Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TEKNIK SEDIAAN SEMISOLID

MEKANISME TRANSPORTASI SEDIAAN TOPIKAL

Dosen Pengampu : Apt. Almahera, M.Farm

DISUSUN OLEH : Kelompok 1

IKA NABILA APRILIANI (1908060019)

HAMITA DEWI (1908060001)

RUSTAM (1908060014)

FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM FARMASI

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NTB

2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita kemudahan
sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongaNya kita tidak bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda tercinta kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Terimakasih kami ucapkan kepada ibu dosen yang telah memberikan tugas
yang dapat menambah pengetahuan tentang Teknik Sediaan Semisolida.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan. Namun


terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik.

Mataram, 17 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Definisi ................................................................................................ 3

B. Anatomi Fisiologi Kulit ....................................................................... 3

C. Bentuk Sediaan Topikal ....................................................................... 6

D. Absorpsi Sediaan Topikal Secara Umum ............................................ 14

E. Mekanisme Transport Sediaan Topikal ............................................... 15

F. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Transport Obat Melalui

Kulit .................................................................................................... 17

G. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Topikal ....................................... 18


BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20

A. Kesimpulan ........................................................................................ 20
B. Saran ................................................................................................... 20

DAFRAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering digunakan dalam
terapi dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan penbawa) dan zat
aktif. Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan
kondisi kelainan kulit merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain seperti : konsentrasi zat aktif
obat, efek fisika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat agar diperoleh
efikasi yang maksimal dan efek samping minimal.
Sediaan topikal adalah sediaan yang diberikan melalui kulit dan membran
mukosa untuk menimbulkan efek lokal. Penghantaran obat melalui kulit ini
merupakan terapi yang efektif untuk pengobatan gangguan dermatitis lokal.
Sistem penghantaran ini memiliki efek samping yang kecil dan
pengaplikasiannya yang mudah sehingga penggunaan sedian topikal yaitu
dengan mengoleskan pada daerah kulit, merendam bagian tubuh dengan larutan,
atau menyediakan air mandi yang dicampur obat. Beberapa contoh sediaan
topikal adalah loton, krim, salep, gel, dan lain-lain.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan sediaan topikal ?

b. Apa saja anatomi dan fisiologi dari kulit ?

c. Apa saja bentuk sediaan dari topikal ?

d. Bagaimana absorpsi sediaan topikal secara umum ?

e. Bagaimana mekanisme tarnsport dari sediaan topikal ?

f. Apa saja faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap transport obat


melalui kulit

g. Apa saja kelebihan dan kekurangan sediaan topikal ?

1
C. Tujuan

a. Untuk mengetahui pengertian dari sediaan topikal

b. Dapat mengetahui anatomi dan fisiologi dari kulit

c. Untuk mengetahui bentuk sediaan dari topikal

d. Untuk mengetahui bagaiman absorpsi sediaan topikal secara umum

e. Dapat mengetahui bagaiman mekanisme trasport dari sediaan topikal

f. Mengetahui faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap transport obat


melalui kulit

g. Mengetahui kelebihan dan kekurangan sediaan topikal

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan
daerah permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata topikal berasal dari
kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Secara luas obat topikal didefi nisikan
sebagai obat yang dipakai di tempat lesi.

Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan


aktif dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap
ke lapisan kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini penting
dipahami untuk membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam
terapi.
Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan melewati tiga
kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum
korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur
pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum berpenetrasi
tetapi tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian.
B. Anatomi dan Fisiologi Kulit
Anatomi Fisiologi Kulit Kulit adalah organ yang paling esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Berat kulit kira-kira 15% berat badan
yang mempunyai sifat elastik, sensitif, sangat komplek dan bervariasi pada iklim,
umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Lapisan kulit dibagi
menjadi 3 lapisan yakni epidermis, dermis dan subkutis (hipodermis).

3
Gambar Anatomi Kulit

a. Epidermis

Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Sel-sel epidermis disebut


keratinosit, epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis
memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes
melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Epidermis tersusun
dari beberapa lapisan seperti keratinocytes, melanocytes, sel langerhans,
lymphocytes dan sel merkel.

1. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis.


Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam
produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak
melanin, semakin gelap warnanya.

2. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang,
yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan
antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan
penting dalam imunologi kulit.Sel- sel imun yang disebut sel Langerhans
terdapat di seluruh epidermis.

3. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.

4
4. Keratinosit, lapisan eksternal kulit tersusun atas keratinosit (zat tanduk) dan
lapisan ini akan berganti setiap 3-4 minggu sekali. Keratinosit yang secara
bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam sebagai berikut:

a. Stratum korneum,
Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan
terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya menjadi keratin (zat tanduk).
b. Stratum lusidum,
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak
tangan dan kaki
c. Stratum granulosum,
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.
Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosun juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
d. Stratum spinosum
Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula pickle cell layer
(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang
besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Di
antara sel-sel spinosum terdapat sel Langerhans. Sel-sel Stratum spinosum
mengandung banyak glikogen.
e. Stratum basal.
Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.

b. Dermis

Dibawah epidermis terdapat lapisan dermis dimana merupakan jaringan iregular


yang menghubungkan serat-serat kolagen dan terdiri dari lapisan elastis yang

5
terbentuk dari glycosaminoglycans, glicoprotein dan cairan. Dermis juga
mengandung saraf, pembuluh darah, jaringan lymphatics dan epidermal. Manfaat
dari dermis yakni mempertahankan keelastisan kulit dengan mengatur jaringan
kolagen dan lapisan elastisnya. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang
tidak nyata, yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

1. Stratum papilare, yang merupakan bagian utama dari papila dermis, terdiri atas
jaringan ikat longgar. Pada stratum ini didapati fibroblast, sel mast, makrofag,
dan leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi). Melanosit merupakan
sel-sel khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin
yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap
warnanya. Penyakit sistemik juga akan memengaruhi warna kulit Sebagai
contoh, kulit akan tampak kebiruan bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin
diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan demikian akan melindungi
seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang
berbahaya.

2. Stratum retikulare, yang lebih tebal dari stratum papilare dan tersusun atas
jaringan ikat padat tak teratur. Terdiri atas serabut-serabut penunjang (kolagen,
elastin, retikulin), matiks (cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat
serta fibroblas). Serta terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan
retikularis yang terdapat banyak pembuluh darah , limfe, akar rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebaseus.

c. Hipodermis

Lapisan terakhir yakni hipodermis yang merupakan lapisan penghubung


beberapa jaringan yang tebal yang berhubungan dengan lapisan terakhir dari
dermis. Jaringan adiposa yang biasannya terletak antara dermis dan otot-otot pada
tubuh.

C. Bentuk Sediaan Topikal

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat
pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal
yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari

6
sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif
berkontak dengan kulit.

a. Bahan Pembawa

Bahan pembawa yang banyak dipakai :

1. Lanolin

Disebut juga adeps lanae, merupakan lemak bulu domba. Banyak digunakan
pada produk kosmetik dan pelumas. Sebagai bahan dasar salep lanolin bersifat
hipoalergik diserap oleh kulit, memfasilitasi bahan aktif obat yang dibawa.

2. Paraben

Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai pengawet


sediaan topikal. Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bakterisid lemah.
Paraben banyak dipakai pada shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, pasta
gigi.

3. Petrolatum

Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah karbon


lebih dari 25). Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album, diperoleh dari
minyak bumi. Titik cair 10-50°C, dapat mengikat kira-kira 30% air.

4. Gliserin

Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin


memiliki 3 kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai pelarut dalam
air. Secara umum, zat pembawa dibagi atas 3 kelompok, cairan, bedak, dan

7
salep. Ketiga pembagian tersebut merupakan bentuk dasar zat pembawa yang
disebut juga sebagai bentuk monofase. Kombinasi bentuk monofase ini berupa
krim, pasta, bedak kocok dan pasta pendingin.

a) Cairan

Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya
murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau
kloroform disebut tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik.
Bahan aktif yang dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen dan
antimikroba. Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada :

a. Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami


eksaserbasi.

b. Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka
ditujukan untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti
eritema pada erisipelas.

c. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga ulkus
menjadi bersih.

Indikasi : Membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, kusta) dan sisa-sisa
obat topikal.

b) Bedak

Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum venetum dan
oxydum zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek

8
sangat superfi sial karena tidak melekat erat sehingga hampir tidak
mempunyai daya penetrasi.

Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat


hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni,
sangat ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai komponen bedak, bedak kocok
dan pasta.

 Indikasi bedak :
 Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
 Dermatosis yang kering & superfisial
 Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisela dan
herpes zoster
c) Salep

Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk


kulit dan mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam
4 kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar
salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap
bahan salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

 Indikasi salep :

Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik),
termasuk likenifikasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama berlapis,
pada ulkus yang telah bersih. Dermatitis yang berkusta dan bersisik.

 Kontraindikasi salep :

Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena
tidak dapat melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena
menyebabkan perlekatan.

d) Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai emulsi air dalam minyak (W/O),

9
misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya vanishing cream.
Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak
tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak
menulis resep krim dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah
jadi, misalnya biocream. Krim ini bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai
W/O atau O/W. Krim dipakai pada kelainan yang kering, superfi sial. Krim
memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai di
daerah lipatan dan kulit berambut.

 Indikasi krim :

Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa. Indikasi kosmetik.

e) Pasta

Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari
bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum
zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu
tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek
pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya
maserasi lebih rendah dari salep.

 Indikasi pasta :

Pasta digunakan untuk lesi akut dan superficial. Dan pada dermatosis yang
agak basah.

f) Bedak kocok

Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan


komponen bedak dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini
ditujukan agar zat aktif dapat diaplikasikan secara luas di atas permukaan kulit
dan berkontak lebih lama dari pada bentuk sediaan bedak serta berpenetrasi
kelapisan kulit.

10
 Indikasi bedak kocok :

Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfisial seperti
miliaria. Tidak bisa digunakan pada daerah berambut.

g) Gel

Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel
fase tunggal dan fase ganda. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organic
yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya
ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat
dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam
(seperti tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan halus. Gel
fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan partikel yang terpisah misalnya
gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu suspensi yang terdiri dari
alumunium hidroksida yang tidak larut dan alumunium oksida hidrat. Sediaan
ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk menetralkan asam
klorida dalam lambung. Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan
membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga
baik dipakai pada lesi di kulit yang berambut.

 Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan :


1. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.
2. Sangat baik dipakai untuk area berambut.
3. Disukai secara kosmetika.
 Cara Pakai
1. Oles

Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang
umum dilakukan. Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk sediaan.
Banyaknya sediaan yang dioleskan disesuaikan dengan luas kelainan kulit.
Penambahan cara oles sediaan dengan menggosok dan menekan juga dilakukan
pada obat topikal dengan tujuan memperluas daerah aplikasi namun juga
meningkatkan suplai darah pada area lokal, memperbesar absorpsi sistemik.

11
Penggosokan ini mengakibatkan efek eksfoliatif lokal yang meningkatkan
penetrasi obat.

2. Kompres

Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen cairan yang


dominan menjadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi berkrusta. Dua
cara kompres yaitu kompres terbuka dan tertutup. Pada kompres terbuka
diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan menggunakan kain kasa
tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau erat. Pembalut
atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas, lalu
dibalutkan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres tertutup tidak
diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang digunakan karena efeknya
memperberat nyeri pada lokasi kompres. terbuka dan tertutup. Pada kompres
terbuka diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan menggunakan kain
kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau erat.
Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas,
lalu dibalutkan pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres tertutup tidak
diharapkan terjadi penguapan, namun cara ini jarang digunakan karena efeknya
memperberat nyeri pada lokasi kompres.

3. Penggunaan oklusif pada aplikasi

Cara oklusi ditujukan untuk meningkatkan penetrasi sediaan; namun cara


ini tidak banyak digunakan. Berbagai teknik oklusi menggunakan balutan
hampa udara seperti penggunaan sarung tangan vinyl, membungkus dengan
plastik.17 Teknik oklusi mampu meningkatkan hantaran obat 10-100 kali
dibandingkan tanpa oklusi, namun lebih cepat menimbulkan efek samping
obat, seperti efek atrofi kulit akibat kortikosteroid.

4. Mandi

Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada kompres pada pasien
dengan lesi kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa. Contoh zat aktif
yang pernah digunakan untuk mandi seperti potassium permanganate. Namun
cara ini sudah tidak dianjurkan lagi mengingat efek maserasi yang ditimbulkan

12
 Pemberian Obat Topikal Pada Kulit

Tujuan dari pemberian obat secara topical pada kulit adalah untuk
memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut.

 Standar operasional prosedur pemberian obat topical pada kulit:


a. Persiapan alat
 Obat topical sesuai yang dipesankan (krim, lotion, aerosol, bubuk, spray)
 Buku obat
 Kassa kecil steril (sesuai kebutuhan)
 handscoon bersih dan baki
 Lidi kapas atau tongue spatel
 Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah) Kassa balutan,
penutup plastic dan plester (sesuai kebutuhan)
b. Teknik Pemberian obat pada kulit (dermatologis)

Obat dapat diberikan pada kulit dengan cara digosokkan, ditepukkan,


disemprotkan, dioleskan dan iontoforesis (pemberian obat pada kulit dengan
listrik).Prinsip kerja pemberian

 Obat pada kulit antara lain meliputi :


 Gunakan teknik steril bila ada luka pada kulit.
 Bersihkan kulit sebelum memberikan obat (bahan pembersih ditentukan
oleh dokter).
 Ambil obat kulit dari tempatnya dengan batangh spatel lidah dan bukan
dengan tangan
 Bila obat perlu digosok, gunakan tekanan halus.
 Oleskan obat tipis-tipis kecuali ada petunjuk lain.
 Obat dalam bentuk cair harus diberikan dengan aplikator.
 Bila digunakan kompres atau kapas lembab maka pelembab harus steril.
 Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat
Pemberian
 Cuci tangan
 Atur peralatan disamping tempat tidur klien
 Tutup gorden atau pintu ruangan

13
 Identifikasi klien secara tepat
 Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka area
yang akan diberi obat
 Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua debris dan
kerak pada kulit
 Keringkan atau biarkan area kering oleh udara
 Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topical
 Gunakan sarung tangan bila ada indikasi
 Oleskan agen topical

D. Absorpsi sediaan topikal secara umum


Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya akan melalui beberapa fase:
a. Lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum
korneum, sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam
pembuluh darah.
b. Rising phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum,
kemudian memasuki kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam
pembuluh darah.
c. Falling phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan
dapat dibawa ke kapiler dermis.
 Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:
1. Solute vehicle interaction: interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum.
Idealnya zat aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan.
Interaksi ini telah ada dalam sediaan.
2. Vehicle skin interaction: merupakan interaksi vehikulum dengan kulit. Saat
awal aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.
3. Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit (lag phase,
rising phase, falling phase).
a. Penetrasi secara transepidermal

14
Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi
interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum
korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel
korneosit. Difusi dapat berlangsung pada matriks lipid protein dari stratum
korneum. Setelah berhasil menembus stratum korneum obat akan menembus
lapisan epidermis sehat di bawahnya, hingga akhirnya berdifusi ke pembuluh
kapiler.
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding
stratum korneum sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein
startum korneum, kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan
bawah sampai pada kapiler di bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke
kapiler.
b. Penetrasi secara transfolikular
Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo.
Percobaan tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat
berpenetrasi tidak hanya melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute
folikular. Obat berdifusi melalui celah folikel rambut dan juga kelenjar sebasea
untuk kemudian berdifusi ke kapiler.
E. MEKANISME KERJA SEDIAAN TOPIKAL

Beberapa perbedaan mekanisme kerja disebabkan komponen sediaan yang


larut dalam lemak dan larut dalam air.
1. Cairan

Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek dominan cairan akan


berperan melunakkan karena difusi cairan tersebut ke masa asing yang terdapat
di atas permukaan kulit; sebagian kecil akan mengalami evaporasi.
Dibandingkan dengan solusio, penetrasi tingtura jauh lebih kuat. Namun
sediaan tingtura telah jarang dipakai karena efeknya mengiritasi kulit. Bentuk
sediaan yang pernah ada antara lain tingtura iodi dan tingtura spiritosa.

2. Bedak
Oxydum zincicum sebagai komponen bedak bekerja menyerap air, sehingga
memberi efek mendinginkan. Komponen talcum mempunyai daya lekat dan

15
daya slip yang cukup besar. Bedak tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit
karena komposisinya yang terdiri dari partikel padat, sehingga digunakan
sebagai penutup permukaan kulit, mencegah dan mengurangi pergeseran pada
daerah intertriginosa.
3. Salep
Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama di atas
permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan
dasar hidrokarbon digunakan sebagai penutup. Salep berbahan dasar salep serap
(salep absorpsi) kerjanya terutama untuk mempercepat penetrasi karen Dasar
salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar salep larut dalam air mampu
berpenetrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak dipakai pada kondisi yang
memerlukan penetrasi yang dalam. Contoh sediaan salep yaitu salep mata.

4. Krim
Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena
komponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan

16
kulit dan mampu menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang
disukai secara kosmetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas
permukaan kulit. Krim O/W memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O,
sementara daya emolien W/O lebih besar dari O/W.
5. Pasta
Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini
lebih dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu
tubuh. Pasta berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu menyerap lesi yang
basah seperti serum.
6. Bedak kocok
Mekanisme kerja bedak kocok ini lebih utama pada permukaan kulit.
Penambahan komponen cairan dan gliserin bertujuan agar komponen bedak
melekat lama di atas permukaan kulit dan efek zat aktif dapat maksimal.
7. Pasta pendingin
Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan membuat
sediaan ini lebiha komponen airnya yang besar. mudah berpenetrasi ke dalam
lapisan kulit, namun bentuknya yang lengket menjadikan sediaan ini tidak
nyaman digunakan dan telah jarang dipakai.
8. Gel
Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak
digunakan padakondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel
analgetik. Rute difusi jalur transfolikuler gel juga baik, disebabkan kemampuan
gel membentuk lapisan absorpsi.

F. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap transport obat melalui kulit


1. Bahan aktif yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada
permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi bahan aktif merupakan factor penting, jumlah obat yang
diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu,
bertambah sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu
pembawa.
3. Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah
jumlah obat yang diabsorpsi.

17
4. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke
permukaan kulit.
5. Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan diaplikasikan.
6. Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan
aktif yang diabsorpsi.
7. Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang
lapisan tanduknya tipis.
8. Pada umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit, makin banyak
kemungkinan diabsorpsi. Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui
lapisan epidermis, lebih baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar
keringat, karena luas permukaan folikel dan kelenjar keringat lebih kecil
dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak mengandung elemen anatomi ini.
Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membrane
semi permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan cara difusi pasif.
G. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Topikal
a. Cairan
 Kelebihan : Mengeringkan luka basah, Mensucikan permukaan luka dari
mikroorganisme sehingga mulai terjadi reepitelisasi, Mengurangi gejala
gatal, rasa terbakar, parestesi oleh bermacam-macam penyakit kulit.
 Kekurangan : Jika pengobatan tidak teratur, maka luka akan menjadi
terlalu kering.
b. Bedak
 Kelebihan :
c. Salep
 Kelebihan : Dapat diatur penetrasi dengan memodigikasi basisnya, Kontak
sediaan dengan kulit lebih mudah, Lebih sedikit mengandung air sehingga
sulit ditumbuhi bakteri, dan lebih mudah digunkan tanpa alat pembantu.
 Kekurangan : Terjadi tengik terutama untuk sediaan dengan basis lemak
tak jenuh, Terbentuknya kristal atau keluarnya fase padat dan basisnya,
dan terjadi perubahan warna.

18
d. Krim
 Kelebihan : Mudah menyebar rata, Praktis, Mudah dibersihkan atau dicuci,
Tidak lengket terutama tipe m/a, memberikan rasa dingin berupa tipe a/m,
dan digunakan sebagai kosmetik.
 Kekurangan : Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus
dalam keadaan panas, dan Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe
a/m karena terganggu sistem campuran terutama disebabkan oleh
perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah
satu fase secara berlebihan.
e. Pasta
 Kelebihan : Mengikat cairan sekret eksudat, Tidak mempunyai daya
penetrasi gatal dan terbuka sehingga mengurangi rasa gatal lokal, dan
Daya absorbsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak
dibandingkan dengan sediaan salep.
 Kekurangan : Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus
sehingga pasta pada umumnya tidak sesuai untuk permukaan pada bagian
tubuh yang berbulu.
f. Gel
 Kelebihan : Efek pendinginan pada kulit saat digunakan, Pelepasan
obatnya baik, Penampilan sediaan yang jernih dan elegan.
 Kekurangan : Harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkatan kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sediaan topikal yaitu terdiri dari vehikulum (bahan penbawa) dan zat aktif.
Sediaan topikal adalah sediaan yang diberikan melalui kulit dan membran
mukosa untuk menimbulkan efek lokal. Beberapa contoh sediaan topikal adalah
loton, krim, salep, gel, dan lain-lain. Farmakokinetik sediaan topikal secara
umum menggambarkan perjalanan bahan aktif dalam konsentrasi tertentu yang
diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke lapisan kulit, selanjutnya
didistribusikan secara sistemik. Bahan pembawa yang banyak dipakai : Lanolin,
Paraben, Petrolatum, dan Gliserin. Secara umum perjalanan sediaan topikal
setelah diaplikasikan melewati tiga kompartemen yaitu: permukaan kulit,
stratum korneum, dan jaringan sehat.

B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini kami sangat menyadari masih banyak


kekurangan dalam penyusunannya. Sehingga, kami memerlukan kritik dan saran
yang sangat membangun bagi perbaikan kami kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Arief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.

2. Andriyani, R., Triana, A. & Juliarti, W., 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi
dan Perkembangan. Edisi 1. Yogyakarta: Deepublish.

3. Guyton, Hall.2012.Buku ajar fisiologi kedokteran.Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

4. Sharma S. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev. 2008;6:1-


29.

5. Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta :
UI press.

21

Anda mungkin juga menyukai