Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH BIOFARMASI

PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH YANG


DIBERIKAN SECARA TRANSDERMAL

Dosen :

Prof. Dr. Teti Indrawati, MS. Apt

Disusun Oleh :

Suryani Fajri 19334761


Martha Rosmala Dewi 19334762
Sri Lestari 20334701

PROGRAM STUDI FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI


NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
masalah ini dengan baik dan tepat waktu.

Dalam menuliskan makalah ini penulis telah banyak menerima bantuan oleh
berbagai pihak. Sehingga penulis ingin berterimakasih kepada seluruh pihak yang
telah membantu penulis baik bantuan moril, dukungan dalam menuliskan makalah
maupun dalam bentuk matteril sehingga makalah ini dapat selesai.

Penulis berharap semoga makalah ini bias menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dariitu, penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................5
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Anatomi dan Fisiologi Kulit.........................................................................6
B. Pembuluh Darah Yang Melewati Kulit.......................................................12
C. Sistem Penghantaran Obat Transdermal.....................................................14
D. Faktor Yang Mempengaruhi Absorbsi Perkutan........................................17
E. Perjalanan Obat Dalam Tubuh Pada Sediaan Transdermal........................18
F. Evaluasi Biofarmasetik Sediaan Transdermal............................................21
BAB III EMBAHASAN........................................................................................23
A. Anatomi dan fisiologi kulit.........................................................................23
B. Pembuluh darah yang melewati kulit..........................................................24
C. Komponen dan Karakteristik Cairan Kulit.................................................24
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses LDA sediaan Transdermal.......25
E. Perjalanan obat dalam tubuh yang diberikan dalam sediaan Transdermal. 27
F. Evaluasi sediaan transdermal......................................................................28
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kulit manusia adalah permukaan yang mudah di akses untuk
pengantar obat. Selama tiga dekade terakhir, pengembangan pemberian
obat yang dikendalikan telah menjadi semakin penting dalam industri
farmasi. Respon farmakologis baik dari efek terapeutik yang diinginkan
dan efek merugikan yang tidak diinginkan dari obat tergantung pada
konsentrasi obat di lokasi aksi, bentuk sediaan dan tingkat penyerapan
obat di lokasi aksi. Tablet dan injeksi telah menjadi cara tradisional untuk
pemberian obat ; pilihan baru menjadi semakin populer. Salah satu metode
pengiriman alternatif yang sangat sukses adalah transdermal. Kulit tubuh
dewasa rata-rata mencakup permukaan sekitar 2 m2 dan menerima sekitar
sepertiga dari sirkulasi darah melalui tubuh.
Bentuk sediaan transdermal telah diperkenalkan untuk
menyediakan pengiriman obat yang dikontrol melalui kulit ke dalam
sirkulasi sistemik. Sediaan transdermal merupakan salah satu bentuk
sistem penghantaran obat dengan cara ditempel melalui kulit. Rute
penghantaran obat secara transdermal merupakan rute pilihan alternatif
untuk beberapa obat dan mempunyai banyak keuntungan dibandingkan
penghantaran obat secara konvensional, antara lain dapat memberikan
efek obat dalam jangka waktu yang lama, pelepasan obat dengan
dosis konstan, menghindari metabolisme lintas pertama di hati, cara
penggunaan yang mudah, dan dapat mengurangi frekuensi pemberian obat.
Melalui bentuk sediaan transdermal jumlah pelepasan obat
yang diinginkan dapat dikendalikan, durasi penghantaran aktivitas
terapeutik dari obat, dan target penghantaran obat ke jaringan yang
dikehendaki. Tujuan dari pemberian obat secara transdermal adalah
obat dapat berpenetrasi ke jaringan kulit dan memberikan efek terapeutik
yang diharapkan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi kulit?
2. Bagaimana pembuluh darah yang melewati kulit?
3. Apa komponen dan karakteristik cairan kulit?
4. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi proses LDA obat perkutan
dari sediaan Transdermal?
5. Bagaimana perjalanan obat dalam tubuh yang diberikan dalam sediaan
Transdermal?
6. Bagaimana Evaluasi biofarmasetik sediaan obat Transdermal?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Anatomi dan fisiologi kulit.
2. Untuk memahami pembuluh darah yang melewati kulit.
3. Untuk memahami komponen dan karakteristik cairan kulit.
4. Untuk memahami factor-faktor yang mempengaruhi proses LDA obat
dari sediaan Transdermal.
5. Untuk memahami perjalanan obat dalam tubuh yang diberikan dalam
sediaan Transdermal.
6. Untuk memahami Evaluasi biofarmasetik sediaan obat Transdermal.

7.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit tersusun atas banyak jaringan, termasuk pembuluh darah,
kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa atau urat syaraf
jaringan pengikat, otot polos dan lemak. Kulit merupakan organ yang
paling besar atau luas dari tubuh. Lapisan kulit terdiri atas 3 lapisan utama
yaitu kulit ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar, kulit jangat
(dermis, korium atau kutis), dan Jaringan penyambung di bawah kulit (tela
subkutanea, hipodermis atau subkutis).

Skema Bagian-Bagian Kulit


1. Epidermis

Epidermis adalah lapisan kulit paling atas atau paling luar yang
dapat kita lihat. Epidermis berlapis-lapis bervariasi dalam ketebalan,
tergantung pada ukuran sel dan jumlah lapisan sel epidermis, mulai dari
0,8 mm pada telapak tangan dan kaki turun ke 0,06 mm pada kelopak
mata. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu:

- Lapisan tanduk (stratum corneum)

Merupakan lapisan epidermis paling atas, dan menutupi semua lapisan


epiderma lebih ke dalam. Berfungsi melindungi sel-sel kulit dibawahnya
agar tidak menjadi kering. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel
pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Lapisan tanduk sebagian
besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air
dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan
horny. Lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas
dan digantikan sel baru setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya
28 hari. Karena dorongan sel-sel baru yang terus bergerak ke atas, maka
setiap harinya akan ada jutaan sel-sel kulit yang akan mati dan luruh
(terlepas) dari permukaan kulit untuk epidermis baru. Setiap menit kita
kehilangan 30.000 - 40.000 sel-sel kulit mati. Pada saat terlepas, kondisi
kulit terasa sedikit kasar. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus
berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing
capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia,
proses keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-
tahunan, proses keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari,
akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering, lebih
tebal, timbul bercak putih karena melanosit lambat bekerjanya dan
penyebaran melanin tidak lagi merata serta tidak lagi cepat digantikan
oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit pada lapisan ini sangat
kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan
air dari lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus
dan turgor kulit. Lapisan tanduk memiliki daya serap air yang cukup
besar.

- Lapisan bening (stratum lucidum)


Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan
dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir.
Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil,
tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).
Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.

- Lapisan berbutir (stratum granulosum)


Disini sel-sel kulit mulai mengalami proses keratinisasi atau proses
membentuk keratin, yaitu protein yang memberikan sifat kuat dan kedap
air pada kulit. Sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung
butir-butir dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut.
Lapisan ini paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.

- Lapisan bertaju (stratum spinosum)


Disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan
dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika
sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap
sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel
pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel
berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah
permukaan kulit makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat
celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan
ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis
taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis.
Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas;
inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam
amino dan glutation.
- Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak
(silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas
sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya.
Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan
dermis. Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan
metabolisme demo epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Stratum basale
merupakan lapisan paling terus-menerus untuk menghasilkan sel-sel baru.
Sebagian epidermis tidak mendapatkan suplai darah, namun stratum basale
masih mendapatkan oksigen dan nutrien yang berasal dari pembuluh darah
di lapisan dermis dibawahnya. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis
bertambah banyak melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-
lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih
terdapat pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit)
pembuat pigmen melanin kulit.

Penampang Lapisan Kulit Ari (Epidermis)

2. Dermis
Lapisan di bawah epidermis adalah dermis, yang berfungsi
mendukung dan mempertahankan keberadaan epidermis, antara lain
dengan memberikan suplai oksigen dan sari makanan, serta mengatur
suhu. Dermis terdiri dari 2 lapisan, yaitu :
- Lapisan papillary, lapisan ini tipis, terletak langsung dibawah
epidermis dan berbentuk tonjolan-tonjolan. Lapisan ini yang
memberikan karakteristik sidik jari yang berbeda pada masing-masing
orang.
- Lapisan reticular, lapisan ini jauh lebih tebal, terdiri dari kolagen, yang
mengisi sebagian besar ruang dibagian dermis.
Dermis terletak di bawah epidermis. Lapisan ini mengandung akar
rambut, pembuluh darah, kelenjar, dan saraf. Kelenjar yang terdapat dalam
lapisan ini adalah kelenjar keringat (glandula sudorifera) dan kelenjar
minyak (glandula sebasea).

1) Kelenjar keringat
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan
duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit,
membentuk pori-pori keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan
kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat di permukaan telapak tangan,
telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu
badan dan membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh.
Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan
obat-obat tertentu. Kelenjar keringat menghasilkan keringat yang di
dalamnya terlarut berbagai macam garam. terutama garam dapur. Keringat
dialirkan melalui saluran kelenjar keringat dan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui pori-pori. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :

a. Kelenjar keringat ekrin,


Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang
mengandung 95 – 97 % air dan mengandung beberapa mineral, seperti
garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari
metabolisma seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai
dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di
seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam
waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing,
bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan
kulit yang tidak ada rambutnya.
b. Kelenjar keringat apokrin,
Kelenjar keringat apokrin hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu,
pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan
cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada
setiap orang, sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga
dapat menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar
sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya
tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang disekresikan dari
kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil baligh dan
aktivitasnya dipengaruhi oleh hormon.

2) Kelenjar palit
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan
dengan kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang
bermuara ke dalam kandung rambut (folikel). Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada
telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian
tubuh terutama pada bagian muka. Pada umumnya, satu batang rambut
hanya mempunyai satu kelenjar palit atau kelenjar sebasea yang bermuara
pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit menghasilkan
minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang
dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar
sedangkan folikel rambut mengecil.
Penampang Kulit Jangat (Dermis)

3. Hipodermis
Hipodermis terletak di bawah dermis. hipodermis atau subkutan
jaringan lemak mendukung dermis dan epidermis. Ini membawa pembuluh
darah utama dan saraf pada kulit dan mungkin berisi tekanan sensorik
organ. Untuk pengiriman obat transdermal, obat harus menembus melalui
semua tiga lapisan dan jangkauan ke sistemik sirkulasi sedangkan dalam
kasus obat topical pengiriman penetrasi hanya melalui stratum korneum
adalah retensi penting dan kemudian obat dalam lapisan kulit yang
diinginkan Lapisan ini banyak mengandung lemak. Lemak berfungsi
sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh terhadap benturan, dan
menahan panas tubuh.

Penampang Jaringan Ikat Bawah Kulit ( Hipodermis)


B. Pembuluh Darah Yang Melewati Kulit

Pada kulit kapiler hanya mencapai permukaan kulit saja, epidermis


tidak memiliki persediaan darah. Venula yang merupakan bagian dari
pleksus pembuluh darah didekat pembatas dermal-epidermal (misalnya
pembuluh darah yang paling dangkal) dapat mengandung volume darah
yang cukup besar, sehingga memberikan warna merah muda pada individu
dengan kulit berwarna terang. Ketika aliran kulit berkurang, volume darah
ini juga berkurang, mengurangi komponen warna kulit kemerahan
(misalnya kulit menjadi pucat).
Transdermal merupakan sistem penghantaran obat secara sistemik
dengan mengaplikasikan obat ke permukaan kulit. Obat penetrasi melewati
stratum korneum lalu ke lapisan yang lebih dalam, yakni epidermis dan
dermis. Setelah mencapai dermis, obat masuk ke sirkulasi sistemik melalui
mikrosirkulasi dermal.
Sirkulasi ada untuk memasok jaringan dengan darah dalam jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan mereka akan oksigen dan nutrisi.4
Mikrosirkulasi didefinisikan sebagai sirkulasi darah melalui pembuluh
terkecil arteriol, kapiler, dan venula. Kapiler, yang dindingnya terdiri dari
satu lapisan sel endotel, berfungsi sebagai pengganti transfer cepat oksigen
dan nutrisi ke jaringan dan penerimaan produk sampingan metabolik. Ada
sekitar 10 miliar kapiler yang menyediakan luas permukaan total yang
melebihi 6.300 m2 untuk pertukaran nutrisi. Kepadatan kapiler bervariasi
dari jaringan ke jaringan. Kapiler banyak digunakan dalam jaringan
metabolisme aktif, seperti otot jantung dan kerangka, sedangkan pada
jaringan yang kurang aktif, kepadatan kapiler rendah. Otot arteriol
berfungsi sebagai penghambat utama dan mengatur aliran darah regional
ke tempat tidur kapiler. Venules bertindak terutama sebagai pengumpul
saluran dan pembuluh penyimpanan
Arterioles akan berlanjut menjadi metarterioles, yang kemudian
berlanjut menjadi kapiler. Metarteriol berfungsi sebagai saluran jalan
menuju venula, melewati kapiler bed. Kapiler mengalir melalui venula
pengumpul pendek ke venula. Darah mengalir melalui kapiler diatur oleh
otot sphincters prapillular yang hadir pada pembukaan kapiler. Arteriole,
metarterioles, dan venula mengandung otot polos. Akibatnya, arterioles
berfungsi sebagai bejana resistansi utama dan mengatur aliran darah
regional ke kapiler bed, sedangkan venula dan vena berfungsi terutama
sebagai saluran pengumpulan dan penyimpanan atau kapasitansi.
Komponen sirkulasi sistemik yaitu arteri, arteriol, kapiler, venul,
dan vena.

- Arteri

Fungsi dari arteri adalah mengalirkankan darah dengan tekanan tinggi ke


jaringan. Oleh sebab itu, arteri mempunyai dinding pembuluh darah yang
kuat dan aliran yang kuat. Arteriol Arteriol merupakan cabang kecil
terakhir dari sistem arteri, yang mempunyai diameter kurang dari 200 m.
Arteriol mempunyai dinding otot yang 4 kuat, dimana memiliki
kemampuan dilatasi atau kontraksi dan mengontrol aliran darah ke kapiler.
Aliran darah ke masing-masing jaringan dikontrol oleh tahanan pada
arteriol. Metarteriol adalah bagian akhir arteriol yang bercabang,
membentuk 10 sampai 100 kapiler yang berhubungan dengan venul.

- Kapiler

Kapiler merupakan tempat pertukaran oksigen dan nutrisi ke jaringan dan


menerima produk metabolisme.

- Venul dan Vena

Venul mengumpulkan darah dari kapiler untuk dihantarkan ke vena,


dimana berperan sebagai penghantar darah ke atrium kanan. Karena
tekanan sistem vena rendah, dinding venul tipis. Dinding vena adalah otot,
dimana memungkinkan pembuluh darah untuk berkontraksi atau melebar
dan menyimpan darah, tergantung kepada kebutuhan fisiologis.
Mekanisme vena penting untuk membawa darah ke jantung
C. Sistem Penghantaran Obat Transdermal
Transdermal merupakan sistem penghantaran obat secara sistemik
dengan mengaplikasikan obat ke permukaan kulit. Obat penetrasi melewati
stratum korneum lalu ke lapisan yang lebih dalam, yakni epidermis dan
dermis. Setelah mencapai dermis, obat masuk ke sirkulasi sistemik melalui
mikrosirkulasi dermal
Jenis Transdermal Patch :
1. Obat lapisan tunggal dalam perekat
Pada tipe ini lapisan perekat mengandung obat. Lapisan perekat tidak
hanya berfungsi untuk mematuhi berbagai lapisan bersama-sama dan juga
bertanggung jawab untuk melepaskan obat ke kulit. Lapisan perekat
dikelilingi oleh kapal sementara dan bahan pendukung.

2. Multi - obat lapisan perekat


Tipe ini juga mirip dengan lapisan tunggal tapi mengandung lapisan
pelepasan obat segera dan lapisan lainnya akan menjadi pelepasan
terkontrol bersama dengan lapisan perekat. Lapisan perekat bertanggung
jawab untuk pelepas obat. Patch ini juga memiliki kapal-lapisan sementara
dan dukungan permanen.

3. Sistem Reservoir
Dalam sistem ini reservoir obat tertanam antara lapisan kedap
dukungan dan membran mengendalikan tingkat. Obat melepaskan hanya
melalui tingkat membran pengendali, yang dapat berpori mikro atau non
berpori. Dalam kompartemen wadah obat, obat bisa dalam bentuk larutan,
suspensi, gel atau tersebar dalam matriks polimer padat. Hypoallergenic
perekat polimer dapat diterapkan sebagai permukaan luar membran
polimer yang kompatibel dengan narkoba.

4. Sistem Matrix
a. Obat dalam sistem perekat
Pada tipe ini reservoir obat dibentuk dengan mendispersikan obat dalam
polimer perekat dan kemudian menyebarkan perekat polimer obat oleh
pengecoran pelarut atau peleburan (dalam kasus perekat panas meleleh)
pada lapisan backing kedap. Di atas reservoir, lapisan polimer perekat
unmediated diterapkan untuk tujuan perlindungan.
b. Sistem matriks - dispersi
Pada tipe ini obat ini tersebar merata dalam matriks polimer hidrofilik
atau lipofilik . Obat ini berisi disk polimer tertuju pada sebuah pelat
dasar oklusif dalam kompartemen dibuat dari obat dukungan lapisan
kedap air . Alih-alih menerapkan perekat di muka reservoir obat,
tersebar bersama dengan lingkar untuk membentuk strip pelek perekat .

5. Sistem Microreservoir
Pada tipe ini sistem pengiriman obat adalah kombinasi dari waduk dan
sistem matriks - dispersi . Wadah obat dibentuk dengan terlebih dahulu
menangguhkan obat dalam larutan polimer yang larut air dan kemudian
menyebar solusi homogen dalam polimer lipofilik untuk membentuk
ribuan terjangkau, bola mikroskopis waduk obat . Dispersi ini
termodinamika tidak stabil distabilkan cepat dengan segera silang polimer
in situ dengan menggunakan agen silang.

Kelebihan Transdermal Drug Delivery System (TDDS):


 Dapat menghindari kesulitan penyerapan obat di gastrointestinal yang
disebabkan oleh pH pencernaan , aktivitas enzimatik dan interaksi
obat dengan makanan, minuman dan obat-obatan oral lainnya.
 Dapat menggantikan pemberian oral dari pengobatan ketika rute tidak
cocok , seperti dalam kasus muntah dan diare.
 Menghindari metabolisme lintas pertama dan menghindari
penonaktifan obat oleh enzim hati.
 Non - invasif sehingga menghindari ketidaknyamanan terapi
parenteral.
 Penghantaran obat dapat dikontrol dan diperpanjang.
 Mudah digunakan dan dilepas.
 Kepatuhan pasien dan penerimaan pasien sangat baik.
 Dapat digunakan untuk obat-obat dengan indeks terapi sempit.

Kerugian Transdermal Drug Delivery System (TDDS)

 Hanya bisa digunakan untuk obat dengan potensi tinggi (dosis kecil)
 Dapat terjadi “dose dumping”
 Patch tidak boleh digunakan pada tempat yang sama terus menerus
karena terdapat kemungkinan toksisitasnya meningkat.
 Biaya produksinya mahal.

Contoh pengembangan sediaannya adalah :


1. Nitroglyserin-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’
(Minitran®) yang digunakan untuk angina pectoris
2. Scopolamine-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ yang
digunakan untuk perawatan profilaksis atau motion-induced nausea
3. Isosorbide Dinitrate-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’
yang digunakan untuk perawatan angina pectoris
4. Clonidine-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’ (Catapres®)
yang digunakan untuk terapi hipertensi
5. Estradiol-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’
(Estraderm®) yang digunakan untuk perawatan sindrom
postmenopause
6. Fentanyl-releasing ’Transdermal Drug Delivery System’
(Duragesic®) yang digunakan untuk perawatan analgesik pada
penderita kanker(Patel, 2011)
7. Nikoniko ‘Transdermal Drug Delivery System’ yang digunakan untuk
terapi membantu memberhentikan kebiasaan merokok

D. Faktor Yang Mempengaruhi Absorbsi Perkutan


Diantara factor-faktor yang berperan dalam absorbs perkutan dari obat
adalah sifat dari obat itu sendiri, sifat pembawa, kondisi dari kulit dan
adanya uap air. Adapun konsesnsus temuan hasil penelitian mungkin dapat
disimpulkan sebagi berikut (Ansel, 1989) :
1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus Bersatu pada
permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup
2. Konsentrasi obat umumnya merupakan factor yag penting, jumlah obat
yang diabsorbsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode
waktu, bertambah sebnading dengan bertambahnya konsentrasi obat
dalam suatu pembawa.
3. Semakin banyak obat yang diserap dengan cara absorbs perkutan
apabil abahan oabta dipakai pada pemukaan yang lebih luas.
4. Bahan obat harus mempunyai suatu daya Tarik fisiologi yang lebih
besar pada kulit daripada terhadap pembawa, supaya obat dapat
meninggalkan pembawa menuju kulit.
5. Beberapa derajat kehalusan bahan obat baik dalam minyak dan air
dipandang penting untuk efektivitas absorbs perkutan, pentingnya
kelarutan obat dalam air ditunjukan oleh adanya konsentrasi pada
daerah absorbs dan koefisien partisi sangat mempengaruhi jumlah
yang dipindahkan melalui tempat absorbs. Zat terlarut dengan bobot
molekul di bawah 800 sampai 100 dengan kelarutan yang sesuai dalam
minyak mineral dan iar (>1mg/mL) dapat meresap ke dalam kulit.

E. Perjalanan Obat Dalam Tubuh Pada Sediaan Transdermal


Sistem penghantaran obat secara transdermal merupakan salah satu
inovasi dalam sistem penghantaran obat modern untuk mengatasi problem
bioavailabilitas obat tersebut jika diberikan melalui jalur lain seperti oral.
Obat yang diberikan secara transdermal masuk ke tubuh melalui
permukaan kulit yang kontak langsung dengannya baik secara transeluler
maupun secara inter seluler.
Penetrasi obat ke dalam kulit dapat melalui rute trans-epidermal
(trans-selular dan paraselular) dan rute trans-appende.
1. Rute Trans-epidermal Rute trans-epidermal dibagi menjadi 2, yakni
rute trans-selular dan paraselular. Pada rute trans-selular, molekul obat
melewati korneosit dan interselular lipid secara lurus menembus
epidermis. Sedangkan pada rute paraselular, obat hanya melewati
interseluler lipid tanpa melewati keratinosit. Sebagian besar rute
penetrasi transdermal melalui rute paraselular. Molekul polar dan non-
polar berdifusi melalui rute trans-selular dan paraselular dengan
mekanisme yang berbeda. Molekul polar sebagian besar berdifusi
melalui jalur polar dengan mengikat air pada stratum korneum yang
terhidrasi, biasanya lebih disukai melalui rute trans-selular. Sedangkan
molekul non-polar (Log P>2) akan terlarut dan terdifusi melalui
matriks lipid dari stratum korneum, biasanya lebih disukai melalui rute
paraselular.
2. Rute Trans-appendegal Rute trans-appendegal adalah rute penetrasi
obat melalui kanal/pori yang berasal dari folikel rambut atau kelenjar
keringat. Meskipun rute ini memiliki permeabilitas yang tinggi, namun
peranannya tidak terlalu besar karena luas area rambut di permukaan
kulit hanya 0.1% dari total keseluruhan kulit. Rute ini biasanya untuk
molekul ion dan molekul yang sangat polar sehingga sulit permeasi
melalui stratum korneum.
Rute Penetrasi Obat Transdermal

Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul obat dari luar kulit ke


dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah
dengan mekanisme difusi pasif . Penyerapan (absorpsi) perkutan
merupakan gabungan fenomena penembusan suatu senyawa dari
lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan
dari struktur kulit ke dalam peredaran darah dan getah bening. Istilah
perkutan menunjukkan bahwa penembusan terjadi pada lapisan epidermis
dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda.
Fenomena absorpsi perkutan (atau permeasi pada kulit) dapat
digambarkan dalam tiga tahap yaitu penetrasi pada permukaan stratum
corneum, difusi melalui stratum corneum, epidermis dan dermis,
masuknya molekul kedalam mikrosirkulasi yang merupakan bagian dari
sirkulasi sistemik.
Absorbsi transdermal terjadi melalui proses difusi yang lambat
yang ditentukan oleh gradient konsentrasi obat dari konsentrasi tinggi
(pada sediaan yang diaplikasikan) menuju konsntrasi rendah di kulit. Obat
dapat mempenetrasi kulit utuh melalui dinding folikel rambut, kelenjar
minyak, atau kelenjar lemak. Dapat pula melalui celah antar sel dari
epidermis dan inilah cara yang paling dominan untuk penetrasi obat
melalui kulit dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut, kelenjar
minyak, maaupn kelenjar lemak. Hal ini terkait perbandingan luas
permukaan di antara keempatnya.
Pelepasan obat dengan ukuran molekul yang sangat kecil (± 50
nm) dari bahan perekat (adhesive) ke bagian dalam kulit. Tingkat pra-
diprogram sistem pengiriman obat melibatkan desain sistem yang
memberikan obat-obatan dengan mengendalikan difusi molekuler dari
molekul obat melintasi penghalang kulit dalam atau di sekitar sistem
pengiriman. Proses masuknya suatu zat dari luar kulit (epidermis)
melintasi lapisan – lapisan kulit menuju posisi di bawah kulit (dermis)
hingga menembus pembuluh darah disebut absorbsi perkutan. Absorbsi
transdermal terjadi melalui proses difusi yang lambat yang ditentukan oleh
gradient konsentrasi obat dari konsentrasi tinggi (pada sediaan yang
diaplikasikan) menuju konsentrasi rendah di kulit.
Obat dapat mempenetrasi kulit utuh melalui dinding folikel
rambut, kelenjar minyak, atau kelenjar lemak. Dapat pula melalui celah
antar sel dari epidermis dan inilah cara yang paling dominan untuk
penetrasi obat melalui kulit dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut,
kelenjar minyak, maupun kelenjar lemak. Hal ini terkait perbandingan luas
permukaan diantara keempatnya. Sebenarnya, kulit yang rusak pun (robek,
iritasi, pecah–pecah dan lain-lain) dapat terpenetrasi oleh obat. Bahkan
penetrasinya lebih banyak dari pada kulit normal. Hal ini karena kulit
rusak telah kehilangan sebagian lapisan pelindungnya. Meski demikian,
penetrasi melalui kulit yang rusak tidak dianjurkan karena absorbsi obat
menjadi sulit untuk diprediksi.

Langkah-Iangkah absorpsi obat melalui kulit:


1. Difusi bahan aktif pada lapisan batas antara pembawa dengan kulit
(pelepasan)
2. Penetrasi melalui stratum corneum
3. Permeasi bahan obat ke dalam korium
4. Resorpsi ke dalam peredaran darh
5. Pengangkutan dan distribusi oleh darah
F. Evaluasi Biofarmasetik Sediaan Transdermal
Menurut M.T Simanjuntak (2006), evaluasi ketersediaan hayati
obat yang diberikan melalui kulit :
1. Studi difusi in vitro
Berdasarkan dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang diberikan
melalui kulit, maka sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk sediaan,
ketercampuran, pengawetan, selanjutnya dilakukan uji pelepasan
zat aktif in vitro, dengan maksud agar dapat ditentukan bahan pembawa yang
paling sesuai digunakan untuk dapat melepaskan zat aktif di tempat
pengolesan. Ada beberapa metoda, yang dapat dilakukan di antaranya
adalah:
- Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
- Dialysis melalui membran kolodion atau selofan
2. Studi penyerapan (absorbsi)
Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan dua aspek utama yaitu
penyerapan sistemik dan lokalisasi senyawa dalam strukiur kulit. Dengan
cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan dan tetapan
permeabilitas, serta membandingkan efektivitas dari berbagai bahan
pembawa. Absorbsi perkutan telah lama diteliti baik secara in vivo dengan
mempergunakan senyawa radioaktif atau dengan tehnik in vitro
mempergunakan sayatan kulit manusia.
Prinsip metode penyerapan perkutan dirangkum sebgai berikut :
a. Studi penyerapan perkutan in vitro, meliputi
- Studi difusi melintasi membrane biologic
- Studi koefisien partisi
b. Studi penyerapan in vivo, meliputi
- Studi kuantitatif : pengukuran penyerapan dan tetapan
premeabilitas
- Studi kualitiatif : evaluasi pengaruh bahan pembawa terhadap
penyerapan, studi kondisi pemakaian (friksi, ionoforesis,
penutupan dan pengikisan)
- Studi penempatan bahan obat dan struktur kulit
3. Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan Dari Sifat Fisiko Kimia
Tehnik Umum untuk karakterisasi Membran
Seluruh membran mahluk hidup adalah bersifat heterogenous dan disusun
dalam fase makroskopis yang berbeda, dan menentukan difusi pasif
molekul melalui total barrier pada membran sangat diperlukan, dan hal ini
tergantung pada pengaturan dan rangkaian dari fase yang dialami selama
proses transpor. Hukum difusi yang sebenamya adalah bahwa molekul
mengikuti lintasan yang bersifat diffusional resistance yang paling
sedikit. Lintasan yang bersifat diffusional resistance yang paling sedikit ini
ditentukan dari sifat fisiko kimia alamiah fase membran atau dengan
densisitas, viskositas dun, dimana terdapat protein dun makro molekul
yang lain, keberadaan ikatan silang dun susunan dari bahan polimer
dalam masing masing fase, seluruh hal diatas memberikan pengaruh
terhadap kecepatan pergerakan difusi. Lintasan yang bersifat sedikit
resisten. juga dipengaruhi oleh afinitas relatip dari fase terhadap
bahan yang terpermiasi (permeant), terakhir akan berperanan untuk
distribusi internal dari permeant melalui pengaturan sifat fisiko kimia
dari komponen membran, dun oleh volume relatip dari fase. Resistensi dari
setiap fase yang terdapat dalam membran dapat dikarakterisasikan dalam
istilah khusus yang berhubungan dengan difusi dalam fase, terhadap
seluruh variabel lengkap secara umum. Secara keseluruhan, membran
mungkin dianggap sebagai sejenis penghambat (resistor) rangkaian
antara 2 (dua) fase. Masing masing fase membran menentukan aliran
difusi melalui channel dalam elemen bahagian sebelah dalam (interior)
membran, yang menghasilkan masing masing resistensinya dan
pengaturannya.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Anatomi dan fisiologi kulit


Kulit manusia terdiri dari 3 lapisan yang saling berhubungan yaitu
lapisan epidermis, lapisan dermis dan hypodermis. Epidermis terdiri dari
beberapa lapisan. Lapisan terluar pada jaringan epidermis adalah stratum
korneum. Stratum koerneum mengandung sel kreatin yang mati yang disebut
corneocytes dan merupakan penghalang untuk penetrasi obat. Setelah stratum
korneum terdapat lpisan epidermis viable atau bagian epidermis yang hidup
terdiri dari stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basal.
Dermis merupakan lapisan pada kulit yang berisi pembuluh darah,
pembuluh getah bening, dan saraf. Keberadaan pembuluh kapiler dikulit
mencapai 0,2 mm dari permukaan kulit memberikan kondisi sink bagi
penetrasi molekul melewai penghalang kulit. Dengan demikian suplai darah
menjaga konsentrasi permeant dikulit sangat rendah dan akibat dari perbedaan
konsentrasi sepanjang lapisan epidermis memberikan gradien konsentrasi
esensial untuk permease transdermal.
Jaringan lem,ak subkutan atau hypodermis menyokong dermis dan
epidermis. Berfungsi sebagai area penyimpanan lemak. Lapisan ini memuat
pembuluh darah utama dan saraf ke kuli. Untuk pengiriman obat transdermal,
obat harus menembus ketiga lpisan ini dan mencapai sirkulasi sistemik
sedangkan dalam hal penghantaran obat topical hanya penetrasi melalui
stratum korneum yang penting dan kemudian diperlukan retensi obat dalam
lapisan kulit.

B. Pembuluh darah yang melewati kulit


Lapisan dermis mengandung jaringan pembuluh darah yang luas yang
menyediakan nutrisi kulit, respon imun, pertukaran panas, dan pengaturan
termal. Pembuluh darah kulit berasal dari jaringan subkutan, dimana terdapat
jaringan arteri yang menyuplai lapisan papiler, folikel rambut, kelenjar
keringat dan apokrin, area subkutan, serta dermis itu sendiri.

Pembuluh darah kapiler yang berada di dermislah yang berperan dalam


penyerapan molekul obat ke dalam sirkulasi sistemik melalui vena yang ada di
lapisan subkutan dan menuju organ target. Molekulo bat dapat berpenetrasi ke
dalam kulit dengan berbagai jalur sehingga baik pembuluh darah kapiler yang
berada di folikel rambut, kelenjar keringat maupun dipermukaan dermis
meiliki peranan yang penting dalam absorbs obat.

C. Komponen dan Karakteristik Cairan Kulit


Lipid merupakan komponen utama dalam mengatur kelembaban dan
kelembutan kulit pada fungsi barrier. Lipid ini membentuk struktur bilayer
yang mengelilingi korneosit dan air yang dimasukkan ke stratum korneum.
Lipid yang terkandung adalah kolesterol, asam lemak bebas dan sphingolipid.
Ceramide merupakan salah satu jenis dari sphingolipid yang berperan utama
dalam struktur lipid yang menahan molekul air pada area hidrofilik. Lapisan
lipid ini mengelilingi korneosit dan memberikan impermeable barrier dengan
mencegah perpindahan air dan NMF keluar dari permukaan lapisan kulit.
Keringat atau peluh adalah air yang dikeluarkan oleh kelenjar keringat
pada kulit. Kandungan utama dalam keringat adalah natrium klorida (bahan
utama garam dapur) selain bahan lain (yang mengeluarkan aroma) seperti 2-
metilfenol (o-kresol) dan 4-metilfenol (p-kresol). Penguapan keringat dari
permukaan kulit memiliki efek pendinginan karena panas laten penguapan air
yang mengambil panas dari kulit. Kelenjar keringat ditemukan bersama
dengan kelenjar minyak di kulit. Keringat melembabkan kulit. Namun, tanpa
campuran apapun, keringat cepat menguap, mengakibatkan pengeringan kulit
yang lebih parah. Untuk mencegahnya, zat lain dibutuhkan. Karena minyak
menyebabkan air dapat dipertahankan di kulit. Dengan cara ini, kelenjar
keringat dan minyak bekerja sama melembabkan kulit. Fungsi kelenjar
minyak mengeluarkan pelumas dan lemak lainnya.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses LDA obat perkutan dari
sediaan Transdermal
Faktor – factor yang mepengaruhi proses LDA obat perkutan dari sediaan
transdermal dibagi menjadi 2 yaiyu Faktor Biologi dan Faktor Fisikokimia.
1. Faktor Biologi
 Kondisi Kulit
Kulit yang sehat akan berbeda absorpsinya dengan kulit yang terluka
atau terkena penyakit. Penyakit umumnya mengubah kondisi kulit,
misalnya inflamasi, kehilangan stratum corneum dan mengubah
keratinisasi, maka permeabilitas meningkat. Jika organ menebal tau
ichtyosis, maka permeabilitas menurun.
 Usia Kulit
Kulit anak-anak yang luas area permukaannya lebih rentan mengalami
toksisitas obat-obat yang paten. Kulit anak-anak umumya lebih
permeabel dibandingkan orang dewasa.
 Aliran Darah
Perubahan sirkulasi periferal dapat mempengaruhi absorpsi
transdermal. Peningkatan aliran darah dapat menurunkan jumlah waktu
obat tertinggal di dermis, dan menaikkan gradien konsentrasi.
 Lokasi Kulit
Permeabilitas tiap kulit di tubuh bervariasi bergantung pada ketebalan
dan sifat stratu corneum dan densitasnya yang berpengaruh pada
kecepatan absorpsi obat.
Contohnya: sistem transdermal Hyoscine digunakan di kulit
postauricular (belakang telinga) untuk memasukkan obat ke dalam
aliran darah karena lapisan stratum corneum tipis dan kurang rapat,
lebih banyak kelenjar keringat dan sebaseous per unit area dan banyak
kapiler. Umumnya kulit wajah lebih permeabel dibandingkan bagian
tubuh lainnya.
 Metabolisme Kulit
Kulit memetabolisme hormon-hormon steroid, karsinogen kimia dan
beberapa obat. Metabolisme ini dapat menentukan efikasi terapi dari
senyawa yang diberikan topikal khusunya prodrug dan respon
karsinogenik pada kulit.
 Perbedaan Spesies
Ketebalan kulit , kepadatan dan keratinisasi kulit bervariasi dari
spesies ke spesies yang lain sehingga mempengaruhi penetrasi.
2. Faktor Fisikokimia
 Hidrasi Kulit
Ketika air menjenuhkan kulit, jaringan akan mengembang, melembut
dan permeabilitasnya meningkat. Hidrasi dari stratum corneum adalah
faktor paling penting dalam peningkatan kecepatan penetrasi dari
substansi yang berpermeasi ke kulit. Hidrasi dihasilkan dari air yang
berdifusi dari lapisan epidermal atau dari perpirasi yang terakumulasi
setelah penggunaan pembawa occlusive patch transdermal yang
menyebabkan oklusi paling baik (mencegah hilangnya air, hidrasi
sempurna)
 Suhu dan pH
Kecepatan penetrasi suatu bahan bisa berlipat ganda akibat variasi
suhu yang besar, ketika koefisien difusi menurun karena turunnya
suhu. Pembawa oklusif meningkatkan suhu kulit beberapa derajat.
Hanya molekul tak terion yang dapat melewati membran lipid.
Asam-asam lemah dan basa-basa lemah berdisosiasi ke dalam tingkat
yang berbeda, tergantung pada pH dan nilai pKa / pKb sehingga
jumlah dari obat tak terion sangat menentukan gradien membran
efektif dan fraksi ini bergantung pada pH.
 Koefisien Difusi
Kecepatan difusi dari molekul bergantung terutama pada kondisi
medianya pada keadaan gas dan udara, koefisien difusi besar. Pada
suhu konstan, koefisien difusi dari suatu obat pada pembawa topikal
atau pada kulit bergantung pada media difusi dan interaksi antara
keduanya.
 Konsentrasi Obat
Permeasi obat biasanya mengikuti hukum Fick, untuk mendapatkan
permeasi yang optimal, harus terdapat perbedaan gradien konsentrasi
yang besar karena merupakan gaya pendorong untuk difusi.
 Koefisen Partisi
Obat harus memiliki nilai K optimal (yang rendah) sehingga dapat
larut dalam air sehingga dapat berpatisi dengan baik ke dalam lapisan
tanduk. Campuran kosolven polar seperti campuran propilen glikol
dengan air, dapat menghasilkan larutan jenuh obat dan
memaksimalkan gradien konsentrasi melalui stratum corneum.
Aktivitas permukaan dan miselisasi mempengaruhi penghantaran
transdermal.
 Ukuran dan Bentuk Molekul
Molekul kecil berpenetrasi lebih cepat dibandingkan dengan
berukuran besar.

E. Perjalanan obat dalam tubuh yang diberikan dalam sediaan Transdermal


Sistem perjalanan obat transdermal merupakan suatu proses dimana
obat berpenetrasi melalui stratum korneum dan kemudian melewai bagian
lapisan epidermis yang hidup dan dermis tanpa terjadi akumulasi obat di
lapisan dermal. Ketika obat mencapai lapisan dermis, secara ideal, tidak akan
terjadi akumulasi lokal dari obat-obatan transdermal, tatpi hal tersebut juga
tidak dapat dihindari.

Pelepasan obat dari patch transdermal bergantung pada jenis atau


karakteristik patch yang digunakan. Terdapat 2 jenis atau akarkteristik
pelepasan obat yaitu TDDS matriks dimana partikel obat diberkaitan dengan
matriks polimer yang bersifat inert dan mengontrol pelepasannya dari patch
dan jenis yang kedua adalah TDDS reservoir atau membrane yang mana
matriks polimernya tidak berperan dalam mengontrol pelepasan obat namun
terdapat membrane pengontrol yang berada diantara matriks obat dan lapisan
perekat yang menjadi penghalang dalam membatasi kecepatan pelepasan obat
dari patch.

1. Absorbsi
Absorbsi transdermal terjadi melalui proses difusi yang lambat ditentukan
oleh gradien konsentrasi obat dari monsentrasi tinggi (pada sediaan yang
diaplikasikan) menuju konsentrasi rendah di kulit. Tahapan dalam absorbsi
TDDS adalah Obat yang diaplikasikan pada kulit akan berpenetrasi ke
dalam stratum cormeum, kemudian akan mengalami partisi dan masuk ke
dalam lapisan epidermis hidup, obat selanjutnya berdifusi ke dalam lapisan
dermis lalu diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik memalui pembuluh
darah kapiler yang ada dalam lapisan dermis kulit. Obat yang dilepaskan
dari sediaan transdermal akan terakumulasi di dalam kulit membentuk
depot obat yang akan terus menerus diabsorpsi bahkan stela patch
dilepaskan.

2. Distribusi, Metabolisme, dan Eksresi


Obat yang telah masuk ke dalam sirkulasi akan didistribusikan menuju
target yang kemudian dimetabolisme dan mengalami eksresi sesuai dengan
jenis obat yang digunkan.

Link Video 1: https://youtu.be/f00jJtJT5Hg


Link Video 2: https://youtu.be/2Pp4CE4F3jI
Link Video 3: https://youtu.be/zqbVOMgrwHk

F. Evaluasi sediaan transdermal


Pemberian obat dalam bentuk sediaan transdermal menunjukan
peningkatan bioavibilitas khususnya obat-obatan yang mengalami metabolism
lintas pertama yang tinggi yang diberikan melalui mulut. Untuk membuktikan
hal ini, perlu dilakukan evaluasi biofarmasetika dari segi bioavibilitas dan
bioekuivalennya dengan indikatir terhadap jumlah kadar/konsentrasi dan
kecapatan obat dalam plasma darah, dilakukan dengan cara in vitro dan in
vivo.

Uji penetrasi sediaan dilakukan untuk mengukur jumlah bahan aktif


yang mampu berpenetrasi melewati kulit dan masuk ke dalam cairan
kompartemen. Uji penetrasi dengan sel difusi Franz dapat menggunakan kulit
kelinci dantikus sebagai membrane. Membrane diletakan antara kompartemen
donor dan kompartemen reseptor. Selama uji penetrasi dengan sel difusi
Franz, kompartemen reseptor dijaga suhunya dentan thermostat 37±0,5oC
(sesuai suhu tubuh). Untuk menjaga homogenitas cairan, kompartemen
reseptor dengan pengaduk magnetic keceparan 200 rpm. Potongan kulit
tikus/kelinci dipasang diantara kompartemen sel difusi, dengan epidermis
menghadap ke atas kompartemen donor. Sampel disaring melalui penyaringan
dan dianalisis secara spektrofotometri atau menggunakan HPLC dan
ditentukan kinetika pelepasan obatnya.

Uji in vivo dilakukan dengan uji iritasi dan sensitasi kulit pada kelinci
sehat (berat 1,2 – 1,5 Kg). permukaan punggung kelinci (50 cm) harus
dibersihkan dan rambut dihilangkan dari permukaan punggung dengan
mencukurnya dan permukaan punggung dengan perlakuan baik control positif,
normal dan sampel (film patch transdermal). Patch harus dilepas stelah 24 jam
dan kulit diamati hingga selang waktu 72 jam. Dilakukan pemeriksaan adanya
eritema/udema yang dihitung berdasarkan pedoman skor/indeks iritasi mulai
dari tidak ada audema atau iritasi hingga udema atau iritasi berat.
BAB IV

KESIMPULAN

1. Kulit manusia terdiri dari tia lapisan yang saling berhubungan yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis dan hypodermis. Stratum korneum yaitu lapisan
terluat pada jaringan epidermis yang merupakan penghalang utama untuk
penetrasi obat.
2. Pembuluh darah kapiler yang berada di lapisan dermis membawa molekul
obat menuju vena yang ada di lpisan subkutan dan menuju jantung kemudian
ke seluruh tubuh.
3. Lipid merupakan komponen utama dalam mengatur kelembaban dan
kelembutan kulit. Lipid yang terkandung adalah kolesterol, asam lemak bebas
dan sphingolipid. Lapisan lipid ini mengelilingi korneosit dan memberikan
impermeable barrier dengan mencegah perpindahan air dan NMF keluar dari
permukaan lapisan kulit. Kandungan utama dalam keringat adalah natrium
klorida (bahan utama garam dapur) selain bahan lain (yang mengeluarkan
aroma) seperti 2-metilfenol (o-kresol) dan 4-metilfenol (p-kresol). Penguapan
keringat dari permukaan kulit memiliki efek pendinginan karena panas laten
penguapan air yang mengambil panas dari kulit.
4. Perjalanan obat transdermal melewati kulit dipengaruhi oleh beberapa faktir
biologi (kondisi dan usia kulit, aliran darah, lokasi aplikasi, perbedaan spesies)
dan factor fisikokimia, seperti hidrasi kulit suhu, pH, koefisien disudu dan
partisi, konsentrasi obat serta ukuran molekul.
5. Perjalanan sediaan obat transdermal dimulai dari liberasi/pelepasan obat dari
patch kemudian obat akan berpenetrasi ke dalam stratum korneum dan
berdifusi hingga ke dalam lapisan dermis yang kemudian diabsorbsi ke dalam
sirkulasi sistemik memalui pembuluh darah kapiler yang selanjutnya akan
didistribusi hingga mengalami eksresi.
6. Evaluasi biofarmasetika sediaan transdermal dapat siuji dari segi biavibilitasn
dan bioekivalennya dengan indicator terhadap jumlah kadar/konsentrasi dan
kecepatan obat dalam plasma darah, dilakukan dengan cara invitro (dengan uji
iritasi kulit kelinci).

DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar D, dkk. 2010. A Review: Transdermal Drug Delivery System : A Tool
For Novel Drug Delivery System. International Journal of Drug
Development & Research Volume 3.
2. Gaikwad A. 2013. Transdermal Drug Delivery System: Formulation Aspects
and Evaluation. Comprehensive Journal of Pharmaceutical Sciences Vol
1(1)
3. Yadav. 2013. Theoretical Aspects Of Transdermal Drug Delivery System.
Bulletin of Pharmaceutical Research 2013;3(2):78-89.
4. Bhura, dkk. 2012. Transdermal Drug Delivery System: A Review. The
Pharma Inovation Vol.1 No 4.
5. Moulika, dkk. 2011. Transdermal Drug Delivery System: On
Review.International Journal of PharmTech Research CODEN (USA):
IJPRIF. Vol.3, No.4, pp 2140-2148.
6. Roughead,E. 2010. Prevalence of potentially hazardous drug interactions
amongst Australian veterans. Britsh Journal of Clinical Pharmacology Edisi
70:2. Hal 252-257

Anda mungkin juga menyukai