Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN PEMBELAJARAN TUTORIAL DMS KASUS 1 TINGKAT 1

KELOMPOK 1

Tutor : Dr. Santun Bhekti Rahimah, dr.,M.Kes


Disusun oleh :

Adinda Nur Wulandari D. P. 10100116072


Amalia Salima 10100117197
Audhrey Tyara Mizard 10100118029
Debi Diantika 10100118061
Delfian Rahmat Aditia 10100118076
Delvira Azzahra 10100118077
Ilhan Rakha Aryawardana 10100118128
Jason Maxwell 10100118171
Ricky Raihan 10100118178
Shinta Mourinda Rachmani 10100118183

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyusun laporan pembelajaran Tutorial DMS tingkat 1. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas atau kewajiban dalam pembelajaran tutorial DMS tingkat 1 di Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Santun Bhekti Rahimah, dr.,M.Kes yang ikut
membantu dan mengarahkan dalam kegiatan pembelajaran tutorial DMS tingkat 1 kelompok 1,
maupun dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini, baik berupa materil maupun segala hal yang
dapat membantu dalam penyelesaian laporan ini, karena kami tidak dapat menyelesaikan laporan ini
tanpa bantuan setiap pihak, yang dimana penulis tidak bisa menyebutkannya satu persatu.
Laporan ini masih jauh dari kata sempurna, karena kami adalah manusia yang tidak luput dari
kesalahan, karena itu kami bersedia untuk menampung setiap kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat yang bagi penyusun, pembaca,
dan seluruh kalangan masyarakat. Aamiin ya rabbal alamin.

Bandung, 06 Mei 2021

Penulis

2
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

OVERVIEW CASE..................................................................................................................5

BAB I. BASIC SCIENCE

1.1 Kulit 1
1.1.1 Anatomi 1
1.1.2 Histology…..................................................................................................................1
1.1.3 Skin Appendage...........................................................................................................9
1.2 Fisiology………………........ ....................................................................................12
1.3 Cebacious Gland……………………………………................................................18
1.3.1 Anatomy……………..……………………….……………………………………..18
1.3.2 Histolgy……………..................................................................................................19
1.3.3 Fisiology………...…………………………………………………………………..19
1.3.4 Holocrine Secretion……….………………………………………………...………19
1.3.5 Fungsi kelenjar sebasea….……………………………………………………...…..20
1.3.6 Sebun………………………………………………………………………………..21

1.4 Sweat Gland.………………………………………………………………………..24

1.4.1 Kelenjar Ekrin & Apokrin…………………………………………………………..25

1.4.2 Anatomy & Function of the Eccrine Sweat Gland…………………………………26

1.4.3 Secretory coil………………………………………………………………………..26

1.4.4 Duck…………………………………………………………………………...……26

1.4.5 Composition of human eccrine sweat gland………………………………………..27

1,4.6 Mechanism of sweat secretion…………………………………………………..….28

3
BAB II. CLINICAL SCIENCE
1.5 Skin lesions 30

1.5.1 Karakteristik 30

1.5.2 Pola dan susunan...........................................................................................................31

1.5.3 Klasifikasi......................................................................................................................41

1.5.4 Mekanisme papula.........................................................................................................44

1.6 Ance Vulgaris…………………………………………………………………………55

1.6.1 Definisi………………………………………………………………………………..55

1.6.2 Etioloi…………………………………………………………………………………55

1.6.3 Epidemiologi………………………………………………………………………….57

1.6.4 Faktor resiko………………………………………………………………………….58

1.6.5 Klasifikasi……………………………………………………………………….……59

1.6.6 manifestasi klinis…………………………………………………………………......59

1.6.7 patogenesis……………………………………………………………………….…..62

1.6.8 patofisiologi……………………………………………………………………….…64

1.6.9 Diagnosis……………………………………………………………………….....…66

1.6.10 Diferential disgnosis………………………………………………………………....68

1.6.11 Managemen………………………………………………………………………..…68

1.6.12 Komplikasi………………………………………………………………………..….74

1.6.13 Prognosis…………………………………………………………………………..…76

1.6.14 Prevensi……………………………………………………………………….…..….76

1.6.15 Patomekanisme…………………………………………………………………...….77

BAB III, PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………96

4
OVERVIEW CASE

Ms. M, 23 tahun
CC: beberapa papula merah di wajahnya sejak 2 minggu yang lalu, setelah kematian ibunya.
AC :
- papula merah di wajahnya sejak dua tahun lalu. Papula tidak gatal.
- Bertambah parah terutama sebelum siklus menstruasinya dan ketika ia mengalami
tekanan psikologis, tetapi berkurang setelahnya.
- Kulitnya berminyak dan telah mencoba berbagai macam perawatan dari salon
kecantikan, namun tidak ada perbaikan.
- erupsi vesikuler kemerahan dan gatal di area punggung.
- Keluhan muncul setelah dia berkeringat berlebihan karena bekerja di ruangan dengan
sirkulasi udara yang buruk.
General Condition :
- terlihat sakit ringan.
PE : -
Pemeriksaan dermatologis:
- Distribusi lesi: Regional
- Pola karakteristik: Bilateral, asimetris
- Lokasi: Wajah dan punggung
- Karakteristik lesi:
Muka: banyak, discrete, Ø 0,05 cm hingga Ø 0,1 cm dan 0,1x0,1x0,1 cm hingga
0,4x0,4x0,2 cm, bulat, berbatas tegas, menonjol, kering
Belakang: banyak, terpisah, 0,3x0,3 cm hingga 0,7x0,7 cm dan 0,1x0,1x0,1 cm
hingga 0,3x0,3x0,2 cm, bulat, sebagian besar berbatas tegas, menonjol, kering
- Jenis Lesi:
- Wajah: Papula eritematosa, pustula,komedo putih, komedo hitam dengan total lesi
40.
- eritematosa dengan vesikula
Diagnosis : acne vulgaris
sedang untuk lesi di wajah dan miliaria rubra untuk lesi di punggung.
Farmakologi :
 diberi kapsul doksisiklin 100 mg sekali sehari, dan losion eritromisin untuk acne
vulgaris.

5
 untuk lesi di punggung diberi
salisilat 2% bubuk dan setirizin oral 10 mg sekali sehari.
 Pasien harus tinggal di ruangan dengan sirkulasi udara yang baik.

BAB II
1.1 KULIT
1.1.1 ANATOMI
Kulit adalah organ terlebar di tubuh, yang biasanya membentuk 15% - 20% berat badan total.
Kulit dikenal sebagai integumen (L. integumentum, menutupi) atau lapisan kutaneus, kulit
terdiri atas :

 Epidermis berasal dari ectoderm


 Dermis berasal dari mesoderm
 Subkutan/hypodermis

1.1.2 HISTOLOGY

1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit. Tersusun dari lima lapisan utama (dari
dalam ke luar) yaitu :
1) Stratum basale (germinativum)
• Lapisan paling bawah/terdalam , sel berbentuk kuboid/silindris.
• Lapisan yang aktif mengalami pembelahan dalam membentuk keratinosit.
• Terdapat melanosit yang berperan dalam menghasilkan melanin.
• Terdapat sel merkel
2) Stratum spinosum (Lapisan Malpighi)

6
• Lapisan epidermis paling kuat dan tebal, sel berbentuk polyhedral
• Lapisan ini disebut prickle cell layer (lapisan akanta).
• Aktif memproduksi keratin  Keratin akan membentuk bundle yang disebut
tonofibril sehingga terbentuk desmosome yang berperan dalam pertahanan
epidermis terhadap trauma fisik.
• Terdapat sel Langerhans
3) Stratum Granulosum
• Terdiri atas 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang mengalami diferensiasi
terminal dan sitoplasmanya berisikan massa basofilik intens disebut granul
keratohialin (membentuk gambaran gelap).
• Lapisan ini menghasilkan lipid untuk menahan cairan tubuh supaya tidak
keluar. Juga berfungsi sebagai proteksi kulit terhadap benda asing .
4) Stratum Lusidum
• Organel dan inti telah menghilang dan sitoplasma hampir sepenuhnya terdiri
atas filamen keratin padat yang berhimpitan dalam matriks padat elektron.
• Terdiri dari 2-3 lapis sel mati tanpa inti.
• Sel berbentuk gepeng.
5) Stratum Corneum
• Lapisan terluar atau lapisan superficial terdiri atas 20-30 lapis
• Sel berbentuk gepeng berkeratin tanpa inti (Stratified Squamous keratinized
epithelial)
• Sitoplasma yang dipenuhi keratin filamentosa birefrigen
• Melindungi terhadap gesekan dan kehilangan cairan.

Sel Penyusun Epidermis


1. Keratinocyte

7
Sel epitel penyusun utama epidermis, mengandung protein fiber keratin.
Menghasilkan lamellar granules berfungsi mencegah evaporasi, mencegah masuknya
substansi dan cairan dari luar, melindungi kulit dari mikroba, panas, dan zat kimia.
2. Melanocyte
Sel yang dapat menghasilkan melanin yang berfungsi untuk merubah pigmen kulit
dan juga melindungi kulit dari bahaya sinar UV.
3. Langerhans cell
Sel yang berperan dalam system imun.
4. Merkel cell/sel taktil epithelial
Sel yang berperan dalam sensorik sentuhan.

8
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kulit dibawah epidermis, tersusun dari jaringan ikat yang
menunjang epidermis dan mengikatnya dengan lapisan subkutan (hypodermis).
Epidermis dan dermis dibatasi oleh membrana basalis.
1) Lapisan Papilar
• Bagian dermis yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
• mengandung pleksus vaskular subpapillari
• Tersusun dari jaringan ikat longgar, serat kolagen tipe 1, 3, & 7, fibroblast, sel
mast, sel dendritik dan makrofag.
2) Lapisan Retikular
• Bagian dermis yang terletak dibawah lapisan papilar.
• Tersusun dari pembuluh darah, syaraf, folikel rambut, kelenjar keringat, dan
kelenjar sebasea.
• Lapisannya lebih tebal yang terdiri atas jaringan ikat padat irregular (terutama
kolagen tipe 1), dan memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada
lapisan papilar.
• Terdapat jalinan serat elastin yang menghasilkan elastisitas kulit.
• Ruang antara serat kolagen dan elastin terisi dengan proteoglikan yang kaya
akan dermatan sulfat.

9
3. Hipodermis
Lapisan yang juga disebut subkutan atau fascia superficialis
• Terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-
organ di bawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser di atasnya.
• Mengandung adiposit yang jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran
yang bervariasi sesuai dengan status gizi.
• Banyaknya pembuluh darah di lapisan subkutan membantu masuknya insulin dan
obat yang disuntikan ke dalam jaringan ini secara cepat.

1.1.3 SKIN APPENDAGE

Merupakan struktur tambahan yang berkembang dan memiliki asal yang sama dengan kulit.
1. Rambut
Struktur berkeratin yang memanjang yang terbentuk di dalam invaginasi epidermal
(folikel rambut). Semua bagian kulit tubuh berambut, kecuali bagian telapak tangan,
telapak kaki, bibir, glans penis, klitoris, dan labia minora.
Strukturnya terdiri dari:
- Hair bulb : dilatasi terminal folikel rambut
- Hair root : bagian akar yang terdiri dari keratinosit dari epidermis basal
- Hair shaft: bagian rambut yang memanjang ke permukaan kulit
Lapisan-lapisan rambut dari luar kedalam

10
- Kutikula: lapisan tipis berkeratin banyak, berupa sel-sel pipih yang meng-
cover korteks
- Korteks: sel-sel padat dengan keratin yang banyak
- Medula: sel-sel berkeratin sedang
Untuk folikel rambut lapisan-lapisannya yaitu: (dari dalam ke luar)
1) Internal rooth sheath
2) External root sheath
Folikel rambut dipisahkan dari dermis oleh glassy membrane. Bagian dermis di
sekitar folikel rambut membentuk connective tissue sheath. Rambut berhubungan
dengan muskulus arrector pili. Otot ini adalah otot polos memanjang dari pertengahan
fibrous sheath ke lapisan papilar dermal.

2. Kuku
Kuku merupakan lempeng keratin yang keras dan fleksibel pada permukaan dorsal
dari phalanx distal. Struktur kuku terdiri dari:
- Nail root: bagian proksimal kuku. Diselimuti oleh lipatan kulit. Dibentuk dari nail
matrix
- Eponychium: Perpanjangan dari nail root
- Nail plate: terletak di atas nail bed.
- Nail bed: bantalan nail plate. Hanya terdiri dari stratum spinosum dan basal.
- Hyponychium: bagian nail plate yang tidak terletak di atas nail bed.
Proses pembentukannya:
1. Sel-sel matriks membelah
2. Bertumbuh kearah distal
3. Terjadi proses keratinisasi
4. Membentuk nail plate
5. Pematangan membentuk nail plate.

11
3. Kelenjar Sebasea (Kelenjar minyak)
Kelenjar sebasea terletak di dermis pada seluruh tubuh kecuali pada kulit
tebal. Jumlahnya lebih banyak di wajah dan kulit kepala. Kelenjar sebasea merupakan
kelenjar acinar yang bermuara ke bagian atas folikel rambut. Keterkaitan antara
kelenjar sebasea dengan folikel rambut disebut pilosebaceous unit. Kelenjar ini
mensekresikan sebum dengan cara sekresi holokrin. Produksi sebum dapat meningkat
akibat pengaruh hormone testosterone dan androgen, seperti pada saat pubertas.
Sebum berfungsi untuk mempertahankan stratum korneum dan batang rambut, serta
memiliki efek antibakteri dan antifungal.

4. Kelenjar Keringat
Kelenjar keringat terletak di dermis. Terdapat 2 jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar
ekrin dan apokrin.
1) Kelenjar Ekrin
Kelenjar ekrin tersebar luas di kulit, terbanyak adalah pada kulit plantar pedis.
Bagian sekretori dan duktus kelenjar ekrin berbentuk melingkar dan memiliki
lumen yang kecil. Bagian sekretori terdiri dari epitel kuboid berlapis dengan tiga
tipe sel, clear cell (produksi keringat), dark cell (glikoprotein dengan efek
bakterisidal), dan myoepithelial cell (berkontraksi untuk menggerakan sekret ke
duktus). Keringat keluar melalui lubang keringat di permukaan kulit.
2) Kelenjar Apokrin
Kelenjar apokrin terletak terutama pada kulit di area aksila dan perineal.
Kelenjar ini menyelesaikan perkembangannya dan mulai berfungsi setelah
pubertas dengan dipengaruhi oleh sex hormones. Lumen bagian sekretori kelenjar

12
apokrin lebih besar daripada kelenjar ekrin yang terdiri dari myoepithelial cell dan
simple epithelium. Kelenjar apokrin menghasilkan produk kaya protein yang
bercampur dengan sebum dan bermuara ke folikel rambut. Produk kelenjar ini
awalnya tidak berbau, namun ketika aktivitas bakteri terlibat, menjadi berbau.

1.2 FISIOLOGI

FUNGSI KULIT
1. Proteksi
Kulit bekerja sebagai pelindung tubuh kita dari physical damage yang disebabkan oleh
dessication (kekeringan), physical stress,infeksi,overheating dan heat loss dan Radiasi UV
Skin barrier terdiri dari Stratum korneum dan juga tight junction. Skin barrier bekerja dalam
tiga cara, fisika,kimia dan biologis :

a. Fisika : stratum korneum melindungi dari kehilangan air yang berlebihan (inside-outside
barrier), karena stratum korneum tersusun dari korneosit dan lamella lipid yang
impermiabel terhadap air.
- Untuk menghindari dessication, sel-sel dari kelenjar sebasea akan memproduksi
sebum dna melepaskan sebum melalui folikel rambut yang nantinya akan membantu
agar kulit tetap waterproof dan mencegah dari kulit kering.
- Untuk melindungi dari radiasi UV, stratum korneum akan memantulkan dan
mengabsorbsi radiasi UV oleh asam urocanic dan molekul melanin untuk melindungi

13
DNA genomic dari sel. Sinar UV yang dipantulkan adalah UV A dan sebagian dari
UV B akan diabsorbsi untuk digunakan dalam proses sintesis vitamin D di kulit.
- Untuk melindungi dari heat and cold shock, kulit akan menjaga temperature tetap
konstan dengan cara regulasi dari aliran darah,produksi keringat, thermal storage di
lapisan lemak dan thermogenesis di brown fat cells.

b. Kimia : Antimicrobial peptides,lipid, pH asam dari stratum korneum (5,6-6,4), dan


desquamasi harian akan mengontrol microba di kulit dan akan menjaga kulit dari infeksi
oleh bakteri,yeast,fungi dan virus.

14
c. Biologis : Langerhans cell yang berfungsi sebagai APC (antigen presenting cell) atau
sebagai makrofag di kulit yang akan memfagosit pathogen yang masuk kedalam kulit.

2. Sensory

15
Sensory reseptor di kulit :
- Free nerve ending : untuk sensasi rasa sakit
- Hair receptor : untuk pergerakan rambut,dan sentuhan halus
- Merkel’s disc : untuk sentuhan ringan
- Pacinian corpuscle : untuk getaran dan deep pressure
- Ruffini endings : Untuk deep pressure dan suhu
- Meissner corpuscle : untuk sentuhan ringan

3. Thermoregulasi

16
Ketika suhu tubuh meningkat maka pembuluh darah di kulit akan mengalami vasodilatasi dan
kulit akan tampak memerah. Darah akan mengalami penurunan suhu melalui evaporasi
keringat,radiasi yang menginduksi penurunan suhu di permukaan kulit, serta penurunan dari
thermogenesis sehingga suhu tubuh akan menurun. Ketika tubuh kita kedinginan, kulit akan
berubah pucat akan pembuluh darah akan mengalami vasocontriksi untuk meminimalkan
kehilangan panas melalui radiasi. Sehingga kulit meregulasi aliran darah pada permukaan
kulit untuk menjaga homeostatis dari suhu tubuh.

4. Metabolic
Kulit berfungsi dalam sintesis vitamin D yang digunakan unutk metabolism kalsium dan
pembentukan tulang dengan dibantu oleh UV B yang diabsorbsi oleh kulit.

5. Pigmen untuk warna kulit


Warna kulit ditentukan oleh jumlah melanin yang ada didalam tubuh. Dimana melanin sendiri
dihasilkan oleh melanocytes yang berada di Stratum basal yang mempunyai juluran
sitoplasma yang sampai ke stratum spinosum dan mensekresikan melanin di ujung sitoplasma

17
18
1.3 CEBACIOUS GLAND

1.3.1 Anatomi
 Kelenjar sebasea terletak di dermis di sebagian besar tubuh, kecuali di thick skin
(telapak tangan dan kaki)
 Kelenjar sebasea juga bisa ditemukan di non-hairy sites (eyelids, nipples, sekitar
genitals, mucosa)
 Kelenjar sebasea ukurannya bervariasi, pada permukaan tubuh eksternal hanya
berukuran milimeter.
 Ukuran rata-ratanya sekitar 100 kelenjar/cm2 kulit, tapi kelenjar yang paling besar dan
padat terletak di hidung (1600 kelenjar/cm2) lalu di wajah dan kulit kepala naik
menjadi 400-900/cm2
 Kelenjar sebasea ini bercabang kelenjar acinar (berisi acini) yang bermuara ke bagian
atas folikel rambut
 Folikel rambut dan kelenjar sebasea membentuk unit pilosebaceous

19
1.3.2 Histologi

(a) Sekresi pilosebaceous unit menunjukkan acini yang mengandung sebocytes besar
(b) Kapsul kelenjar (c) sebocytes yg berdiferensiasi
 Kelenjar sebasea adalah struktur multilobular yang berasal dari epitel yang terdiri dari
acini yang terhubung ke saluran ekskresi umum, sebaceous duct (ductus
seboglandularis)
 Sebaceous duct dilapisi oleh keratinosit yang tidak berdiferensiasi dan berkaitan
dengan folikel rambut yang terdiri dari stratified squamous epithelium
 Perifer dari kelenjar sebasea adalah lapisan sel basal yang terdiri dari sebocytes kecil,
kuboid, bernukleat, dan sangat mitotic.
 Selnya kemudian maju ke arah tengah kelenjar dan mengakumulasi droplet lipid
sementara mereka berubah menjadi sel yang sangat terdiferensiasi dan penuh lipid
bernama sebocytes
 Produk utama sekretorinya disebut sebum, yang menutupi permukaan epidermis dan
batang rambut

1.3.3 Physiology

1.3.4 Holocrine secretion


Kelenjar sebasea mengeluarkan lipid dengan proses yang disebut holocrine secretion. Proses
ini terjadi dengan cara multi-step, mode lisosomal sel spesifik DNase2 yang dimediasi
kematian sel yang terprogram, yang berbeda dari apoptosis, necroptosis, dan kornifikasi.

20
Seiring sel-sel kelenjar sebasea bergerak ke pusat kelenjar, mereka mulai menghasilkan lipid
yang terakumulasi di droplets. Semakin dekat dengan saluran sebasea, mereka hancur dan
melepas ‘isi/konten’ mereka.

Hanya lipid yang netral yang dapat mencapai permukaan kulit, protein, asam nukleat, dan
membrane fosfolipid dicerna dan didaur ulang selama proses penghancuran sel. Sekresi
kelenjar sebasea dapat ditingkatkan dengan peningkatan tingkat diferensiasi terminal
sebocytes yang diinduksi.

1.3.5 Fungsi kelenjar sebasea

A. Embriologi, perkembangan, dan diferensiasi


- Pola ekspresi reseptor acethylcholine yang sangat kompleks
- Bertanggung jawab dalam organisasi lipid permukaan kulit 3D dan integritas skin
barrier
- Berpengaruh pada diferensiasi folikel
- Dll.
B. Aktivitas sintetis
- Produksi vernix caseosa
- Produksi sebum
- Ekspresi reseptor histamine-1 dan menghambat sintesis squalene oleh antihistamin
C. Proteksi
- Aktivitas fotoprotektif alami terhadap iradiasi UV B
- Thermoregulatory
- Penyembuhan luka
D. Transportasi
- Transport antioksidan dari dan ke permukaan kulit
- Sebum sebagai kendaraan fragrance
E. Inflamasi dan imunitas
- Direct pro- dan anti-inflammatory properties
- Memproduksi lipid pro-inflammatory dan anti-inflammatory
- Dll.

21
F. Endocrine properties
- Regulasi fungsi endokrin independen kulit
- Ekspresi semua enzim steroidogenik
- Regulasi sintesis androgen local
- Dll.

1.3.6 Sebum
 Sebum adalah campuran kompleks lipid yang mencakup: trigliserida, digliserida, FFA
(40-60%), wax esters (25-30%), squalene (12-15%), kolesterol ester (3-6%),
kolesterol (1.5-2,5%), dan yang dihidrolisis oleh enzim bakteri setelah sekresi
 Wax esters dan squalene membedakan sebum dari lipid organ dalam manusia, yang
tidak mengandung wax esters dan sedikit squalene
 Sekresi dari kelenjar sebasea akan sangat meningkat saat pubertas, perangsang
utamanya adalah testosterone pada laki-laki sedangkan pada perempuan adalah
ovarium dan adrenal androgen
 Sebum membantu menjaga stratum corneum dan batang rambut dan memberi sifat
anti-bakteri dan anti-jamur yang lemah

1. Lipid composition of sebum

22
Produksi sebum merupakan proses yang terjadi secara terus menerus, mekanisme yang
mendasarinya pun tidak sepenuhnya didefinisikan karena lipid sebasea merupakan struktur
yang kompleks dan unik.

Pola tidak jenuh asam lemak dalam trigliserida, wax esters, dan kolesterol ester juga
membedakan sebum manusia dari lipid organ lain. Pada kelenjar sebasea, pola yang dominan
adalah penyisipan ikatan ganda ∆6 ke dalam asam palmitik (16:0). Asam sapienat yang
dihasilkan (16:1∆6) adalah asam lemak utama sebum manusia dewasa. Pemanjangan rantai
oleh dua karbon dan penyisipan ikatan ganda lainnya juga turut memberi sebaleic acid
(18:2∆5,8), asam lemak yang dianggap unik untuk sebum manusia.

2. Function of sebum

Sebum pada manusia awalnya dianggap hanya menyebabkan jerawat, tapi kemudian sebum
disebut mengurangi water loss dari permukaan kulit dan berfungsi untuk menjaga kulit agar
tetap lembut dan halus.

Sebum juga terbukti berfungsi untuk mempertahankan hidrasi stratum corneum, dan juga
memiliki mild anti-bacterial action yang melindungi kulit dari infeksi bakteri dan jamur
karena mengandung lipid anti inflamasi dan immunoglobulin A, yang disekresi dari sebagian
besar kelenjar eksokrin.

Faktor yang mengatur ukuran kelenjar sebasea dan produksi sebum

Waktu transit rata-rata sel kelenjar sebasea dari pembentukan sampai pembuangan berjumlah
7,4 hari di kelenjar manusia, dengan 4~7 hari undifferentiated dan 14~25 hari differentiated
sel penghasil lipid.

Dalam satu unit kelenjar, acini bervariasi dalam diferensiasi dan kematangan. Sintesis lipid
yang ada dalam sel sebasea membutuhkan lebih dari 1 minggu. Ukuran kelenjar sebasea
meningkat seiring bertambahnya usia. Ukuran rata-rata naik dari 0.2 mm2 ± 0.5 mm2 to 0.4
mm2 ± 2.1 mm2

Kelenjar sebasea itu multifaksional, sehingga produksi sebumnya diatur oleh:

1. Androgens

23
Kelenjar sebasea membutuhkan stimulasi androgenic untuk menghasilkan sebum dalam
jumlah yang signifikan. Individu yang kekurangan genetic reseptor androgen (complete
androgen insensitivity), tidak mempunyai sekresi sebum dan tidak mengembangkan jerawat.
Meskipun penghasil androgen terbesar ada pada testosterone, kadarnya tidak akan setara
dengan aktivitas kelenjar sebasea.

Androgen adrenal yang lemah (DHEAS), merupakan regulator dari aktivitas kelenjar sebasea
melalui perubahannya ke testosterone dan dihydrotestosterone di kelenjar sebasea. Kadar
DHEA ini tinggi pada bayi baru lahir, sangat rendah pada anak-anak umur 2-4 tahun, dan
mulai meningkat ketika sekresi sebum meningkat. Penurunannya pun akan sejajar dengan
penurunan sekresi sebum.

DHEAS ada pada darah dalam konsentrasi tinggi, enzim yang diperlukan untuk mengubah
DHEAS menjadi androgen yang lebih ampuh ada di kelenjar sebasea (3β-hydroxysteroid
dehydrogenase, 17β-hydroxysteroid dehydrogenase, dan 5α-reductase).

2. Retinoids

Isotretinoin (13-cis-retinoic acid, 13-cis-RA) adalah inhibitor farmakologis paling ampuh dari
sekresi sebum. Pengurangan produksi sebum yang signifikan dapat diamati pada awal 2
minggu setelah penggunaan. Secara histologis, kelenjar sebasea berkurang ukurannya dan
sebocytes tampak tidak terdiferensiasi sehingga tidak memiliki akumulasi lipid

3. Peroxisome-proliferator-activated receptors

PPARs adalah anggota keluarga reseptor hormone nuklir yg berperan sebagai regulator
transkripsi dari berbagai gen, termasuk yang terlibat dalam metabolisme lipid dalam jaringan
adipose, hati, dan kulit. Masing-masing reseptornya membentuk heterodimer dengan reseptor
retinoid X untuk meregulasi transkripsi gen yang terlibat dalam berbagai proses, seperti
metabolisme lipid dan proliferasi sel dan diferensiasi.

PPARα, δ, dan γ receptor subtypes telah terdeteksi ada dalam sel kelenjar sebasea.

PPAR-α agonis dan PPAR-γ antagonis dapat mengurangi sintesis lipid sebasea dan mungkin
berguna dalam pengobatan jerawat. Sedangkan agonis PPAR-γ mungkin bermanfaat dalam
penuaan kulit, PPAR-δ agonis mungkin terlibat dalam tumorigenesis sebasea.

4. LXR

24
LXRs juga termasuk ke dalam keluarga reseptor hormone nuklir yang berperan penting
dalam homeostasis kolesterol dan metabolism lipid. Treatment sel kelenjar sebasea dengan
LXR ligands TO901317 atau 22(R)- hydroxycholesterol akan meningkatkan akumulasi
droplet lipid.

5. FoXO1

FoxO1 diekspresikan dalam sebagian besar sel metabolisme lipid, yang termasuk prostat,
liver, jaringan lemak, dan kulit. Sel kelenjar manusia juga mengekspresikan FoxO1. Jerawat
dan peningkatan lipogenesis sebasea dikaitkan dengan kekurangan nuklir relative dari FoxO1
yang disebabkan oleh peningkatan hormone pertumbuhan.

6. Structural proteins

Selama sebogenesis, lipid disimpan dalam droplet lipid. Droplet lipid dibatasi oleh membrane
yang berisi fosfolipid dan banyak protein dan enzim. Protein membrannya adalah keluarga
perilipin (PLIN), yang memiliki sifat structural dan regulatory. PLIN2 yang merupakan
bentuk utamanya diekspresikan selama proses diferensiasi, mengatur ukuran kelenjar in vivo
dan mengatur akumulasi lipid sebasea

1.4 SWEAT GLAND

1.4.1 KELENJAR EKRIN & APOKRIN


1. Kelenjar keringat berkembang selama invaginasi epidermis tertanam di dermi. Ada dua jenis
kelenjar keringat, ekrin dan apokrin, dengan fungsi, distribusi, dan detail struktural yang
berbeda.

2. Komponen sekretori dan saluran kelenjar keringat ekrin melingkar dan memiliki lumens
kecil. Bagian sekretori umumnya lebih pucat daripada duktus dan memiliki epitel stratified
cuboidal dengan tiga jenis sel:

3. Kelenjar apokrin hanya terdapat pada kulit daerah tertentu, misalnya areola mamma, ketiak,
sekitar dubur, kelopak mata, dan labium mayus.

1. Pale-staining clear cells menghasilkan keringat, memiliki mitokondria dan mikrovili yang
melimpah untuk menyediakan area permukaan yang luas. Cairan interstisial dari dermis kaya
kapiler di sekitar kelenjar diangkut melalui sel clear, baik langsung ke dalam lumen kelenjar
atau ke kanalikuli antar sel yang membuka ke lumen.

25
2. Dark cells berisi strongly eosinophilic granules melapisi sebagian besar lumen dan tidak
menyentuh lamina basal. Granules menjalani sekresi merokrin untuk melepaskan campuran
glikoprotein yang kurang dipahami dengan aktivitas bakterisidal.
3. Myoepithelial cells pada lamina basal berkontraksi untuk memindahkan sekresi encer ke
dalam duktus.

Kelenjar keringat terletak di dermis. Terdapat 2 jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin dan
apokrin.

a. Secara histologis, kelenjar ekrin memiliki lumens kecil di komponen sekretori (S) dan saluran
(D), keduanya memiliki tampilan stratified cuboidal yang tidak teratur. Baik sel clear
maupun asidofilik terlihat pada stratified cuboidal berlapis pada unit sekretori.

b. Kelenjar keringat apokrin, yang menghasilkan lebih banyak sekresi kaya protein dengan sifat
feromon, dicirikan oleh bagian sekretori (S) dengan lumen yang jauh lebih besar daripada
yang ada di kelenjar ekrin. Duktusnya (D) terbuka ke folikel rambut (H) bukan ke permukaan
epidermis. Keduanya X200. Trikrom Mallory.

 Kelenjar Ekrin

Kelenjar ekrin tersebar luas di kulit, terbanyak adalah pada kulit plantar pedis. Berkeringat
merupakan respon fisiologis terhadap peningkatan temperature tubuh. Bagian sekretori dan
duktus kelenjar ekrin berbentuk melingkar dan memiliki lumen yang kecil. Bagian sekretori
terdiri dari epitel kuboid berlapis dengan tiga tipe sel, clear cell (produksi keringat), dark cell
(glikoprotein dengan efek bakterisidal), dan myoepithelial cell (berkontraksi untuk menggerakan
sekret ke duktus). Keringat keluar melalui lubang keringat di permukaan kulit. Selain berperan
dalam termoregulasi, kelenjar ini juga berperan dalam ekskresi.

 Kelenjar Apokrin

26
Kelenjar apokrin terletak terutama pada kulit di area aksila dan perineal. Kelenjar ini
menyelesaikan perkembangannya dan mulai berfungsi setelah pubertas dengan dipengaruhi
oleh sex hormones. Lumen bagian sekretori kelenjar apokrin lebih besar daripada kelenjar ekrin
yang terdiri dari myoepithelial cell dan simple epithelium. Kelenjar apokrin menghasilkan produk
kaya protein yang bercampur dengan sebum dan bermuara ke folikel rambut. Produk kelenjar ini
awalnya tidak berbau, namun Ketika aktivitas bakteri terlibat, menjadi berbau.

1.4.2 ANATOMY AND FUNCTION OF THE ECCRINE SWEAT GLANDS

Dua segmen berbeda, sekretori coil (tubulus) dan duktus, membentuk kelenjar keringat ekrin.
Kumparan sekretori mengeluarkan larutan elektrolit encer yang steril dengan komponen utama
bikarbonat, kalium, natrium klorida (NaCl), dan komponen kecil lainnya seperti glukosa, piruvat,
laktat, sitokin, imunoglobulin, peptida antimikroba (misalnya, dermcidin, 79 β- defensin, 80
cathelicidines81).

1.4.3 Secretory Coil


Secretory Coil mengandung tiga jenis sel yang berbeda: (1) clear (sekretori), (2) dark (mukoid),
dan (3) mioepitel. Sel clear dan dark terjadi dalam jumlah yang kira-kira sama tetapi distribusinya
berbeda. Meskipun sel-sel dark berbatasan dengan permukaan apikal (luminal), sel-sel clear
bertumpu langsung pada membran basal atau pada sel-sel mioepitel. Sel clear langsung
mengakses lumen dengan membentuk kanalikuli antar sel (Gambar 6-7).

1.4.4 Duct

Duktus kelenjar keringat ekrin terdiri dari cincin luar sel perifer atau basal dan cincin dalam sel
luminal atau kutikula. Tampaknya saluran proksimal (melingkar) secara fungsional lebih aktif

27
daripada bagian lurus distal dalam memompa Na + untuk reabsorpsi Na + duktal karena aktivitas
Na +, K + -adenosine triphosphatase (ATPase) dan jumlah mitokondria lebih tinggi di bagian
proksimal (Gbr. 6-8).

1.4.5 COMPOSITION OF HUMAN ECCRINE SWEAT


INORGANIC IONS:

Keringat dibentuk dalam dua langkah: (1) sekresi cairan primer yang mengandung konsentrasi NaCl
hampir isotonik oleh koil sekretori dan (2) reabsorpsi NaCl dari cairan primer melalui saluran.
Meskipun sejumlah faktor mempengaruhi absorpsi NaCl duktal, laju keringat (dan waktu transit
keringat) memiliki pengaruh paling penting pada konsentrasi NaCl akhir.

28
LACTATE:

Konsentrasi laktat dalam keringat biasanya bergantung pada laju keringat. Pada tingkat keringat
rendah, konsentrasi laktat mencapai 30 hingga 40 mM, tetapi dengan cepat turun ke dataran tinggi
sekitar 10 hingga 15 mM seiring dengan peningkatan laju keringat. Sementara aklimatisasi diketahui
dapat menurunkan konsentrasi laktat keringat, oklusi arteri dengan cepat meningkatkan konsentrasi
NaCl dan laktat keringat dan mengurangi laju keringat. Laktat keringat mungkin dihasilkan oleh
glikolisis glukosa oleh sel-sel sekretori.

UREA

Urea dalam keringat sebagian besar berasal dari urea serum. Kandungan urea keringat biasanya
dinyatakan sebagai rasio keringat-plasma (S / P urea). S / P urea tinggi (2 hingga 4) pada kisaran laju
keringat rendah tetapi mendekati dataran tinggi pada 1,2 hingga 1,5 saat laju keringat meningkat.

Ammonia dan amino acid:

Amonia dan Asam Amino: Konsentrasi amonia dalam keringat adalah 0,5 hingga 8 mM, yang 20
hingga 50 kali lebih tinggi dari tingkat amonia plasma. Konsentrasi amonia keringat berbanding
terbalik dengan laju keringat dan pH keringat. Asam amino bebas terdapat dalam keringat manusia,
meskipun tidak jelas berapa proporsi asam amino terukur yang berasal dari kontaminasi epidermis.

Protein including proteases:

Konsentrasi protein keringat pada keringat yang paling sedikit terkontaminasi dan diinduksi secara
termal adalah sekitar 20 mg / dL, dengan porsi utama adalah protein dengan berat molekul rendah
(yaitu, berat molekul <10.000). Yokozeki dan rekan kerja juga melaporkan adanya proteinase sistein
dan inhibitor endogennya dalam keringat dan kelenjar keringat. Dermcidin adalah peptida
antimikroba yang diproduksi dan disekresikan dalam keringat. Senyawa organik lain yang dilaporkan
terdapat dalam keringat termasuk histamin, prostaglandin, dan zat mirip vitamin K. Keringat juga
mengandung jejak piruvat dan glukosa. Glukosa keringat meningkat bersamaan dengan peningkatan
kadar glukosa plasma. Beberapa obat yang tertelan secara oral, termasuk griseofulvin, ketoconazole,
amfetamin, dan berbagai agen kemoterapi, disekresikan dalam keringat.

1.4.6 MECHANISMS OF SWEAT SECRETION

1. Beberapa proses sekuensial yang berbeda menyebabkan produksi keringat kelenjar


ekrin: (1) stimulasi kelenjar keringat ekrin oleh ACh melalui peningkatan Ca2 +
intraseluler; (2) Ca2 + -stimulasi kehilangan seluler K +, Cl-, dan H2O, yang menyebabkan
penyusutan sel kelenjar eccrine; dan (3) fluks transeluler plus paraseluler yang
teraktivasi volume dari Na +, Cl−, dan H2O, yang menyebabkan fluks bersih larutan NaCl
yang sebagian besar isotonik ke dalam lumen kelenjar.
2. Berkeringat awalnya dirangsang ketika ACh dilepaskan dari ujung saraf kolinergik
periglandular sebagai respons terhadap rangsangan termal atau emosional. ACh
berikatan dengan reseptor kolinergik pada membran plasma sel clear, merangsang
pelepasan dan pemasukan Ca2 + intraseluler, dan meningkatkan konsentrasi Ca2 +
sitosol. Peningkatan Ca2 + itraseluler, pada gilirannya, membuka saluran Ca2 + -sensitif
Cl− dan K + dalam membran basolateral sel yang jelas, yang memungkinkan Cl− dan K +

29
untuk keluar. Karena H2O mengikuti K + dan Cl-, untuk mempertahankan iso-osmolaritas
sel, sel menyusut.

PERBEDAAN

Kelenjar minyak adalah kelenjar yang terdapat diseluruh permukaan kulit manusia kecuali telapak
tangan dan telapak kaki. Kelenjar minyak banyak terdapat pada wajah, dada, punggung, lengan, dan
kaki. Kelenjar minyak menghasilkan sebum yang berisi asam lemak bebas, skualen, wax ester.

Kelenjar keringat berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh, membuang racun dalam tubuh,
melumasi kulit. Keringat umumnya mengandung air dan garam. Sehingga untuk membedakan antara
keringat dan minyak dapat diketahui dari komposisi yang terkandung didalamnya. Minyak yang
dihasilkan oleh tubuh umumnya sedikit lengket dan wajah terkadang terlihat berkilau, sedangkan
keringat tidak.

Kelenjar sebasea (kelenjar minyak)

Kelenjar yang menghasilkan sebum. Sebum ini memiliki komponen antimikroba

Kelenjar Keringat

Kelenjar keringat merupakan kelenjar yang menghasilkan keringat. Memiliki dua tipe, kelenjar ekrin
yang terletak hampir di seluruh permukaan kulit dan kelenjar apokrin yang terletak di kulit aksila
dan perineal.

30
1.5 SKIN LESIONS

Merupakan kelainan kulit yang dimana pada bagian tertentu pada kulit berbeda dengan
bagian yang lainnya. Biasanya dapat terlihat dengan mata telanjang maupun perabaan.
Area abnormal jaringan di dalam atau di luar tubuh yang mungkin menjadi lebih besar atau
mengubah penampilan, dan mungkin atau mungkin tidak bersifat kanker.

Efloresensi
Efloresensi merupakan kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang (secara
subjektif), dan perlu dapat diperiksa dengan perabaan.

1.5.1 KARAKTERISTIK
1. Distribusi. Distribusi dari Skin Lesions ditentukan oleh:
• Anatomical Factors
• Suplai darah (e.g. venous eczema, livedo reticularis).
• Skin Appendages (e.g. acne, hidradenitis).
• Tipe kulit (e.g. erupsi dapat terlokalisasi pada kulit glabrous (tak memiliki
rambut/bersidik) dari palmar dan telapak kaki).
• Neural (e.g. herpes zoster)
• Pembentukan atau embrional (e.g. kelainan yang mengikuti lines of Blaschko)
• Lainnya (e.g. Polychondritis)

• External Factors
• Exposur Matahari, (e.g. photosensitivity disorders, squamous cell carcinoma).
• Exposur Kimiawi, (e.g. contact dermatitis)
• Infeksi

2. Distribusi
• Simetrikal. E.g. Atopic Eczema, Syringomas
• Asimetrikal. E.g. Cutaneous lymphoma
31
• Flexural, e.g. Flexural dan benign familial pemphigus
• Photo-Distributed. E.g. dermatoses yang disebabkan karena paparan cahaya
(e.g. bald scalp)
• Airborne, e.g. alergi kulit terhadap allergen
• Dermatomal, dapat disebabkan karena adanya distribusi dari sensory
neurological drmatomes (e.g. Pyoderma Gangrenosum)
• Blashkoid, distribusinya tidak mengikuti garis sesuai distribusi struktur seperti
saraf, pembuluh darah/limfatik (e.g. hypomelanosis of Ito, lichen planus)

1. Pola & Susunan


• Agminate. Berkumpul (e.g. Acme Agminata, Agminate Naevi)


• Group/Clustered. Berkumpul tetapi untuk penyakit infeksi, gigitan tungau dan
lesi endogen


• Satellite. Terdiri dari cluster-cluster lesi yang mengelilingi lesi central yang
lebih besar

32

• Confluent. Lesi saling bergabung bersama secara local atau tersebar.


Scattered, disseminated, dan exanthematous

Spared. Polanya berjauh-jauhan

33
• Erythoderma. Polanya kemerahan dengan sisik

• Discoid (pipih/nummular). Berbentuk oval/bulat seperti koin

• Pelatoid. Merupakan discoid yang telah bergabung

34
• Arcuate. Lingkaran tidak sempurna

• Annular. Lingkaran terbuka dengan central kulit yang berbeda-beda

35
• Polycyclic. Lingkaran yang telah bergabung

• Livedo. Berpola criss-cross atau bersilang

• Reticulate. Seperti pola fine lace-like

36
• Target. Terdiri dari beberapa cincin concentric

• Stellate. Berbentuk bintang

37
• Digitate. Berbentuk seperti jari

• Linear. Berbentuk garis lurus

• Serpiginous. Seperti ular

38
• Whorled. Berpola memutar

Jumlah
Soliter

39
Multiple

1. Ukuran
• Miliar : Sebesar kepala jarum pentol
• Lentikuler : Sebesar biji jagung
• Gutata : Sebesar tetesan air
• Numular : Sebesar uang koin/logam
• Plakat: Sebesar telapak tangan orang dewasa
2. Batas
• Sirkumskrip. Batas tegas & Perbedaan lesi dan kulit terlihat sangat jelas
• Difus. Batas tidak tegas & Perbedaan lesi dan kulit tidak terlihat jelas
3. Warna
• Warna kulit ditentukan oleh melanin, oxyhemoglobin, reduced hemoglobin,
lipid, dan carotene. Komponen itu tak hanya menentukan warnanya saja.
Tetapi juga menentuka kedalaman dari lapisan kulit, ketebalan epidermis, dan
hidrasi kulit. Perubahan warna pada kulit bisa menjadi pertanda adanya suatu
penyakit pada kulit tersebut (e.g. hiperpigmentasi)

40
1. Evolusi & Involusi
• Evolusi. Lesi kulit dapat berevolusi baik dari segi ukuran (kecil  besar) dan
jumlahnya (sedikit  banyak)
• Involusi. Lesi kulit juga dapat hilang secara keseluruhan ataupun
meninggalkan residu berupa pigmentasi atau bekas luka
2. Tekstur
 Simple. Mengetahui tekstur umum
 Blunt. Identifikasi dermal defect yang terjadi pada anetoderma
 Linear/Shearing. Mengetahui dermografi kulit atau tanda Bikulsky pada Pemphigus
 Squeezing atau Pinching. Mengetahui lokalisasi atau konsistensi dari lesi
 Stretching. Dapat membuat lesi vascular memucat dan dapat membantu
memvisualisasi lesi
 Rubbing. Dapat menghasilkan suatu zat kimiawi

41
 Scratching and Picking. Biasanya dipakai pada identifikasi psoriasis yang dimana
akan terjadi perubahan warna.

1.5.2 KLASIFIKASI
Primary Lesions
Merupakan lesi yang berasal dari kulit yang sehat dan secara langsung berasosiasi dengan
penyebab yang spesifik.
Secondary Lesions
Merupakan lesi primer yang mengalami evolusi, yang disebabkan baik dari manipulasi
traumatik ataupun pengobatan/progresi dari lesi.

Primary Morphology
Morfologi primer menggambarkan 3 karakteristik lesional: ukuran, topografi, dan karakter
isi.
Morfologi primer harus menjadi "kata benda" yang dijelaskan oleh semua "kata sifat"
lainnya (seperti warna, bentuk, ukuran, tekstur).
• Makula & Patch masuk kepada yg “tidak teraba”/”not palpable” (hanya berubah
warna).
• Papula & Plaque adalah lesi yang timbul atau tertekan yang “teraba”/”palpable”.

42
FLAT (not-palpable)
1. Primary Lesions

43
PAPULE BISA BERVARIASI DALAM BENTUK
1. tajam (runcing) (seperti pada miliaria rubra)
2. diatasi dengan skala (seperti pada sifilis sekunder)
3. berbentuk kubah / dengan pusar sentral (seperti pada moluskum kontagiosum)
4. bagian atasnya rata (seperti pada lichen planus)

44
5. papula bundar
6. papula bertangkai

1.5.3 Mekanisme Papula

45
46
47
48
1. Secondary Lesions

49
50
51
52
Tersier Morphology
Flat
1. Petechiae

 
Ruam atau bintik-bintik kecil merah atau ungu pada kulit. 
Terjadi ketika pecahnya pembuluh darah kecil pada kulit
Berdiameter < 0,5cm

53
2.Purpura

 
Daerah bintik merah yang berdiameter > 0,5cm
Terjadi karena peradangan dan perdarahan pada pembuluh darah kecil di kulit, sendi, usus
dan ginjal.

Raised
1.Komedo 
Plug dari sebbacious dan keratin yang bersarang di folikel rambut

Comedo (jamak comedone) :


Sumbatan keratin dan sebum di lubang pilosebasea yang melebar.

a. Komedo tertutup atau whitehead

Nodul padat keputihan yang menyerupai milium, umumnya berdiameter 1-2 mm. Pori-
porinya kecil dan umumnya tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.

Komedo tertutup tampak berwarna krem hingga putih, sedikit meninggi, papula kecil dan
tidak memiliki lubang yang terlihat secara klinis

54
b. Blackhead atau komedo terbuka
Dilatasi orifisium oleh tonjolan material berpigmen gelap menandai dimulainya komedo. Ia
bisa mencapai diameter lima milimeter, terkadang bahkan lebih besar.
Muncul sebagai lesi datar atau sedikit terangkat dengan pusat impaksi keratin dan lipid pada
folikel berwarna gelap. Gelap karena oksidasi.

2. Burrow

 
Saluran sempit yang menonjol tidak beraturan disebabkan oleh parasit

55
1.6 ACNE VULGARIS

1.6.1 Definisi

Akne adalah penyakit peradangan kronis pada folikel polisebasea, ditandai dengan
adanya lesi polimorfik berupa komedo, papul, pustul, nodus, dan kista di tempat predileksi.

Sinonim untuk penyakit ini adalah jerawat. Kadang-kadang terdapat rasa gatal ringan.
Akne yang sembuh dapat meninggalkan sekuele berupa makula hiper / hipopigmentasi atau
jaringan parut hiper/hipotrofi.

Sebagian besar kasus acne muncul dengan lesi pleomorfik, terdiri dari komedo,
papula, pus, dan nodul dengan tingkat dan tingkat keparahan yang berbeda-beda.

Meskipun perjalanan jerawat mungkin terbatas pada sebagian besar pasien, gejala sisa
bisa seumur hidup, dengan pembentukan bekas luka dan gangguan psikologis, terutama pada
orang muda.

1.6.2 Etiologi

Akne diinduksi dengan peningkatan produksi sebum, perubahan pola keratinisasi,


peradangan, dan kolonisasi dari bakteri Propionibacterium acnes.

Berbagai faktor yang menimbulkan akne vulgaris adalah sebagai berikut:

 Perubahan pola keratinisasi pada folikel pilosebasea dari longgar menjadi padat,
menyebabkan keratin sulit lepas dari muara folikel tersebut;

 Peningkatan produksi sebum membuat peningkatan faktor komedogenik dan


intlamatogenik;

 Adanya fraksi asam lemak bebas menyebabkan intlamasi folikel dalam sebum;

 Peningkatan jumlah bakteri seperti Propionibacterium aknes, berperan dalam aktivasi


kemotaktan intlamasi dan pembentukan enzim lipolitik;

 Peningkatan hormon androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin, dan ACTH


yang berpengaruh dalam aktivitas kelenjar sebasea;

56
 Stres psikis;

Penyakit inflamasi yang kompleks dan multifaktorial.

Empat faktor telah diidentifikasi.


1.hiperproliferasi epidermal folikel
2.produksi sebum
3.propionibacterium acnes
4.inflamasi dan respon imun

Masing-masing proses ini saling terkait dan di bawah pengaruh hormonal dan kekebalan.

 Hiperproliferasi epidermal folikel menghasilkan pembentukan mikrocomedo. Epitel


folikel rambut bagian atas, menjadi hiperkeratotik dengan peningkatan kohesi
keratinosit, mengakibatkan obstruksi ostium folikel, di mana keratin,sebum, dan
bakteri mulai menumpuk di folikel dan menyebabkan pelebaran bagian atas. folikel
rambut, menghasilkan mikrocomedo.
 Beberapa faktor yang diajukan dalam hiperproliferasi keratinosit termasuk stimulasi
androgen, penurunan asam linoleat, peningkatan aktivitas IL-1-α, dan efek P. acnes.
 DHT dapat merangsang proliferasi keratinosit folikel.
 Proliferasi keratinosit folikel juga diatur oleh asam linoleat, asam lemak esensial di
kulit.
 Komponen utama sebum , trigliserida, penting dalam patogenesis akne.
 Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh P. acnes, flora normal dari unit
pilosebasea

57
 Sebagai imbalannya, asam lemak mempromosikan kolonisasi P. acnes dan induksi
inflamasi. Lipoperoksida juga ditemukan dalam sebum menginduksi sitokin
proinflamasi dan mengaktifkan jalur peroksisom proliferator-activated receptors
(PPAR), mengakibatkan peningkatan sebum.
 Hormon androgenik mengaktifkan proliferasi dan diferensiasi sebosit serta
menginduksi produksi sebum
 Mikromedo berkembang,akhirnya distensi menyebabkan pecahnya dinding folikel.
Setelah komedo pecah, neutrofil menjadi tipe sel utama yang mengelilingi
mikrokomedo yang pecah
 P. acnes adalah bakteri gram positif, anaerobik, mikroaerofilik yang ditemukan di
folikel sebasea dan merupakan penghuni bakteri dominan dari kelenjar sebaceous
manusia,
 P. acnes umumnya diyakini memainkan peran utama dalam patogenesis akne vulgaris,
sebagian dengan memunculkan respon inflamasi host. S. epidermidis juga terdapat di
folikel tetapi terletak di dekat permukaan, tidak berkontribusi pada inflamasi.
 Strain P.acne,filotipe IB-1 dikaitkan dengan jerawat,Diferensiasi sebosit dan sitokin
proinflamasi dan respon kemokin bervariasi tergantung pada strain P. acnes yang
mendominasi dalam folikel.

1.6.3 Epidemiologi

 Umumnya insidens terjadi pada wanita usia 14-17 tahun, pria 16-19 tahun.
 Jerawat adalah salah satu dari tiga penyakit kulit paling umum, terutama pada remaja
dan dewasa muda, di mana prevalensinya diperkirakan mencapai 85% (usia 12-25
tahun) .
 Sebagai salah satu dari 10 penyakit global paling umum.
 Penyakit paling penting ketiga yang ditentukan oleh beban penyakit global.
 Pasien jerawat melaporkan Indeks Kualitas Hidup Dermatologi (DLQI) skor 11,9,
dianggap lebih merugikan kualitas hidup dibandingkan psoriasis (DLQI = 8,8).
 Tingkat prevalensi pada orang dewasa telah dilaporkan setinggi 64% di usia 20-an
dan 43% di usia 30-an.Setelah usia 50 tahun, 15% wanita dan 7% pria dilaporkan
memiliki jerawat.

58
 Riwayat keluarga tentang jerawat telah dilaporkan pada 62,9% menjadi 78%
pasien.Mereka yang memiliki riwayat keluarga cenderung berjenis kelamin laki-laki
dan memiliki onset jerawat yang lebih awal, keterlibatan kronis, dan jaringan parut.

 Beberapa penelitian kembar telah dilakukan. , menemukan bahwa 81% variasi jerawat
disebabkan oleh faktor genetik yang bertentangan dengan 19% faktor lingkungan dan
sebanyak 98% kembar monozigot memiliki jerawat dibandingkan 55% kembar
dizygotik.

 Laki-laki cenderung memiliki jerawat yang lebih parah, dan jerawat nodulocystic
telah dilaporkan lebih sering terjadi pada laki-laki kulit putih daripada laki-laki kulit
hitam.

 Jerawat juga tampaknya lebih parah pada pasien dengan genotipe XYY.

Varian genetik yang terkait dengan akne pada tumor necrosis factor-a (TNF-a), tumor
necrosis factor receptor 2 (TNFR2), 14 interleukin-1A (IL1A), 15,16 sitokrom P450, family
17 (CYP17), 17 Toll-like receptor 2 (TLR2), 14 dan Toll-like receptor 4 (TLR4) . Studi
asosiasi genome (GWASs) 19 juga telah dilaporkan pada kondisi kulit yang umum ini.

Menariknya, ada dua populasi asli yang telah dijelaskan — satu di Papua Nugini dan
yang lainnya di Paraguay — yang tidak mengembangkan jerawat

Faktor lingkungan mungkin juga berperan karena kelompok-kelompok ini memiliki


tidak terkena diet kebarat-baratan.

1.6.4 Faktor risiko

• usia remaja,

• stress emosional,

• siklus menstruasi,

• merokok,

• ras,

• riwayat akne dalam keluarga,

• banyak makan makanan berlemak dan tinggi karbohidrat.


59
• Pola makan dan jenis makanan

• Aktivitas hormonal

1.6.5Klasifikasi

Klasifikasi Akne menurut Lehman DKK :

Total
Komedo Pustul Kista
Lesi

Ringan < 20 < 15 0 < 30


atau atau atau
30
Sedang 20 – 100 15 – 50 <5
-125

Berat > 100 > 50 >5 > 125

1.6.6 Manifestasi klinis

Tempat predileksi untuk akne vulgaris adalah wajah, bahu, dada bagian atas, dan punggung
bagian atas. Dapat juga ditemukan di leher, lengan atas, dan glutea. Erupsi polimorfik, mulai
dari komedo, papul, dan pustul yang tidak meradang, hingga nodus dan kista yang meradang.

Gejala patognomonik = komedo (papul miliar yang di tengahnya mengandung sumbatan


sebum). Bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut komedo terbuka,
sedangkan bila berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung
unsur melanin disebut komedo tertutup.

a. CUTANEOUS FINDINGS
Tempat utama jerawat adalah wajah dan pada
tingkat yang lebih rendah seperti di punggung,
dada, dan bahu. Di batang tubuh, lesi
cenderung terkonsentrasi di dekat garis tengah.

60
Ditandai dengan beberapa jenis lesi: komedo noninflamasi (terbuka atau tertutup) dan
lesi inflamasi (papula merah, pustula, atau nodul)
Komedo tertutup (komedo putih) tampak seperti krim hingga putih, sedikit meninggi,
papula kecil dan tidak memiliki lubang yang terlihat secara klinis (Gbr. 78-1A).
Komedo terbuka dikenal sebagai "komedo" (Gbr. 78-1B). Komedo terbuka muncul
sebagai lesi datar atau sedikit terangkat dengan impaksi folikel berwarna gelap dari
pusat keratin dan lipid. Gelap karena oksidasi (Gbr. 78-2).
Stretching, pencahayaan samping, atau palpasi kulit dapat membantu mendeteksi lesi.

1. Lesi inflamasi bervariasi dari papula eritema kecil hingga pustula dan nodul besar,
lunak, berfluktuasi (lihat Gambar 78-1C dan 78-1D dan Gambar 78-2-78-4). Beberapa
nodul besar sebelumnya disebut "kista", dan istilah nodulocystic telah digunakan
untuk menggambarkan kasus peradangan jerawat yang parah.
2. Kista sejati jarang ditemukan pada jerawat; istilah ini harus ditinggalkan dan diganti
dengan akne nodular parah (lihat Gambar 78-1D dan 78-4).
3. Evolusi lesi jerawat tidak jelas. Meskipun sebagian besar lesi inflamasi tampaknya
berasal dari komedo (54%), sejumlah besar lesi inflamasi (26%) muncul dari kulit
normal yang tidak terlibat.
4. Mekanisme yang terlibat dalam evolusi lesi inflamasi masih belum jelas, tetapi
inflamasi dianggap memainkan peran apakah lesi tampak sebagai papula, pustula,
atau nodul tergantung pada luas dan lokasi infiltrat inflamasi di dermis. 

b. NONCUTANEOUS FINDINGS
Jerawat vulgaris biasanya merupakan temuan kulit yang terisolasi. Namun, ini bisa
menjadi bagian dari beberapa sindrom, termasuk yang berhubungan dengan
hiperandrogenisme dan keadaan inflamasi .

Tingkat keparahan :

1) Mild
 Daerah kemunculannya kurang dari
setengah wajah, biasanya pada T-
zone. Tidak ada nodul yang muncul.
 >10 terdiri dari komedo terbuka dan
tertutup atau white dan blackheads.

61
2) Moderate
 10-40 terdiri dari papula eritema dan
pustule
 Lebih dari separuh wajah mengalami
peningkatan jumlah lesi, biasanya
campuran lesi terlihat: papula, pustula,
dan komedo. 2
 Nodul yang jarang dan terbatas
mungkin ada.
 Keterlibatan dada dan punggung juga mungkin sedikit terpengaruh.
 Jaringan parut dan perubahan pasca inflamasi mungkin merupakan gejala sisa.

3) Severe
 40-100 terdiri dari papula,pustule, nodul, berukuran
lebih besar
 Banyak pustula dan lesi nodular bercampur dengan
komedo dan papula yang lebih kecil menutupi seluruh
wajah.
 Nodul dalam dan mudah pecah yang bergabung
menjadi pseudokista di acne conglobata.
 Keterlibatan dada dan punggung bisa luas dan parah.

Jaringan parut adalah komplikasi umum pada jerawat yang parah.


1.6. 7 PATHOGENESIS ACNE VULGARIS

Acne Vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kulit kompleks dan multifaktorial. Perlu
diketahui bahwa pembentukan AV ini secara umum disebabkan oleh pembentukan

62
Microcomedo, yang dimana terjadi penumpukan Sebum, keratin, dan bakteri pada folikel
kulit. Faktor yang telah teridentifikasi menjadi penyebab dari AV ialah:

1. Meningkatnya produksi sebum. Meningkatnya produksi sebum dipengaruhi oleh


meningkatnya hormon androgen yang bersikulasi dalam tubuh yang berakibat pada
peningkatan Dehydrotestosterone (DHT). Pembentukan dari DHT berasal dari
kelenjar adrenal yang diregulasi dari pengeluaran ACTH yang diproduksi di kelenjar
hipofisis. ACTH diregulasi oleh stress, ritme circadian, dan kandungan hormon-
hormon adrenal. ACTH tadi akan menginisiasi proses metabolisme steroid, yang
dimana steroid sendiri merupakan prekursor dari androgen dan DHT. Steroid tadi
nantinya akan diubah menjadi 17-dehidropregnenolone dan menjadi
Dehydroepiandrosterone kemudian Dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S).
DHEA-S akan diubah menjadi androstenedione oleh 3-beta hydroxysteroid
dehydrogenase (HSD). Androstenedione menjadi testosterone oleh 17-beta
hydroxysteroid dehydrogenase (HSD). Testosterone menjadi DHT oleh 5-alpha
reductase enzyme. Androgen dan DHT akan mengaktivasi proliferasi dan differensiasi
dari sebocyte sehingga sebum banyak diproduksi.
2. Hiperproliferasi dari Epidermal Folikel. Hiperproliferasi dari folikel epidermis
dapat disebabkan karena meningkatnya kadar hormon androgen, menurunnya Asam
Linoleic (asam lemak esensial yang ada di kulit), kebutuhan dalam meningkatkan
produksi sebum, dan mediator inflamasi (e.g. IL-1). Penyebab tadi akan
mengakibatkan hiperkeratinisasi baik dari folikel rambut maupun sel-sel keratinosit
yang ada pada kulit dan juga dengan bantuan peningkatan bakteri Propionibacterium
Acnes akan meningkatkan kerekatan korneosit sehingga memadat.
3. Bakteri Propionibacterium acnes. Bakteri gram-positif, anaerob, dan
microaerophilic yang berhabitat pada kulit ini, dapat memecah TAG (bahan baku
utama sebum) menjadi asam lemak bebas yang dimana TAG dan sel-sel folikel kulit
itu pula menjadi makanan utama dari bakteri tersebut. Ketika produksi sebum menjadi
berlebih maka koloni bakteri juga akan semakin banyak, sehingga dapat
menyebabkan respon inflamasi.
4. Respon inflamasi dan imun. Infeksi dari bakteri P. acnes dapat mengaktivasi
mediator pro-inflamasi (e.g Interleukin, Cytokine, TNF-alpha, dll.) serta mengaktivasi
sistem imun (e.g. T Helper Cells, makrofag, monosit, dll.). Respon inflamasi dan

63
imun dapat juga membuat folikel dari kelenjar sebaceous maupun rambut mengalami
disrupsi dan pembentukan nanah sehingga dapat membentuk lesi inflamasi.

64
1.6.8 PATHOPHYSIOLOGY ACNE VULGARIS

Menumpuknya microcomedo secara berkepanjangan dapat membentuk Comedo yang bersifat


lesi non-inflamasi. Comedo sendiri memiliki 2 jenis:

1. Whitehead (Closed) Comedo. Akumulasi comedo terjadi pada folikel bagian dalam
sehingga tidak dapat mencapai luar folikel dan dapat menyumbat folikel
2. Blackhead (Open) Comedo. Akumulasi comedo dengan ciri-ciri bagian luarnya
menghitam dikarenakan adanya oksidasi dari melanin dan lemak yang merupakan
kandungan dari sebum.

Penumpukan comedo secara berkelanjutan dapat menyebabkan reaksi inflamasi dan imun
terutama dari bakteri P. Acnes. Mekanismenya:

1. P. acnes terlibat dalam formasi dari Microcomedo & Comedo.


2. Peningkatan kolonisasi P. acnes menyebabkan perekatan dari korneosit dari
pembentukan comedo
3. P. acnes dapat menghasilkan enzim lipase, protease, hyaluronidase, dan phosphatase
yang dapat menyebabkan pemecahan TAG dan kerusakan jaringan

65
4. P. acnes menginduksi ekspresi dari sitokin proinflamasi (e.g. IL-8, IL-12, IL-1alpha,
dan TNF-alpha) dengan cara menginisiasi sel, seperti Keratinosit dan Monosit,
melalui TLR2-dependent pathway.
5. Sel host (monosit) membuat
respon protektif antimikroba
berupa Antimicrobial lipid,
AMPs (e.g. human beta-
defensin 2, psoriasin, dan
cathelicidin) yang dapat
menstimulasi pelepasan
sitokin/chemokines
proinflamasi melalui TLR-4
dan CD-14 dependent mechanism.
6. Peptidoglikan-polisakarida complex dan asam lipoteithoic dari P. acnes menstimulasi
sitokin proinflamasi dari monosit serta meningkatkan ekspresi TLR2 dan TLR4.
Selain itu ia juga dapat membuat Sel T helper (Th) 1 dan 17 menjadi aktif.
7. P. acnes menginduksi pertumbuhan keratinosit dan menupregulasi produksi dari
sitokin proinflamasi dari heat-shock GroEL protein
8. Matrix metalloproteinases (MMPs) dihasilkan dari sel-sel keratinosit dan sebosit akan
menyebabkan inflamasi acne, destruksi matriks dermal, dan hiperproliferasi dari
folikel sebaceous. Selain itu MMPs juga dapat menyebabkan ruptur dari folikel
sebaceous sehingga memperparah inflamasi
9. P. Acnes lysates dapat memodulasi differensiasi dari keratinosit dengan meninduksi
b1, a3, a6s, dan aVb6 integrin dan fillagrin ketika comedogenesis
10. P. Acnes dapat memproduksi tambahan Neutrofil Chemotatic Factor yang didigesti
oleh Neutrofil didalam folikel sebaceous, sehingga menghasilkan hydrolase yang
dapat menyebabkan disrupsi dari dinding folikel
11. P. Acne dapat mengaktivasi formasi dari C5a dalam lesi inflamasi dengan cara
mengaktivasi kedua classical dan alternative complement pathway.

66
DIAGNOSIS ACNE VULGARIS

Tingka Keparahan Penemuan Klinis


t
I Ringan Adanya komedo blackhead dan whitehead dengan sedikit
papule dan pustule (biasanya kecil).
II Sedang Lesi inflamasi berupa pustule dengan papule erythema kecil.
III Sedang-Parah Papule dan pustule sering ditemukan dan terkadang ditemukan
nodul/cyst inflamasi.
IV Parah Papule, pustule, dan nodul/cyst banyak sekali ditemukan.
Biasanya menyebabkan rasa sakit dan kemerahan dan dapat
menyebabkan scarring (bekas luka).
PEMERIKSAAN PENUNJANG ACNE VULGARIS

Hormon Kriteria Diagnostik


Testosterone Kenaikan minimal hingga ringan dari <200 ng/dL dapat
disebabkan oleh kelainan jinak dari ovarium atau adrenal. Tetapi
jika lebih dari kadar tersebut dapat disebabkan oleh neoplasia dari
ovarium atau adrenal.
Androstenedione Dapat diperiksakan mengikuti ritme circadian dan berpengaruh
pada pembentukan acne
DHEA Kadar DHEA dan DHEAS >8.000 ng/dL patut dicurigai terjadi
tumor adrenal, sementara pada kadar 4.000-8.000 ng/dL dicurigai

67
hiperplasia adrenal jinak
SHBG Berkurangnya kadar SHBG memicu testosterone bebas beredar,
sehingga dapat menyebabkan tanda manifestasi
Prolactin Naiknya kadar prolaktin dapat menjadi penunjang diagnosis Acne
yang disebabkan karena gangguan Pituitary/hipotalamus
17-Hydroxy Naiknya kadar (>200 ng/dL) pada congenital hiperplasia atau
Progesterone non-classic congenital hiperplasa dikarenakan defisiensi atau
absensi dari 21alpha-hydroxylase
Leutinizing Hormone Perbandingan dengan ratio FSH dengan ration >2 dicurigai
disebabkan oleh polycystic ovarian syndrome (PCOS)
Insulin Puasa dan Pada pasien Overweight dan obesitas pemeriksaan insulin
Postprandial dilakukan
Serum Cortisol Kadar tinggi dari cortisol dicurigai adanya neoplasia adrenal
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS ACNE VULGARIS

Diagnosis Karakteristik Perbedaan


Miliaria Merupakan penyakit dari obstruksi dari kelenjar keringat atau
tersumbatnya kelenjar keringat; Adanya ‘heat rash’ yang merupakan
respon dari eksposur panas; lesi berbentuk non-follicular papule,
pustule, intraepidermal keratin cyst dan vesicle; persebaranannya
kebanyakan secara infraorbital, pada dada, dan punggung; wujudnya
globul putih besar dengan lingkaran gelap disekitarnya.
Rosacea Lesinya Erythema dan telangiectasias; sedikit comedo atau scarring;
kebanyakan berada pada hidung dan intraorbital
Seborrheic Lesinya samar dengan greasy scales dan patches erythema macule atau
Dermatitis papule yang banyak terletak pada alis, glabella, paranasal, nasolabial
folds, kumis, scalp, dan dada.
Syringoma Lesinya non-inflamasi papule yang biasanya terletak pada lipatan mata
dan pipi malar; pemeriksaan biopsi menunjuan adanya kista dilatasi
dengan tadpole appereance

1.6.9 MANAJEMEN ACNE VULGARIS

Pentingnya pembersihan dalam pengobatan jerawat umumnya intuitif. Pencucian dua


kali sehari dengan pembersih yang lembut diikuti dengan pengaplikasian perawatan jerawat
dapat mendorong rutinitas dan oleh karena itu kepatuhan yang lebih baik.

Pembersihan yang berlebihan atau penggunaan sabun alkali yang keras kemungkinan
besar akan meningkatkan pH kulit, mengganggu penghalang lipid kulit, dan menambah

68
potensi iritasi dari banyak perawatan jerawat topikal. Penggunaan syndet (deterjen sintetis)
akan memungkinkan pembersihan tanpa mengganggu pH normal kulit.

Pembersih obat, yang mengandung benzoil peroksida, asam salisilat, atau belerang,
menawarkan kemudahan sebagai pencucian dan sangat baik untuk area yang sulit dijangkau
seperti punggung.

Prinsip manajemen acne vulgaris :

• Memperbaiki pola follicular keratinization yang berubah.

• Menunrunkan aktivitas dari kelenjar sebasea.

• Menurunkan populasi dan aktivitas dari follicular bacteria seperti


propionicbacterium acnes.

• Menambahkan efek anti-inflamasi

1) Terapi Lokal. berguna untuk jerawat ringan dan sedang, sebagai terapi tunggal,
dalam kombinasi dan juga sebagai terapi pemeliharaan. Jenis-jenisnya ialah:
a. Benzoyl Peroxide. Ini adalah agen topikal yang efektif. Tersedia dalam berbagai
formulasi (pencuci, lotion, krim, dan gel) dengan konsentrasinya (2,5-10%). Gel
umumnya lebih stabil dan aktif dan lebih sedikit mengiritasi daripada krim dan
lotion. Obat tersebut memiliki aktivitas antiinflamasi, keratolitik, dan komedolitik,

69
dan diindikasikan pada acne vulgaris ringan hingga sedang. Efek samping benzoil
peroksida ialah iritasi kulit yang bergantung pada konsentrasi atau kekeringan dan
pemutihan pada pakaian, rambut, dan sprei. Dapat menyebabkan dermatitis iritan
dengan gejala terbakar, eritema, pengelupasan, dan kekeringan.
b. Retinoid Topikal. Retinoid telah digunakan selama >30 tahun. Retinoid topikal
menargetkan lesi microcomedo-precursor pada akne. Terdapat konsensus bahwa
retinoid topikal harus digunakan sebagai terapi pertama, untuk akne inflamasi
ringan-sedang dan juga merupakan agen pilihan untuk terapi pemeliharaan.
Efektivitasnya baik, karena menargetkan hiperproliferasi epitel folikuler
abnormal, mengurangi penyumbatan folikel dan mengurangi microcomedo dan
lesi jerawat noninflamasi dan inflamasi. Efek biologisnya dimediasi melalui
reseptor hormon nuklir (reseptor asam retinoat RAR dan retinoid) RXR reseptor X
dengan tiga subtipe α, β, dan γ) dan protein pengikat sitosol. Agen penghambat
metabolisme asam retinoat (RAMBA) seperti liarozole telah dikembangkan baru-
baru ini untuk mengatasi munculnya resistensi asam semua-transretinoat. Efek
samping utama retinoid topikal  dermatitis iritan primer, yang dapat muncul
sebagai eritema, bersisik, sensasi terbakar dan dapat bervariasi tergantung pada
jenis kulit, kepekaan, dan formulasi.
c. Antibiotik Topikal. Banyak formulasi antibiotik topikal tersedia, baik sendiri-
sendiri atau dalam kombinasi dimana menghambat pertumbuhan acne dan
mengurangi peradangan. Klindamisin dan eritromisin keduanya efektif melawan
peradangan jerawat dalam bentuk topikal dalam kombinasi 1-4% dengan atau
tanpa penambahan seng. Penambahan 2% seng sulfat dan nikotinamida topikal
tidak berbeda dengan plasebo untuk pengobatan jerawat. Efek samping ialah
ringan termasuk eritema, mengelupas, gatal, kekeringan, dan terbakar, kolitis
pseudomembran yang jarang terjadi, tetapi telah dilaporkan dengan klindamisin.
[30] Efek samping terpenting dari antibiotik topikal adalah perkembangan
resistensi bakteri dan resistensi silang; oleh karena itu, sebaiknya tidak digunakan
sebagai terapi tunggal.
d. Lainnya.
 Terapi kombinasi. Benzoyl peroxide memiliki keuntungan untuk
mencegah dan menghilangkan perkembangan P. acne resistance. Efikasi
dan tolerabilitasnya meningkat bila dikombinasikan dengan eritromisin
topikal atau klindamisin, yang dikonfirmasi dalam berbagai uji coba.
70
Kombinasi retinoid topikal dan antimikroba topikal lebih efektif dalam
mengurangi lesi jerawat inflamasi dan noninflamasi daripada kedua agen
yang digunakan sendiri. Klindamisin topikal dan benzoil peroksida yang
dioleskan sekali sehari dan klindamisin fosfat tetap 1,2% dan tretinoin
0,025% dalam formulasi gel berbasis air yang digunakan sekali sehari
ditemukan sebagai pengobatan yang efektif untuk jerawat.
 Asam Salisilat. Asam salisilat adalah bahan yang ada di mana-mana yang
ditemukan dalam sediaan jerawat OTC (gel dan pencuci) dalam
konsentrasi mulai dari 0,5%-2%. Asam β-hidroksi yang larut dalam lemak
ini memiliki sifat komedolitik tetapi kurang manjur daripada retinoid.
Asam salisilat juga menyebabkan pengelupasan stratum korneum melalui
penurunan kohesi keratinosit. Reaksi iritan ringan dapat terjadi. AS.
dianggap kurang efektif dibandingkan benzoyl peroxide.
 Asam Azelaic. Ini tersedia sebagai krim topikal 10-20% yang telah
terbukti efektif dalam peradangan dan jerawat komedonal. Juga
merupakan inhibitor kompetitif tirosinase dan dengan demikian dapat
menurunkan hiperpigmentasi pasca inflamasi.
 Sulphur, Sodium Sulfacetamide, dan Resorcinol. Produk yang
mengandung sulfur, sodium sulfacetamide, dan resorsinol, yang dulu
merupakan pengobatan favorit untuk jerawat, masih ditemukan dalam
beberapa formulasi OTC dan resep khusus. Sulfonamida dianggap
memiliki sifat antibakteri melalui penghambatan asam para-aminobenzoat
(PABA), penting untuk pertumbuhan P. acnes. Sulfur juga menghambat
pembentukan asam lemak bebas dan memiliki sifat keratolitik dugaan. Ini
sering dikombinasikan dengan natrium sulfasetamida untuk meningkatkan
tolerabilitas kosmetik karena bau khas belerang. Resorcinol juga
diindikasikan untuk digunakan pada jerawat karena sifat antimikrobanya.
Biasanya ditemukan dalam konsentrasi 2% dalam kombinasi dengan sulfur
5%.
 Asam laktat / lotion laktat. Terbukti membantu dalam mencegah dan
mengurangi jumlah lesi jerawat.
 Gel asam pikolinat 10%. Ini adalah metabolit perantara dari asam amino,
triptofan. Ini memiliki sifat antivirus, antibakteri, dan imunomodulator.

71
Ketika diterapkan dua kali sehari selama 12 minggu terbukti efektif pada
kedua jenis lesi jerawat, tetapi uji coba lebih lanjut diperlukan untuk
memastikan keamanan dan kemanjurannya.
 Gel Dapson 5%. Ini adalah sulfon dengan sifat anti-inflamasi dan
antimikroba. Uji coba telah mengkonfirmasi bahwa gel dapson topikal 5%
efektif dan aman sebagai monoterapi dan dalam kombinasi dengan agen
topikal lainnya pada acne vulgaris ringan hingga sedang.
2) Terapi Sistemik (Antibiotik Oral). Diindikasikan terutama pada jerawat inflamasi
sedang-berat.
a. Etrasiklin dan turunannya masih tetap menjadi pilihan pertama. Makrolida,
kotrimoksazol, dan trimetoprim adalah alternatif lain untuk jerawat. Tetrasiklin
(500 mg – 1 g / hari), doksisiklin (50–200 mg / hari), minosiklin (50–200 mg /
hari), limosiklin (150–300 mg / hari), eritromisin (500 mg – 1 g / hari ),
kotrimoksazol, trimetoprim, dan baru-baru ini azitromisin (500 mg tiga kali
seminggu) berhasil digunakan pada jerawat. Minosiklin dan doksisiklin lebih
efektif. Efek samping paling umum ialah gangguan pencernaan dan kandidiasis
vagina. Doksisiklin dapat dikaitkan dengan fotosensitifitas. Minocycline dapat
menyebabkan pengendapan pigmen di kulit, selaput lendir, dan gigi. Hepatitis
autoimun, sindrom mirip lupus eritematosus sistemik, dan reaksi seperti penyakit
serum jarang terjadi dengan minocycline.
b. Isotretinoin. Isotretinoin disetujui hanya untuk jerawat kistik yang parah. berguna
dalam bentuk jerawat yang kurang parah untuk mencegah perlu perawatan
berkelanjutan dan dibutuhkan follow up. Konsensus para ahli menemukan bahwa
isotretinoin oral ampuh untuk jerawat parah, jerawat yang kurang responsif yang
membaik kurang dari 50% setelah 3 bulan terapi dengan dan antibiotik topikal,
jerawat yang kambuh setelah perawatan oral, bekas luka, dan jerawat yang
menginduksi tekanan psikologis. Indikasi lain adalah folikulitis gram negatif,
rosacea inflamasi, pyoderma faciale, jerawat fulminans, dan AC. Retinoid ini
adalah obat yang dapat diandalkan pada hampir semua pasien jerawat, Dosis
isotretinoin adalah 0,5–1 mg/kg/hari dalam satu atau dua dosis harian. Untuk
jerawat truncal parah pada pasien yang mentolerir dosis yang lebih tinggi, hingga
2 mg/ kg / hari dapat diberikan. sebagian besar pasien dimulai pada 20–40 mg
untuk menghindari suar awal, kemudian meningkat menjadi 40–80 mg/hari untuk
membatasi efek samping, yang umumnya terkait dosis. Dosis serendah 0,1
72
mg/kg/hari hampir sama efektif sebagai dosis yang lebih tinggi dalam
membersihkan jerawat; kerugiannya adalah bahwa dosis yang lebih rendah lebih
kecil kemungkinannya untuk menghasilkan remisi yang berkepanjangan, bahkan
setelah 20 minggu perawatan. Efek samping dari isotretinoin adalah tergantung
dosis danumumnya tidak serius. Bibir kering, kulit, mata, dan mukosa oronasal
terjadi pada hingga 90% pasien. Efek ini dapat diobati dengan pelembab.
Kekeringan mukosa hidung menyebabkan kolonisasi oleh S. aureus pada 80%–
90% pasien yang dirawat. Abses kulit,konjungtivitis staphylococcal, impetigo,
selulitis wajah, dan folikulitis dapat mengakibatkan. Kolonisasi semacam itu dapat
dihindari dengan penggunaan salep bacitracin yang diterapkan pada nares anterior
dua kali sehari selama terapi isotretinoin. Arthralgias dapat terjadi tetapi, seperti
halnya efek samping lainnya, tidak memerlukan gangguan terapi kecuali Parah.
3) Terapi Hormonal. Pendekatan utama terapi hormonal pada jerawat adalah untuk
mencegah efek androgen pada kelenjar sebaceous dan mungkin juga keratinosit
folikel.
a. Kontrasepsi oral. Estrogen biasanya dikombinasikan dengan progestin untuk
menghindari risiko kanker endometrium. Efek anti-jerawat dari kontrasepsi oral
diatur oleh penurunan tingkat androgen peredaran darah melalui penghambatan
hormon luteinizing (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Agen yang saat
ini disetujui FDA termasuk norgestimate dengan etinil estradiol, dan
norethindrone asetat dengan etinil estradiol.
b. Spironolakton. Mereka berfungsi sebagai penghambat reseptor androgen steroid.
Ini dapat menyebabkan hiperkalemia (ketika dosis yang lebih tinggi diresepkan
atau ketika ada gangguan jantung atau ginjal), ketidakteraturan menstruasi.
c. Cyproterone acetate. Ini adalah agen penghambat reseptor androgen pertama
yang dipelajari dengan baik dan terbukti efektif pada jerawat pada wanita. Dosis
yang lebih tinggi terbukti lebih efektif daripada dosis yang lebih rendah. Ini juga
dikombinasikan (2 mg) dengan etinil estradiol (35 atau 50 μg) sebagai formulasi
kontrasepsi oral untuk mengobati jerawat.
d. Flutamide. Berguna untuk mengatasi jerawat jika diberikan pada wanita dengan
hirsuitisme. Isotretinoin oral, Retinoid oral diindikasikan pada akne yang parah,
sedang hingga parah, atau akne tingkat yang lebih rendah yang menghasilkan
jaringan parut fisik atau psikologis. Ini adalah satu-satunya obat yang
mempengaruhi keempat faktor patogen yang terlibat dalam etiologi. jerawat.

73
4) Lession Removal
a. Komedo. Komedo terbuka dan tertutup dapat dihilangkan secara mekanis dengan
ekstraktor komedo dan jarum halus atau pisau runcing. Aplikasi retinoid topikal
praprosedur membuat prosedur lebih mudah. Kauter yang lembut dan tusukan
laser pada makrokomedo juga merupakan prosedur yang berguna. Keterbatasan
ekstraksi komedo termasuk ekstraksi yang tidak lengkap, pengisian ulang, dan
risiko kerusakan jaringan.
b. Lesi inflamasi dalam yang aktif. Aspirasi lesi inflamasi dalam mungkin
diperlukan dalam beberapa kasus yang diikuti dengan injeksi steroid IL pada kista
dan saluran sinus.
5) Phototherapy
a. Cahaya tampak. Untuk jerawat inflamasi ringan hingga sedang. Paparan bakteri
jerawat secara in vitro dan in vivo terhadap sinar biru bebas ultraviolet 405–420
nm menghasilkan penghancuran foto melalui efek pada porfirin yang diproduksi
secara alami oleh P. acne.
b. Terapi fotodinamik (dengan penambahan asam δ-aminolevulinic) dan laser
pewarna berdenyut (585 nm) juga efektif pada jerawat, tetapi uji coba lebih lanjut
diperlukan untuk mengkonfirmasi hal yang sama. Perawatan fisik bekas luka
jerawat secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok :
 hilangnya jaringan (bekas luka ice pick, bekas luka kotak, bekas luka
bergulir, dan atrofi makula folikel)
 melibatkan jaringan berlebih (bekas luka hipertrofik atau keloid).
Perawatan yang tersedia saat ini untuk bekas luka termasuk eksisi sederhana, dan
penjahitan, baik sendiri atau dikombinasikan dengan pencangkokan punch dan
pelapisan ulang laser, dermabrasi, berbagai jenis laser, pengelupasan kimiawi, dan
pengisi.
6) Dermabrasion. Dermabrasi digunakan lebih sedikit sekarang sejak pengembangan
laser, lampu, dan perangkat baru lainnya. Dermabrasi berguna dalam mengobati bekas
luka atrohik yang lebih besar, kurang disukai karena pemulihan yang berkepanjangan
dan peningkatan risiko komplikasi. Peluang yang lebih besar untuk perubahan warna
kulit di darkerskinned pasien. Microdermabrasion memiliki lebih sedikit efek samping
dan dapat digunakan dengan aman pada sebagian besar pasien.

74
7) Microneedling. Mikroneedling radiofrekuensi nonblatif adalah teknik yang relatif
baru untuk pengobatan keduanya lesi jerawat inflamasi dan bekas jerawat.
Mmerupakan prosedur invasif minimal yang menggunakan jarum untuk menusuk
epidermis. Mekanisme tindakan terutama dengan pengurangan kelenjar sebaceous
aktivitas dan renovasi dermis melalui termal stimulasi. Mikrowound yang dibuat juga
merangsang pelepasan faktor pertumbuhan dan menginduksi produksi kolagen.
Epidermis tetap relatif utuh, oleh karena itu penyembuhan dengan cepat dan
membantu untuk membatasi kejadian yang merugikan. Terbukti memiliki profil
keselamatan yang lebih baik dalam mengobati bekas jerawat, terutama dalam populasi
jenis kulit yang lebih gelap. Mikroneedling dapat dikombinasikan dengan berbagai
perawatan adjuvant, termasuk plasma kaya trombosit, vitamin C, dan asam glikolat,
untuk meningkatkan klinis peningkatan bekas jerawat atroda
8) Fillers. Suntikan pengisi dermal untuk memperbaiki bekas jerawat didasarkan pada
augmentasi jaringan lunak. Asam hialuronat pengisi nonpermanen yang merangsang
produksi kolagen merupakan perawatan yang aman dan efektif untuk bekas jerawat
termasuk bekas luka atrohik. Stimulasi yang lebih kuat produksi kolagen terlihat
dengan semipermanen atau pengisi biostimulatif, seperti asam poli-L-laktat (PLL) dan
kalsium hidroksilapatit. Bekas jerawat bisa permanen dan longlasting berdampak pada
pasien yang memiliki jerawat, bahkan setelah lesi aktif hilang.

1.6.10 KOMPLIKASI ACNE VULGARIS

Semua jenis lesi jerawat memiliki potensi sembuh dengan gejala sisa. Hampir semua
lesi akne meninggalkan eritema makula transient setelah resolusi. Pada beberapa individu,
lesi jerawat dapat menyebabkan jaringan parut permanen. Bekas jerawat bisa menjadi atrofi
atau hipertrofik.

Bekas luka atrofi dapat dikategorikan lebih lanjut berdasarkan ukuran dan bentuk: ice
pick, boxcar, or rolling26.

1) Bekas luka ice pick adalah bekas luka dalam yang sempit dan dalam yang terlebar di
permukaan kulit dan meruncing ke suatu titik di dermis, biasanya dengan diameter
kurang dari 2 mm.
2) Bekas luka boxcar adalah bekas luka lebar berbatas tegas yang tidak meruncing ke
satu titik di pangkal dan ukurannya berkisar dari 1,5 hingga 4 mm.

75
3) Bekas luka rolling adalah bekas luka yang dangkal dan lebar (seringkali> 4–5 mm)
yang memiliki tampilan bergelombang. Elastolisis perifollicular adalah jenis bekas
luka lain, yang biasanya muncul sebagai papula lunak atrofi di bagian atas batang
tubuh. Bekas luka hipertrofik dan keloid, selain saluran sinus, juga dapat terbentuk.
4) Bekas luka Hipertrofi. Merupakan bekas lika yang menonjol yang dapat terbentuk
pada dada, punggung, dan bahu yang disebabkan menumpuknya pembuatan jaringan
ikat berlebih Ketika penyembuhan luka. Biasanya terbentuk pada komplikasi acne
yang parah. Bekas luka jenis ini jarang terjadi.
5) Bekas Luka Papular. Bekas luka Ini mirip dengan comedo dan acne yang
sebenarnya. Tetapi pada saat treatment tidak adanya reaksi dari pemberian treatment
tersebut.
6) Bekas Luka Keloid. Berasal dari keabnormalitasan penyembuhan luka atau trauma
sehingga jaringan ikat menumpuk secara berlebih dan berukuran besar. Bekas lukanya
jarang terjadi

Komplikasi lain dari akne adalah hiperpigmentasi residual yang menonjol, terutama
pada pasien berkulit gelap; pembentukan granuloma piogenik, yang lebih sering terjadi pada
acne fulminan dan pada pasien yang diobati dengan isotretin oin dosis tinggi; osteoma cutis,
yang terdiri dari papula kecil dan tegas akibat acne vulgaris yang telah berlangsung lama; dan
wajah padat edema.

Acne vulgaris dapat menyebabkan psikologis pasien terganggu,perkiraan 30-50%


remaja yang berjerawat mengalami gangguan mental dan kejiwaan karena jerawat. Studi

76
telah menunjukkan bahwa pasien yang menderita acne memiliki tingkat gangguan
sosial,psikologis dan emosional yang sama dengan penderita asma dan epilepsy. Yang paling
penting jika terjadi gangguan psikologis yang serius,maka pasien harus dirujuk ke psychiatric
counseling.

Pada remaja, dua penelitian besar telah menunjukkan bahwa kecemasan, depresi, dan
keinginan bunuh diri lebih tinggi pada mereka yang memiliki "masalah jerawat". "Atau"
jerawat besar ".

1.6.11 PROGNOSIS ACNE VULGARIS

Kebanyakan kasus membaik pada usia 20-an, namun pada beberapa kasus masih
dapat berlangsung sampai usia 30-40 tahunan.

Pada perempuan pembentukan acne dapat dikaitkan dengan siklus menstruasi. Selain
itu kandungan wanita dengan kadar DHEA-S tinggi dapat membentuk acne parah ataupun
acne nodular berkepanjangan.

Prognosis keseluruhan jerawat baik, dibantu dengan perawatan.

1.6.12 PREVENSI ACNE VULGARIS

Prevensi acne seringkali dikaitkan dengan konsumsi makanan yang dimana


hubungannya masih belum empiris. Tetapi ada beberapa makanan yang berpotensi dalam
faktorisasi acne:

1) Produk susu
2) Coklat
3) Makanan berglikemik
4) Makanan berserat

Selain dari makanan factor lainnya seperti:

1) Anti-oksidan
2) Proteksi matahari dan kebersihan kulit
3) Stress
4) Merokok

1.6.13 PATOMEKANISME ACNE VULGARIS

77
1.7 Miliaria

78
1.7.1 Definisi
Miliaria, atau eccrine miliaria, adalah penyakit kulit yang sering terlihat yang dipicu oleh
kelenjar dan saluran keringat ekrin yang tersumbat, menyebabkan aliran balik keringat ekrin
ke dermis atau epidermis.
[1]Aliran balik ini menghasilkan ruam yang terdiri dari pembentukan vesikel berisi keringat
di bawah kulit. Nama lain untuk kondisi kulit ini termasuk "ruam panas", "biang
keringat", atau "ruam keringat".
[2]Kondisi ini paling umum terjadi di iklim hangat dan lembab selama bulan-bulan musim
panas. Tiga jenis utama miliaria adalah crystallina, rubra, dan profunda dan
diklasifikasikan berdasarkan kedalaman obstruksi saluran keringat yang menyebabkan
perbedaan klinis dan histologis. Ruam biasanya sembuh sendiri dan sembuh sendiri
dengan pengobatan.
1.7.2 Epidemiologi
1. Miliaria sering menyerang neonatus dan individu yang mengalami peningkatan keringat
serta mereka yang tinggal di iklim panas dan lembab. Meskipun miliaria terlihat pada
jenis kelamin dan semua ras, setiap jenis mempengaruhi populasi yang sedikit berbeda.
2. Miliaria crystallina, atau sudamina, umumnya menyerang neonatus dengan insiden
terbesar pada usia 2 minggu atau kurang. Ini mempengaruhi antara 4,5% sampai 9% dari
neonatus. Miliaria crystallina juga dapat dilihat pada orang dewasa yang baru saja
pindah ke iklim yang lebih hangat.
3. Miliaria rubra, bentuk miliaria yang paling umum, sering terlihat pada neonatus antara
usia 1 dan 3 minggu. Ini juga dapat mempengaruhi hingga 30% orang dewasa yang
tinggal dalam kondisi panas dan lembab.
4. Miliaria profunda adalah bentuk miliaria yang paling langka. Hal ini paling sering
terlihat pada orang yang memiliki episode berulang miliaria rubra atau individu yang
terpapar iklim hangat baru seperti orang militer yang ditempatkan di iklim tropis.
1.7.3 Etiologi
Miliaria terjadi ketika aliran keringat ekrin terhambat oleh penyumbatan bagian
intraepidermal dari saluran keringat. Etiologi dan patogenesisnya dianggap serupa pada
semua usia. Meskipun miliaria mempengaruhi semua kelompok usia dan kedua jenis kelamin
secara setara, bayi dan anak-anak berada pada risiko yang lebih tinggi karena
ketidakdewasaan saluran ekrin. Ketidakmatangan relatif dari saluran keringat mungkin
merupakan faktor predisposisi penting pada masa bayi awal, begitu pula kecenderungan bayi
untuk disusui dalam kondisi yang terlalu hangat dan lembab.
Berikut ini telah diidentifikasi sebagai penyebab miliaria:
1. Oklusi kulit: Pakaian ketat telah dikaitkan dengan miliaria.
2. Pseudohypoaldosteronisme tipe I: Resistensi mineralokortikoid menyebabkan hilangnya
natrium melalui kelenjar ekrin dan telah dikaitkan dengan pustular miliaria rubra.
3. Aktivitas fisik yang berat

79
4. Sindrom Morvan: Penyakit resesif autosomal langka yang menyebabkan hiperhidrosis, di
antara kelainan lain, yang merupakan predisposisi miliaria.
5. Pengobatan: Obat-obatan yang menyebabkan keringat seperti bethanechol, clonidine,
dan neostigmine telah dikaitkan dengan miliaria. Selain itu, beberapa kasus miliaria yang
diinduksi isotretinoin telah dilaporkan.
1.7.4 Faktor Resiko
• Bayi
• Berada di lingkungan yang panas dan lembab
• Demam
• Riwayat hyperhidrosis
• Hypernatremia atau hiperaldosteron
• Menggunakan pakaian oklusif
1.7.5 Klasifikasi
Klasifikasi (berdasarkan letak sumbatan dan gambaran klinis):
1. Miliaria kristalina (sudamina): di stratum korneum
Miliaria crystallina muncul sebagai vesikula
superfisial bening berdinding tipis berukuran
1-2 mm tanpa areola inflamasi biasanya tidak
bergejala dan berkembang pada tanaman,
terutama di batang, mengenai orang dewasa
dan neonatus yang biasanya berusia kurang
dari 2 minggu. Ini muncul pada pasien yang
terbaring di tempat tidur yang demamnya
menghasilkan peningkatan keringat atau
dalam situasi di mana pakaian mencegah
pembuangan panas dan kelembapan, seperti
pada anak-anak yang dibundel. Lesi
umumnya asimtomatik dan durasinya singkat
karena cenderung pecah pada trauma sekecil
apa pun. Satu pasien dengan gatal pasca
latihan ditemukan memiliki miliaria
crystallina; itu diselesaikan secara spontan. Obat-obatan seperti isotretinoin,
bethanechol dan doxorubicin dapat menyebabkannya. Lesi itu sembuh sendiri; tidak
diperlukan perawatan.

2. Miliaria rubra (prickly heat): di stratum spinosum/mid-epidermis


Miliaria rubra adalah bentuk miliaria yang
paling umum. Obstruksi saluran ekrin terjadi di
lapisan kulit yang lebih dalam dan melibatkan

80
respons inflamasi. Ini menghasilkan papula
dan vesikula eritematosa yang lebih besar. Lesi
miliaria rubra (Gbr. 3-4) tampak sebagai
papulovesikel eritematosa yang diskrit, sangat
gatal, disertai dengan sensasi menusuk,
terbakar, atau kesemutan. Secara khas, lesi
menghasilkan ketidaknyamanan yang intens
dalam bentuk sensasi tusukan yang tak
tertahankan. Gejala-gejala ini dapat memburuk saat mengeluarkan keringat,
menyebabkan lebih banyak iritasi. Pada neonatus biasanya berusia antara 1 hingga 3
minggu, selangkangan, ketiak, dan leher adalah area yang paling sering terkena. Pada
orang dewasa, miliaria rubra kemungkinan besar terlihat di tempat-tempat pakaian
bergesekan pada kulit seperti batang tubuh dan ekstremitas. Tempat yang paling
sering terkena adalah antekubital dan fossa poplitea, batang tubuh, area
inframammary (terutama di bawah payudara terjumbai), perut (terutama di garis
pinggang), dan daerah inguinal

3. Miliaria pustulosa: di stratum spinosum/mid-epidermis


Miliaria pustulosa (Gbr. 3-5) didahului oleh
dermatitis lain yang menyebabkan cedera,
kerusakan, atau penyumbatan saluran keringat.
Pustula berbeda, dangkal, dan tidak tergantung
pada folikel rambut. Pustula gatal paling
sering terjadi pada area intertriginous,
permukaan fleksur ekstremitas, skrotum, dan
punggung pasien yang terbaring di tempat
tidur. Dermatitis kontak, lichen simpleks
kronik, dan intertrigo adalah beberapa
penyakit terkait, meskipun miliaria pustular
dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit
ini mereda. Episode berulang dapat menjadi
tanda pseudohypoaldosteronisme tipe I, karena krisis kehilangan garam dapat memicu
miliaria pustulosa atau rubra, dengan resolusi setelah stabilisasi.

4. Miliaria profunda: di dermo-epidermal junction


Papula keputihan yang tidak gatal, berwarna
daging, duduk dalam, dan berwarna
keputihan mencirikan bentuk miliaria ini.
Miliaria profunda, karena keterlibatan kulit
yang lebih dalam pada pertemuan dermal-
epidermal, menghasilkan papula yang keras,
besar, dan berwarna seperti daging yang
juga tidak berpusat di sekitar folikel.

81
Letusan dapat bervariasi dengan gejala dari sangat gatal hingga asimtomatik. Miliaria
profunda biasanya terlihat pada pasien dengan banyak episode miliaria rubra
sebelumnya. Distribusi ruam pada orang dewasa terutama melibatkan batang tubuh,
tetapi lengan dan tungkai mungkin juga terlibat. Ruam kulit biasanya muncul dalam
beberapa menit hingga jam setelah keringat dan hilang dalam satu jam setelah
berhenti berkeringat.

1.7.5 Pathogenesis & Pathofisiology

1,7.6 Manifestasi Klinis


1. Miliaria crystallina muncul sebagai tanaman vesikula dangkal, berdinding tipis, dan
dangkal dengan diameter 1-2 mm, tanpa eritema terkait, menyerupai tetesan air. Ini
sangat halus, dan umumnya pecah dalam 24 jam, dan diikuti oleh deskuamasi branny.
Mereka muncul paling sering selama 2 minggu pertama kehidupan, dan sangat
mungkin terlihat di dahi, kulit kepala, leher, dan tubuh bagian atas. Meskipun jarang
terjadi selama 4 hari pertama, kasus bawaan telah dilaporkan.
2. Miliaria rubra ('biang keringat') terdiri dari papula eritematosa dan papulovesikel
dengan diameter sekitar 1-4 mm, dengan latar belakang eritema makula. Kadang-
kadang, lesi yang cukup besar dan seperti luka muncul. Seringkali, beberapa lesi

82
berjerawat (miliaria pustulosa), tetapi ini tidak selalu mengindikasikan infeksi
sekunder. Namun demikian, infeksi sekunder stafilokokus miliaria (periporitis) tidak
jarang terjadi, dan dapat menyebabkan abses kelenjar keringat.
3. Miliaria rubra sering ditemukan dan, meskipun dapat terlihat selama masa bayi,
mungkin paling sering terjadi selama periode neonatal. Lesi muncul cukup simetris,
paling sering di daerah lentur, terutama di sekitar leher dan di selangkangan dan
ketiak. Wajah, kulit kepala, dan batang atas juga sering terpengaruh. Ini juga dapat
terjadi secara lokal di lokasi yang telah tersumbat, misalnya di mana telah terjadi
kontak langsung antara kulit dan penutup kasur plastik atau celana plastik. Jika
letusannya sangat parah, anak tersebut mungkin gelisah dan tertekan. Setiap potongan
lesi akan mereda dalam 2-3 hari, tetapi kekambuhan sering terjadi, kecuali kondisi
lingkungan provokatif dimodifikasi.
1.7.7 Diagnosis
 Anamnesis (jenis pekerjaan dan aktivitas pasien yang berhubungan dengan factor
risiko)
Umumnya terdapat keluhan muncul bintil-bintil di daerah leher, batang tubuh, punggung, dan
daerah yang banyak berkeringat seperti ketiak. Miliaria bisa asimtomatik (M. Kristalina, M.
Profunda), tapi bisa disertai rasa gatal hebat untuk miliaria rubra.
M. kristalina muncul pada neonatus (hari ke-6 & 7) dan sebagai gejala penyerta demam/luka
bakar akibat matahari. M. kristalina dapat menghilang secara spontan setelah 24 jam,
sedangkan m. rubra akan menetap lebih lama dan gejala akan semakin hebat saat berkeringat.
 Past history (obat-obatan, kondisi medis, riwayat keluarga)
 Physical examination  dermatological
- Karakteristik : banyak, discrete, 0,3 x 0,3 ~ 0,7 x 0,7 cm & 0,1 x 0,1 x 0,1 cm
~ 0,3 x 0,3 x 0,2 cm, bulat, sebagian besar berbatas tegas, menonjol, kering
- Jenis lesi : macula erimatosa dengan vesikula
 Skin punch biopsy pada area yang terkena
 Dermoscopy
 Penemuan histopatologis:
- Miliaria rubra : menunjukkan spongiosis epidermal dengan parakeratosis dan
vesikel di epidermis yang menyambung dengan saluran ekrin. Milia rubra dapat
mempunyai inflammatory lymphocytic infiltrate di sekitar saluran dan superficial
vasculature
- Miliaria crystalline : menunjukkan vesikel subcorneal atau intracorneal dari
bagian intraepidermal saluran dan mungin mengandung neutrophils
- Miliaria profunda : menunjukkan intradermal spongiosis dari saluran ekrin, dan
sebanding dengan miliaria rubra. Berbeda dengan rubra karena saluran ekrinnya
pecah lebih lanjut dan ada peradangan limfosit

83
1.7.8 Differential diagnosis

 Viral exanthems atau infeksi virus (herpes simplex atau varicella)

 Cutaneous candidiasis atau infeksi jamur lainnya

 Folliculitis, bacterial maupun pityrosporum


Mengenai bagian folikel kulit, sedangkan miliaria jarang mengenai folikel

84
 Erythema toxicum neonatorum
Lesi berupa papul atau pustul berwarna putih atau kuning dengan tepi eritema yang
berhubungan dengan kelenjar pilosebasea. Ditemukan pada 50% bayi baru lahir
 Neonatal acne
Biasanya lesi kulit dominan pustulosa dan daerah tertentu pada pipi dan hidung.
Onset: usia 3-4 minggu

 Drug rashes (acute, generalized, exanthematous pustulosis)

 Grover disease

85
 Fox Fordyce disease (miliaria apokrin)
Daerah yg terkena adalah daerah yang banyak kelenjar apokrin (ketiak, anogenital,
dan areola). Lesi berupa papul yang melibatkan daerah folikel rambut

 Lymphocytoma cutis atau cutaneous T-cell pseudolymphomas


 Gigitan arthropoda

1.7.9 Treatment
Farmakologi
 Anhydrous lanolin  mengobati oklusi pori-pori dan memulihkan sekresi keringat
normal
 Hydrophilic ointment  membantu melarutkan kertinous plugs dan memfasilitasi
aliran keringat normal
 Mild to mid-potency corticosteroids (krim triamcinolone 0.1%)  1-2 minggu
 Mandi air dingin yang mengandung colloidal oatmeal atau corn starch
 Dusting powders (corn starch/bedak bayi)  untuk kasus ringan
Non-farmakologi
 Menempatkan pasien di lingkungan yang sejuk
 Melepas benda-benda oklusi kulit (band-aids atau patches)
 Memakai pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat
 Exfoliate kulit
Tatalaksana berdasarkan PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS
KULIT DAN KELAMIN DI INDONESIA, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia (PERDOSKI), 2017

86
1.7.10 Komplikasi
 Paling serius: anhidrosis  thermoregulation yang buruk dan heat exhaustion
 Secondary infection, dan superinfeksi bakteri karena lapisan epidermis yang
terpengaruh.

1.7.11 Prognosis
Ad bonam jika faktor risiko dikurangi dan berpindah ke lingkungan yang lebih dingin dan
tidak lembab

Prevention
 Mengontrol paparan panas dan kelembaban
 Mengobati penyakit demam yang mendasarinya
 Menghilangkan pakaian yang oklusif
 Pakaian dicuci dengan benar untuk menghilangkan sisa deterjen
 Memastikan kulitnya tetap kering dan bersih

1.7.12 Dermatotherapy
Terapi Dermatologik
Secara khusus, rute pemberian obat topikal tampaknya sesuai untuk penyakit kulit meskipun
beberapa penyakit kulit berespons baik atau lebih baik terhadap obat yang diberikan secara
sistemik.

87
Penyerapan obat kulit.
Setelah aplikasi obat ke permukaan kulit (stratum korneum), penguapan dan perubahan
struktur / komposisi dapat terjadi yang mempengaruhi ketersediaan hayati akhir obat.

Stratum korneum membatasi difusi obat ke lapisan bawah dan kemudian ke dalam tubuh.
Sejumlah jalur absorpsi dimungkinkan, secara tunggal atau kombinasi: antara sel-sel stratum
korneum (interseluler), melintasi lapisan seluler kornea (transeluler), dan ke dalam cekungan
folikel rambut (folikel) dengan sel-sel kelenjar sebasea yang terkait dan otot arrector pili yang
dipersarafi oleh cabang simpatis dari sistem saraf otonom.
Melanosit dan sel Langerhans dapat diakses di epidermis bawah. Pada lapisan epidermis dan
dermal, obat-obatan juga dapat mencapai kelenjar ekrin (kelenjar keringat) dan salurannya.
Permeasi ke dermis membawa obat yang bersentuhan dengan limfatik (berwarna hijau) dan
cutaneous vessels yang membawa darah arteri dan vena (masing-masing merah dan biru).
Pembuluh darah ini menyediakan rute absorpsi ke dalam sirkulasi umum.

Variabel-variabel utama yang menentukan respons farmakologik terhadap obat yang


diaplikasikan ke kulit mencakup hal-hal berikut:

88
1. Variasi regional dalam penetrasi obat: Sebagai contoh, skrotum, wajah, ketiak, dan
kulit kepala sangat lebih permeabel daripada lengan bawah dan mungkin memerlukan lebih
sedikit obat untuk menghasilkan efek setara.
2. Gradien konsentrasi: Meningkatnya gradien konsentrasi meningkatkan massa obat yang
dipindahkan per satuan waktu, seperti pada kasus difusi menembus sawar lain. Karena itu,
resistensi terhadap kortikosteroid topikal kadang
dapat diatasi dengan menggunakan konsentrasi obat yang lebih tinggi.
3. Jadwal pemberian: Karena sifat fisiknya, kulit berfungsi sebagai reservoir bagi banyak
obat. Akibatnya, "waktu-paruh lokal" akan cukup lama untuk memungkinkan aplikasi sekali
sehari obat ini dengan waktu-paruh sistemiknya yang singkat. Sebagai contoh, pada banyak
penyakit, aplikasi kortikosteroid sekali sehari tampaknya sama efektifnya dengan aplikasi
berulang-ulang
4. Vehikulum dan oklusi: Vehikulum (bahan pembawa) yang tepat memaksimalkan
kemampuan obat menembus lapisan-lapisan luar kulit. Selain itu, melalui sifat fisik mereka
(efek melembapkan atau mengeringkan), vehikulum itu sendiri dapat memiliki efek ter-
apeutik penting. Oklusi (pemakaian lapisan plastik untuk menahan obat dan vehikulum nya
berkontak erat dengan kulit) sangat efektif untuk memaksimalkan efikasi.
Tergantung pada vehicle, formulasi dermatologis dapat diklasifikasikan sebagai tincture,wet
dressings, lotion, gel, aerosol, powder, pasta, krim, foam, dan salep(ointment). Kemampuan
vehicle untuk menghambat penguapan dari permukaan kulit meningkat pada seri ini, paling
sedikit pada tincture dan wet dressing dan paling banyak pada salep.
Inflamasi kronis dengan xerosis, scaling, dan likenifikasi paling baik diobati dengan sediaan
pelumas yang lebih banyak seperti itu. sebagai krim dan salep.
Tincture, lotion, gel, foam, dan aerosol nyaman digunakan pada kulit kepala dan area
berbulu. Emulsified vanishing- type creams dapat digunakan di area intertriginous tanpa
menyebabkan maserasi.

Obat-obatan Topikal Pada Kulit


Pengobatan topikal memiliki pengaruh fisik: mengeringkan, membasahi (hidrasi),
melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan, dan melindungi terhadap pengaruh
buruk dari luar. Pengobatan topical bertujuan untuk mengembalikan kulit dan jaringan yang
sakit ke keadaan fisiologik stabil secepatnya.
Prinsip obat topikal secara umum terdiri atas 2 bagian:
1. Bahan dasar (vehikulum)
2. Bahan aktif

Bahan Dasar (Vehikulum)

89
Memilih bahan dasar (vehikulum) obat topikal merupakan langkah awal dan terpenting yang
harus diambil pada pengobatan penyakit kulit.
Pedoman perawatan kulit :
Dermatitis basah  digunakan bahan dasar cair / basah, misalnya kompres
Dematitis kering  digunakan bahan dasar padat / kering, misalnya salep

Bahan Aktif

90
VEHICLE FOR TOPICAL APPLIED DRUGS

91
TOPICAL ANTIFUNGAL AGENTS FOR SUPERFICIAL MUCOCUTANEOUS
MYCOSES

92
93
94
95
BHP
 Mengedukasi pasien tentang penyebab dan faktor risiko miliaria
 Menyarankan pasien untuk menghindari iklim panas dan lembab
 Menyarankan pasien untuk memakai pakaian breathable
 Membuat personalized plan untuk pasien yang mencakup metode menghindari
overheating, dan bagaimana bereaksi ketika ruam muncul
 Mengedukasi pasien tentang sign and symptoms dari heat exhaustion jika pasien
mengalami anhidrosis

IIMC
 Al-Anbiya (83)
ِ ‫ب اِ ْذ ن َٰادى َربَّهٗ ٓ اَنِّ ْي َم َّسنِ َي الضُّ رُّ َواَ ْنتَ اَرْ َح ُم الر‬
o َ‫َّاح ِم ْين‬ َ ْ‫ۚ َواَيُّو‬
o “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya
Tuhanku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang
Maha Penyayang dari semua yang penyayang.””
 HR. Abu Daud no. 1554; Ahmad, 3: 192
o ‫ َو َسيِّي ِء األ ْسقَ ِام‬، ‫ وال ُج َذ ِام‬، ‫ َوال ُجنُو ِن‬، ‫ص‬ ِ ‫ك ِمنَ البَ َر‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنِّي أَعُو ُذ ب‬
o “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit kulit, gila, lepra, dan dari
segala penyakit buruk (mengerikan) lainnya.”

96
DAFTAR PUSTAKA

1. KEMENKES RI. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
FaskesTingkat Pertama. Jakarta. 2015
2. Fitzpatricks Dermatology 9th Edition
3. Andrew’s Disease of the Skin : Clinical Dermatology
4. Rook’s Textbook of Dermatology
5. Guerra, K. C., & Krishnamurthy, K. (2020). Miliaria. StatPearls.
6. PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER SPESIALIS KULIT DAN
KELAMIN DI INDONESIA, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia (PERDOSKI), 2017
7. Nagpal, M., Singh, G., Paramjot, & Aggarwal, G. (2017). Miliaria: An Update.
RESEARCH JOURNAL OF PHARMACEUTICAL BIOLOGICAL AND
CHEMICAL SCIENCES.
8. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2015. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Edisi
ketujuh. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Rook, A. J., Barker, J., Bleiker, T., Chalmers, R., Creamer, D., & Griffiths, C. E. M.
(2016). Rook's textbook of dermatology: Volume 4. Chichester, West Sussex (UK:
Wiley Blackwell.
10. James, W. D., Elston, D. M., Treat, J., Rosenbach, M., & Neuhaus, I. M. (2020).
Andrews' diseases of the skin: Clinical dermatology.
11. Miliaria | Medscape [Internet]. [Updated 27 Maret 2020]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1070840-overview#a5
12. Guerra KC, Toncar A, Krishnamurthy K. Miliaria. [Updated 2020 Aug 13]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537176/

97

Anda mungkin juga menyukai