Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat
1. Pengertian obat
Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang digunakan oleh
semua makhluk untuk bagian dalam maupun bagian luar, guna mencegah,
meringankan, maupun menyembuhkan penyakit (Syamsuni, 2007).
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang
dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah
penyakit berikut gejalanya (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. Penggolongan obat berdasarkan tingkat keamanan
Pengertian penggolongan obat yang menyatakan bahwa penggolongan
obat yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan
penggunaan serta pengamanan distribusi. Pengertian tersebut tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993.
Penggolongan obat ini terdiri dari: obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib
apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
a. Obat bebas
Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh
tanpa resep dokter, selain di apotek juga dapat diperoleh di warung-warung.
Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau.
Contohnya adalah parasetamol, vitamin c, asetosal (aspirin), antasida daftar
obat esensial (DOEN), dan obat batuk hitam (OBH) (Priyanto, 2010).

Gambar 2.1 Penandaan obat bebas


(Sumber: Priyanto, 2010)

6
7

b. Obat bebas terbatas


Obat bebas terbatas atau obat yang masuk dalam daftar “W” menurut
bahasa Belanda “W” singkatan dari “Waarschung” artinya peringatan. Jadi
maksudnya obat yang bebas penjualannya disertai dengan tanda peringatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan
kedalam daftar obat “W” memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah
Obat Keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila
penyerahannya memenuhi persyaratan yang sebagaimana telah datur dalam
PERMENKES NOMOR : 919/MENKES/PER/X/1993 pasal 2.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
2380/A/SK/VI/83, tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran
warna biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda khusus harus diletakan
sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenal sebagaimana yang
dijelaskan pada gambar 2 di bawah. Contohnya obat flu kombinasi (tablet),
chlorpheniramin maleat (CTM), dan mebendazol (Priyanto, 2010).

Gambar 2.2 Penandaan dan Peringatan Obat Bebas Terbatas


(Sumber: Priyanto, 2010)
8

c. Obat keras
Obat keras atau obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari
“Gevaarlijk” artinya berbahaya maksudnya obat dalam golongan ini
berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukan
obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras,
memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai
berikut:
1) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
2) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parental, baik degan cara suntikan maupun dengan cara
pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.
3) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah
dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan
manusia.
4) Semua obat yang tercantum dalam daftar obat keras: obat itu sendiri dalam
substansi dan semua sediaan yang mengandung obat itu, terkecuali apabila
dibelakang nama obat disebutkan ketentuan lain, atau ada pengecualian Daftar
Obat Bebas Terbatas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah
lingkaran bulatan warna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf
K yang menyentuh garis tepi lihat gambar 3. Contoh obat ini adalah
amoksilin, asam mefenamat (Priyanto, 2010).

Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras


(Sumber: Priyanto, 2010)
9

Obat keras dibedakan menjadi beberapa golongan, yaitu Obat Wajib


Apotek (OWA), obat daftar G, dan psikotropika :
1) Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker di
apotek kepada pasien tanpa resep dokter (Keputusan Menteri Kesehatan No :
347/MENKES/VII/1990).
Contoh : Antiparasit (obat cacing, mebendazol); Obat Kulit Topikal
(antibiotik, tetrasiklin); Obat Saluran Napas (obat asma, ketotifen).
Daftar ini menetapkan obat-obat keras yang dapat dibeli di apotek tanpa resep
dokter dalam jumlah dan potensi terbatas. Pasien diharuskan memberikan
nama dan alamatnya yang didaftarkan oleh apoteker bersama nama obat yang
diserahkan. Daftar tersebut meliputi antara lain pil anti-hamil, obat-obat
lambung tertentu, obat antimual metokolpramid, laksan bisakodil, salep
sariawan triamsinolon, obat-obat pelarut dahak bromheksin, asetil- dan karbo-
sistein, obat-obat nyeri atau demam asam mefenamat, glisfenin dan
metamizol. Disamping itu daftar tersebut juga mencakup sejumlah obat keras
dalam bentuk salep atau krim, antibiotik, seperti kloramfenikol, eritromisin,
tetrasiklin, dan gentamisin, dan zat-zat antijamur (mikonazol, ekonazol,
nistatin dan tolnaftat) .
2) Obat G mencakup semua obat keras yang hanya dapat dibeli di apotek
berdasarkan resep dokter, seperti antibiotika, hormon kelamin, obat kanker,
obat penyakit gula, obat malaria, obat jiwa, jantung, tekanan darah tinggi, obat
anti-pembekuan darah dan semua sediaan dalam bentuk injeksi
3) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Psikotropika dibagi menjadi :
a) Psikotopika golongan 1 adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, dan
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :
brolamfetamin (DOB), tenamfetamin (MDA), dan lisergida (LSD).
b) Psikotropika golongan II dapat digunakan untuk pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
10

mempunyai potensi kuat mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :


amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamina.
c) Psikotropika golongan III dapat digunakan untuk pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :
katina, amobarbital, buprenofrina, dan pentobarbital.
d) Psikotropika golongan IV dapat digunakan untuk pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya :
alprazolam, barbital, diazepam dan fenobarbital (Undang – Undang RI No : 3
tahun 2017).
4) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebebkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan–golongan (Undang – Undang RI No : 2 tahun 2017).
Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah
sebagaimana gambar 4. Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a) Narkotika golongan I, digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Contohnya: heroina, katinona,
amfetamin dan metamfetamin.
b) Narkotika golongan II dan III, yang berupa bahan baku, baik alami maupun
sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.
Contohnya : fentanil, morfina, petidina, dan kodeina.

Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika


(Sumber: Priyanto, 2010)
11

d. Daftar Obat Wajib Apotik (OWA)


Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan
tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. Berdasakan surat keputusan
Menteri Kesehatan Nomor : 347/MenKes/SK/VII/1990 adapun beberapa
contoh daftar Obat Wajib Apotek terdapat di lampiran 1.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 924/MENKES/PER/X/1993
tentang daftar Obat Wajib Apotek No.terdapat di lampiran 1.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1176/Menkes/SK/X/1999
daftar obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di
apotek, daftar obat wajib apotek No. 3 dan No. 4 terdapat di lampiran 1.
3. Penggolongan obat berdasarkan efek terapi atau penggolongan obat
berdasarkan penyakit.
Efek terapi adalah efek utama yang diharapkan dapat memberikan efek
sesuai dengan tujuan pengobatan
a. Obat susunan saraf pusat
Analgesik antipiretik dan Anti-inflamasi nonsteroid (AINS)
Analgesik adalah obat yang mampu mengurangi dan melenyapkan rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang dapat
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat
yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi
(Anief, 2010).
Anti-inflamasi nonsteroid adalah obat-obat yang memiliki efek analgesik
dan daya anti-radang, sehingga obat-obat jenis ini digunakan dalam
pengobatan reuatik. Contohnya ibuprofen, diklofenak, ketoprofen, naproksen
(Tjay Tan Hoan dan Rahardja, 2007).
b. Obat-obat gangguan saluran pencernaan
Penyakit saluran cerna yang paling sering terjadi adalah radang
kerongkongan (refluxoesophagitis), radang mukosa lambung (gastritis), tukak
lambung-usus (Tjay Hoan Tan dan Rahardja, 2007). Selain itu diare juga
merupakan penyakit gangguan saluran pencernaan. Obat-obat gangguan
saluran pencernaan diantaranya antasida dan obat diare.
12

1) Antasida
Antasida atau zat pengikat asam (anti = lawan, acidus = asam) adalah
basa-basa lemah yang digunakan untuk mengikat secara kimiawi dan
menetralkan asam lambung (Tjay Hoan Tan dan Rahardja, 2007).
Contoh : natrium bikarbonat, sukralfat, bismuth subsitrat, magnesium
trisilikat, magnesium hidroksida dan hidrotalsit (Tjay dan Rahardja, 2007).
2) Obat diare
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam
sehari, biasanya disertai sakit dan kejang perut (Depkes, 2007). Jenis-jenis
diare antara lain :
a) Diare akut, disebabkan oleh infeksi usus, infeksi bakteri, obat-obat tertentu
atau penyakit lain. Gejala diare akut adalah tinja cair, terjadi mendadak, badan
lemas kadang demam dan muntah, berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari.
b) Diare kronik, yaitu diare yang menetap atau berulang dalam jangka waktu
lama, berlangsung selama 2 minggu atau lebih.
c) Disentri adalah diare disertai dengan darah dan lendir. Diare yang hanya
sekali-sekali tidak berbahaya dan biasanya sembuh sendiri. Tetapi diare yang
berat bisa menyebabkan dehidrasi dan bisa membahayakan jiwa. Dehidrasi
adalah suatu keadaan dimana tubuh kekurangan cairan tubuh yang dapat
berakibat kematian, terutama pada anak/bayi jika tidak segera diatasi. Bila
penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat
menyebabkan kematian, terutama pada bayi dan anak-anak di bawah umur
lima tahun.
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada diare adalah (Tjay dan
Rahardja, 2007).
(1) Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab
diare, seperti antibiotic, sulfonamide, kinolon, dan furazolidon.
(2) Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan
beberapa cara, yakni:
(a) Zat-zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk
resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus: candu dan alkaloidanya, derivate-
13

derivat petidin (difenoksilat dan loperamida), dan antikolinergika (atropine,


ekstrak belladonna).
(b) Adstringensia, yang menciutkan selaput lender usus, misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garam-garam bismuth, dan aluminium.
(c) Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang ada pada permukaannya dapat
menyerap dihasilkan oleh bakteri atau yang adakalanya berasal dari makanan
(udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga mucilagines, zat-zat lendir yang
menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan
pelindung, umpamanya kaolin, pectin, (suatu karbohidrat yang terdapat antara
lain dalam buah apel) dan garam-garam bismuth, serta aluminium.
(3) Spasmolitika, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang
sering kali mengakibatkan nyeri perut pada diare, antara lain papaverin dan
oksifenonium.
Contoh obat diare: Norit dan Oralit ( Depkes,2007).
c. Obat saluran pernafasan
1) Obat batuk
Batuk merupakan refleks yang terangsang oleh iritasi paru-paru atau
saluran pernapasan. Bila terdapat benda asing selain udara yang masuk atau
merangsang saluran pernapasan, otomatis akan batuk untuk mengeluarkan
atau menghilangkan benda tersebut. Batuk biasanya merupakan gejala infeksi
saluran pernapasan atas (misalnya batuk-pilek, flu) dimana sekresi hidung
dan dahak merangsang saluran pernapasan. Batuk juga merupakan cara untuk
menjaga jalan pernapasan tetap bersih. Ada dua jenis batuk yaitu batuk
berdahak dan batuk kering. Batuk berdahak adalah batuk yang disertai dengan
keluarnya dahak dari batang tenggorokan. Batuk kering adalah batuk yang
tidak disertai keluarnya dahak (Depkes, 2007).
Sesuai dengan jenis batuk, maka obat batuk dapat dibagi menjadi 2
kelompok yaitu (Depkes RI, 2007) :
14

a) Ekspektoran
Obat ini bekerja melalui suatu reflex dari lambung yang menstimulasi
batuk. Diperkirakan bahwa sekresi dahak yang bersifat cair diperbanyak
secara reflektoris atau dengan jalan efek langsung terhadap sel-sel kelenjar
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Contoh obat ekspektoran: Gliseril Guaiakolat, Bromheksim, Kombinasi
Bromheksin dengan Gliseril Guaiakolat, Obat Batuk Hitam (OBH).
b) Antitusif
Bekerja sentral pada susunan saraf pusat menekan pusat batuk dan
menaikkan ambang rangsang batuk. Contoh obat antitusif : dekstrometorfan
HBr, difenhidramin HCl (Depkes, 2007).
2) Obat influenza
Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Orang dengan daya
tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri tanpa obat. Pada anak-anak,
lanjut usia dan orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah lebih cenderung
menderita komplikasi seperti infeksi bakteri sekunder. Flu ditularkan melalui
percikan udara pada saat batuk, bersin, dan tangan yang tidak dicuci setelah
kontak dengan cairan hidung/mulut (Depkes, 2007). Obat Yang Dapat
Digunakan:
a) Antipiretik/analgetik
Untuk menghilangkan rasa sakit dan menurunkan demam: paracetamol,
asetosal, afebrin, afitamol dan alphagesik.
b) Antihistamin
Antihistamin dapat menghambat kerja histamin yang menyebabkan
terjadinya reaksi alergi. Obat yang tergolong antihistamin antara lain:
Klorfeniramin maleat/klorfenon/CTM, Difenhidramin HCl.
c) Ekspektoran
Untuk mengencerkan dahak: griseril guaiakolat, ammonium klorida dan
bromheksin.
d) Antitusif
Untuk menekan batuk: dekstrometorfan HBr, noskapin dan difenhidramin
HCl.
15

e) Dekongestan
Dekongestan mempunyai efek mengurangi hidung tersumbat. Obat
dekongestan oral antara lain : Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin
dan Efedrin. Obat tersebut pada umumnya merupakan salah satu komponen
dalam obat flu (Depkes, 2007).
3) Golongan Antifungi
Obat golongan antifungi yang digunakan dalam obat kulit topikal
antimanjur, antara lain klortimazol, ekonazol, mikonazol dan isokonazol.
4) Vitamin dan mineral
a) Vitamin
Vitamin adalah zat-zat kimia organis dengan komposisi beraneka-ragam,
yang dalam jumlah kecil dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memelihara
fungsi metabolism normal. Vitamin bukan merupakan ‘bahan bakar’ atau
bahan untuk membangun tubuh. Kebutuhannya berkisar dari beberapa mcg
(microgram), misalnya vitamin B12, samapai ratusan mg (vitamin C dan E)
(Tjay dan Rahardja, 2007).
Contoh vitamin: Vitamin B, Vitamin C, Vitamin A, Vitamin E, Vitamin
D, Vitamin K.
b) Mineral
Mineral adalah zat-zat anorganik, yang seperti vitamin dalam jumlah kecil
bersifat esensial bagi banyak proses metabolisme dalam tubuh. Yang paling
banyak dibutuhkan adalah kalium (K) dan natrium (Na) ca 2-3 g, kalsium (Ca)
ca 1 g, dan magnesium (Mg) ca 0,3 g, juga fosfor (P) dan klorida (Cl).
4. Sumber Pengetahuan Terhadap Aturan Pakai
a. Informasi yang harus diketahui oleh kader kesehatan untuk disampaikan
kepada pasien,adalah
1) Cara minum obat sesuai anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
Penggunaan obat tanpa petunjuk langsung dari dokter hanya boleh untuk
penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas serta untuk masalah kesehatan
yang ringan
2) Waktu minum obat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan :
a) Pagi, berarti obat harus diminum antara pukul 07:00 – 08:00 WIB
16

b) Siang, berarti obat harus diminum antara pukul 12:00 – 13:00 WIB
c) Sore, berarti obat harus diminum antara pukul 17:00 – 18:00 WIB
d) Malam, berarti obat harus diminum antara pukul 22:00 - 23:00 WIB
3) Aturan minum obat yang tercantum dalam etiket harus dipatuhi. Bila tertulis :
a) 1 (satu) kali sehari, berarti obat tersebut diminum waktu pagi hari atau malam
hari, tergantung dari khasiat obat tersebut.
b) 2 (dua) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pagi dan malam hari.
c) 3 (tiga) kali sehari, berarti obat tersebut harus diminum pada pagi, siang dan
malam hari.
d) 4 (empat) kali sehari, berarti obat tersebut haus diminum pada pagi, siang,
sore dan malam hari.
e) Minum obat sampai habis, berarti obat harus diminum sampai habis, biasanya
obat antiotika.
4) Penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas tidak dimaksudkan untuk
penggunaan secara terus – menerus.
5) Hentikan penggunaan obat apabila tidak memberikan manfaat atau
menimbulkan hal–hal yang tidak diinginkan, segera hubungi tenaga kesehatan
terdekat.
6) Sebaiknya tidak mencampur berbagai jenis obat dalam satu wadah.
7) Sebaiknya tidak melepas etiket dari wadah obat karena pada etiket tersebut
tercantum cara penggunaan obat dan informasi lain yang penting.
8) Bacalah cara penggunaan obat sebelum minum obat, demikian juga periksalah
tanggal kadaluarsa.
9) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.
10) Tanyakan kepada apoteker di apotek atau petugas kesehatan di poskesdes
untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap (Depkes,
2008).
b. Informasi dalam kemasan atau brosur
Pada umumnya informasi obat yang dicantumkan adalah :
1) Nama obat Nama obat pada kemasan terdiri dari nama dagang dan nama zat
aktif yang terkandung didalamnya. Contoh : - Nama Dagang : Panadol - Nama
Zat Aktif : Parasetamol/ Acetaminophen
17

2) Komposisi obat Informasi tentang zat aktif yang terkandung didalam suatu
obat, dapat merupakan zat tunggal atau kombinasi dari berbagai macam zat
aktif dan bahan tambahan lain.
3) Indikasi Informasi mengenai khasiat obat untuk suatu penyakit.
4) Aturan pakai Informasi mengenai cara penggunaan obat yang meliputi waktu
dan berapa kali obat tersebut digunakan.
5) Peringatan perhatian Tanda Peringatan yang harus diperhatikan pada setiap
kemasan obat bebas dan obat bebas terbatas.
6) Tanggal kadaluwarsa tanggal yang menunjukkan berakhirnya masa kerja obat.
7) Nama Produsen Nama Industri Farmasi yang memproduksi obat.
8) Nomor batch/lot Nomor kode produksi yang dikeluarkan oleh Industri
Farmasi.
9) Harga Eceran Tertinggi Harga jual obat tertinggi yang diperbolehkan oleh
pemerintah.
10) Nomor registrasi Adalah tanda ijin edar absah yang diberikan oleh pemerintah
(Depkes, 2008).
5. Bentuk Sediaan Obat
Bentuk padat : serbuk, tablet, pil, kapsul, dan supositoria (Syamsuni,
2007).
a. Serbuk
Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan
untuk pemakaian oral/dalam atau untuk pemakaian luar.
b. Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi.
c. Pil
Pil adalah suatu sediaan berupa massa bulat mengandung satu atau lebih
bahan obat.
d. Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan padat yang terbungkus dalam suatu cangkang
keras atau lunak yang dapat larut.
18

e. Supositoria
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektul, vagina, atau uretra.
Bentuk cair/larutan : potio, sirup, eliksir, obat tetes, gargarisma, injeksi,
infus intravena, lotio, dan mixture (Syamsuni 2007).
a. Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang
terlarut.
b. Larutan Oral
Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis
atau berwarna yang larut dalam air atau campuran konsolven-air.
c. Sirup
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar
tinggi.
d. Eliksir
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,
selain obat mengandung juga zat tambahan, seperti gula atau zat pemanis lain,
zat warna, zat pewangi, dan zat pengawet, dan digunakan sebagai obat dalam.
e. Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Bentuk setengah padat : salep/unguentum, krim, pasta, gel, occulenta
(salep mata) (Syamsuni, 2007).
a. Salep (Unguenta)
Salep adalah sediaan setengah padat ditunjukan untuk pemakaian topical pada
kulit atau selaput lender.
b. Krim
Krim adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
19

c. Pasta
Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
d. Gel
Gel merupakan sistem semi padat terdiri dari suspense yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan.
Bentuk gas : inhalasi/spray/aerosol (Syamsuni, 2007).
B. Swamedikasi
1. Definisi swamedikasi
Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan
obat-obat sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat, atas inisiatif
sendiri tanpa nasihat dokter (Tjay dan Raharja, 1993 dalam Wahyuningtyas,
2010).
Pengobatan sendiri atau kerap pula disebut sebagai “swamedikasi”
merupakan alternatif yang ditempuh oleh kebanyakan masyarakat, namun
penting untuk dipahami bahwa swamedikasi yang tepat, aman, dan rasional
tidak dengan cara menobati tanpa terlebih dahulu mencari informasi umum
yang bisa diperoleh tanpa harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter.
Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa etiket atau brosur. Selain
itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker pengelola apotek,
utamanya dalam swamedikasi obat keras yang termasuk dalam daftar obat
wajib apotek (Zeenot, 2013).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi swamedikasi
Beberapa faktor yang memengaruhi praktek pengobatan sendiri
(swamedikasi) adalah sebagai berikut (Djunarko dan Hendrawati, 2011).
a. Kondisi ekonomi. Mahal dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan oleh
rumah sakit, klinik, dokter dan dokter gigi merupakan salah satu penyebab
masyarakat berusaha mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit-
penyakit yang relatif ringan dengan beralih ke swamedikasi.
20

b. Berkembangnya kesadaran akan arti penting kesehatan bagi masyarakat


karena meningkatnya sistem informasi, pendidikan dan kehidupan sosial
ekonomi sehingga meningkatkan pengetahuan untuk melakukan swamedikasi.
c. Promosi obat bebas dan obat bebas terbatas yang gencar dari pihak produsen
baik melalui media cetak maupun elektronik, bahkan sampai beredar ke
pelosok-pelosok desa.
d. Semakin banyak obat yang dahulu termasuk obat keras dan harus diresepkan
dokter, dalam perkembangan ilmu kefarmasiaan yang ditinjau dari khasiat dan
keamanan obat diubah menjadi obat tanpa resep (obat wajib apotek, obat
bebas terbatas, dan obat bebas) sehingga memperkaya pilihan masyarakat
terhadap obat.
3. Obat-obatan swamedikasi (obat tanpa resep)
Obat yang digunakan dalam swamedikasi adalah obat tanpa resep. Di
Indonesia yang termasuk obat tanpa resep meliputi Obat Wajib Apotek
(OWA) atau obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien
tanpa resep dokter, obat bebas terbatas (obat yang aman dan manjur apabila
digunakan sesuai petunjuk penggunaan dan peringatan yang terdapat pada
label), dan obat bebas (obat yang relatif aman tanpa pengawasan) (Djunarko
dan Hendrawati, 2011).
4. Kriteria obat tanpa resep
Kriteria obat tanpa resep berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor : 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep, pasal 2 adalah sebagai berikut (Djunarko dan
Hendrawati, 2011).
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada :
1) wanita hamil
2) anak dibawah umur dua tahun
3) orang berusia di atas 65 tahun
b. Swamedikasi dengan obat tidak memberikan risiko pada kelanjutan
penyakitnya.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
21

d. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di


Indonesia.
e. Obat dimaksudkan memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk swamedikasi.
Berdasarkan kriteria obat tanpa resep dua hal yang harus dipenuhi oleh
sediaan obat tanpa resep :
a. Terjamin aman
b. Terjamin manjur/berkhasiat
5. Sumber informasi pemilihan obat
Informasi obat bisa kita dapatkan dimana saja, salah satunya melalui
media masa, dimana media masa adalah chanel, saluran, sarana, atau alat yang
digunakan dalam proses komunikasi masa yakni, komunikasi yang diarahkan
kepada orang banyak (chanel of mass comunication). Berdasarkan fungsinya
sebagai penyalur informasi kesehatan, media ini dibagi menjadi tiga yaitu
(Notoatmodjo, 2012) :
a. Media masa cetak
Media masa cetak merupakan media komunikasi pertama yang dikenal
manusia sebagai media yang memenuhi ciri-ciri komunikasi masa (satu arah,
melembaga, umum, serempak). Media masa cetak berbentuk booklet, leaflet,
flyer, flif chart, rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar dan poster.
b. Media masa elektronik
Media masa elektronik adalah media yang proses bekerjanya berdasar
pada prinsip elektronik dan elektromagnetis. Media masa elektronik
menyampaikan berita atau informasi dengan cara memperdengarkan suara dan
memperlihatkan gambar, serta dengan menampilkan proses terjadinya suatu
peristiwa, seperti pada televisi, radio, slide dan film strip.
c. Media papan (Billboard)
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi
dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini
juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel
pada kendaraan-kendaraan umum (bus atau taksi).
.
22

C. Apotek
1. Definisi apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2014, Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
2. Tugas dan fungsi apotek
Tugas dan fungsi apotek :
a. Tempat pengabdian profesi seseorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata
3. Gambaran umum apotek Karta Farma
Apotek Karta Farma berlokasi di Pasar Karta Raharja, Tulang Bawang
Udik, Tulang Bawang Barat. Apotek ini didirikan oleh Aprida Restiana.
Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Riska Handari, S.Si., Apt. Apotek
Karta Farma memiliki Surat Izin Apotek dengan nomor :
503/001/IV.3/TBB/2014.
23

D. Kecamatan Tulang Bawang Udik


Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Lampung, Indonesia. Kabupaten ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri
Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008 sebagai pecahan dari
Kabupaten Tulang Bawang. Tulang Bawang Udik merupakan salah satu
kecamatan yang berada di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang berbatasan
dengan Kabupaten Mesuji dibagian Utara, Kecamatan Tulang Bawang Tengah
bagian Timur, Kabupaten Lampung Utara bagian Selatan, Kecamatan
Tumijajar bagian Barat. Tulang Bawang Udik memiliki 1 Apotek, 1
Puskesmas, 2 Klinik Dokter.
Berdasarkan profil kesehatan kabupaten Tulang Bawang Barat tahun
2017, berikut ini adalah daftar 10 penyakit terbanyak di kabupaten Tulang
Bawang Barat pada tahun 2017.

Tabel 2.1 Daftar 10 Penyakit Terbanyak Di Kabupaten Tulang Bawang


Barat Tahun 2017

Jenis Penyakit Banyaknya Kasus pada


Tahun 2017
Vertigo 25.733
Hipertensi 7.820
Scabies 6.416
Caries gigi 6.984
Commond Cold 4.839
Rheumatoid Artritis 4.841
Anemia 4.513
Penyakit kulit 5.700
Penyakit usus lainnya 4.509
Penyakit mata 3.844

(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulang Bawang Barat, 2017)


24

E. Kerangka Teori
Sakit

Pelayanan Kesehatan Swamedikasi


menggunakan

Swamedikasi di Apotek Swamedikasi di Toko Swamedikasi di warung


Obat

Gambaran Swamedikasi di Masyarakat :

1. Pemilihan obat berdasarkan tingkat keamanan


2. Penggolongan obat berdasarkan efek farmakologi
3. Penggolongan obat berdasarkan bentuk sediaan
4. Sumber pengetahuan terhadap aturan pakai
5. Sumber informasi dalam pemilihan obat
6. Alasan yang mempengaruhi dalam melakukan
upaya swamedikasi

Gambar 2.5 Kerangka Teori


F. Kerangka konsep penelitian

Gambaran Swamedikasi:
1. Pemilihan obat berdasarkan tingkat keamanan.
2. Penggolongan obat berdasarkan farmakologi.
3. Penggolongan obat berdasarkan bentuk sediaan.
4. Sumber pengetahuan terhadap aturan pakai.
5. Sumber informasi dalam pemilihan obat
6. Alasan yang mempengaruhi dalam melakukan upaya swamedikasi

Gambar 2.6 Kerangka Konsep


25

G. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur
1. Penggolongan Penggolongan Wawancara Lembar 1. Laki-laki Nominal
berdasarkan responden wawanca 2.Perempuan
jenis kelamin berdasarkan ra
responden jenis kelamin
2. Penggolongan Penggolongan Wawancara Lembar 1.<17 Tahun Ordinal
berdasarkan responden wawanca 2.17-25 Tahun
Usia responden berdasarkan usia ra 3.26-35 Tahun
4.36-45 Tahunn
5.>45 Tahun
3. Penggolongan Pemilihan obat Observasi Cheklist 1. Obat bebas Ordinal
obat berdasarkan 2.Obat bebas
berdasarkan tingkat terbatas
tingkat keamanan obat 3. Obat wajib
keamanan apotek (OWA)
4. Pemilihan obat Pemilihan obat Observasi Cheklist 1. Analgesik dan Nominal
berdasarkan berdasarkan antipiretik
efek terapi atau kegunaan/ 2.Anti-inflamasi
farmakologiny indikasi yang nonsteroid
a sesuai dengan (AINS)
penyakit yang 3. Obat diare
diderita 4. Obat batuk
5. Obat
influenza
6. Golongan
antifungi
7. Vitamin dan
mineral
8. Lainnya
5. Bentuk sediaan Bentuk sediaan Observasi Cheklist 1.Tablet Nominal
obat yang sering 2.Kaplet
digunakan oleh 3.Sirup
pengunjung 4.Krim
apotek untuk 5.Kapsul
pengobatan 6.Suppositoria
sendiri 7.Lainnya
6. Mengetahui Sumber Wawancara Cheklist 1.Informasi Nominal
sumber pengetahuan yang di berikan
masyarakat yang di dapat oleh petugas
terhadap aturan masyarakat kesehatan di
pakai terhadap obat apotek
tentang aturan 2.Brosur obat
pakai 3.Pengobatan
sebelumnya
26

4.Lainnya

7. Mengetahui Sumber Wawancara Cheklist 1. Media Nominal


sumber informasi elektronik
informasi pemilihan obat 2. Media masa
pemilihan obat yang didapat cetak
dalam 3. Media papan
pengobatan (billboard)
sendiri 4. Tetangga
5. Teman
6. Petugas
kesehatan
7. Lainnya
8. Alasan dalam Alasan yang Wawancara Cheklist 1. Karena Nominal
melakukan membuat penyakit
pengobatan pengunjung masih ringan
sendiri lebih memilih 2. Karena
untuk pengaruh
melakukan iklan
pengobatan 3. Pengobatan
sendiri sebelumnya
4. Biaya
berobat ke
dokter atau
klinik
kesehatan
mahal
5. Lainnya

Anda mungkin juga menyukai