN TOPIKAL

1. Penetrasi secara transepidermal

Penetrasi transepidermal dapat secara intraseluler dan interseluler. Penetrasi interseluler merupakan
jalur yang dominan, obat akan meenmbus stratum korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid
yang mengelilngi sel korneosit. Difusi dapat blangsung pada matriks lipid protein dari stratum
korneum, setelah berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus lapisan epidermis sehat
di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh kapiler

Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus stratum korneum sel korneosit
yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein stratum korneum, kemudian melewatinya menuju
sel yang berada di lapisan bawah sampai pada kapiler dibawah stratum basal epidermis dan berdifusi
ke kapiler
2. Penetrasi secara transfolikular

Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo. Percobaan tersebut
memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak hanya melewati
sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular, obat berdifusi melalui celah folikel rambut
dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian berdifusi ke kapiler.

Absorpsi sediaan topikal secara umum berlangsung saat suatu sediaan dioleskan ke kulit dan
melalui beberapa fase yaitu
1. Lag phase : periode ini merupakan saat sediaan di oleskan an belum melewati stratum
korneum, sehingga pada saat ini belum di temukan bahan aktif obat dalam pembuluh
darah
2. Rising phase : fase ini di mulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum,
kemudian memasuki kapiler dermissehingga dapat di temukan dalam pembuluh darah
3. Folling phase : fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit
dan dapat di bawa ke kapiler dermis
FAKTOR PENYERAPAN/ABSORBSI SEDIAAN TOPIKAL
1. Bahan aktif yang di campurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada permukaan kulit
dalam konsentrasi yang cukup
2. Konsentrasi bahan aktif ,erupakan faktor penting jumlah obat yang di absorpsi secara perkutan
perunit luas permukaan setiap periode waktu bertambah sebanding dengan bertambahnya
konsentrasi obat dalam suatu pembawa
3. Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat yang di
absorpsi
4. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah mnyebar ke permukaan kulit
5. Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan di aplikasikan
6. Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif yang di absorpsi
7. Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal pada kulit yang lapisa tanduknya tipis
8. Dan makin lama sediaan menempel pada kulit makin banyak kemungkinan di absorpsi, pada kulit
utuh cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih baik daripda melalui lapisan
folikel rambut atau kelenjar keringat karena luas permukaan folikel dan kelenjar keringat lebih
kecil di bandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai